You are on page 1of 31

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


KASUS COPD

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK : IV
INDRAWATI MOHA
DESRIAN ADAM
FEBRINANDO PAKAYA
ZULKARNAIN A. MANAKU

KELAS : II C DIV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


GORONTALO
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan Medical

bedah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kasus COPD

Shalawat beriring salam senantiasa penulis berikan kepada junjungan kita Nabi besar

Muhammad SAW, karena berkat perjuangan beliulah, sehingga kita bisa keluar dari zaman

Jahilliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi seperti yang

kita rasakan saat ini.

Tiada karya manusia yang sempurna, begitu pun dalam makalah ini yang mungkin

masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu penulis berharap kepada saudara

sekalian agar dapat memberikan kritik ataupun saran yang sifatnya membangun, demi

kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini yang masa mendatang.

Gorontalo, 19 November 2016

Kelompok IV
DAFTAR ISI
Halaman

Kata pengantar.

Daftar isi....

BABA I Pendahuluan........
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Tujuan..........................................................................................................

BAB II Pembahasan
2.1 Definisi.........................................................................................................
2.2 Anfis.............................................................................................................
2.3 Etiologi.........................................................................................................
2.4 Patofisiologi.................................................................................................
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Farmakologi.........................................................................................
2.5.2 Terapi Diet...........................................................................................
2.6 Konsep Keperawatan..................................................................................
2.7 Hasil Penelitian............................................................................................
2.8 Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................
2.9 Manajemen Kasus.......................................................................................

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan...................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................

Daftar Pustaka....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK/COPD) merupakan suatu kelainan dengan ciri-
ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra,
2010). Fungsi paru mengalami kemunduran dengan bertambahnya usia. Dalam usia yang
lebih lanjut, kekuatan otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya system respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Asap rokok yang terhisap ke dalam paru-paru perokoknya merupakan asap rokok
utama (main stream smoke), sedangkan asap ujung batang rokok yang terbakar merupakan
asap rokok sampingan (side stream smoke). Dalam asap rokok tersebut mengandung sekitar
4000 zat kimia berbahaya , antara lain aseton (bahan cat), arsen (racun), cadmium (aki
kendaraan), ammonia (pembersih lantai), karbon monoksida (asap knalpot), butane (bahan
bakar ringan), DDT (insektisida).
Terkait hal tersebut, RS PKU Muhammadiyah Surakarta yang merupakan rumah
sakit daerah di Surakarta ikut berkonstribusi dalam penanganan kasus PPOK. Hal ini
dibuktikan dengan adanya poliklinik khusus paru dan menjadi rujukan bagi penderita PPOK
di wilayah Surakarta yang memerlukan penanganan lebih lanjut.
Dalam hal ini penulis tertarik menyajikan studi kasus dalam bentuk karya tulis ilmiah
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Gangguan Sistem Pernapasan :
PPOK di Ruang Multazam RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul Chronic Obstructive Pulmonary


Disease (COPD) ini adalah untuk membahas, definisi, anatomi fisiologi COPD,
patofisiologi, gejala-gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan , dan prognosis bagi penderita penyakit ini mengingat kasus COPD semakin
meningkat setiap tahunnya. Dengan begitu diharapkan kita mampu menekan angka
morbiditas dan mortalitas COPD.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah
dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat
mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini
ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang
disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan
sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah
rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.

2.2 ANFIS PARU-PARU

Paru-paru adalah organ pernapasan yang sangat penting karena memasok oksigen
yang berguna untuk proses metabolisme. Manusia memiliki dua paru-paru: paru-paru kiri dan
paru-paru kanan. Udara masuk ke paru-paru melalui bronkus kemudian di dalam paru-paru
bronkus bercabang-cabang seperti akar yang disebut bronkiolus, bronkiolus bermuara di
alveolus yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas dengan pembuluh darah.

1. Struktur Paru-Paru
Paru-paru adalah organ yang sangat lunak, elastis, ringan, dan dapat terapung di
dalam air. Wujud paru-paru seperti spons berwarna merah muda dan berjumlah sepasang.

Paru-Paru Kiri dan Kanan

Paru-paru berjumlah sepasang yang mengisi sebagian besar rongga dada. Paru-paru
kiri lebih kecil dibandingkan paru-paru kanan. Hal ini dikarenakan paru-paru kiri memiliki
lekukan untuk memberi ruang kepada jantung. Kedua paru-paru dihubungkan oleh bronkus
dan trakea.

Paru-paru kanan terbagi menjadi tiga lobus (lobus superior, lobus medialis, dan lobus
inferior), sedangkan paru-paru kiri terbagi menjadi dua lobus (lobus superior dan lobus
inferior). Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh fisura. Paru-paru kanan memiliki dua fisura
yaitu fisura oblique (interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder).
Sedangkan paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Tiap-tiap lobus terdiri atas
bagian yang lebih kecil yang disebut segmen.

Permukaan Paru-Paru

Paru-paru diselimuti oleh selaput yang disebut pleura dengan luas permukaan sekitar
90 m2. Selaput ini berfungsi untuk mengurangi gesekan saat melakukan inspirasi (menghirup
napas) maupun ekspirasi (menghembuskan napas). Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura
parietalis dan pleura viseralis.

