Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Sholawat Nariyah adalah sebuah sholawat yang disusun oleh Syekh Nariyah. Syekh yang satu ini hidup pada
jaman Nabi Muhammad sehingga termasuk salah satu sahabat nabi. Beliau lebih menekuni bidang ketauhidan. Syekh
Nariyah selalu melihat kerja keras nabi dalam menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan tentang Islam, amal saleh dan
akhlaqul karimah sehingga syekh selalu berdoa kepada Allah memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk nabi.
Doa-doa yang menyertakan nabi biasa disebut sholawat dan syekh nariyah adalah salah satu penyusun sholawat nabi
yang disebut sholawat nariyah.[i]
Jadi, dalam pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Nabi Muhammad berperan sebagai wasilah
yang bisa melancarkan doa umat yang bersholawat kepadanya. Inilah salah satu rahasia doa atau sholawat yang tidak
banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah didoakan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa
kepada Allah jangan lupa terlebih dahulu bersholawat kepada Nabi SAW, karena doa kita akan lebih terkabul daripada
tidak berwasilah melalui bersholawat.
Dalam membaca shalawat nariyah harus disertai keyakinan yang kuat, sebab Allah itu berada dalam prasangka
hambanya. Inilah pentingnya punya pemikiran yang positif agar doa kita pun terkabul. Meski kita berdoa tapi tidak
yakin (pikiran negatif) maka bisa dipastikan doanya tertolak.
Sholawat itu tanda cinta pada Rosulillah, tanda terimakasih yang tak terhingga, karena itu kita bisa bertauhid
mengenal Alloh Azza wa Jalla. Semoga kita dikumpulkan dalam panji Junjungan kita Nabi Muhammad al Musthofa saw
dan Semoga dengan membaca Sholawat ini kita bisa mendapatkan syafaatNYAAmiiin.
Ada faham yang mengatakan bahwa shalawat itu bidah dan termasuk perbuatan yang syirik. Yang sedemikian
itu janganlah kita mengatakan segala sesuatu yang belum kita ketahui dengan kata-kata bidah , syirik dan lain
sebagainya, itu karena kita tidak tahu ataupun kedangkalan ilmu kita. Pertanyaannya salahkah kita bersholawat kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang selama ini menjadi suri tauladan bagi umat Islam diseluruh dunia bahkan
malaikat saja bersholawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW?
Berawal dari masalah ini, saya akan mencoba membahas bahwa shalawat nariyah itu bukan merupakan suatu
perbuatan yang bidah, syirik dan lain sebagainya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalawat
Pengertian sholawat menurut arti bahasa adalah : DOA
Sedangkan meurut istilah adalah: Sholawat Alloh SWT kepada Rosululloh SAW berupa Rohmat dan
Kemuliaan( Rahmat Tadhim ) [ii]. Sholawat dari malaikat yang kepada Kanjeng Nabi SAW berupa
permohonan rahmat dan kemuliaan kepada Allah SWT untuk Kanjeng Nabi Muhammad SAW sedangkan
selain Kanjeng Nabi berupa permohonan rahmat dan ampunan, Sholawat orangorang yang beriman (
manusia dan jin ) ialah permohonan rohmat dan kemuliaan kepada Allah SWT. untuk Kanjeng Nabi SAW,
seperti :
ALLOHUMMA SHOLLI ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi, Hai orang-orang yang beriman,
bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS al Ahzab 33:56)
C. Bacaan shalawat Nariyah:
Allohumma sholli sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taaamman ala sayyidina
Muhammadinilladzi tanhallu bihil uqodu wa tanfariju bihil qurobu wa tuqdho bihil hawaaiju wa tunalu
bihir roghooibu wa husnul khowaatimu wa yustasqol ghomamu biwajhihil kariem wa ala aalihi wa
shohbihi fie kulli lamhatin wa nafasim biadadi kulli malumin laka
Artinya:
Ya Alloh berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang
sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan, lenyap segala
kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, semua diakhiri dengan kebaikan,
hujan diturunkan, berkat dirinya yang pemurah, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap
kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuanMU
H. Tawasul
Tawassul dalam pengertian Agama adalah berdoa kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara sesuatu
yang mempunyai nilai lebih. Tawassul berarti menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam usahanya untuk memperoleh
kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT, atau untuk mewujudkan keinginan dan cita citanya. Berdoa dengan bertawassul
maksudnya memohon kepada Allah dengan menyebutkan sesuatu yang dicintai dan diridloi-Nya.
