Professional Documents
Culture Documents
Kata kunci : Tanaman Obat, Budidaya, Kesehatan, apotek hidup, dan Desa Kebonlegi
1
ABSTRACT
Medicinal plants and traditional medicine since ancient times played an important role
in maintaining health, maintaining stamina and treating illness. Therefore, traditional
medicinal and medicinal plants have been deeply rooted in the lives of some people to
this day. The purpose of herbal medicinal plant conservation is to improve public
health by reducing synthetic drugs with replaced herbal medicine and to develop the
conservation and cultivation of Herbal Medicinal Plants in rural communities.
Methods of research conducted data collection conducted by explorative survey that is
interview and direct observation in the field. The results showed that the villages that
became the research sites lacked a complete diversity of medicinal plants for the
medicines of all kinds of diseases suffered by the people of Kebonlegi Village.
Conservation knowledge, perceptions, attitudes and behavior have not been integrated
with the potential of herbs. The number of medicinal plants cultivated in that village
are 22 species. Potential medicinal plant species are developed based on the value of
utility for the main disease drug of Kebonlegi Village people, Kaliangkrik.
2
Pendahuluan
Namun dibalik semua kemegahan di Bumi Pertiwi ini terdapat fakta-fakta yang
mengejutkan dimana tingkat kesehatan masyarakatnya masih sangat rendah. Kesehatan
adalah factor sangat penting yang mendukung terwujudnya masyarakat sejahtera.
Tanpa badan yang sehat, masyarakat tidak akan mampu bekerja dan berusaha dengan
baik demi terciptanya kesejahteraan keluarga, bangsa dan negara. Oleh Karena itu
kesehtan menjadi prioritas dalam pembangunan masyarakat yang maju dan sejahtera[3].
Tumbuhan obat dan obat tradisional sejak zaman dahulu memainkan peranan
penting dalam menjaga kesehatan, mempertahankan stamina dan mengobati penyakit.
Oleh karena itu tumbuhan obat dan obat tradisional telah berakar kuat dalam kehidupan
sebagian masyarakat hingga saat ini[4]. Krisis ekonomi yang berlarut-larut saat ini,
berubahnya pola hidup termasuk kebiasaan makan, menimbulkan banyak penyakit dan
membuat kesehatan menjadi barang yang mahal. Mahalnya harga obat-obatan modern
menyebabkan tingkat kesehatan masyarakat mengalami penurunan yang pada
gilirannya akan mempengaruhi aspek kesejahteraan masyarakat umum dan akan
berdampak negatif pada ketahanan dan kinerja bangsa[5].
Lemahnya daya beli masyarakat dan melambungnya harga obat-obatan modern
memaksa masyarakat dan pemerintah mencari upaya mengatasi keadaan yang
3
memprihatinkan ini dengan cara menoleh kembali ke alam seperti negara-negara maju
yang secara luas telah menggunakan obat-obatan modern akhir-akhir ini menunjukkan
indikasi lebih menyukai obat dari bahan alami dari pada obat-obatan sintetik. Salah
satu faktor penyebabnya adalah pemanfaatan obat-obat dari bahan alami relatif lebih
aman dari pada pemakaian obat sintetis[6].
Sampai saat ini potensi keanekaragaman tumbuhan di pedesaan dan
perkampungan masyarakat yang bermanfaat obat - obatan masih banyak diabaikan dan
belum dimanfaatkan dan belum dikembangkan untuk bahan obat-obatan dan bahkan
berpotensi menjadi komoditi ekonomi. Hal ini terjadi antara lain Karena pengetahuan
dan teknologi yang rendah yang dimiliki masyarakat. Pemerintah telah lama
mencanangkan program Tumbuhan/Taman Obat, untuk menjaga kesehatan keluarga
yang murah dan mandiri, namun dalam perjalanannya makin banyak dilupakan.
Sehingga permasalahan ini perlu diatasi melalui suatu kegiatan revitalisasi konservasi
tanaman obat.
Pencegahan penyakit sebenarnya dapat diatasi dengan memanfaatkan tanaman
obat herbal. Sayangnya, hal ini tidak disadari warga apalagi warga keluarga muda yang
kebanyakan tidak mengenal tanaman obat. Padahal, Indonesia memiliki potensi yang
besar untuk tanaman obat tradisional dimana ada sekitar 940 jenis dikenal sebagai
[7]
tanaman obat tradisional . Beberapa penyakit yang sering muncul di masyarakat
diantaranya adalah: darah tinggi, darah rendah,diabetes, flu, asam urat, kolesterol,
tukak lambung, asthma, diare, sakit gigi, cacingan, gatal-gatal, jantung, hingga kanker.
