You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem pemerintahan adalah suatu istilah yang sebenarnya jika dilihat dari asal

katanya merupakan gabungan dari dua kata yaitu sistem dan pemerintahan. Pengertian

sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai

hubungan fungsional. Sedangkan pemerintahan adalah pemerintah/ lembaga-lembaga

negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif,

legislatif maupun yudikatif. Jadi pengertian dari sistem pemerintahan Indonesia adalah

suatu hubungan fungsional yang terdiri dari lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif,

maupun yudikatif yang menjalankan tugas kepemerintahan di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Sistem Pemerintan RI (5 Juli 1959-pasca Dekrit Presiden)

2. Periode berlakunya kembali UUD 1945 (5 juli 1959-Sekarang ).Pada periode ini pun

terbagi menjadi beberapa periode,yaitu :

a. Periode Order Lama ( 5 juli 1959-11 Maret 1966 )


BAB II
PEMBAHASAN

1. Sistem Pemerintan RI (5 Juli 1959-pasca Dekrit Presiden)

Konstituante yang diharapkan dapat merumuskan UUD guna menggantikan UUDS

1950 ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya. Hal ini jelas akan menimbulkan

keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara. Presiden

selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5

Juli 1959. Isi dari Dekrit tersebut salah satunya adalah memberlakukan kembali UUD 1945

dan tidak berlaku kembali UUDS 1950. (Dasril Radjab,1994:106).

a. Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945.

b. Bentuk negara adalah kesatuan

c. Sistem pemerintahannya adalah presidensial, presiden sebagai kepala negara

sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada

presiden. (Dasril Radjab,1994:108).Sistem presidensiil ini kelanjutannya akan

menjadi presidensiil terpimpin. Presiden justru sebagai Pimpinan Besar Revolusi,

segala kebijaksanaan ada di tangannya.

d. Alat-alat perlengkapan negara setelah keluarnya Dekrit Presiden adalah :

Presiden dan menteri-menteri

DPR Gotong Royong

MPRS

DPAS

Badan Pemeriksa Keuangan

Mahkamah Agung (Soehino,1992:148).


e. Beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959

adalah :

Berlakunya demokrasi terpimpin dengan penafsiran bahwa presiden memegang

kepemimpinan yang tertinggi di tangannya, menjadikan dirinya selaku Pimpinan

Besar Revolusi dan konsep Nasakom dalam kehidupan bangsa. Padahal yang

dimaksud dengan terpimpin menurut UUD 1945 adalah terpimpin dengan hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sedangkan konsep Nasakom

berakibat pada PKI dapat menguasai lembaga Negara

Dalam SU MPRS Tahun 1963 Soekarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup.

GBHN Indonesia pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 ditetapkan menjadi

Manipol/USDEK (UUD 1945, Sosialis Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi

Terpimpin dan Kepribadian Nasional

Pemusatan kekuasaan pada presiden tidak saja menjurus kepada pemujaan individu

dan menghilangkan fungsi dari lembaga negara yang ada karena lembaga negara

yang telah dibentuk itu tunduk pada presiden. Orang-orang yang duduk dalam

lembaga negara tidak didapat dari hasil pemilu tapi dipilih langsung oleh presiden.

Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena tidak menyetujui usul RAPBN dari

presiden

Desakan PKI membuat Indonesia keluar dari PBB. PKI berhasil membuat Indonesia

meninggalkan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan dibelokkan ke

komunis atau poros-porosan (Jakarta-Peking-Pyongyang). Indonesia juga melakukan

konfrontasi dengan Malaysia. Akibatnya Indonesia makin terasingkan dimata

internasional. (Erman Muchjidin,1986:57).


2. Periode berlakunya kembali UUD 1945 (5 juli 1959-Sekarang ).Pada periode ini pun

terbagi menjadi beberapa periode,yaitu :

a. Periode Order Lama ( 5 juli 1959-11 Maret 1966 )

Pemilihan umum untuk anggota Konstituante tersebut, baru dapat diselenggarakan

pada bulan Desember 1955. Pada 10 November 1956, sidang pertama konstituante dibuka

di Bandung oleh Presiden Soekarno. Pada saat itu Presiden Soekarno untuk kali pertama

memperkenalkan istilah Demokrasi Terpimpin.