Tawassul merupakan salah satu cara atau metode serta bentuk dalam memohon yang diarahkan dan dihadapkan
kepada Allah SWT, dengan menggunakan kelebihan sesuatu dalam doa tersebut. Sedang hakikat dalam berdoa
dengan bertawassul adalah menghadap yang sebenar benarnya kepada Allah SWT. Orang yang bertawassul itu sama
dengan berdoa dengan menggunakan media atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, kalau terjadi keyakinan
selain ini (hanya sekedar media / wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah) maka orang yang berdoa telah
melakukan Syirik.
Orang melakukan tawassul atau berperantara dengan seseorang karena dia mencintainya dan punya keyakinan
bahwa Allah juga mencintai orang tersebut (seseorang yang menjadi perantara tersebut) karena juga sebagai orang yang
Sholih. Namun bertawassul bukan merupakan keharusan dalam berdoa, bukan merupakan syarat dalam berdoa,
bukan penyebab terkabulkan doa, hanya sekedar menambah kemantapan (dalam perasaan) untuk terkabulkan doanya,
sedangkan dalam berdoa secara mutlak adalah permohonan yang tertuju khusus kepada Allah SWT.
Semua ulama sepakat bertawassul kepada Allah SWT dengan menggunakan amal Sholeh sendiri, sangat
dianjurkan, seperti kita melakukan sholat, berpuasa, baca Alquran atau bersedekah kemudian berdoa kepada Allah
dan bertawassul dengan puasanya, sholatnya, sedekahnya atau bacaan Alquranya. Bertawassul seperti ini sangat
diharapkan untuk bisa terkabulkan doanya dan memperoleh yang diminta. Dasar dari ungkapan ini adalah hadits Nabi
yang menceritakan tiga orang yang sedang berlindung didalam gua tapi guanya tertutup dengan batu, sehingga mereka
tidak bisa keluar, mereka sepakat memohon kepada Allah sambil bertawassul dengan Amal shalih yang pernah mereka
lakukan sebelumnya, yang satu bertawassul dengan perbuatan berbakti kepada kedua orang tuanya, yang satu lagi
bertawassul dengan pernah menjauhi perbuatan dosa atau maksiyat dan yang terakhir bertawassul dengan pernah
menanggung amanat orang lain tanpa pamrih sedikitpun. Hadits secara lengkap adalah sebagai berikut:
:
:
: :
:
: :
:
:
: :
:
:
: :
.
603 :
Dari Ibn Umar RA dari Nabi SAW berkata: ada tiga orang yang sedang melakukan perjalanan, kemudian
datang hujan, mereka berteduh di dalam gua disebuah gunung, dan runtuhlah sebuah batu besar menutup (pintu) gua
tersebut ,-Nabi bercerita- maka sebagian dari mereka mengatakan: Berdoalah kalian dengan bertawassul / berperantara
amal terbaik kalian, maka berdoalah seseorang dari mereka: Allahumma, saya mempunyai dua orang tua yang telah
renta, pekerjaan saya menggembala (disiang hari), pulang dan merah susu untuk mereka, aku bawakan susu kepada
mereka untuk diminum, kemudian untuk anak anak dan isteriku. Suatu malam aku terlambat pulang dan mereka telah
tidur, -Nabi SAW bercerita- saya tidak berani membengunkan mereka, anak anaku di kakiku iri dengan mereka, begitu
itu sampai fajar menyingsing. Ya Allah, Engkau tahu bahwa itu aku lakukan untuk mencari ridlo-Mu, maka bukakan batu
ini sehingga kami melihat langit. -Nabi SAW bercerita- maka dibukakanlah batu tersebut sedikit. Yang lain berdoa: Ya
Allah, Engkau tahu aku mencinta seorang perempuan dari sepupuku, seperti orang sedang dimabuk cinta pada wanita,
dia mengatakan: kamu tidak akan mendapatkan tubuhku kecuali memberi uang seratus dinar. Aku usahakan untuk
mengumpulkanya, sampai kuperolehnya, dan disaat aku sudah duduk diantara kedua pahanya, dia berkata: Takutlah
kamu kepada Allah, Jangan lah kamu lobangi cincin itu kecuali dengan hak haknya. Aku berdiri dan meninggalkanya.Ya
Allah, Kamu tahu aku melakukan itu karena mencari ridlo-Mu, maka bukakanlah batu ini. Maka terbukalah batu