Bagian Dalam Paru-Paru

Masing-masing bagian paru-paru memiliki 10 segmen. Paru-paru kiri memiliki 5


segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kanan
memiliki 5 segmen pada lobus superior, 2 segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen terbagi menjadi beberapa lobulus. Masing-masing lobulus
dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah bening, dan jaringan saraf.
Tiap-tiap lobulus terdapat bronkiolus yang memiliki banyak cabang. Cabang tersebut disebut
duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus dengan diameter antara 0,2
hingga 0,3 mm.
Di dalam paru-paru terdapat ribuan bronkiolus dan jutaan alveolus. Alveoli
merupakan gelembung udara tempat terjadinya pertukaran gas dengan pembuluh darah.
Dinding alveolus terdiri dari jaringan epitel dan endotel. Jumlah total alveolus di kedua paru-
paru sekitar 700 juta atau masing-masing 350 juta. Alveolus dan bronkiolus dapat diisi 3,5
liter udara.

2. Letak Paru-Paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum) dan dilindungi oleh tulang
selangka. Rongga dada dan rongga perut dibatasi oleh suatu sekat yang disebut diafragma.
Paru-paru terletak di atas jantung dan hati (liver). Paru-paru berada di dalam pleura yang
merupakan lapisan pelindung paru-paru.

3. Bagian-Bagian Paru-Paru

Gambar diatas adalah gambar anatomi paru-paru manusia. Berikut adalah penjelasan bagian-
bagian tersebut:

1. Laring adalah organ yang berfungsi untuk melindungi trakea dan menghasilkan
suara.
2. Trakea atau batang tenggorok adalah saluran berbentuk pipa yang dindingnya terdiri
dari 3 lapisan: lapisan luar (jaringan ikat), lapisan tengah (otot polos dan cincin tulang
rawan), dan lapisan dalam (jaringan epitel bersilia).
3. Bronkus adalah percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
Bronkus primer adalah percabangan pertama, bronkus sekunder adalah percabangan
kedua, sedangkan bronkus tersier adalah percabangan ketiga.
4. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.
5. Cardiac notch adalah lekukan yang berfungsi untuk memberikan ruang kepada
jantung.
6. Arteri pulmonalis adalah pembuluh nadi yang membawa darah kaya karbon dioksida
dari jantung ke paru-paru.
7. Vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah kaya oksigen dari
paru-paru menuju jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh.
8. Duktus alveolus adalah percabangan dari bronkiolus yang bermuara di alveolus.
9. Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon dioksida untuk
bergerak di antara paru-paru dan aliran darah.

2.3 ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik :

1. Kebiasaan merokok
2. Polusi Udara
3. Paparan Debu, asap
4. Gas-gas kimiawi akibat kerja
5. Riwayat infeki saluran nafas
6. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin

Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi
akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus influenza dan
strepto coccus pneumonia.

Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama menurut Neil F. Gordan
(2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita
penyakit PPOK, yaitu :

1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.


2. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3. Merokok
4. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
5. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi
kronik.
9. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan
enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak
merokok.

2.4 PATOFISIOLOGI
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini adalah
merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-
sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.
Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps.
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni :
peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas,
dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).
Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.
2.5 PENATALAKSANAAN
2.5.1 FARMAKOLOGI
a. berhenti merokok merupakan langkah yang utama dalam membuat terapi COPD.
Untuk dapat mengatasinya maka perlu dipelajari lingkungan,tingkah laku dan
ketergantungan. Penggunaan gumnikotin,trandermal patces,klonodiurn
hopomosisi,dan akupuntur mungkin tetap tidak akan membawa hasil dalam
menghilangkan adeksi terhadap perokok. Berhenti merokok dapat mempengaruhi
proknosis dari COPD karena faal pernapsan menjadi lebih baik.
b. pemberian vaksin virus influenza yakni umyuk mencegah terjadinya influenza yang
dapat memperburuk COPD terutama pada masa epidemik, dapat pula digunakan
amantadin dan rimantadin yang dapat memperpendek pengaruh dari kuman influenza
terhadap eksaserbasi COPD.
c. bronkodilator
Ada 2 bentuk bronkodilator yang sering diberikan yakni : beta -2 agonis dan
antikolinegrik
Epinefrin
Alliterol
Bitliterol
Isoetarin
Isopliterenol
Metapliterenol
Terbutalin
Antikolinergik
Golongan beta- 2 agonis :
Teofilin
Digunakan pada COPD secara luas untuk meningkatkan faal pada paru dan mencegah
keletihan. Preparat yang biasa digunakan dibagi atas 3 bagian, yakni:
a) short acting yang diberikan 3-4 kali sehari
aminofilin
teofilin
b) long acting yang diberikan 2 kali sehari
koledil SA
teudur
c) ultra lomg acting
teo-24
unifil
kortikletoroid
diberikan dalam bentuk oral dengan dosis tunggal prednison 40 mg/ hari paling
sedikit selama 2 minggu. Dapat pula diberikan bentuk inhalasi kortiksteroid,antar lain:
Nama farmasi
a. beklometason
b. flunisolid
c. triamsinolon
Nama dagang
a. bektoid,vanseril
b. acrobid
c. azmakort

2.5.2 TERAPI DIET


Jika baru saja didiagnosis dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
kemungkinan telah diberitahu bahwa perlu meningkatkan kebiasaan makan. Dokter mungkin
bahkan telah disebut Anda ke ahli diet untuk membuat rencana diet pribadi. Diet sehat tidak
akan menyembuhkan COPD tapi dapat membantu tubuh untuk melawan infeksi, termasuk
infeksi dada yang dapat menyebabkan rawat inap. Makan sehat dapat membuat Anda merasa
lebih baik, juga.