Tujuan dari konservasi tanaman obat herbal yaitu guna meningkatkan kesehatan
masyarakat dengan pengurangan obat sintetik dengan digantikan obat herbal dan untuk
mengembangkan konservasi dan budidaya Tumbuhan Obat Herbal di masyarakat
pedesaan.
4
Bahan dan Metode Penelitian
5
Salah satu alasan tanaman obat Indonesia perlu segera dikembangkan secara
serius, baik dalam kapasitas rumah tangga maupun industri yaitu tumbuhan obat sudah
mulai sulit ditemukan di habitatnya. Bahkan, beberapa spesies mulai langka karena
kurangnya kesadaran masyarakat melakukan pelestarian. Budidaya bagian dari upaya
melakukan pelestarian dan pemanfaatan tumbuhan obat secara teratur dan terukur. Dari
aspek materil, kebun dijadikan tempat untuk menyediakan kebutuhan bahan baku obat
tradisional dalam melakukan pengobatan, meskipun masih dalam volume yang
terbatas[8]. Setidaknya kebun obat adalah Dokumen Hidup yang mencerminkan
luasnya apresiasi dan pengetahuan masyarakat setempat dalam memanfaatkann
tumbuhan berkhasiat obat serta keberlangsungan sistem ekologi hutan. Mengingat
semakin meningkatnya pemakaian obat tradisional sehingga menuntut pengembangan
obat tradisional yang semakin nyata, baik yang menyangkut aspek kesehatan, potensi
ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat.
Dari hasil wawancara dengan salah satu masyarakat setempat bahwa diketahui
jumlah jenis tumbuhan obat yang ditemukan di lahan pekarangan relatif sedikit
dibandingkan dengan tanaman jenis lain. Hal ini diduga terkait dengan pengetahuan
lokal masyarakat yang masih kurang mengetahui tentang pengetahuan tumbuhan obat
baik dari segi pemanfaatannya, pengelolaan dan pelestariannya (budidaya). Dalam
program budidaya tanaman obat di Desa Kebonlegi dapat dilihata pada table berikut :
Table 1 daftar tanaman obat berdasarkan nama lokal, nama botani, bagian yang
digunakan, serta kegunaannya
6
Susah Tidur
Dan Diare
3. Jahe Zingiber Officinale Rimpang Mabuk, Asam
Rosc Urat, Artritis
Dan Lambung (
Gastritis )
4. Jinten Coleus Ambolnicus Daun Sariawan,
Lour Batuk, Sakit
Gigi, Asthma,
Kembung, Sakit
Kepala Dan
Luka Borok
5. Sambung Gynura Daun Gula Darah
nyowo Procumbens (Diabetes
Militus), Darah
Tinggi,
Kolesterol,
Asam Urat
6. Kaca piring Gardenia Huguata Daun Sariawan,
Merr Demam, Sesak
Nafas Dan
Darah Tinggi
7. Patah tulang PENDHILANTHUS Daun Dan Batang Sakit Pada
Pringtel Robins Tulang Dan
Persendian
8. Mahkuto dewo Phaleria Daun dan buah asam urat,
Macrocarpa Scheef kanker, gula
darah, hepatitis,
radang kulit dan
jerawat
9. Daun sendok Plantago Major Daun Bengkak atau
radang, saluran
kemih, bantu
ginjal, pilek, flu
dan diare akut
7
gigi, sesak nafas
dan kurap
11. Rosmeri Rusmarinus Daun dan Bunga Batuk, tulang
Officinalle L dan gigi,
antikanker,
persendian dan
nyeri
12. Sirih merah Piper Ornatum Daun Luka bakar,
mimisan, maag,
gatal gatal,
mata merah,
gusi berdarah,
sariawan,
keputihan
13. Lengkuas Alpinia galaga l Rimpang Anti bengkak,
radang sendi,
mabuk, diare,
anti jamur
(panu), nafsu
makan
14. Sereh Cymbopogon Daun Kolesterol,
Citratus melancarkan
pencernaan,
pusing, demam,
penambah darah
dan menetralkan
racun
15. Pandan wangi Pandanus Daun Rematik, pegal
Amaryllifolius linu, darah
tinggi,
menambah
nafsu makan
16. Kencur Kaempferia Rimpang Maag, pegal
galanga L linu,batuk,
nyeri, pusing
dan keseleo
17. Kunyit Curcuma domestica Rimpang Kolesterol,
Val. tukak lambung (
8
gastritis ), maag,
nyeri menstruasi
18. Temuireng Curcuma Rimpang Peluruh kentut,
Aeruginosa peluruh dahak,
penambah nafsu
makan, dan
cacingan
9
di desa kebanyakan tidak mau berobat ke dokter. Tanaman obat juga dapat dijual
kepada masyarakat, sehingga dapat untuk menambah penghasilan. Dari segi
keamanannya tanaman obat ini diberikan sebagai obat tanpa penambahan bahan kimia,
misalnya buah mengkudu, mahkota dewa dan lain-lain tanaman obat. Alasan menanam
tanaman obat dapat untuk menambah penghasilan, untuk melestarikan tradisi dan
untuk memanfaatkan lahan yang tidak produktif[9]..