tersebut dua pertiga. Dan yang lain berdoa: Ya Allah, Engkau tahu aku mempekerjakan seorang dengan bayaran
segantang jagung, pada waktu aku berikan upah kerjanya dia menolak dan pergi. Kemudian aku tanam jagung tersebut
dan berkembang sampai bisa untuk membeli sapi dan kandangnya. Beberapa tahun kemudian dia datang sambil berkata:
Hai Abdullah, berikan hak saya yang dulu, aku jawab: ambillah sapi itu, dia berkata: jangan mengejekku, -Nabi
bercerita-: aku menjawab: bukan aku mengejekmu, tapi itu milikmu. Ya Allah, ku lakukan itu karena mencari ridlo-Mu,
maka bukakanlah batu itu. Dan terbukalah batu tersebut. (HR Bukhori:603)
Namun yang menjadi permasalahan disini adalah bertawassul bukan dengan amal shalih sendiri, tapi
menggunakan keberadaan atau kepribadian orang lain, atau bertawassul dengan para Nabi, dengan para Wali Allah,
dengan orang Shalih dan lain sebagainya seperti;
Ya Allah saya bertawasul kepada-Mu dengan keagungan Nabi-Mu Muhammad SAW, Ya Allah saya bertawasul
kepada-Mu dengan Shahabat Nabi-Mu Abu Bakar Shidiq, Ya Allah saya bertawasul kepada-Mu dengan Kekasih-Mu
Wali-Mu Syekh Abdul Qodir Jaelani, Ya Allah selamatkan umat ini dengan Ahli perang Badar dan seterusnya, tawassul
semacam ini dikatakan oleh sebagian orang sebagai hal terlarang, yang bidah dan yang melakukanya menjadi musyrik.
Kalau kita perhatikan sejenak, bertawassul dengan keberadaan orang lain tersebut hakikatnya kita bertawassul dengan
amal kita sendiri, kita punya keyakinan bahwa seseoramg yang kita hormati dan kita cintai adalah orang yang dicintai
oleh Allah SWT, karena beliau adalah orang yang berjihad menegakkan agama Allah, Rasa cinta kita kepada orang
tersebut merupakan amal kita, dalam berdoa dan bertawassul tersebut seperti kita mengatakan: Ya Allah, saya
mencintai dia, dia telah mencintai-Mu, dia secara ikhlas berjuang menegakkan agama-Mu, dan saya percaya Engkau
mencintainya, Engkau ridlo atas perbuatanya, maka dengan ini aku bertawassul / berperantara dengan cintaku padanya
dan dengan keyakinanku bahwa Engkau mencintainya agar Engkau memberiku . Ungkapan ini dengan
ungkapan diatas tadi adalah sama, sehingga tidak ada larangan dari siapapun dalam melaksanakan doa dengan tawassul
seperti contoh contoh diatas.
Bahkan bertawassul merupakan ajaran yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam berbagai
kesempatan, dan adakalanya menyampaikan dalam sebuah cerita yang menjadi teladan atau beliau sendiri juga
melakukan. Beberapa dalil hadits berikut sebagai contoh tawassul:
1. Nabi Adam bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW.
: :
:
! :
! : !
:
:
2/615
Dari Umar ibn Khathab RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: ketika Adam melakukan
kesalahan, berdoa: Ya Tuhanku, saya memohon dengan keberadaan Muhammad, agar
Engkau mengampuniku. Allah bertanya: Hai Adam, Bagaimana kamu mengenal
Muhammad padahal Aku belum menciptakanya ? Jawab Adam: Ya Tuhanku, sewaktu
Engkau menciptakanku, dan meniupkan Ruh kepadaku, aku mengangkat kepalaku dan
kulihat tulisan di tiang Aresy : Lailaha illa Allah, Muhammad Rasulullah, dari situ aku ngerti
bahwasanya Engkau tidak menyandingkan ke Asma Mu kecuali makhluk yang paling
Engkau cintai. Allah berfirman: Kamu benar hai Adam, dia adalah makhluk yang paling
aku cintai, berdoalah dengan (bertawassul) keberadaanya maka Aku ampuni kamu,
seandainya tidak ada Muhammad aku tidak menciptakanmu. (HR Al Hakim 2\615)
Dalam hadits ini diceritakan oleh Rasulullah SAW bahwa Nabi Adam bertawassul dengan
Nabi Muhammad SAW, maka ada kesimpulan yang bisa dipetik sebagai berikut:
1. Nabi Adam bertawassul dengan makhluk yang belum diciptakan (Muhammad), berarti
boleh melakukan tawassul dengan orang yang tidak atau belum hidup.
