You are on page 1of 15

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA


ISOLASI ANTOSIANIN

DISUSUN OLEH :
SONIA MYG
22010316140039

TANGGAL PRAKTIKUM :30 OKTOBER 2017


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNDIP
ISOLASI ANTOSIANIN

I. TUJUAN

Mengisolasi antosianin dari suatu bunga dengan kromatografi kertas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunga Krisan Merah


Tanaman krisan merupakan tanaman hias penghasil bunga. Bunga krisan dapat
dijadikan sebagai bunga potong, dekorasi dan bunga pot. Bunga krisan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi dengan nilai jual untuk bunga potong adalah Rp5.000/batang
dan bunga pot adalah Rp25.000/pot. Bunga krisan potensial untuk dikembangkan dan
banyak diminati oleh masyarakat karena bentuk dan warna yang indah (Purwono
dkk., 2014). Silva (2003), mengatakan bahwa selain menjadi tanaman hias, krisan
juga merupakan tanaman obat yang berkhasiat mengobati sakit perut, kepala dan
batuk.
Bunga dari krisan sudah lama digunakan sebagai obat tradisonal Cina (Ye
dkk., 2007). Penelitian telah menunjukkan bahwa krisan memiliki fungsi untuk
menghilangkan kelemahan otot pada jantung dan mengurangi efek ritme yang terlalu
keras pada detak jantung (Zhang dkk., 2009). Menurut Sun dkk (2010), kemampuan
krisan sebagai tanaman herbal berhubungan dengan komponen bioaktif yang
terkandung di dalamnya. Namun informasi dan penelitian tentang kandungan senyawa
kimia dalam krisan masih sangat sedikit. Terdapat berbagai laporan yang mengatakan
komponen-komponennya seperti asam klorogenat, flavonoid dan pentasiklik
triterpena memiliki fungsi / aplikasi klinik, sebagai anti-HIV, anti-tumor dan anti
aktivitas mutagenik
Bunga dari krisan sudah lama digunakan untuk mengobati berbagai penyakit
seperti demam, sakit kepala, batuk dan gangguan penglihatan secara tradisional.
Beberapa kandungan senyawa alami yang potensial seperti flavonoid, triterpenoid dan
caffeoylquinic acid derivative setelah diisolasi pada beberapa penelitian sebelumnya.
Senyawa-senyawa menunjukkan efek farmakologi yang sangat luas, diantaranya
sebagai penghambat dari aktivitas enzim HIV-1 integrasedan aldose reductase, dan
sebagai antioksidan, anti-radang, anti-mutagenik dan anti-aktivitas alergi (Xie dkk.,
2009)

2.2 Bunga Amaril

2.3 Ekstraksi dan Jenis Jenis Ekstraksi


Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. (Harbone, 1987)
Menurut Dirjen POM (1986), zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman
dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode
ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Jenis ekstraksi bahan alam
yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan cara refluks dan
penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi, perkolasi dan
alat soxhlet.
Menurut Harbone (1987) dan Dirjen POM (1986), jenis-jenis dari ektraksi ada
beberapa macam, diantaranya :
- Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini
sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industry. Metode ini dilakukan dengan
memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang
tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan
penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak
waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa
senyawa hilang. Selain itu, beberapa sen-yawa mungkin saja sulit diekstraksi pada
suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya sen-
yawa-senyawa yang bersifat termolabil.
- Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya).
Pela-rut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan
pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh
pelarut baru. Sedangkan kerugiannya ada-lah jika sampel dalam perkolator tidak ho-
mogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga
membutuhkan banyak pelarut dan me-makan banyak waktu. (Dirjen POM, 1986).
- Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa
(dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di
bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas
diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang
kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehing-ga tidak
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang di-peroleh
terus-menerus berada pada titik didih. (Harbone, 1987)
- Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel di-masukkan bersama pelarut ke dalam labu yang
dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih.
Uap terkondensasi dan kembali ke da-lam labu. Destilasi uap memiliki proses yang
sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran
berbagai senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat
(terpisah sebagai 2 bagian yang tidak sal-ing bercampur) ditampung dalam wadah
yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa
yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel V 2006).
2.4 KLT Kertas
Kromatografi kertas adalah suatu metode pemisahan campuran dari
substansinya menjadi komponen- komponennya berdasarkan distribusi suatu senyawa
pada dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fasa diam dalam kromatografi berupa
air yang terikat pada selulosa kertas, sedangkan fasa geraknya berupa pelarut organik
non polar (pelarut yang sesuai). Kromatografi kertas sering dipakai untuk
memisahkan zat-zat warna penyusun tinta atau bahan perwarna lainnya. Kromatografi
kertas yaitu suatu pemisahan dimana fase diam berupa zat cair yang menggunakan zat
padat untuk menyokong fase diam yaitu kertas, kemudian diletakkan dalam bejana
tertutup yang berisi uap jenuh larutan. Ini adalah merupakan jenis dari sistem partisi
di mana fase diam adalah air, disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas, dan
fase bergerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut-pelarut
organik dan air. Kromatografi kertas adalah metode analitik yang digunakan untuk
memisahkan zat atau bahan kimia yang berwarna terutama pigmen. Hal ini juga dapat
digunakan untuk menganalisis warna primer atau sekunder pada percobaan tinta.
(Khopkar,2008)
Khopkar, SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta
2.4.1 Prinsip Kromatografi Kertas
Prinsip kromatografi kertas adalah adsorbsi dan kepolaran, dimana adsorbsi
didasarkan pada panjang komponen dalam campuran yang diadsorbsi pada
permukaan fase diam dan kepolaran komponen berpengaruh karena komponen akan
larut dan terbawa oleh pelarut jika memiliki kepolaran yang sama serta kecepatan
migrasi pada fase diam dan fase gerak. Sedangkan prinsip kerja kromatografi kertas
adalah pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen bergerak pada laju
yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
(Khopkar, 2008)