Diet Tips # 1: Tetap Seimbang


Diet sehat mencakup berbagai makanan. Cobalah untuk memasukkan ini dalam diet harian
Anda:
1. makanan protein rendah lemak, seperti daging tidak berlemak, unggas, dan ikan - ikan
terutama berminyak seperti salmon, mackerel, dan sarden
2. karbohidrat kompleks, seperti roti gandum, beras merah, kacang-kacangan, dan gandum -
makanan ini juga tinggi serat, yang membantu meningkatkan fungsi sistem pencernaan
3. buah-buahan segar dan sayuran: ini mengandung vitamin, mineral, dan serat, yang akan
membantu untuk menjaga tubuh Anda sehat (beberapa buah-buahan dan sayuran yang lebih
cocok daripada yang lain - memeriksa makanan untuk menghindari daftar di bawah ini untuk
mengetahui lebih lanjut)
4. makanan yang mengandung tingkat tinggi kalium, termasuk pisang, jeruk, alpukat,
sayuran hijau gelap, tomat, asparagus, bit dan kentang (makanan kaya kalium dapat sangat
berguna jika ahli diet atau dokter telah memberikan resep Anda obat diuretik)

Diet Tips # 2: Mengetahui apa yang harus dihindari.


makanan tertentu dapat menyebabkan masalah seperti gas dan kembung, mengandung
terlalu banyak lemak, atau rendah nilai gizi. Makanan untuk menghindari atau meminimalkan
meliputi:

Garam
Terlalu banyak sodium atau garam dalam diet Anda menyebabkan retensi air, yang
dapat mempengaruhi kemampuan Anda untuk bernapas. Hapus shaker garam dari meja dan
tidak menambahkan garam ke memasak Anda. Gunakan tawar bumbu dan rempah-rempah
untuk membumbui makanan sebagai gantinya. Periksa dengan Anda penyedia ahli gizi atau
kesehatan tentang pengganti garam rendah sodium. Mereka mungkin mengandung bahan-
bahan yang dapat mempengaruhi kesehatan Anda secara negatif. Meskipun apa yang banyak
orang percaya, asupan paling natrium tidak berasal dari botol garam, melainkan apa yang
sudah dalam makanan. Pastikan untuk memeriksa label makanan yang Anda beli dan
menghindari yang mengandung lebih dari 300 miligram sodium per porsi untuk makanan
ringan, dan lebih dari 600 miligram untuk seluruh makanan.

Beberapa Buah
Apel, buah batu seperti aprikot dan peach, dan melon dapat menyebabkan kembung
dan gas di beberapa, yang dapat menyebabkan masalah pernapasan pada orang dengan
COPD. Jika makanan ini tidak masalah bagi Anda, Anda dapat memasukkan mereka dalam
diet Anda.

Beberapa sayuran
Ada daftar panjang sayuran diketahui menyebabkan kembung dan gas. Yang penting
adalah bagaimana tubuh Anda bekerja. Anda dapat terus menikmati sayuran ini jika mereka
tidak menyebabkan masalah bagi Anda: kacang-kacangan, kubis Brussel, kol, kembang kol,
jagung, daun bawang, bawang, kacang polong, paprika, dan daun bawang. Kedelai juga dapat
menyebabkan gas.

Produk susu
Beberapa orang menemukan bahwa produk susu, seperti susu dan keju, membuat
dahak lebih tebal. Namun, jika produk susu tampaknya tidak membuat dahak Anda buruk,
maka Anda dapat terus makan mereka.

Cokelat
Cokelat mengandung kafein, yang dapat mengganggu obat Anda. Periksa dengan
dokter Anda untuk mengetahui apakah Anda harus menghindari atau membatasi asupan
Anda.

Gorengan
Makanan yang digoreng, digoreng, atau berminyak dapat menyebabkan gas dan
gangguan pencernaan. Berat makanan dibumbui juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan
dan dapat mempengaruhi pernapasan Anda. Hindari makanan ini jika memungkinkan.

