Professional Documents
Culture Documents
Askep Anosmia
Oleh kelompok 1
Wika Safitri
Nur Asyia
Ineal verazkia
Novlin malompa
Tahun 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-
Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Askep
Anosmia . Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam rangka kuliah Sistem persepsi sensori STIKes Widya Nusantara Palu.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan kami yang dimiliki.
Maka dari itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan kami demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Gejala
E. Komlpikasi
F. Patofisiologi
G. Penatalaksanaan medis
H. Jurnal
A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
C. Rencana keperawatan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki lima indera yang sangat penting dalam
mempersepsikan benda yang ada disekitarnya. Salah satu dari kelima
indera tersebut adalah indera penghidu (penciuman). Fungsi penghidu
pada manusia mempunyai peranan penting dalam menjalani kehidupan.
Manusia dapat mencium aroma lezat makanan, wangi parfum dan bunga
serta benda lain yang mempunyai aroma tertentu. Di sisi lain dengan
fungsi penghidu yang normal, manusia mampu mendeteksi kebocoran gas
(Liquid Petroleum Gas) atau benda lain yang mengandung zat berbahaya.
Jadi gangguan dalam fungsi penghidu atau hilangnya sensasi penghidu
(anosmia)dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kondisi psikologis
penderita.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan umum
Tujuan khusus
LAPORAN PENDAHULUAN
Bagian dari hidung (nasal) yang berperan dan terlibat dalam sensai
penghidu adalah neuroepitel olfaktorius, bulbus olfaktorius dan
korteks olfaktorius. (Huriyati, 2013)
1. Neuroepitel olfaktorius
2. Bulbus olfaktorius
3. Korteks olfaktorius
B. Definisi
Anosmia adalah kelainan pada indra penciuman,atau dalam kata lain
ketidakmampuan seseorang mencium bau. Anosmia bisa berupa penyakit
yang bberlangsung sementara maupun permanen.istilah yang
berhubungan,hiposmia,merujuk pada berkurangnya kemmpuan
mencium,sedangkan hiperosmia berarti meningkatnya kemampuan
penciuman.
C. Etiologi
Trauma kepala
D. Manifestasi klinik
Kemampuan penghidu normal didefinisikan sebagai normosmia.
Gangguan penghidu dapat berupa:
(Wrobel, 2005)
E. Patofisiologi Anosmia
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan pencitraan.
Test ini berkembang di Amerika, pada tes ini terdapat 4 buku yang
masing-masing berisi 10 odoran.2 Pemeriksaan dilakukan dengan
menghidu buku uji, dimana didalamnya terkandung 10-50 odoran.
Hasilnya pemeriksaan akan dibagi menjadi 6 kategori yaitu normosmia,
mikrosmia ringan, mikrosmia sedang, mikrosmia berat, anosmia, dan
malingering.
Tes Sniffin Sticks adalah tes untuk menilai kemosensoris dari penghidu
dengan alat yang berupa pena. Tes ini dipelopori working group olfaction
and gustation di Jerman dan pertama kali diperkenalkan oleh Hummel
et.al., (2007), dan kawan-kawan. Tes ini sudah digunakan pada lebih dari
100 penelitian yang telah dipublikasikan, juga dipakai di banyak praktek
pribadi dokter di Eropa.
Pengujian dilakukan dengan membuka tutup pena selama 3 detik dan pena
diletakkan 2 cm di depan hidung, tergantung yang diuji apakah lubang
hidung kiri atau lobang hidung kanan
Hal ini dapat diatasi dengan memberikan istilah lain yang familiar untuk
odoran tersebut. Menurut Shu et. al.,(2007), tes Sniffin Sticks dapat
digunakan pada penduduk Asia.
OSIT-J terdiri dari 13 bau yang berbeda tapi familiar dengan populasi
Jepang yaitu condessed milk, gas memasak, kari, hinoki, tinta, jeruk
Jepang, menthol, parfum, putrid smell, roasted garlic, bunga ros, kedelai
fermentasi dan kayu. Odoran berbentuk krim dalam wadah lipstik.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengoleskan odoran pada kertas parafin
dengan diameter 2 cm, untuk tiap odoran diberi 4 pilihan jawaban. Hasil
akhir ditentukan dengan skor OSIT-J.
2) Elektro-Olfaktogram (EOG).
Drugs
Topical corticosteroids.
Surgery
Bahwa anosmia yang diikuti dengan infeksi virus pada saluran nafas
bagian atas, belum ada terapi yang efektif. Tetapi bagaimanapun jika saraf
olfaktori masih belum mengalami kerusakan berat akan menunjukkan
perbaikan seiring waktu dalam beberapa bulan/ tahun mendatang.
Meskipun tidak semua pasien dapat ditolong, pasien patut diberi apresiasi,
perhatian dan tetap diobservasi dengan sungguh-sungguh
(Huriyati, 2013)
ASKEP
Pengkajian Data :
a. Anamnesa
b. Data demografi :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Status :
Agama :
Suku bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Dx medis :
c. Keluhan utama :
Klien merasakan buntu pada hidung dan nyeri kronis pada hidung, kehilangan
sensasi pembauan.
1) B1 (breath) :
3) B3 (brain):
4) B4 (bladder) : -
5) B5 (bowel):
6) B6 (bone): -
Diagnosa Keperawatan :
NIC
Diagnosa 2
NOC
NIC
NOC
NIC
Diagnosa 4
NOC
Diagnosa 5
NOC
NIC
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Ganong WF. Smell and taste. In Review of medical physiology. 20th ed. San
Fransisco: Medical Publishing Division; 2001. p. 340-7
Raviv JR, Kern RC. Chronic Rhinosinusitis and olfactory dysfunction. In:
Hummel T, Lussen AW, editors. Taste and smell. Vol 63. Switzerland: Karger;
2006. p. 108-24.