2.4.2 Cara Kerja Kromatografi Kertas


Cara kerjanya cuplikan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan diteteskan
/ diletakkan pada daerah yang diberi tanda di atas sepotong kertas saring dimana ia
akan meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering kertas dimasukkan
dalam bejana tertutup yang sesuai dengan satu ujung, dimana tetesan cuplikan
ditempatkan, tercelup dalam pelarut yang dipilih sebagai fasa gerak (jangan sampai
noda tercelup karena berarti senyawa yang akan dipisahkan akan terlarut dari kertas).
Pelarut bergerak melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan
komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut.
Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau setelah
waktu yang telah ditentukan, kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari
permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-
senyawa berwarna maka mereka akan terlihat sebagai pita atau noda yang terpisah.
Jika senyawa tidak berwarna harus dideteksi dengan cara fisika dan kimia yaitu
dengan menggunakan suatu pereaksipereaksi yang memberikan sebuah warna
terhadap beberapa atau semua dari senyawa-senyawa. Bila daerah dari noda yang
terpisah telah dideteksi, maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari senyawa.
Metoda identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan dari noda
relatif terhadap permukaan pelarut, menggunakan harga Rf. (Khopkar, 2008)

2.5 Antosianin
Antosianin adalah zat warna alami yang bersifat sebagai antioksidan yang
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan. Lebih dari 300 struktur antosianin yang ditemukan
telah diidentifikasi secara alami. Antosianin adalah pigmen dari kelompok flavonoid
yang larut dalam air, berwarna merah sampai biru dan tersebar luas pada tanaman.
Terutama terdapat pada buah dan bunga, namun juga terdapat pada daun. Kadar
antosianin cukup tinggi terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan seperti misalnya:
bilberries (vaccinium myrtillus L), minuman anggur merah (red wine), dan anggur
(Jawi dkk., 2007).
Manusia sejak lama telah mengkonsumsi antosianin bersamaan dengan buah
dan sayuran yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atas
keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini sehingga antosianin aman untuk
dikonsumsi, tidak beracun dan tidak menimbulkan mutasi gen. Beberapa penelitian di
Jepang menyatakan bahwa antosianin memiliki fungsi fisiologi. Misalnya sebagai
antioksidan, antikanker, dan perlindungan terhadap kerusakan hati. Antosianin juga
berperan sebagai pangan fungsional, sebagai contoh food ingredient yang sangat
berguna bagi kesehatan mata dan retina yang pertama kali dipublikasikan di Jepang
pada tahun 1997 (Imelda, 2002).
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang
tersebar dalam tanaman. Pada dasarnya, antosianin terdapat dalam sel epidermal dari
buah, akar, dan daun pada buah tua dan masak. Pada beberapa buah-buahan dan
sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang mereka miliki
termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel
tumbuhan (Fennema, 1976).