2. Boleh bertawassul dengan keberadaan orang, bukan hanya dengan amal shalih.
3. Bertawassul dengan orang yang mempunyai nilai tinggi disisi Allah.
2. Orang Yahudi bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW.
89 }
Dan setelah datang kepada mereka Alquran dari Allah yang membenarkan apa yang ada
pada mereka, padahal sebelumnya mereka memohon (dengan bertawassul kedatangan
Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang orang kafir, maka setelah datang kepada
mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah
lah atas orang kafir. (QS 2:89)
Dalam ayat ini Allah menceritakan ulah kaum Yahudi yang mengingkari kedatangan seorang
Nabi yang mereka tunggu dengan membawa Kitab yang membenarkan / meluruskan kitab
milik mereka, dimana sebelumnya mereka selalu bertawassul / berperantara dengan Nabi
yang akan datang memohon kepada Allah untuk diberi kemenangan dalam setiap
berperang melawan orang orang kafir.
3. Tawassul dengan Nabi SAW semasa hidupnya.
:
:
:
:
16604 : .
:
Dari Utsman ibn Hanif, bahwasanya ada seorang lelaki buta menghadap Nabi SAW seraya
berkata: Doakanlah kepada Allah agar menyembuhkan kebutaanku. Nabi berkata: kalau
memang kamu mau akan aku doakan, dan kalau kamu bersabar akan lebih baik bagimu.
Orang tersebut berkata: doakanlah. Nabi memerintahkan agar mengambil air wudlu dengan
sempurna, kemudian meminta kepada Allah dengan doa seperti ini: Ya Allah, saya
memohon dan menghadap kepada Mu dengan perantara Nabi Mu Muhammad, Nabi
pembawa rahmat, saya menghadap denganmu (Muhammad) kepada Tuhanku dalam
urusanku agar dikabulkan untukku, Ya Allah kabulkanlah untukku. (HR Tirmidzi 16604,
haditsnya Hasan Shahih)
Dalam hadits riwayat Tirmidzi ini, Nabi mengajarkan bagaimana sebaiknya tawassul itu
dilakukan, diajarkan agar melakukan tawassul dengan dirinya, tapi doa tetap tertuju kepada
Allah SWT. Berdoa memang bisa langsung kepada Allah, bisa minta kepada orang yang
lebih shalih untuk mendoakan untuknya, tapi juga bisa dilakukan sendiri dan bertawassul
dengan Nabi seperti cerita kedatangan orang tersebut kepada Nabi agar beliau berkenan
mendoakan dan menjadi perantara / wasilah, atau juga doa bisa dilakukan dengan tanpa
tawassul, tapi bertawassul lebih baik bagi yang berdoa seperti yang diajarkan oleh beliau.
:
:
. :
5429 :
Dari Anas berkata: Cincin Nabi SAW dulu berada di tangan beliau, setelah itu berada pada
tangan Abu Bakar, terus berada pada tangan Umar setelah Abu Bakar, pada masa Utsman
sewaktu beliau duduk dipinggir sumur Aris Anas bercerita beliau melepas cincin
tersebut, namun cincin tersebut terlepas dan masuk kedalam sumur, selama tiga hari kami
mencari dengan Utsman, sampai sumur dikuras cincin tersebut tidak ditemukan. (HR
Bukhori:5429)
Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa barang bekas pakai oleh Nabi SAW bisa dibuat
tawassul, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka memakai cincin
Nabi SAW untuk apa kalau bukan untuk bertawassul disetiap langkah dan setiap aktivitas
agar memperoleh perlindungan Allah SWT, lebih jelasnya kita lihat hadits (
) berikut ini:
.- -
- -
.