Rakyat dan pemerintah sangat berharap Konstituante dapat membentuk UUD baru dengan

segera. Dengan munculnya UUD baru diharapkan dapat mengubah tatanan kehidupan

politik yang dinilai kurang baik.

Lebih dari dua tahun bersidang, Konstituante belum berhasil merumuskan rancangan

UUD baru. Ketika, itu perbedaan pendapat yang telah menjadi perdebatan didalam

gedung Konstituante mengenai dasar negara telah menjalar keluar gedung Konstituante,

sehingga diperkirakan akan menimbulkan ketegangan politik dan fisik di kalangan

masyarakat.

Perdebatan-perdebatan dikalangan anggota Konstituate tentang dasar negara sulit

untuk diselesaikan. Sehubungan dengan itu, pada bulan Maret 1959 pemerintah

memberikan keterangan dalam sidang pleno DPR mengenai Demokrasi Terpimpin dalam

rangka kembali kepada UUD 1945. Perdana Menteri Djuanda menegaskan bahwa usaha

untuk kembali kepada UUD 1945 itu harus dilakukan secara konstituante untuk

menetapkan UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia.

Mengingat suhu politik yang semakin memanas, pada 22 April 1959 Presiden

Soekarno menyampaikan amanat kepada Konstituante. Amanat tersebut memuat anjuran


kepala negara dan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Disamping itu, menegaskan

pula pokok-pokok Demokrasi Terpimpin, yaitu sebagai berikut.

1) Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator, berlainan dengan Demokrasi Sentralisme

dan berbeda pula dengan Demokrasi Liberal yang dipraktikkan selama ini.

2) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar

hidup bangsa Indonesia.

3) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan

kemasyarakatan yang meliputi bidang-bidang politik dan sosial.

4) Inti dari pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah pemusyawaratan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh penyiasatan dan perdebatan yang

diakhiri dengan pengaduan kekuatan dan perhitungan suara pro dan kontra.

5) Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun diharuskan

dalam alam Demokrasi Terpimpi

6) Demokrasi Terpimpin merupakan alat, bukan tujuan.

7) Tujuan melaksanakan Demokrasi Terpimpin ialah mencapai sesuatu masyarakat yang

adil dan makmur, yang penuh dengan kebahagiaan materil dan spiritual, sesuai

dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945

8) Sebagai alat, Demokrasi Terpimpin mengenal juga kebebasan berpikir dan

berbicara, tetapi dalam batas-batas tertentu.

Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para

anggota Konstituate, namun dengan pandangan yang berbeda. Pertama, menerima saran untuk

kembali kepada UUD 1945 secara utuh. Kedua, menerima untuk kembali kepada UUD 1945

tetapi dengan amandemen, yaitu sila ke satu Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 harus diubah dengan sila ke satu Pancasila seperti tercantum dalam Piagam Jakarta.

Adapun prosedur untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana diputuskan

oleh Kabinet Karya adalah sebagai berikut :

a) Setelah terdapat kata sepakatantara Presdiden dan Dewan Menteri maka pemerintah minta

supaya diadakan sidang pleno Konstituante.

b) Atas nama pemerintah, disampaikan oleh presiden amanat berdasarkan pasal 134 Undang-

Undang Dasar Sementara 1950 kepada Konstituante yang berisi anjuran supaya

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ditetapkan.

c) Jika anjuran itu diterima oleh Konstutuante, pemerintah atas ketentuan pasal 137 Undang-

Undang Dasar Sementara 1950 mengumumkan Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945 itu dengan keluhuran. Pengumuman dengan keluhuran itu dilakukan

dengan suatu piagam yang ditanda tangani dalam suatu sidang pleno Konstituante di

Bandung oleh presiden, para menteri, dan para anggota Konstituante, yang antara lain

memuat Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945.

