Professional Documents
Culture Documents
Kasus 4
Seorang perempuan berusia 18 tahun diantar datang ke unit gawat darurat dengan keluhan
kesemutan di kedua telapak kaki disertai dengan kelemahan. Pasien 1 minggu lalu mengeluh
sakit demam, batuk dan pilek.
STEP 1
Kasus (keluhan)
Keluhan utama : Kesemutan di kedua telapak kaki disertai dengan kelemahan
STEP 2
Resume Literatur Review
LAIN-LAIN
AUTOIMUN
Stroke
Sindrom Guillain
Neuropati Barre
Penuruan kesadaran
Miopati disertai demam
tinggi dan jantung
berdebar-debar
STEP 3
A. Autoimun
1. Sindrom Guillain Barre
Definisi
Sindrom Guillain Barre merupakan suatu kelompok heterogen dari proses
yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi, dimana sistem
imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya
disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, Sindrom Guillain
Barre merupakan suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan
otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau
tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian Sindrom Guillain
Barre yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat,
kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa.(1)
2
Etiologi
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan
oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat
terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia
lanjut. Pada tipe yang paling berat, Sindrom Guillain Barre menjadi suatu kondisi
kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita
membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara.(1)
Patagonesis dan Patofosiologi
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana Sindrom Guillain Barre
terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang.Yang diketahui ilmuwan sampai saat
ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan
suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun.Umumnya sel-sel imunitas
ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu, namun pada Sindrom
Guillain Barre, sistem imun mulai menghancurkan selubung mielin yang
mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah
teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori
yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya
infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf,
sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut
kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk
menyerang mielin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan
memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung mielin dan
menyebabkan destruksi dari mielin.(1)
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis
yang berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh
suatu selubung yang dikenal sebagai mielin, yang mirip dengan kabel listrik yang
terbungkus plastik.Selubung mielin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf.
Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada
kecepatan lebih dari 50 km/jam.(1)
3
Mielin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan
daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada
daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan
semakin lambat.(1)
Pada Sindrom Guillain Barre, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig)
sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti
bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai
mielin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi
inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang
akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak
penghasil mielin. Dengan merusaknya, produksi mielin akan berkurang, sementara
pada waktu bersamaan, mielin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring
dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap.
Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang, transmisi sinyal melambat,
terblok, atau terganggu, sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan
menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.Untungnya, fase ini bersifat sementara,
sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan
pasien akan kembali pulih.(1)
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan
medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari
saraf kranialis dan saraf spinal.Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak
dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit.Tergantung
fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan
otonom (involunter).(1)
Pada Sindrom Guillain Barre, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga
muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik,
kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah Sindrom
Guillain Barre dikenal sebagai neuropati perifer.(1)
4
Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang
serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses
penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa
pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi,
sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa
bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
3. Fase penyembuhan
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan
dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibodi
yang menghancurkan mielin, dan gejala berangsur-angsur menghilang,
penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama
pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan
kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita
untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati
nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini
juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu
bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap
menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah
penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan
saraf yang terjadi pada fase infeksi.
Pemeriksaan Penunjang
a) Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial 1 Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3 1 Varian.
b) Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
c) Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3.
Penatalaksanaan
a) Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.(5)
b) Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih
cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
6
ptosis. Miotonia yaitu kontraksi terus-menerus sebuah kelainan otot yang terjadi
diluar kehendak (involunter), merupakan gejala neuromuskular yang utama
pada penyakit ini. Distrofi motorik merupakan satu-satunya distrofi yang
menunjukkan perubahan patologis dalam gelendong otot dengan pembelahan,
nekrosis, dan regenerasi serabut. Pada berbagai bentuk klinis miotonia, waktu
relaksasi otot menjadi lebih panjang setelah melakukan kontraksi volunter.
Miotonia tersebut disebabkan oleh gen-gen abnormal pada kromosom 7, 17,
atau 19 yang menyebabkan kelainan saluran-saluran ion Na+ atau Cl-.(2)
Gangguan Turunan Lainnya :(2)
1) Miopati Kanal Ion
a) Paralisis periodik hipokalemik, hiperkalemik,dan normokalemik Episode kambuhan
paralisis hipotonik berkaitan dengan kadar kalium serum yang bervariasi. Paralisis
periodik hiperkalemik disebabkan oleh mutasi dalam kanal natrium otot (gen pada
kromosom 17).
b) Hiperpireksia Maligna
Kelainan ini merupakan sindrom autosom dominan dengan krisis hipermetabolik
yang terjadi secara dramatis (takikardi, takipnea, spasme otot dan kemudian
hiperpireksia) dan dipicu oleh anestesia.
2) Miopati Metabolik
Mutasi gen-gen yang mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein menjadi CO2 dan H2O di otot serta proses pembentukan
ATP, akan menyebabkan miopati metabolik.