2.5 Analisa Bahan

2.5.1 Metanol
Sifat fisika Metanol (CH3OH) :
Berwarna bening
Massa molar 32.04 g/mol
Kelarutan dalam air Fully miscible
Titik didih 64.7 C, 148.4 F (337.8 K).
Titik leleh 97 C, -142.9 F (176 K),
Densitas 0.7918 g/cm
Keasaman (pKa) ~ 15.5
Viskositas 0.59 mPas at 20 C
Momen dipol 1.69
Sifat Kimia Methanol:
Beracun
Mudah terbakar
Mudah menguap
Tidak berwarna
Bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol)

2.5.2 Etil Asetat


Sifat Fisika Etil Asetat :
Berat molekul : 88,1 kg/kmol
Boiling point : 77,1C
Flash point : -4C
Melting point : - 83,6C
Suhu kritis : 250,1C
Tekanan kritis : 37,8 atm
Kekentalan (25 oC) : 0,4303 cP
Specific grafity ( 20C) : 0,883
Kelarutan dalam air : 7,7% berat pada 20 oC
Entalphy pembentukan (25C) gas : -442,92 kJ/mol
Energi Gibbs pembentukan (25C) cair : -327,40 kJ/mol
Sifat Kimia Etil asetat :
Senyawa mudah terbakar dan mempunyai resiko peledakan (eksplosif).
Membentuk acetamide jika diammonolisis
Reaksi: CH3COOC2H5 + NH3 CH3CONH2 + C2H5OH
Akan membentuk etil benzoil asetat bila bereaksi dengan etil benzoate Reaksi:
C6H6COOC2H5 + CH3COOC2H5 C6H6COCH2COOC2H5+ C2H5OH
(Kirk and Othmer, 1982)

2.5.3 Heksana
Sifat Fisika dan Kimia Heksana :
Rumus molekul: C6H14
Berat molekul: 86,18 gr mol1
Penampilan: Cairan tidak berwarna
Densitas: 0,6548 gr/mL
Titik lebur: 95 C, 178 K, -139 F
Titik didih: 69 C, 342 K, 156 F
Kelarutan dalam air: 13 mg/L pada 20C
Viskositas: 0,294 cP
Titik nyala: 23,3 C
Suhu menyala sendiri: 233,9 C

2.5.4 Kloroform
Sifat-sifat Fisika Kloroform
Rumus molekul CHCl3
massa molar 119,38 g/mol
cairan yang tak berwarna
berat jenis 1,48 g/cm3
titik leleh -63,5 oC
titik didih 61,2 oC
kelarutan dalam air 0,8 g/mol pada 20 oC
memiliki indeks bias yang tinggi
berbentuk cairan
berbau khas
volatile (mudah menguap)
beracun
Sifat-sifat Kimia Kloroform
tidak bercampur dengan air
larut dalam eter dan alkohol
merupakan asam lemah
tidak mudah terbakar

III. METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Gelas beaker 100 mL
2. Lempeng penutup beker glass
3. Klip
4. Botol penyemprot
5. Penggaris dan pensil
6. Pipa kapiler
7. Hair dryer
8. Pipet ukur
9. Benang
3.1.2 Bahan
1. Butanol
2. Asam asetat
3. Air
4. Methanol
5. HCl 1%
6. Bunga kamboja
7. Bunga krisan

3.2 Cara Kerja

Sampel bunga yang telah ditimbang 10g


Ditambahkan dengan campuran methanol 100
ml dan 5 tetes HCl 1%
Dimaserasi 30 menit
Disaring, diuapkan
Ditotolkan 2 mikromililiter ke kromatografi
kertas 1cm dari tepi bawah
Dielusikan dengan butanol, asam asetat, air
(5:4:1)

Hasil

3.2.1 IdentifikasiAntosianin

Noda antosianin pada kromatografi kertas


Dipotong, ditimbang, dihitung % beratnya
dibandingkan dengan yang belum di elusi.
Dilarutkan dengan pelarut methanol p.a

Hasil

IV. HASIL PENGAMATAN


Nama Pelarut Gambar Rf
Kloroform Kunyit putih :
0,045cm;0,4cm;0.45cm;1cm
Jahe:
0,045cm; 0,1cm; dan 0,16
cm.

Heksana Jahe merah : -


Kunyit Putih : -
Metanol Kunyit:
0,045cm;0,4cm;0.45cm;
Jahe:
0,04cm.