Setelah melalui berbagai macam usaha, Konstituante tidak dapat mengambil keputusan untuk

menerima anjuran tersebut. Hal ini sah-sah saja mengingat kewenangan untuk mempersiapkan

dan membentuk undang-undang dasar ada di tangan Konstituante, sedangkan pemerintah yang

melandaskan pada pasal 137 hanya berwenang mengesahkan dan mengumumkan.

Langkah yang dilakukan oleh pemerintah bisa dianggap sebagai bentuk intervensi

kewenangan dalam membentuk UUD. Berdasarkan kondisi itulah maka presiden mengeluarkan

dekrit pada 5 Juli 1959 yang pada intinya menegaskan untuk kembali kepada UUD 1945 dan

membubarkan Konstituante.
Dengan Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan mengingat lembaga-lembaga negara belum

lengkap maka dilakukan beberapa langkah sebagai berikut.

a) Pembaruan susunan Dewan Perwakilan Rakyat melalui Penetapan Presiden No. 3 Tahun

1960.

b) Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan Penetapan

Presiden No. 4 Tahun 1960. Dalam Pasal ditentukan bahwa anggota-anggota Dewan

Perwakilan Rakyat diberhentikan dengan Hormat dari jabatannya terhitung mulai tanggal

pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong oleh presiden.

c) Untuk melaksanakan Dekrit Presiden, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No. 2

Tahun 1959 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.

d) Penyusunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dengan Penetapan Presiden No.

12 Tahun 1960.

e) Dikeluarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959 tentang Dewan Pertimbangan Agung

Sementara.

Ditinjau dari aspek konstitusional, langkah-langkah penyusunan DPRGR dan MPRS yang

dilakukan dengan Penetapan Presiden jelas menyimpang dari UUD 1945 yang berlaku

berdasarkan Dekrit Presiden. Apalagi langkah seperti ini terlebih dahulu diawali dengan

pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan umum berdasarkan Undang-Undang No.

7 Tahun 1953. Lain daripada itu, dalam sistematika UUD 1945 produk hukum (perundang-

undangan) yang berbentuk Penetapan Presiden sama sekali tidak dikenal. Oleh sebab itu langkah-

langkah yang diambil oleh presiden dalam rangka melaksanakan Demokrasi Terpimpin dan

kembali ke UUD 1945 justru merupakan langkah-langkah yang menyalahi konstitusi. Bahkan

dalam melakukan langkah-langkah ini presiden melandaskan pada pasal IV aturan Peralihan
UUUD 1945, juga masih belum dapat dikategorikan bersifat konstitusional, sebab Dewan

Perwakilan Rakyat sudah terbentuk melalui Pemilu tahun 1955.

Dengan demikian sejak berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli

1959, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945 belum dapat dilaksanakan secara

murni dan konsekuen.

Banyak penyimpangan yang telah terjadi antara lain sebagai beri

a) Lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPA belum dibentuk berdasarkan undang-

undang. Lembaga-lembaga negara ini masih bersifat sementara

b) Pengangkatan presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup melalui ketetapan

MPRS No. III/MPRS/1963. Ketetapan ini melanggar ketentuan pasal 7 UUD 1945 yang

tegas-tegasnya menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatannya

selama masa 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Sejarah Indonesia mencatat bahwa penyimpangan-penyimpangan konstitutional ini mencapai

puncaknya dibidang politik dan peristiwa gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini masih

menjadi perdebatan sampai saat ini. Sejarah mengenai peristiwa gerajan 30 September 1965

masih menyimpan berbagai misteri. Banyak ahli sejarah dan bahkan pelaku sejarah yang

mencoba melakukan penelusuran kembali, akan tetapi sayang banyak dokumen yang hilang.