Tip # 3: Jangan Lupa Perhatikan Apa yang Anda Minum


Orang dengan PPOK harus mencoba untuk minum banyak cairan sepanjang hari.
Sekitar enam sampai delapan (8 ons) gelas minuman noncaffeinated dianjurkan per hari.
hidrasi yang memadai membuat lendir dan membuatnya lebih mudah untuk batuk.
Membatasi atau menghindari kafein sama sekali, karena bisa mengganggu obat Anda.
Minuman berkafein termasuk kopi, teh, soda, dan minuman energi, seperti Red Bull.
Tanyakan kepada dokter Anda tentang alkohol. Anda mungkin disarankan untuk
menghindari atau membatasi minuman beralkohol, karena mereka dapat berinteraksi dengan
obat. Alkohol juga dapat memperlambat laju pernapasan Anda dan membuatnya lebih sulit
untuk batuk lendir.
Demikian juga, berbicara dengan dokter Anda jika Anda telah didiagnosis masalah
jantung serta COPD. Kadang-kadang diperlukan untuk orang dengan masalah jantung untuk
membatasi asupan cairan mereka.
Tips # 4: Perhatikan Berat Badan Anda - Dalam Kedua Arah
Orang dengan bronkitis kronis memiliki kecenderungan untuk menjadi gemuk,
sementara mereka dengan emfisema memiliki kecenderungan untuk menjadi kurus. Hal ini
membuat diet dan gizi penilaian bagian penting dari pengobatan COPD.
underweight
Beberapa gejala PPOK, seperti kurangnya nafsu makan, depresi, atau merasa tidak
sehat pada umumnya, dapat menyebabkan Anda menjadi underweight. Jika Anda kekurangan
berat badan, Anda mungkin merasa lemah dan lelah atau lebih rentan terhadap mengambil
infeksi. Karena COPD mengharuskan Anda untuk menggunakan lebih banyak energi saat
bernapas, Anda mungkin perlu hingga 10 kali lebih banyak kalori per hari dibandingkan
orang tanpa kondisi, menurut Cleveland Clinic.
Jika Anda kekurangan berat badan, Anda perlu menyertakan sehat, makanan ringan
berkalori tinggi dalam diet Anda. Item untuk ditambahkan ke daftar belanjaan Anda meliputi:
1. susu
2 telur
3. gandum, quinoa, dan kacang-kacangan
4. keju
5. alpukat
6. kacang-kacangan dan selai kacang
7. Granola

Kegemukan
Bila Anda kelebihan berat badan, jantung dan paru-paru harus bekerja lebih keras,
membuat bernapas lebih sulit. kelebihan berat badan juga dapat meningkatkan permintaan
oksigen. dokter atau ahli gizi dapat menyarankan Anda tentang cara untuk mencapai berat
badan sehat dengan mengikuti rencana makan yang sehat dan program latihan dicapai.

Tip # 5: Persiapan makanan.


COPD dapat menjadi kondisi menantang untuk hidup jadi penting untuk membuat
persiapan makanan proses mudah dan bebas stres. Membuat waktu makan lebih mudah,
mendorong nafsu makan Anda jika Anda underweight, dan tetap berpegang pada program
makan sehat dengan mengikuti pedoman umum:
1. Cobalah makan 5-6 porsi kecil setiap hari, bukan tiga yang besar. Makan makanan kecil
berarti dapat membantu Anda menghindari mengisi perut Anda terlalu banyak dan
memberikan paru-paru Anda cukup ruang untuk memperluas, membuat bernapas lebih
mudah.
2. Cobalah untuk makan makanan utama Anda pada pagi hari; ini akan meningkatkan tingkat
energi Anda sepanjang hari.
3. Pilih makanan yang cepat dan mudah untuk mempersiapkan untuk menghindari
pemborosan energi Anda. Duduk ketika menyiapkan makanan sehingga Anda tidak terlalu
lelah untuk makan dan meminta keluarga dan teman-teman untuk membantu Anda dengan
menyiapkan makanan jika diperlukan. Anda juga mungkin memenuhi persyaratan untuk
layanan makanan rumah pengiriman.
4. Duduk up dengan nyaman di kursi bersandaran tinggi ketika makan untuk menghindari
menempatkan terlalu banyak tekanan pada paru-paru Anda.
5. Ketika membuat makanan, membuat sebagian besar sehingga Anda dapat membekukan
beberapa untuk nanti dan memiliki makanan bergizi yang tersedia ketika Anda merasa terlalu
lelah untuk memasak.
2.6 KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang
digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik
(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses
penyakit.
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari
lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu
oleh orang lain.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36-37C), pireksia/demam(38-40C),
hiperpireksia=40C< ataupun hipertermi <35,5C.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada
meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau
temannya.
k. Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya
pekerjaan yang dijalaninya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
m. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya
untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan. Disinilah
peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien untuk mengalihkan
sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi
yang kental atau berlebihan.
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi
3. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering, adanya
produksi sputum, dispnea, anoreksia.

C. INTERVENSI (NANDA, NIC- NOC, 2013).

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Bersihan Jalan NNOC: NIC:


