You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

1. DEFINISI
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Smeltzer & Bare, 2000) (Price, Wilson, 2002).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun (Brunner &
Suddarth, 2002).
Adanya kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang
ditandai oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa penurunan
fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
berlangsung > 3 bulan.

2. KLASIFIKASI

Menurut Corwin (2001) GGK dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:


a. Tahap I : Penurunan Cadangan Ginjal
- GFR 40-70 ml/min/menurun 50%
- BUN dan Creatinin normal tinggi
- Tidak ada manifestasi klinik
- CCT : 76-100 ml/min
Pada stage ini tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron sehat mampu
mengkompensasi nefron yang sudah rusak. Penurunan kemmapuan
mengkonsentrasi urin menyebabkan nokturia dan poliuria.
b. Tahap II : Insufisiensi Ginjal
- GFR 20-40 ml/min atau GFR 20-35%
- BUN dan Creatinin naik
- Anemia ringan, polyuria, nocturia, edema
- CCT : 26-75 ml/min
Nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya
beban yang dterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolic dalam darah karena
nefron sehat tidak mampu lagi mengkompensasi.
c. Tahap III : Gagal Ginjal
- GFR : 10-20 ml/min atau <20% normal
- Anemia sedang, azotemia
- Gangguan elektrolit : Na , K , dan PO4
- CCT : 6-25 ml/min
Makin banyak nefron yang mati
d. Tahap IV : ESRD (End Stage Renal Disease)
- GFR : < 10 ml/min atau <5% normal
- Kerusakan fungsi ginjal dalam pengaturan, excretory dan hormonal
- BUN dan Creatinin
- CCT : < 5 ml/min
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Diseluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah
banyak seperti ureum, kreatinin, dalam darah. Ginjal tidak mampu
mempertahankan homeostatsis. Membutuhkan pengobatan dialisa /
transplantasi ginjal
Menurut American Diabete Association, 2007

a. Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya
belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjal. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi
100%, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam
stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri
untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
b. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda tanda seseorang berada pada stadium
2 juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk
penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
c. Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisasisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia.
Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia
atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti:
- Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
- Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
- Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
- Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
- Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
- Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi
ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap
mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga
kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal.
Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan
dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar
dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan
bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan
selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
d. Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 1530% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan
menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi
dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada
stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah
tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama
dengan stadium 3, yaitu:
- Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
- Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
- Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
- Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
- Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
- Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
- Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
- Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
- Sulit berkonsentrasi
e. Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada
stadium 5 antara lain:
- Kehilangan nafsu makan
- Nausea.
- Sakit kepala.
- Merasa lelah.
- Tidak mampu berkonsentrasi.
- Gatal gatal.
C. ETIOLOGI
Penyebab GGK (Price & Wilson, 2006), dibagi menjadi delapan, antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya

D. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (
Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal
dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat
diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal,
azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10%
dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin
serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul
oliguri. (Price, 1992: 813-814)

E. MANIFESTASI KLINIS
1 Gangguan pernafasan
2 Edema
3 Hipertensi
4 Anoreksia, nausea, vomitus
5 Proteinuria
6 Hematuria
7 Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
8 Anemia
9 Perdarahan
10 Turgor kulit jelek, gatal-gatal pada kulit
11 Distrofi renal
12 Hiperkalemia
13 Asidosis metabolic

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
2. Pielografi intravena
- Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
- Pielografi retrograde
- Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible
- Arteriogram ginjal
- Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
3. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
4. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
5. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis
6. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
7. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
10.Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),
efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
10. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
11.EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah:
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria)
terjadi dalam (24 jam 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal
contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan
memekatkan : menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal
dan rasio urin/ serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan
ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila
ginjal tidak mampu mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi
tambahan warna merah diduga nefritis glomerulus.

G. PENATALAKSANAAN
Konservatif
- Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam
amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan
300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan
lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin
kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Terapi Pengganti
- Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal
karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik dan
menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal
merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain
kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi
kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya.
Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen
bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru.
Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin seperti ginjal
saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua
sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor
kadaver).
- Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik
utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama,
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu. Anamnesa
mencakup identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat
kesehatan lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,
golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis,
alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system
perkemihan yang berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi,
penyait hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan
peran pada keluarga.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul.
Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung, edem
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran
GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram
otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi
penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif
memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan
glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan
metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
B. Diganosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi renal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler
paru
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
6. Mual berhubungan dengan paparan toksin
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan suplay
oksigen
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