Terlepas dari kebenaran dari masing-masing versi tersebut, yang jelas peristiwa 30 September

1965 telah menimbulkan kekacauan sosial budaya dan instabilitas pemerintahan serta

meninggalkan sejarah hitam dalam peta politik dan hukum ketatanegaraan Indonesia. Puncak

dari peristiwa seperti ini adalah jatuhnya legitimasi presiden Soekarno dalam memegang tampuk

kekuasaan negara. Letimasi itu semakin terpuruk dengan dikeluarkannya surat perintah 11 maret

1966 (Supesemar) yang pada hakikatnya merupakan perintah dan presiden kepada Letnan Jendral
Soeharto untuk mengambil segala tindakan dalam menjamin keamanan dan ketentraman serta

stabilitas jalannya pemerintahan. Keberadaan supersemar itu sendiri sampai sekarang masih

misterius. Bahkan, penerbitan surat perintah seperti ini juga masih memunculkan berbagai

kontroversi. Kemudian dengan ketetapan MPRS No. IX MPRS 1966, Surat Perintah 11 Maret

1966 dikukuhkan dengan masa berlaku sampai terbentuknya MPR RI hasil pemilihan umum

yang akan datang.

Oleh karena pemilihan umum yang sedianya akan diselenggarakan pada 5 Juli 1968 tertunda

sampai 5 Juli 1971 dan mengingat telah dikeluarkannya ketetapan MPRS No.

XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara Dari Tangan Presiden

Soekarno. Demi terciptanya kepimpinan nasional yang kuat dan terselenggaranya kestabilan

politik, ekonomi dan hankam dikeluarkanlah Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang

pengangkatan pengemban ketetapan majelis permusyawaratan rakyat sementara No.

IX/MPRS/1966 sebagai presiden republik Indonesia, yang antara lain menyatakan : Mengangkat

jenderal Soeharto sebagai presiden republik Indonesia sampai terpilihnya presiden oleh MPR

hasil pemilihan umum


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari setiap perubahan ini, dapat kita bandingkan bagaimana sistem pemerintahan

Indonesia pada masing-masing periode. Berarti perbandingan sistem pemerintahan

adalah suatu bidang kajian tentang bagaimana perbandingan pelaksanaan dari sistem

pemerintahan Indonesia baik oleh lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Untuk

waktunya, hanya sistem pemerintahan Indonesia sejak Orde Lama

Kekurangan Masa Orde Lama

Penataan kehidupan konstitusional yang tidak berjalan sebagaimana di atur


dalam UUD 1945.
Situasi politik yang tidak stabil terlihat dari banyaknya pergantian kabinet yang
mencapai 7 kali pergantian kabinet.
Sistem demokrasi terpimpin. Kekuasaan Presiden Soekarno yang sangat
Dominan, Sehingga kehidupan politik tidak tumbuh demokratis.Pertentangan
ideologi antara nasionalis, agama dan komunis (NASAKOM)
Terjadinya inflasi yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok menjadi tinggi.

B. SARAN

Penantaan kehidupan konsitusional yang tidak terjalin berjalan sebagaimana diatur

dalam UUD 1945. Dalam situasi politik yang tidak stabil terlihat dari dari banyaknya

pergantian cabinet yang mencapai 7 kali pergantian cabinet agar pemerintah

mengurangi hal tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Aim, Abdulkarim. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII. Jilid 3. Bandung : Grafindo
Media Pratama

Lima Adi Sekawan. 2006. Lengkap UUD 1945 (dalam Lintasan Amandemen) dan UUD (yang
pernah berlaku) di Indonesia. Jakarta :
Muchjidin, Erman. 1986. Tata Negara. Bandung : Yudhistira.

Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : PT Rineka Cipta.

Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.


SISTEM HUKUM DAN KETATANEGARAAN

(KETATANEGARAAN PADA ORDE LAMA TAHUN 1959-1966)

KELOMPOK II

NURALIANA :161050202009
WAHYU MUHAMMAD SYATA :161050202005
WAHIDAYANTI :161050202004

PENDIDIKAN EKONOMI
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017

You might also like