Nafas tidak efektif a. Respiratory status : Airway Suction
Faktor yang berhubungan Ventilation a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
dengan: b. Respiratory status : suctioning.
a. Lingkungan : Airway patency b. Berikan O2 l/mnt,
perokok pasif, mengisap Setelah dilakukan tindakan metode
aspa, merokok keperawatan selama c. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
b. Obstruksi jalan nafas ..pasien menunjukkan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
: spasme jalan nafas, keefektifan jalan nafas dari nasotrakheal
sekresi tertahan, C Kriteria Hasil : AiAirway Managemen
banyaknya mukus, a. Mendemonstrasikan batuk a. Posisikan pasien untuk
adanya jalan nafas efektif dan suara nafas yang memaksimalkan ventilasi
buatan, sekresi bronkus, bersih, tidak ada sianosis dan b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
adanya eksudat di dyspneu (mampu c. Keluarkan sekret dengan batuk atau
alveolus, adanya benda mengeluarkan sputum, suction
asing di jalan nafas. bernafas dengan mudah, tidak d. Auskultasi suara nafas, catat adanya
c. Fisiologis: Jalan ada pursed lips) suara tambahan
napas alergik, asma, b. Menunjukkan jalan nafas e. Berikan bronkodilator bila perlu
penyakit paru obstruktif yang paten (klien tidak merasa f. Monitor status hemodinamik
kronik, hiperplasi dinding tercekik, irama nafas, g. Berikan pelembab udara Kassa
bronchial, infeksi, frekuensi pernafasan dalam basah NaCl Lembab
disfungsi neuromuskular rentang normal, tidak ada h. Atur intake untuk cairan
suara nafas abnormal) mengoptimalkan keseimbangan.
c. Mampu i. Monitor respirasi dan status O2
mengidentifikasikan dan j. Jelaskan pada pasien dan keluarga
mencegah faktor yang tentang penggunaan peralatan : O2,
penyebab. Suction, Inhalasi.
v
2. Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas a. Respiratory status : gas Airway Management
Faktor yang berhubungan exchange a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
: b. Respiratory status : chin lift atau jaw thrust bila perlu
a. Perubahan membran ventilation b. Posisikan pasien untuk
alveolar-kapiler c. vital sign memaksimalkan ventilasi
b. ventilasi-perfusi Setelah dilakukan tindakan c. Identifikasi pasien perlunya
keperawatan selama 3x 24 jam pemasangan alat jalan napas bantuan
pertukaran gas dapat diatasi d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan e. Keluarkan sekret dengan batuk atau
Kriteria Hasil : section
a. Mendemonstrasikan f. Auskultasi suara nafas, catat adanya
peningkatan ventilasi dan suara tambahan
oksigen yang adekuat Respiratory Monitoring
b. Memelihara kebersihan a. Monitor rata-rata, kedalaman, irama
paru-paru dan bebas dari dan usaha respirasi
tanda-tanda distres b. Catat pergerakan dada, amati
pernafasan kesimetrian, penggunaan otot
c. Mendemonstrasikan batuk tambahan, retraksi otot
efektif dan suara nafas yang supraclavicular dan intercostal
bersih, tidak ada sianosis c. Monitor suara nafas seperti dengkur
dan dysneu (mampu d. Monitore pola napas : bradipena,
mengeluarkan sputum, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
mampu bernapas dengan chyene stokes, biot
mudah, tidak ada pursed
lips)
d. Tanfa-tanda vital dalam
rentang normal
3. Gangguan nutrisi, NOC: NIC :
kurang dari kebutuhan a. Nutritional status: Nutrition Managemen
tubuh Adequacy of nutrient a. Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Ketidakmampuan untuk and Fluid Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi
memasukkan atau c. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
mencerna nutrisi oleh nutrient intake c. Anjurkan pasien untuk
karena faktor biologis, d. Weight Control meningkatkan intake Fe, Vitamin C dan
psikologis atau ekonomi. Setelah dilakukan tindakan Protein
keperawatan selama.nutrisi d. Berikan substansi gula
kurang teratasi e. Yakinkan diet yang dimakan
Kriteria hasil : mengandung tinggi serat untuk
a. Adanya peningkatan BB mencegah konstipasi
sesuai dengan tujuan f. Berikan makanan yang terpilih (
b. BBI sesuai dengan tinggi sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
badan g. Ajarkan pasien bagaimana
c. Mampu mengidentifikasi membuat catatan makanan harian.
kebutuhan nutrisi h. Monitor jumlah nutrisi dan
d. Tidak ada tanda- tanda kandungan kalori
malnutrisi i. Berikan informasi tentang
e. Menunjukkan penigkatan kebutuhan nutrisi
fungsi pengecapan dari j. Kaji kemampuan pasien untuk
menelan mendaptakn nutrisi yang dibutuhkan
f. Tidak terjadi penurunan Nutrition Monitoring:
BB yang berarti a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan BB
c. Monitor lingkungan selama makan
d. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
e. Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
k. Monitor intake nuntrisi
l. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral
m. Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
2.7 HASIL PENELITIAN INTERVENSI TERBARU PENYAKIT COPD

PEMBAHASAN

Chronic Obstructive Pumonaly Disease atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik


merupakan keadaan yang ditandai dengan kelemahan kemampuan untuk bernapas, mereka
yang menderita COPD akan menanggung akibat dari kurangnya oksigen. Penurunan kadar
oksigen dalam sirkulasi dan jaringan tubuh, menempatkan pasien pada risiko tinggi terhadap
beberapa kondisi serius lainnya. Bila COPD menunjukkan keadaan ketidak seimbangan
antara perbaikan paru dan mekanisme pertahanan diri menyebabkan fibrosis jalan nafas
perifer, sehingga rusaknya struktur bronkiolus dan melebarnya alveoli yang nantinya
menyebabkan meningkatnya tahanan dijalan napas perifer, akhirnya terjadi obstruksi
sehingga memperberat penyempitan jalan napas akibat adanya edema dan hipersekresi mucus
(Brunner & Suddarth, 2002). Berdasakan data WHO menunjukkan bahwa COPD menempati
urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah
menempati urutan ke 3 setelah penyakit Kordivaskoler dan kanker.