1. NOC: NIC:
Kelebihan
Fluid balance Fluid Management:
volume cairan
Tujuan : 1. Pertahankan intake dan output secara akurat
berhubungan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Kolaborasi dalam pemberian diuretik
dengan
selama 3x24 jam kelebihan volume cairan 3. Batasi intake cairan pada hiponatremi dilusi dengan serum Na dengan jumlah
mekanisme
teratasi dengan kriteria: kurang dari 130 mEq/L
pengaturan
1. Tekanan darah (4) 4. Atur dalam pemberian produk darah (platelets dan fresh frozen plasma)
melemah 2. Nilai nadi radial dan perifer (4)
5. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, TD ortostatik, dan
3. MAP (4)
4. CVP (4) keadekuatan dinding nadi)
5. Keseimbangan intake dan output dalam
6. Monitor hasil laboratorium yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan
24 jam (4)
kegawatan spesifik, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkatan
6. Kestabilan berat badan (4)
7. Serum elektrolit (4) osmolalitas urin)
8. Hematokrit (4)
7. Monitor status hemodinamik (CVP, MAP, PAP, dan PCWP) jika tersedia
9. Asites (4)
10. Edema perifer (4) 8. Monitor tanda vital

Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BB sebelum dan sesudah prosedur
2. Observasi terhadap dehidrasi, kram otot dan aktivitas kejang
3. Observasi reaksi tranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat, HMT danelektrolit
6. Monitor CT

Peritoneal Dialysis Therapy:


1. Jelaskan prosedur dan tujuan
2. Hangatkan cairan dialisis sebelum instilasi
3. Kaji kepatenan kateter
4. Pelihara catatan volume inflow/outflow dan keseimbangan cairan
5. Kosongkan bladder sebelum insersi peritoneal kateter
6. Hindari peningkatan stres mekanik pada kateter dialisis peritoneal (batuk)
7. Pastikan penanganan aseptik pada kateter dan penghubung peritoneal
8. Ambil sampel laboratorium dan periksa kimia darah (jumlah BUN, serum kreatinin,
serum Na, K, dan PO4)
9. Cek alat dan cairan sesuai protokol
10. Kelola perubahan dialysis (inflow, dwell, dan outflow) sesuai protokol
11. Ajarkan pasien untuk memonitor tanda dan gejala yang mebutuhkan
penatalaksanaan medis (demam, perdarahan, stres resipratori, nadi irreguler, dan
nyeri abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada pasien untuk diterapkan dialisis di rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR, suhu, dan respon klien selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi (peritonitis)
2. Resiko NOC: NIC:
ketidakseimbang Electrolyte Balance Electrolyte Management
an elektrolit Tujuan: 1. Berikan cairan sesuai resep, jika diperlukan
berhubungan Setelah dilakukan asuhan selama 3x24 jam 2. Pertahankan keakuratan intake dan output
dengan ketidakseimbangan elektrolit teratasi dengan 3. Berikan elektrolit tambahan sesuai resep jika diperlukan
disfungsi renal kriteria hasil: 4. Konsultasikan dengan dokter tentang pemberian obat elektrolit-sparing
1. Peningkatan sodium (4) (misalnya spiranolakton), yang sesuai
2. Peningkatan potassium (4) 5. Berikan diet yang tepat untuk ketidakseimbangan elektrolit pasien
3. Peningkatan klorida (4) 6. Anjurkan pasien dan / atau keluarga pada modifikasi diet tertentu, sesuai
7. Pantau tingkat serum potassium dari pasien yang memakai digitalis dan diuretik
8. Atasi aritmia jantung
9. Siapkan pasien untuk dialisis
10. Pantau elektrolit serum normal
11. Pantau adanya manifestasi dari ketidakseimbangan elektrolit
3. NOC: NIC:
Gangguan
Respiration status: Gas Exchange Oxygen Therapy
pertukaran gas
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
berhubungan
Tujuan: 2. Kelola pemberian oksigen tambahan sesuai resep
dengan
Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 3. Anjurkan pasien untuk mendapatkan resep oksigen tambahan sebelum
perubahan
jam klien Gangguan pertukaran gas teratasi perjalanan udara atau perjalanan ke dataran tinggi yang sesuai
membran
dengan kriteria hasil: 4. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen
kapiler paru
1. Tekanan oksigen di darah arteri tambahan saat aktivitas dan/atau tidur
(PaO2) (4) 5. Pantau efektivitas terapi oksigen (pulse oximetry, BGA)
2. Tekan karbondioksida di darah arteri
6. Observasi tanda pada oksigen yang disebabkan hipoventilasi
(PaCO2) (4)
7. Monitor aliran oksigen liter
3. PH arterial (4)
4. Saturasi oksigen (4) 8. Monitor posisi dalam oksigenasi
5. Keseimbangan perfusi ventilasi (4)
9. Monitor tanda-tanda keracunan oksigen dan atelektasis
6. Sianosis (4)
10. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa tidak mengganggu pasien
dalam bernapas