23 / 14 )
Dari Abdullah berkata: Asma menunjukkan jubbah lorek lorek yang sakunya terbuat dari
sutera tebal yang biasa diperuntukkan para raja Kisra (Persia), dengan model terbelah
depanya, Asma mengatakan: ini Jubbah Rasulullah SAW yang biasa dipakainya, dulu ada
pada Aisyah, namun setelah Aisyah wafat aku pegang untukku, dan kami mencucinya kalau
ada orang sakit untuk pengobatan agar sembuh. (HR Muslim 14:23) [vi]
Beberapa sahabat Nabi bertawassul dengan jubbah beliau dalam urusan pengobatan untuk
setiap orang yang sakit, hal itu dikatakan dengan kata Nahnu yang artinya kami,
membuktikan bahwa dalam kepercayaan para sahabat terhadap barang barang yang
ditinggalkan oleh Nabi SAW adalah mempunyai nilai lebih dibandingkan barang biasa yang
juga bisa digunakan tawassul, selain jubbah dan cincin tersebut masih ada juga mereka
berebut rambut Nabi, helai perhelai disimpannya, bahkan air bekas wudlu beliaupun
diperebutkan disaat beliau masih hidup tanpa ada larangan dari beliau.
5. Tawassul dengan orang yang punya nilai lebih.
. :
:
954 :
Dari Anas ibn Malik bahwasanya Umar ibn Khathab apabila mengalami paceklik (kekeringan)
meminta hujan kepada Allah sambil bertawassul dengan Abbas ibn Abdul Muthalib, beliau berdoa:
Ya Allah, dulu kami meminta kepada Mu sambil bertawassul dengan Nabi Mu, tapi kini kami
memohon kepada Mu sambil bertawassul dengan paman Nabu Mu, maka turunkanlah hujan. Anas
berkata: maka turunlah hujan. (HR Bukhari:954)
6. Tawassul dengan kubur Nabi SAW.
:
:
:
.
92 :
Dari Abi al Jauza Aus ibn Abdillah bercerita: Penduduk Madinah dilanda kekeringan sangat
parah, mereka mengadu kepada Aisyah (Isteri Rasulullah), maka saran beliau: lihatlah
kuburan Rasulullah SAW dan jadikanlah (dalam doa kalian) sebagai kunci (tawassul) ke
langit, sehingga antara kuburan dan langit tidak ada atap yang menghalangi. Abu al Jauza
berkata: mereka melakukan saran tersebut, maka diturunkanlah hujan sampai rumput
tumbuh, dan onta gemuk, sehingga penuh dengan lemak, akhirnya disebut tahun yang
subur. (HR Dailami:92)
Demikianlah beberapa dasar yang digunakan legalisasi terhadap amaliyah tawassul, masih
banyak dasar lain yang tidak mungkin kita sebutkan satu persatu didalam lembaran yang
sangat terbatas ini, dan perlu diketahui bahwa ulama mengajarkan bertawassul bukan
berarti menyuruh mereka mengkultuskan kuburan atau penghuni kubur yang telah menjadi
bangkai dan hancur itu, namun kita dianjurkan bertawassul untuk memberi penghormatan
dan pengakuan atas kedudukan dan kemuliaan seorang alim, mengenang jasa dan jihad
mereka dalam menegakkan agama Allah.
Soal: Selain Tawassul tersebut diatas, bolehkah kita memohon kepada orang yang telah
meninggal untuk mendoakan kita?
Jawab: Dalam tradisi kita sering melakukan tawassul dengan menjadikan seseorang yang
punya nilai lebih tidak hanya sekedar sebagai wasilah seperti yang dijelaskan diatas,
namun meminta kepadanya agar mendoakan kepada Allah SWT, mengingat dalam
introsepeksi diri (muhasabah nafs) kita adalah manusia yang banyak dosa, berlipatkan
kesalahan, tidak luput dari perbuatan maksiyat, maka menghadap kepada orang yang
dianggap lebih bersih dari pribadi kita, orang yang lebih bertakwa, orang yang lebih dicintai
oleh Allah (walaupun telah meninggal) agar memintakan kepada Allah apa yang kita
inginkan.
Diantara saudara kita banyak yang berziyarah ke makam para wali, makam ulama dan
kiyai, dalam berziyarah tersebut mereka meminta (berdoa sambil bertawasssul) kepada
para wali, ulama, dan kiyai yang telah meninggal tersebut untuk memohonkan kepada
Allah atas hajat dan kebutuhan mereka. Dalam doanya mereka mengatakan: Ya Sunan
Kalijaga aku menghadap kepadamu memohon engkau berkenan memintakan hajat dan
kebutuhan saya kepada Allah, atau ungkapan doa: Romo kyai, kulo sowan nyuwun
dumateng jenengan kersoho nyuwunaken dumateng Alloh supados kulo diparingi.