Pada tahun 2004 hasil survei direktorat Jendral PPM bahwa COPD menempati urutan
pertama penyumbangkan angka kesakitan (35 %). Selain itu didapatkan juga data laporan
rawat inap ruang Pajajaran RSUD Prof Dr Soekandar Mojosari bahwa .jumlah pasien COPD
menduduki peringkat ke 2 dari 10 besar penyakit paru yaitu sejumlah 215 pasien COPD.

TUJUAN

Menganalisis Efektifitas pemberian nebulizer dan batuk efektif terhadap status


pernafasan pasien COPD di Pajajaran RSUD Prof Dr Soekandar Mojosari .

METODE

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pra eksperimen onegroup pra
test - post test design yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan
satu kelompok subyek. Kelompok subyek diobservasi sebelum dilakukan intervensi,
kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Penelitian dilakukan pada bulan November
2014 di Pajajaran RSUD Prof Dr Soekandar Mojosari dengan Populasinya adalah semua
pasien COPD di ruang Pajajaran RSUD Prof Dr Soekandar Mojosari. Sampel: sebagian
pasien COPD di ruang Pajajaran RSUD Prof Dr Soekandar Mojosari sebanyak 20
responden, Sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu Tehnik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti. Variabel independen pada penelitian ini adalah pemberian nebulizer dan batuk
efektif, Varibel dependen pada penelitian ini adalah status pernafasan pasien COPD. Setelah
didapatkan nilai dari masing-masing variabel, kemudian ditabulasikan ke dalam tabulasi
silang. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji Willcoxon Sign Rank Test untuk
mengetahui efektivitas pemberian nebulizer dan batuk efektif terhadap status pernafasan
pasien COPD.
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Status pernafasan responden sebelum Pemberian nebulezer dan batuk efektif

Tabel 1

PERNAFASAN FREKWENSI %
NORMAL - -
MENURUN 20 100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa status pernafasan responden sebelum
pemberian nebulezer dan batuk efektif seluruhnya menurun sebanyak 20 responden (100%).

2. Status pernafasan responden setelah Pemberian nebulezer dan batuk efektif

Tabel 2

PERNAFASAN FREKWENSI %
MENINGKAT 15 75%
MENURUN 5 25%
TOTAL 20 100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa status pernafasan sesudah dilakukan
pemberian nebulizer dan batuk efektif sebagian besar status pernafasan meningkat atau
menjadi 75% atau 15 responden dan status pernafasan menurun sebanyak 5 responden
(25%).

3. Efectivitas pemberian Pemberian nebulezer dan batuk efektif terhadap pasien COPD

Tabel 3

PERNAFASAN SEBELUM SESUDAH


X X1 = 15,4165 X2 = 8,1248
SD 1,9982 1,4836
WILCOXON TEST NILAI SIG (2 - TAILED) = 0,001

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai rata-rata sebelum diberikan nebilizer dan
batuk efektif adalah X1 = 15,4165 dan nilai standar deviasinya 1,9982. Sedangkan nilai rata-
rata setelah diberikan nebulizer dan batuk efektif X2 = 8,1248 dan nilai standar deviasinya
1,4836. Hasil uji statistik menunjukkan nilai sig (2-tailed) adalah p = 0,001 berarti p < 0,05
maka Ho ditolak dan H1 diterima artinya Efektif pemberian nebulizer dan batuk efektif
terhadap status pernafasan pasien COPD.

1. Status Pernafasan Pasien COPD. Sebelum Pemberian Nebulizer dan Batuk Efektif.
Dari tabel 1 menunjukkan status pernafasan pasien PPOK sebelum dilakukan
pemberian kombinasi bronkodilator aerosol dan batuk efektif seluruhnya atau 100%
menurun. Penurunan status pernafasan ini terjadi disebabkan keterbatasan aliran udara
(terutama aliran ekspirasi) yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran
udara terjadi progresif dan berkaitan dengan respon peradangan yang abnormal
terhadap partikel atau gas-gas berbahaya, terutama asap rokok

2. Status Pernafasan Pasien COPD Sesudah Pemberian nebulizer dan Batuk Efektif.
Dari tabel.2 menunjukkan kadar status pernafasan pasien COPD sesudah
dilakukan pemberian nebulizer dan Batuk Efektif sebanyak 15 responden (75%)
mengalami peningkatan atau menjadi lebih baik.. Hal ini disebabkan karena
responden tersebut benar benar telah mendapatkan terapi bronlodilator aerosol dan
batuk efektif.Namun ada 5 responden (25%) yang mengalami penurunan status
pernafasan.

3. Efektivitas Pemberian nebulizer dan Batuk Efektif Terhadap Status Pernafasan


Pasien COPD. Nebulizer adalah alat yang dapat mengubah obat yang berbentuk
larutan menjadi aerosol secara terus- menerus dengan tenaga yang berasal dari udara
yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita
melalui mouth piece atau sungkup. Merupakan salah satu penggunaan terapi inhalasi
(pemberian obat ke dalam saluran pernafasan dengan cara inhalasi).Sedangkan
bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang
bermakna tanpa menimbulkan efek sampingSelain itut ujuan pemberian nebulizer
adalah untuk mengurangi sesak, untuk mengencerkan dahak, bronkospasme
berkurang atau menghilang dan menurunkan hiperaktivitas bronkus serta mengatasi
infeksi dan untuk pemberian obat-obat aerosol atau inhalasi.Dari sini diketahui bahwa
jenis nebulizer yang digunakan di ruang Mawar Merah Sidoarjo adalah Simple
nebulizer dimana nebulizer ini menghasilkan partikel yang lebih halus, yakni antara 2
8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling banyak dipakai di rumah
sakit. Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai dengan keperluan
sehingga dapat digunakan pada ventilator dimana dihubungkan dengan gas
kompresor.