4. NOC: NIC:
Kerusakan Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management
Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
integritas kulit membrane
1. Hindari kerutan pada tempat tidur
berhubungan 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Tujuan :
3. Mobilisasi klien akan adanya kemerahan
dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
4. Oleskan lotion atau minyak baby oil pada daerah yang tertekan
gangguan selama 3x24 jam kerusakan integritas klien 5. Memandikan klien dengan sabun dan air hangat
6. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
sirkulasi teratasi dengan criteria hasil :
7. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
1. Elastisitas (4)
8. Cegah kontaminasi feses dan urin
2. Hidrasi (4)
9. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka.
3. Perfusi jaringan (4)
10. Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik warna cairan,
4. Integritas kulit (4)
5. Abnormal pigmentasi (4) granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi local, formasi traktus
6. Lesi pada kulit (4) 11. Monitor aktivitas dan mobilitas klien
7. Lesi membran mukosa (4) 12. Monitor status nutrisi klien
5. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan asuhan selama 2x24, nyeri 1. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (misalnya tidur, nafsu
injury teratasi dengan kriteria hasil: makan, aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung
1. Kenali awitan nyeri (2) jawab peran).
2. Jelaskan faktor penyebab nyeri (2) 2. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin menyebabkan respon
3. Gunakan obat analgesik dan non
ketidaknyamanan klien (misalnya temperature ruangan, pencahayaan, suara).
analgesik (2) 3. Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
4. Laporkan nyeri yang terkontrol
untuk meringankan nyeri.
4. Observasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada klien
yang mengalami kesulitan berkomunikasi.
6. Mual NOC: NIC:
Nausea and Vomitting Control
berhubungan Nausea Management
Tujuan:
dengan paparan 1. Dorong pasien untuk memantau mual secara sendiri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Dorong pasien untuk mempelajari strategi untuk mengelola mual sendiri
toksin
selama 2x24 jam mual teratasi dengan 3. Lakukan penilaian lengkap mual, termasuk frekuensi, durasi, tingkat keparahan,
kriteria hasil: dengan menggunakan alat-alat seperti jurnal perawatan, skala analog visual, skala
1. Mengenali awitan mual (4) deskriptif duke dan indeks rhodes mual dan muntah (INV) bentuk 2.
2. Menjelaskan faktor penyebab (4) 4. Identifikasi pengobatan awal yang pernah dilakukan
3. Penggunaan anti emetik (4) 5. Evaluasi dampak mual pada kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif diberikan untuk mencegah mual
bila memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang telah berhasil menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk tidak mentolerir mual tapi bersikap tegas dengan penyedia
layanan kesehatan dalam memperoleh bantuan farmakologis dan nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang cukup dan tidur untuk memfasilitasi bantuan mual
10. Dorong makan sejumlah kecil makanan yang menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan memberikan suport emosional
7. NOC: NIC:
Intoleransi
Activity Tolerance Activity Therapy
aktivitas
Tujuan 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan
berhubungan
Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 program terapi yang tepat.
dengan 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
jam pasien bertoleransi terhadap aktivitas
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
gangguan
Kriteria hasil:
psikologi dan social
ketidakseimbang
1. Saturasi Oksigen saat aktivitas (4) 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
2. Nadi saat aktivitas (4) aktivitas yang diinginkan
an suplay 3. RR saat aktivitas (4) 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek.
4. Tekanan darah sistol dan diastol saat 6. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
oksigen
7. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
istirahat (4)
8. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
5. Mampu melakukan aktivitas sehari-
9. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
hari (ADLs) secara mandiri (4) 10. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
12. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
13. Monitor respon kardiovaskular terhadap aktivitas (takikardia, disritmia, sesak
nafas, diaphoresis, pucat, perubahan hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
15. Monitor responfisik, emosi, social dan spiritual.
DAFTAR RUJUKAN

Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama

Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC

Cahyanigtyas, Yulinda Dwi. 2012. Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease.


(https://www.scribd.com/doc/303170413/Lp-CKD). Diakses pada 31 Oktober 2016

Cahyono, Rizky Dwi, dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gagal Ginjal
Kronik.
(https://www.academia.edu/12971116/Asuhan_Keperawatan_pada_CKD). Diakses
pada 31 Oktober 2016

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Saintika, Dannial Bagus. 2015. Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease (CKD)

(https://www.scribd.com/doc/303170413/Lp-CKD). Diakses pada 31 Oktober 2016


infeksi vaskuler zat toksik
Obstruksi saluran kemih
reaksi antigen arteriosklerosis tertimbun ginjal
antibodi Retensi urin batu besar dan kasar iritasi / cidera jaringan

suplai darah ginjal turun


menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang

GFR turun

GGK

sekresi protein sekresi eritropoitiN turun


terganggu
sindrom uremia urokrom resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit gangguan nutrisi darah turun

(kelebihan volume cairan)

hipertrofi ventrikel kiri


perpospatemia gang. oksihemoglobin turun
vol. interstisial naik

beban jantung naik


tek. kapiler naik

keseimbangan perubahan warna


total CES naik

gangguan intoleransi
pruritis

preload naik
retensi Na

asam - basa kulit suplai O2 kasar turun aktivitas


perfusi jaringan
prod. asam naik
payah jantung kiri bendungan atrium kiri
as. lambung naik naik
edema

COP turun
nausea, vomitus iritasi lambung
tek. vena pulmonalis
aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
resiko infeksi perdarahan
turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
gangguan
gastritis - hematemesis
nutrisi RAA turun metab. syncope edema paru
mual, - melena
anaerob (kehilangan
muntah retensi Na & H2O timb. as.
anemia naik laktat naik kesadaran)
gang. pertukaran
kelebihan vol. - fatigue gas
intoleransi aktivitas
cairan - nyeri sendi

You might also like