Etil Asetat pada kunyit: 0,045cm


pada jahe:0,04cm dan
0,09cm

Campuran Methanol+n-heksana(7:3).
metanol+N- Jahe merah:
heksana dan N- 0,218cm dan 0,327cm.
eksana+metanol Kunyit putih: 0,081 cm

N-heksana+methanol (3:7)
kunyit putih:
0,072cm;
jahe merah:
0,072cm; 0,345cm dan 1cm.
V. PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul Analisis Isolasi Antosianin dilakukan pada tanggal
13 November 2017 di Laboratorium Basah lantai 5 Gedung E Fakultas
Kedokteran UNDIP. Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa diharapkan dapat
mengisolasi antosianin dari suatu bunga dengan kromatografi kertas. Prinsip pada
percobaan ini yaitu distribusi senyawa yang akan dipisahkan terhadap fase gerak
dan fase diam. Fase gerak yang digunakan dalam percobaan ini yaitu pelarut yang
dipakai sedangkan fase diamnya yaitu lempeng KLT. Distribusi senyawa
tergantung pada kepolaran masing-masing komponen. Plat KLT mengandung
adsorben yang bersifat polar berupa silika gel. Eluennya itu sendiri merupakan
pelarut yang dipakai dalam migrasi atau pergerakan dalam mebawa komponen-
komponen yang dianalisa.
Percobaan ini dilakukan dengan cara menyiapkan 3gr serbuk simplisia yakni
kunyit dan jahe merah. Kemudian simplisia tersebut dimaserasi dengan 10 mL
etanol selama 10-15 menit lalu Filtrat disaring dan dimasukkan ke dalam vial, lalu
Plat KLT diberi garis bawah 1 cm dan atas cm. Kemudian ditotolkan eluen ke
atas plat KLT menggunakan pipa kapiler dengan satu sentuhan sampai gelap pada
jarak 1 cm dari dasar lempeng. Setelah itu, kertas saring dimasukkan kedalam
gelas yang telah diisi pelarut lalu diambil ketika pelarut telah merembes sampai
puncak kertas saring. Selepas kertas saring diambil, plat KLT yang telah
dilakukan penotolan sampel langsung dimasukkan kedalam tiap pelarut. Plat KLT
yang dimasukkan ke dalam pelarut jangan sampai mengenai sampel yang
ditotolkan (tinggi pelarut harus dibawah 1 cm dari dasar lempeng). Lempeng KLT
diangkat setelah beberapa menit lalu dikeringkan. Diamati nodanya dibawah
lampu UV 254 nm. Lalu lempeng dipanaskan diatas hotplate sampai warnanya
berubah dan disemprot dengan H2SO4. Diamati warna yang terjadi. Diamati
dibawah lampu UV 365 nm. Dihitung Rf dari senyawa yang dipisahkan.
Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol termasuk ke dalam pelarut
polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat-zat aktif yang juga
bersifat polar. Etanol digunakan sebagai cairan penyari karena lebih selektif,
kapang dan khamir sulit tumbuhdalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,
dan etanol dapat bercampurdengan air pada segala perbandingan, serta panas yang
diperlukan untukpemekatan lebih rendah. Etanol dapat memperbaiki stabilitas
bahan obat terlarut dan tidak mengakibatkan pembengkakan membran sel.
Keuntungan lainnya adalah sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan
menghambat kerja enzim. Metode ekstraksi yag digunakan dalam percobaan ini
yaitu metode maserasi. Menurut List dan Schmidt (2000), metode maserasi
digunaka karena metode ini merupakan metode yang sederhana yaitu dengan cara
merendam serbuk simplisia kedalam pelarut. Proses maserasi dikatakan berhenti
ketika mencapai proses keseimbangan yaitu setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi (istilahnya jenuh). Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan
selesai, maka zat aktif didalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang
sama, yaitu masing-masing 50%. Setelah itu sampel disaring dan dimasukkan
kedalam suatu vial. Penyaringan dilakukan untuk mendapatkan eluen yang jenuh
dan serbuk simplisianya tidak ikut dalam pengujian.