Ini merupakan tawassul yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita, yang merasa
dirinya berlumurkan dosa dan kesalahan sehingga tidak layak meminta langsung kepada
Allah Yang Maha Suci, mereka bertawassul pada para wali, kiyai, atau ulama untuk
dimintakan kepada Allah SWT.
Hal itu sebagaimana terjadi pada masa Kholifah Umar ibn Khathab ketika dilanda
kekeringan yang berkepanjangan, yang menyebabkan kelaparan, paceklik, paila, atau
sejenisnya dengan cerita:
:
:
:
:
:
.
2/415
Dari Malik al Dari berkata: pada masa Umar ibn Khathab terjadi kekeringan yang
menyebabkan kelaparan, seseorang mendatangi kuburan Nabi SAW sambil berkata: Ya
Rasulallah, mintakanlah hujan kepada Allah untuk kepentingan ummatmu, karena mereka
telah hancur (karena kekeringan). Rasulullah SAW mendatanginya dalam mimpi dan
mengatakan: datanglah kepada Umar, sampaikan salam dariku, dan sampaikan mereka
akan diturunkan hujan, serta katakan kamu akan mendapat balasan pahalanya. Orang
tersebut mendatangi dan mengabarkan pada Umar, beliau berkata: Ya Tuhanku, saya
tidak akan berlebih lebihan kecuali sesuai kemampuanku. (HR Baihaqi dan ibnu Abi
Syaibah serta Al Bukhori dalam kitab al Tarikh))
Kedatangan seorang sahabat Nabi yang bernama Bilal bin al Harits al Muzani ke kuburan
Nabi SAW dan minta kepada Nabi untuk memohonkan kebutuhan umat kepada Allah, yang
kemudian dalam cerita tersebut tidak mendapat tentangan dan larangan dari sahabat yang
lain, hadits ini merupakan dasar dari tawassul minta didoakan oleh para wali atau kiyai
yang telah meninggal.
Dengan demikian berarti segala jenis dan cara bertawassul yang sesuai dengan apa yang
telah kami tulis diatas adalah sesuai dengan ajaran syariah Islam, bukan merupakan hal
yang bidah apalagi syirik.
Dari penjelasan tersebut, dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bertawassul adalah berdoa kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara /
wasilah. Dan wasilah dalam doa ini bisa bermacam macam.
2. Doa dengan Tawassul ini tidak ada nilai tambah dibanding doa langsung kepada Allah
SWT, namun untuk memperkuat keyakinan bahwa doa kita akan terkabulk an oleh Allah,
karena banyak kita temukan dasar yang menyatakan diantaranya bila kita selesai
mengkhatamkan Alquran maka doa saat itu akan terkabulkan. Sehingga kita dalam
berdoa bertawassul dengan khatam Alquran untuk terkabulkan doanya
3. Bertawassul dengan Amal Saleh sendiri adalah sangat dianjurkan, mengingat hal itu
diceritakan oleh Nabi SAW sebagai contoh bukti amal baik.
4. Sarana yang bisa digunakan Wasilah atau Tawassul adalah:
a. Orang yang mempunyai nilai lebih, mempunyai nilai tinggi disisi Allah, dalam keadaan
hidup; seperti Nabi, Wali, Kyai, dan lain sebagainya.
b. Orang yang telah meninggal dunia namun disaat hidupnya dia mempunyai nilai lebih.
Seperti jenazah para wali atau ulama dan lainya.
c. Barang peninggalan yang terkait langsung dengan pribadi yang punya nilai lebih
tersebut. Seperti senjata peninggalan para wali, pakaian para Wali dan seterusnya.
d. Tempat yang pernah dipakai sosok tersebut diatas. Seperti petilasan Nabi SAW,
Kuburan Nabi SAW, Kuburan Wali, tempat bertapa / semedi (goa Hiro) dan lain
sebagainya.
e. Secara teori, ada dasar bahwa sesuatu tersebut punya nilai lebih, seperti air Zam zam,
Hajar Aswad, Multazam, Raudloh dan seterusnya.
f. Amal baik dari seseorang, terutama amal yang teristimewa baginya, sangat mendorong
untuk terkabulkan doanya, karena diiringi perasaan yang mantap dalam berdoa akan
terkabulkan doanya.
g. Keagungan, kehebatan atau keistimewaan orang lain, seperti tawassul dengan Ahli
Badr, Tawassul dengan Jah Rasulullah.