KESIMPULAN

Ada pengaruh pemberian nebulizer dan batuk efektif terhadap status pernafasan
pasien COPD dengan hasil uji statistik menunjukkan nilai sig (2-tailed) adalah p =
0,001, berarti p < 0,05.
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologist sangat membantu dalam menegakan atau menyokong
diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume ekspirasi
kuat mengalami penurunan menjadi kurang ari 20 %.
c. Analisis gas darah.
Pada pemeriksaan gas darah arteri PH < 7,35;Paco2> 45 mmHg, sedangkan yang
normal PH 7,35-7,45 dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2 75-100 mmHg.
d. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram).

2.9 MANAJEMEN KASUS


TINJAUAN TEORI
Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciriciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010).
Selain itu menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (COPD/PPOK)
merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksiyang menahun dan
persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis. Sedangkan menurut
T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah
suatu kondisi kronis yang berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma,
bronchitis kronis, dan bronkiektasis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit
paru obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya
keterbatasan udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan
napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma,
emfisema, dan bronkiektasis.
BIODATA
Identitas pasien bernama Tn. S, berumur 87 tahun, jenis kelamin laki-laki, bersuku bangsa
Jawa, beragama Islam, status menikah, berpendidikan SMA, berprofesi sebagai pekerja
wiraswasta, Tn. S saat ini tinggal di Bororejo, Rt 02/ Rw 05, Jagalan, Jebres. Yang
bertanggung jawab atas Tn. S adalah Tn. W berumur 54 tahun dan saat ini tinggal bersama
dengan Tn. S, hubungan dengan Tn. S adalah Anak. Catatan masuk rumah sakit : tanggal
masuk 30 April 2013, Nomor rekam medik 243570, pasien dirawat di ruang Multazam,
dengan diagnosa medis PPOK.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan di ruang Multazam RS PKU Muhammadiyah Surakarta pada
tanggal 30 April 2013 pukul 09.00 WIB. Data diperoleh dari pasien, keluarga, dan catatan
medis.
1. Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian yang penulis lakukan didapatkan keluhan utama : batuk, sesak
napas. Kemudian riwayat kesehatan sekarang : pasien mengatakan saat ini merasakan batuk
berdahak, sesak napas, nyeri ulu hati. Riwayat penyakit dahulu: pasien mengatakan pernah
mengalami penyakit yang sama pada tahun 2006 dan mendapatkan pengobatan selama 2
minggu dan pada tahun 2012 juga di rawat selama 1 minggu dengan penyakit yang sama.
Pasien mempunyai riwayat perokok aktif.