5.1 Kloroform
Serbuk simplisia jahe merah dan kunyit putih gram dimaserasi dengan
menggunakan pelarut etanol. Pemilihan etanol sebagai pelarut didasarkan pada
etanol bersifat lebih selektif pada senyawa metabolit sekunder, tidak mudah
ditumbuhi jamur dan bakteri pada etanol, tidak beracun, tidak bereaksi dengan
komponen yang diekstraksi, absorbsinya baik, tidak membutuhkan waktu yang
lama dalam pemekatan ekstrak. Selain itu, pelarut etanol dapat mengektraksi
senyawa flavonoid yang tergolong dalam senyawa polar sehingga akan lebih
mudah larut dalam pelarut polar (Markham,1988). Persiapan awal ekstraksi adalah
mengangin-anginkan rimpang jahe merah dan kunyit putih yang bertujuan untuk
mengurangi kadar air. Penghancuran rimpang jahe merah dan kunyit putih
berguna untuk memperbesar luas permukaanjahe merah dan kunyit putih,
sehingga interaksi pelarut dengan senyawa yang akan diambil dapat lebih efektif.
Pada percobaan ini digunakan kloroform sebagai eluen. Alasan penggunaan
kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut
ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam
larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi
asam asetat sebelum reaksi berjalandan turunan asetil tidak akan terbentuk.
Dari hasil percobaan, didapatkan 4 noda pada kunyit dan 3 noda pada jahe
merah dalam penggunaan kloroform sebagai eluen. Sehingga didapatkan nilai Rf
0,045cm;0,4cm;0.45cm;1cm ada kunyit. Sedangkan pada jae, didapatkan nilai Rf
sebesar 0,045cm; 0,1cm; dan 0,16 cm.
5.2 Metanol
Persiapan awal ekstraksi adalah mengangin-anginkan rimpang jahe merah dan
kunyit putih yang bertujuan untuk mengurangi kadar air. Penghancuran rimpang
jahe merah dan kunyit putih berguna untuk memperbesar luas permukaan jahe
merah dan kunyit putih, sehingga interaksi pelarut dengan senyawa yang akan
diambil dapat lebih efektif.
Pada percobaan ini digunakan metanol sebagai eluen. Alasan penggunaan
kloroform adalah karena apabila golongan senyawa inidibandingkan dengan
campuran pelarut lain sama efektifnya dan metanol lebih aman. metanol adalah
semi polar, sehingga pada saat penotolan diharapkan hasil yang baik dikarenakan
tingkat kepolaran yang seimbang.
Dari hasil percobaan, didapatkan 2 noda pada kunyit dan 1 noda pada jahe
merah dalam penggunaan metanol sebagai eluen. Sehingga didapatkan nilai Rf
0,045cm;0,4cm;0.45cm; pada kunyit. Sedangkan pada jahe, didapatkan nilai Rf
sebesar 0,04cm.

5.3 Etil Asetat


Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung
substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak
merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Pelaksanaan ini biasanya
dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna
atau pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna hijau dan kuning.
Pelarut yang digunakan sebagai eluen adalah n-heksan, etil asetat
Etil asetat atau etil etanoat merupakan salah satu pelerut organik yang
keterpakaiannya dalam penelitian bahan alam sangat besar. Etil asetat merupakan
pelarut polar menengah yang volatile (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak
higroskopis. Etil asetat sering digunakan sebagai pelarut karena etil asetat dapat
menyari senyawa-senyawa yang dapat memberikan aktivitas antibakteri
diantaranya flavonoid pilohidroksi dan fenol yang lain.
Dari hasil percobaan, didapatkan 1 noda pada kunyit dan 2 noda pada jahe
merah dalam penggunaan metanol sebagai eluen. Sehingga didapatkan nilai Rf
0,045cm pada kunyit. Sedangkan pada jahe, didapatkan nilai Rf sebesar 0,04cm
dan 0,09cm.

5.4 N-heksana
Uji kemurnian dengan analisis KLT menggunakan beberapa fase gerak
menghasilkan isolat relatif murni dengan satu noda pada berbagai polaritas eluen
yang digunakan.N- Heksana digunakan sebagai pelarut karena memiliki beda
polaritas yang kecil. Menurut Sediawan (1997), syarat pelarut untuk ekstraksi
adalah beda polaritas antara solvent dan solute kecil, titik didih rendah (minyak
akan rusak pada suhu tinggi), mudah menguap, tidak berbahaya, tidak beracun,
tidak mudah meledak/terbakar , dan inert; tidak bereaksi dengan solute. Dari hasil
percobaan, tidak ditemukan noda pada kedua simplisia. Hal tersebut mungkin
disebakan karena simplisia yang diekstraksi kurang jenuh sehingga sulit untuk
mendeteksi bercak/noda.Adapun faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi
yakni, rusaknya lempeng KLT, tidak jenuhnya larutan eluen, tidak bersihnya alat
yang digunakan.