Tanaman obat herbal perlu untuk dilestarikan dan dibudidayakan karena bisa
digunakan sebagai media untuk menambah produktivitas dan penghasilan dari suatu
daerah serta dapat digunakan sebagai pertolongan awal bagi yang menderita sakit
sebelum mendatangi tenaga kesehatan profesional. Indonesia saat ini memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap obat impor dan perlu dicarikan subtitusinya
dengan produk industri di dalam negeri. Salah satu program untuk mencapai sasaran
tersebut adalah dengan meningkatkan penggunaan pengobatan tradisional yang aman
dan bermanfaat baik secara tersendiri maupun terpadu dalam pelayanan kesehatan.
Pengobatan secara tradisional tersebut dengan cara mengonsumsi jamu atau obat-obat
lainnya yang berasal dari tanaman obat keluarga. Selain itu, tanaman obat keluarga
juga dapat dipakai sebagai suatu cara pengobatan yang murah dan terjangkau
mengingat tidak semua masyarakat mampu berobat ke tenaga kesehatan profesional.
Diperlukan kesadaran dari masyarakat untuk mengembangkannya dengan cara
memperkenalkan kepada para kaum muda mengenai manfaat dan kegunaan tanaman
obat. Dengan cara ini tanaman obat herbal dapat memberikan pengobatan kepada
masyarakat. Selain itu tanaman obat keluarga yang mempunyai khasiat dalam
penyembuhan merupakan salah satu tradisi yang harus dilestarikan demi menyikapi
keadaan, situasi, dan kondisi dari pengobatan yang ada dan sedang dijalankan[10].
10
Kesimpulan
Jumlah spesies tumbuhan obat yang dibudidayakn untuk dikembangkan
berdasarkan nilai kegunaan untuk obat penyakit utama masyarakat Desa Kebonlegi
Kecamatan Kaliangkrik Kabubaten Magelang sebanyak 22 spesies. Pemahaman
masyarakat Desa Kebonlegi tentang pengetahuan tumbuhan obat baik dari segi
pemanfaatannya, pengelolaan dan pelestariannya (budidaya) masih sangat rendah.
Tanaman obat dapat digunakan untuk pengobatan awal sebelum berobat ke tenaga
kesehatan dan meminimalisir penggunaan obat sintetik untuk pengobatan[10].
Daftar Pustaka
1. 2013. Population Total, viewed 10 Februari 2016,
http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL
2. Endraswara, S. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi
Epistemologi dan Aplikasi. Pustaka Widyatama. Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Strategi Kementerian
Kesehatan 2015 2019. Bab I; 15-16. 2015.
4. Dalimartha, S.. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 1. Trubus Agriwidya:
Jakarta.
5. Hariana, H. Arief. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1. Penebar swadaya:
Jakarta.
6. Kintoko. 2006. Prospek Pengembangan Tanaman Obat. Prosiding Persidangan
Antarabangsa Pembangunan Aceh. UKM Bangi: Aceh.
7. Syukur, C dan Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersil. Penerbit
Swadaya: Jakarta.
8. Supardi S, Nurhadiyanto F, WittoEng S. Penggunaan obat tradisional buatan pabrik
dalam pengobatan sendiri di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.
2003;2(4):135-40.
9. Supardi S, Susyanty AL. Penggunaan obat tradisional dalam upaya pengobatan
sendiri di Indonesia (Analisis Data Susenas 2007). Buletin Penelitian Kesehatan.
2010;38(2):80-9
11
10. Hermita, N. 2010. Potensi Pengembangan Tumbuhan Obat sebagai Objek
Ekowisata di Desa Pakuli Kawasan Penyangga Taman Nasional Lore Lindu
Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
12