DATA FOKUS
Dari data data diatas maka didapatkan data fokus : data subyektif : pasien
mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan sesak napas, pasien mengatakan nyeriulu
hati pada saat batuk, pasien mengatakan tidur tidak nyenyak dan sering terbangun karena
batuk dan sesak napas. Pengkajian nyeri : faktor memperberat (P) batuk menetap, kualitas
(Q) menusuk, region (R) dada, skala (S) 5, time (T) timbul kadang-kadang saat batuk. pasien
tidur 2-3 jam sehari dan tidur siang 1 jam
Data obyektif : pasien tampak menahan sakit saat batuk,pasien tampak sesak napas,
napas pendek, pasien menggunakan otot bantu pernapasan. Kantong mata bawah hitam.
Tanda-tanda vital : tekanan darah (TD) 120/80 mmHg, suhu (S) 36 C, nadi (N) 84 x/menit,
respiratori rate (RR) 28 x/menit. auskultasi : creakles pada percabangan bronkus. Pasien
hanya ditempat tidur dan saat beraktivitas dibantu oleh keluarga.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil evaluasi penulis, masalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum, hanya dapat teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam.
Hal ini disebabkan produksi sekret akan terus terjadi selama ada infeksi pada saluran napas,
sejalan dengan teori Price (2007) yang menyatakan bahan cair (sekret) lepas ke dalam
bronkus yang mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi sputum pada jalan napas
pasien
PPOK. Terbukti dengan data subjektif pasien mengatakan masih batuk dan sesak
napas berkurang, dan objektif pasien bernapas menggunakan otot bantu pernapasan , napas
dangkal cepat, suara napas creakles pada percabangan bronkus, RR : 28 x/menit.
Dibandingkan dengan kriteria hasil mempertahankan jalan napas pasien, pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk efektif, pasien menunjukkan perilaku untuk
mempertahankan bersihan jalan napas.
Dari hasil evaluasi penulis, didapatkan masalah nyeri akut berhubungan dengan
spasme otot dada dapat teratasi dalam waktu 3 x 24 jam. Terbukti dengan data pasien
mengatakan nyeri sudah berkurang dan mampu mengontrol nyeri, pasien relaks, pengkajian
nyeri : P = batuk menetap, Q = menusuk, R = dada, S = 3, T = timbul kadang-kadang saat
batuk, TTV : TD :130/80mmHg, S : 36 C, RR : 28 x/menit, N : 75 x/menit, dibandingkan
dengan kriteria hasil yaitu menyatakan nyeri berkurang dan terkontrol, pasien tampak rileks,
skala nyeri 3.
Dari hasil evaluasi penulis, masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak
napas dan batuk teratasi dalam waktu 3 x 24 jam. Dikarenakan sesak nafas dan batuk sudah
berkurang dan pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit sudah mampu tidur nyenyak,
dan sudah terbiasa dengan lingkungan yang ramai. Hal ini terbukti dengan data pasien
mengatakan tidurnya sudah nyenyak dan sedikit bangun karena batuk, pasien tidur 7-8 jam
pada malam hari, 1 jam siang hari, TTV : TD : 130/80 mmHg, S : 36 C, N : 75 x/menit,
RR : 28 x/menit, yang dibandingkan dengan kriteria hasil yaitu pasien mampu tidur tanpa
gangguan, TTV normal, kebutuhan tidur terpenuhi minimal 8 jam.
Dari hasil evaluasi penulis, masalah intoleransi aktivitas hanya dapat teratasi
sebagian dalam waktu 3 x 24 jam. Hal ini dikarenakan pasien masih mengalami sesak napas,
sehingga terjadi inadekuat oksigen untuk beraktivitas. Terbukti dengan data pasien
mengatakan hanya mampu beraktivitas sedikit di tempat tidur, pasien masih dibantu jika
beraktivitas, RR : 28 x/menit yang dibandingkan dengan kriteria hasil melaporkan atau
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas dan tanda-tanda vital normal.
SIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S selama tiga hari dan melakukan
pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian dilakukan dengan dua metode yaitu pola Gordon dan pemeriksaan fisik head
to toe yang mendukung ditegakkannya diagnosa.
2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa kasus muncul empat diagnosa pada pasien
yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum, nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dada, gangguan pola tidur
berhubungan dengan sesak napas dan batuk, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
inadekuat oksigen untuk beraktivitas Semua diagnosa yang muncul dalam kasus sesuai
dengan teori.
3. Intervensi yang disusun penulis berdasarkan pada data yang muncul dalam pengkajian
yang sesuai untuk menegakkan diagnosa. Selain itu sejalan dengan teori dalam tinjauan
keperawatan.
4. Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi dalam teori. Selain itu
terdapat faktor penghambat yang membuat beberapa implementasi dalam
pelaksanaannya kurang maksimal.
5. Mengacu pada intervensi dan implementasi dari hasil evaluasi, ada 2 diagnosa yang
teratasi : nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dada, dan gangguan pola tidur
berhubungan dengan sesak napas dan batuk. Selain itu ada 2 diagnosa yang teratasi
sebagian : brsihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan inadekuat oksigen untuk
beraktivitas.

SARAN
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka penulis
menyarankan kepada:
1. Pasien lebih kooperatif, selalu memperhatikan serta tidak melakukan hal-hal yang
menyimpang dari petunjuk dokter dan perawat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan dapat menjaga pola hidup untuk menjaga kesehatan.
2. Untuk perawatan pasien dengan PPOK, harus ada kerjasama antara perawat ruangan dan
keluarga agar selalu memberikan informasi tentang perkembangan kesehatan pasien dan
memberi pendidikan kesehatan pada keluarga yang paling sederhana dan senantiasa
memotivasi pasien dan keluarga untuk selalu menjaga pola hidup dan kesehatan pasien.
3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat
perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal.
4. Institusi pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung terciptanya pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) adalah suatu kondisi dimana aliran
udara pada paru tersumbat secara terus-menerus. Gangguan yang penting adalah bronkhitis
kronis, a bronkhial( Arif Muttaqin, 2008: 156 ).
Penyakit paru obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit
tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Penyebab COPD :
Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan emfisema.
Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia.
Polusi oleh zat- zat pereduksi.
Faktor keturunan.
Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

B. SARAN

Diharapkan Pembaca dapat mengerti tentang COPD dan mencegahnya dan deteksi dini
padapenyakitini.
Perawat dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikanpenanganan yang
tepatuntukmengatasipenyakit COPD.
Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu mencegah faktor pencetus seperti
asap rokok, polusi udara dan lain-lain agar tidak terkena PPOK. Karena mengingat penderita
akan mengalami sakit yang berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Dialih bahasakan
oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC

Asuha Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda-Nic-Noc 2015

Clochesy J.M., and Allen C., Patients with Sepsis, Critical Care Nursing , W.B. Saunders
Company, Phialadelphia,1993

Manthous C.A., Multiple System Organ Failture , Principles of Critical Care, Campanion-
Handbook, Mc. Grow-Hill Inc., Toronto, 1993.
(Buku Agenda Gawat Darurat (Critical Care) Prof. Dr H. Tabrani Rab Jilid 2)

Ackerman MH. The effect of saline lavage prior to suctioning. Am J Crit Care 1993
Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah brunner & Suddarth edisi 8 Suzanne C. Smeltzer,
Brenda G. Bare

You might also like