5.5 Metanol+N-heksana dan N-heksana+Metanol


Selain memilih fase diam (TLC plate), memilih eluen pengembang
kromatografi lapis tipis (KLT) juga merupakan faktor yang berpengaruh besar,
karena hanya beberapa kasus solvent pengembang yang hanya terdiri dari satu
komponen saja. Pada umumnya campuran larutan pengembang KLT (solvent
system) bisa sampai enam komponen dengan perbandingan tertentu. Campuran
larutan/eluen pengembang KLT ini berfungsi untuk melarutkan campuran
bahanmengangkut bahan untuk dipisahkan pada lapisan fase diam
(sorben)memberikan nilai hRf senyawa yang terpisah memberikan selektivitas
yang memadai untuk campuran bahan untuk dipisahkan.
Pada proses pendeteksian dengan menggunakan sinar UV terlihat bercak
pada lempeng silika gel tampak berekor. Hal ini disebabkan karena sampel masih
mengandung air dimana pada proses pemisahan kurang sempurna.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat pada fraksi n-hexan dengan eluen n-
hexan dan metanol dengan perbandingan 3:7 menghasilkan noda yang berekor dan
tidak terpisah sehingga perbandingan eluennya harus dikecilkan. Hal yang sama
terjadi dengan fraksi yang lain dengan eluen yang berbeda-beda perbandingannya
menghasilkan spot yang berekor dan senyawa yang tidak terpisah kecuali pada
fraksi n-hexan dengan eluen n-hexan dan metanol dengan perbandingan 7:3 yang
menghasilkan spot yang tidak berekor dan senyawa yang terpisah. Eluen yang
baik pada percobaan kali ini adalah fraksi n heksan : etil asetat dengan
perbandingan 7:3, karena senyawa-senyawa yang terlarut oleh pelarutnya terpisah
dengan baik membentuk spot-spot yang berada ditengah. Menurut Nirwana
(1995), ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan
melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis
dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi
sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Cepatnya senyawa-senyawa dibawa
bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada kelarutan senyawa dalam
pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul
senyawa dengan pelarut.
Dari hasil percobaan, didapatkan 1 noda pada kunyit dan 2 noda pada jahe
merah dalam penggunaan methanol+n-heksana (7:3).Sehingga didapatkan nilai Rf
0,081cm pada kunyit. Sedangkan pada jahe, didapatkan nilai Rf sebesar 0,218cm
dan 0,327cm. Untuk campuran N-heksana+methanol (3:7) didapatkan 1 noda pada
kunyit putih dengan nilai Rf 0,072cm; dan 3 noda pada jahe merah dengan nilai rf
sebesar 0,072cm; 0,345cm dan 1cm.
VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan.
KLT adalah suatu pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat
dengan lapisan bahan absorben inert.
Prinsip pada percobaan ini yaitu distribusi senyawa yang akan dipisahkan
terhadap fase gerak dan fase diam. Fase gerak yang digunakan dalam
percobaan ini yaitu pelarut yang dipakai sedangkan fase diamnya yaitu
lempeng KLT

1.2 Saran
Lebih perlu belajar mengenai cara pemakaian alat praktikum.

1.3 Kesan dan Pesan


Kesan
Praktikum ini mengajari untuk lebih berhati-hati menggunakan alat-alat
praktikum di laboratorium.

Pesan

Lebih berhati-hati untuk menggunakan alat dan bahan pada saat


berlangsungnya praktikum.
Lebih memahami cara kerja dari percobaan.
Jangan lupa memakai masker dan handscoon.
DAFTAR PUSTAKA
Eby. 2009. Ekstraksi Pelarut. http://blogspot.com/ekstraksi-pelarut.html. diakses 14 mei
2014
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik II. Jakarta: UI
Petrucci. 1987. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga
Rudi. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo
Sediawan, W.B. dan Prasetya, A. (1997). Pemodelan Matematis Dan Penyelesaian Numeris
Dalam Teknik Kimia Dengan Pemrograman Bahasa Basic Dan Fortran: Penerbit
Andi, Yogyakarta
Suyanti. 2008. Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai Asam di-2-etilheksilfosfat.
Yogyakarta: SDM Teknologi Nuklir.
Svehla, G. 1985. VOGEL : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Edisi Kelima. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka
Tim Kimia Analitik II. 2014. Penentun Praktikum Kimia Analitik II. Jambi: Universitas
Jambi
Underwood, A. L dan Day A. R. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga

You might also like