5. Boleh meminta kepada orang yang telah meninggal dunia untuk memohonkan kepada
Allah SWT atas hajatnya. Orang yang meninggal dunia mendengar salam kita, mengenal
kita, bahkan mendengar ucapan kita (lihat pembahasan Ziyarah Kubur), mereka bila
sebagai orang saleh, maka akan memohonkan kepada Allah SWT atas apa yang kita
inginkan.
6. Sebagai manusia yang tak lepas dari dosa, berlumurkan dosa, penuh dengan khilaf,
kiranya kurang layak bila meminta langsung kepada Sang Kholik, namun kita menjadikan
orang yang saleh, yang bersih dari dosa, yang lebih taat dari kita unt7uk memintakan dan
memohonkan hajat kita kepada Allah SWT.
7. Bertawassul merupakan ajang silaturrohim dari yang masih hidup dengan yang telah
meninggal, bila yang meninggal itu punya nilai lebih dibanding yang masih hidup, maka
kedatangan yang masih hidup merupakan sowan dan menghadap.
I. Analisis mengenai shalawat nariyah
Dari berbagai pendapat para ulama tentang pembacaan shalawat di atas lebih banyak manfaatnya
dan memang anjuran bagi semua kaum muslimin di seluruh dunia. Dari ini semua shalawat memang tujuan
dari pada semua ummat Islam untuk mencapai ridha Ilahi dan syafaat dari Nabi Agung Muhammad SAW
untuk mencapai derajat kebahagiaan yang haqiqi.
Mengenai shalawat nariyah, tidak ada dari isinya yg bertentangan dg syariah, makna kalimat : yang
dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala
keinginan dan kesudahan yang baik, serta, adalah kiasan, bahwa beliau saw pembawa Alquran,
pembawa hidayah, pembawa risalah, yg dg itu semualah terurai segala ikatan dosa dan sihir, hilang segala
kesedihan yaitu dengan sakinah, khusyu dan selamat dari siksa neraka, dipenuhi segala kebutuhan oleh
Allah swt, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik yaitu husnul khatimah dan sorga,
Ini adalah kiasan saja dari sastra balaghah arab dari cinta, sebagaimana pujian Abbas bin
Abdulmuttalib ra kepada Nabi saw dihadapan beliau saw : dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan
cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Quran) kami terus
mendalaminya (Mustadrak ala shahihain hadits no.5417), tentunya bumi dan langit tidak bercahaya
terang yg terlihat mata, namun kiasan tentang kebangkitan risalah.
Sebagaimana ucapan Abu Hurairah ra : Wahai Rasulullah, bila kami dihadapanmu maka jiwa kami
khusyu (shahih Ibn Hibban hadits no.7387), Wahai Rasulullah, bila kami melihat wajahmu maka jiwa kami
khusyu (Musnad Ahmad hadits no.8030)
Semua orang yg mengerti bahasa arab memahami ini, Cuma kalau mereka tak faham bahasa maka
langsung memvonis musyrik, tentunya dari dangkalnya pemahaman atas tauhid,
Mengenai kalimat diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, adalah cermin dari bertawassul pada
beliau saw para sahabat sebagaimana riwayat shahih Bukhari.
Mengenai anda ingin membacanya 11X, atau berapa kali demi tercapainya hajat, maka tak ada dalil
yg melarangnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi menurut pandangan berbagai ulama di atas dapat disimpulkan bahwa, pembacaan shalawat nariyah
bukan merupakan bidah dan syirik. Bahkan shalawat nariyah merupakan sebuah doa yang ditujukan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW yang dengan harapan bertawasul kepada beliau dapat menjadikan terkabulnya
semua hajat dari yang membaca. Karena kita bertawasul dengan orang yang dikasihi oleh Allah SWT. Namun
demikian itu tergantung dari keyakinan dari si pembaca shalawat itu.
B. Penutup
Demikian sekedar pembahasan tentang keabsahan dan keberadaan shalawat nariyah. Semoga dengan
pembahasan ini dapat menambah wawasan pada kita sebagai warga NU khususnya dan bagi seluruh ummat Islam
di dunia pada umumnya. Saya yakin pembahasan ini masih kurang sempurna, untuk itu saya harapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kelengkapan pembahasan ini. Kurang lebihnya saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya.