You are on page 1of 3

Sebagian besar CO2 ditranspor di dalam darah sebagai ion bikarbonat.

Enam puluh persen


CO2 diubah menjadi ion bikarbonat (HCO3-) di dalam sel darah merah dengan reaksi sebagai
berikut.

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Pertama-tama, CO2 bergabung dengan H2O membentuk asam karbonat (H2CO3). Reaksi ini
terjadi secara lambat di dalam plasma, tapi di dalam sel darah merah reaksi ini berjalan lebih
cepat karena adanya enzim anhidrase karbonat, yang dapat mengkatalisa reaksi tersebut.
Sebagaimana karakter asam, beberapa molekul asam karbonat berdisosiasi secara spontan
menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat. Jadi, begitulah satu atom karbon dan dua atom
oksigen dari CO2 hadir di dalam darah. Keuntungannya adalah HCO3- lebih mudah larut di
dalam darah daripada CO2.

Keseimbangan asam basa

Adalah pengaturan konsentrasi ion hidrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh. Asam bersifat
memberikan ion hidrogen sedangkan basa bersifat menerima ion hidrogen. Asam adalah
sebuah substansi yang mengandung hidrogen serta biasanya berdisosiasi apabila berada di
dalam larutan untuk melepaskan H+ dan anion (ion bermuatan negatif). Banyak substansi
lainnya seperti karbohidrat juga mengandung hidrogen, namun karbohidrat tidak
dikelompokkan sebagai asam, sebab hidrogen di dalam karbohidrat memiliki ikatan molekul
yang sangat kuat dan tidak pernah berubah menjadi H+ bebas.

Asam kuat memiliki kecenderungan lebih besar untuk berdisosiasi daripada asam lemah.
Misalnya, asam hidroklorida (HCl) yang merupakan asam kuat, apabila dilarutkan ke dalam
H2O maka seluruh molekul HCl akan berdisosiasi menjadi ion H + dan Cl- (klorida).
Sedangkan pada asam yang lebih lemah seperti H2CO3, hanya sebagian molekulnya yang
berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-.

Basa adalah sebuah substansi yang dapat bergabung dengan H+ bebas dan mengeluarkannya
dari larutan. Basa kuat memiliki kemampuan mengikat ion H+ daripada basa lemah.

pH H2O murni adalah 7.0, dikenal juga dengan netral. Sejumlah kecil molekul H 2O
berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion hidroksil (OH -). Karena ion OH- memiliki
kemampuan untuk mengikat ion H+ kembali untuk membentuk molekul H 2O, OH-
ditentukan sebagai basa. Larutan yang memiliki pH < 7 memiliki [H +] daripada H2O murni
dan oleh karena itu ditentukan sebagai larutan asam. Sebaliknya, larutan yang memiliki pH
lebih besar daripada 7 memiliki [H+] lebih rendah dan disebut sebagai larutan basa atau
alkali.

Asidosis dan Alkalosis di dalam Tubuh

pH normal darah arteri adalah 7,45 dan pH darah vena adalah 7,35. Jadi pH darah rata-rata
adalah 7,4. pH darah vena lebih rendah (asam) daripada darah arteri karena ion H+ dihasilkan
dari pembentukan H2CO3 dari CO2 yang diambil dari kapiler jaringan. Asidosis terjadi apabila
pH darah di bawah 7,35, sedangkan alkalosis terjadi apabila pH darah di atas 7,45.
pH arteri di bawah 6,8 atau lebih besar dari pada 8,0 tidak dapat menyebabkan kematian.
Perubahan sedikit saja pada [H+] akan memberikan efek terhadap fungsi sel normal. Akibat
dari perubahan [H+] akan menimbulkan beberapa hal sebagai berikut:

- Gangguan sel saraf dan otot

Gangguan klinis utama akibat kenaikan [H+] (asidosis) adalah depresi sistem saraf
pusat. Pasien asidosis akan mengalami disorientasi dan apabila sudah parah pasien
bisa koma. Sedangkan pada alkalosis, gangguan klinis utama adalah eksitasi
berlebihan terhadap sistem saraf periferal dan kemudian sistem saraf pusat. Akibatnya
rangsangan normal akan menjadi berlebihan. Misalnya rangsangan pada saraf aferen
(sensorik) akan terasa seperti sensasi ditusuk-tusuk jarum. Pada saraf eferen (motorik)
akan terjadi kedutan pada otot, di kasus yang lebih parah akan terjadi spasme otot.
Alkalosis yang parah bisa menyebabkan kematian apabila spasme terjadi pada otot
respirasi yang mengganggu pernapasan. Overeksitasi pada sistem saraf pusat dapat
bermanifestasi sebagai nervousness.

- Gangguan aktivitas enzim

Perubahan jumlah H+ dapat mengubah bentuk dan aktivitas molekul protein.


Gangguan keseimbangan asam basa dapat mengganggu aktivitas metabolisme yang
dikatalisa oleh enzim-enzim tersebut. Beberapa reaksi kimia seluler ada yang
bertambah cepat namun adapula yang terdepresi.

- Pengaruh terhadap kadar K+ di dalam tubuh

Saat reabsorpsi Na+ dari filtrat, tubulus ginjal mensekresi K + atau H+ sebagai gantinya.
Peningkatan sekresi K+ akan menurunkan sekresi H+ dan begitu pula sebaliknya.
Sebagai contoh, jika ada lebih banyak H+ yang diekskresi di ginjal pada saat cairan
tubuh lebih asam, maka lebih sedikit ion K + yang dapat diekskresi. Retensi ion K +
dapat mengganggu fungsi jantung.

Sebagian besar ion H+ dihasilkan dari aktivitas metabolisme. Berikut ini sumber ion H + dalam
tubuh.

- Pembentukan asam karbonat.

Sumber utama ion H+ adalah dari pembentukan H2CO3 dari CO2 hasil metabolisme.
Oksidasi zat-zat makanan akan menghasilkan energi, serta CO2 dan H2O sebagai hasil
akhir. Katalisa pembentukan H2CO3 dilakukan oleh enzim anhidrase karbonat,
kemudian H2CO3 akan berdisosiasi menjadi ion H+ dan HCO3- bebas.

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Reaksi tersebut bersifat reversibel tergantung dari konsentrasi dari substansi-substansi


yang terlibat di dalam reaksi. Di dalam kapiler sistemik, jumlah CO2 meningkat ketika
CO2 hasil metabolisme jaringan masuk. Akibatnya pH darah menjadi asam karena
peningkatan produksi H+ dan HCO3-. Di paru-paru, terjadi reaksi yang berkebalikan.
CO2 dari kapiler paru masuk ke dalam alveoli lalu kemudian diekskresi keluar tubuh.
Penurunan jumlah CO2 di dalam darah membuat reaksi bergeser ke arah CO 2. Ion
hidrogen dan bikarbonat membentuk H2CO3, yang akan didekomposisi menjadi CO2
dan H2O kembali. CO2 akan diekshalasi sedangkan ion hidrogen pada jaringan akan
berikatan menjadi molekul H2O.

Sistem respirasi memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan asam basa
melalui kemampuan ventilasi paru dan ekskresi ion H + melalui pembentukan CO2.
Aktivitas respirasi dipengaruhi oleh [H+] di dalam arteri.

Ketika [H+] di dalam arteri meningkat sebagai hasil dari metabolisme, pusat respirasi
di batang otak akan menstimulasi refleks untuk meningkatkan ventilasi paru-paru
(frekuensi pertukaran gas antara paru dan atmosfer). Peningkatan frekuensi dan
semakin dalamnya pernapasan, menyebabkan lebih banyak CO2 yang dikeluarkan,
akibatnya semakin sedikit H2CO3 yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh. Karena
CO2 membentuk asam, ekskresi CO2 akan mengurangi asam berlebih yang diproduksi
dari aktivitas metabolisme.

Sebaliknya, ketika [H+] dalam arteri turun, ventilasi paru-paru juga akan menurun.
Akibatnya, frekuensi pernapasan menjadi lebih lambat dan lebih dangkal. CO2 hasil
metabolisme akan berdifusi dari sel ke dalam darah lebih cepat daripada yang bisa
diekskresi dari darah oleh paru-paru. Oleh karena itu, akan terjadi peningkatan
pembentukan asam dari CO2 yang terakumulasi di dalam darah, yang akan
meningkatkan [H+] menjadi normal kembali.

(SUMBER: Sherwood L. Human Physiology from Cells to Systems. Ed ke-6.


Belmont: Thomson Brooks/ Cole; 2007.)

You might also like