Manifestasinya sangat beragam, bergantung pada kelainan genetik tertentu. Tetapi
semuanya memperlihatkan gejala ketidaktahanan terhadap kerja dan kemungkinan
terjadinya kerusakan otot yang disebabkan oleh pengumpulan metabolit-metabolit yang
toksik.
3) Miopati kongenital
Kelompok penyakit otot ini ditandai oleh kelemahan otot proksimal atau menyeluruh
yang bersifat nonprogresif atau progresif lambat dengan onset pada usia dini dan
hipotonia (floppy babies) atau kontraktur sendi yang berat (artrogriposis).
4) Miopati Mitokondria
Miopati mitokondria secara khas ditemukan pada usia dewasa muda dengan
manifestasi kelemahan otot proksimal yang kadang-kadang disertai kelainan berat otot
mata. Kelemahan dapat disertai gejala neurologis lain, asidosis laktat dan kardiomiopati.
9
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan lab :
a. Elktrolit, kalsium, magnesium
b. Serum mioglobin
c. Hitung darah lengkap
d. LED, autoantibodi ( pada penyakit yang didapat )
e. Kreatinin kinase (dilepaskan dari sel-sel otot yang rusak)
- EMG
- Biopsi otot
- Urinalisis : mioglobinuria diindikasikan bila urinalisis (+) dengan sedikit RBCs pada
evaluasi mikroskopik
- Tes fungsi tiroid
- AST
Komplikasi
1. Aritmia jantung
2. Hipertensi
3. Disfagia
4. Gangguan pernapasan
5. Endokrinopati
6. Katarak
7. Seizure dan displasia cerebral
8. Kematian
3. Stroke
Definisi
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab
kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada
masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami
stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia.(3)
Etiologi
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh lebih sedikit
daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok usia yang lebih muda
bisa lebih buruk.
12
Kondisi turun temurun predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat
sel sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan
trombositosis. Namun belum ada perawatan yang memadai untuk hemoglobinopati,
tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan hiperlipidemia akan merespon
untuk diet atau mengurangi lemak obat jika perlu. Identifikasi dan pengobatan
hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses aterosklerosis dan
mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia dewasa.(3)
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 30 menit,
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu,
c. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,
d. Completed Stroke. Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi : Trombosis
Aterosklerosis (tersering), Vaskulitis, arteritis temporalis, poliarteritis nodosa,
Robeknya arteri karotis, vertebralis (spontan atau traumatik); Gangguan darah:
polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).(3)
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan
intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura
aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark
hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan.(3)
13
Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak
selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti
pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus
infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.(3)
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan
defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang
cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi
biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50%
sampai 75% pasien.(3)
14
1) Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara :
- Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
- Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
- Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA)
adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.(3)
Gambaran Klinis
Infark pada Sistem Saraf Pusat (3)
Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena.
Infark total sirkulasi anterior (karotis):
- Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal),
- Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus)
- Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya
fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).
Infark parsial sirkulasi anterior:
Infark lakunar:
Vertebrobasilar:
a. Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif
b. Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut)
c. Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini terjadi
secara bersamaan.(3)
Perdarahan Subarakhnoid
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri
kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia,
mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda Kernig).
Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema papil
dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
a. Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial
b. Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan, Spasme pembuluh darah, akibat
efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia.(3)
Perdarahan Intraserebral Spontan
Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung dari lokasi
perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis
biasanya jelas dari CT scan.(3)
18
Diagnosis
Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, segera ditegakkan
dengan :
Skor Stroke: Algoritma Gajah Mada(3)
Penurunan Nyeri kepala Babinski Jenis Stroke
kesadaran
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
- Keganasan
- Trauma : neuropati jebakan
- Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri
- Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders
Patomekanisme dan gambaran klinik
Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan
berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, dan
sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara
langsung maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya
hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu
terjadinya remodelling atau hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi
yang masih berhubungan dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh
tunas-tunas baru(sprouting).(6)
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron
sebagai stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini
dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum
dorsalis (untuk viseral), sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan
korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya
aktivitas neuron; rendahnya ambang bata stimulus terhadap aktivitas neuron itu
sendiri misalnya terhadap stimulus yang non noksious, dan luasnya penyebaran areal
yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari
berbagai neuron.(6)
22
Secara umum neuropati perifer terjadi akibat 3 proses patologi yaitu degenerasi
wallerian, degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental. Proses spesifik dari
beberapa penyakit yang menyebabkan neuropati masih belum diketahui.(6)
Pada degenerasi wallerian, terjadi degenerasi myelin sebagai akibat dari kelainan
pada akson. Degenerasi akson berlangsung dari distal sampai lesi fokal sehingga
merusak kontinuitas akson. Reaksi ini biasanya terjadi pada mononeuropati fokal
akibat trauma atau infark saraf perifer.Degenerasi aksonal, yang biasanya disebut
dying-back phenomenon, kebanyakan menunjukkan degenerasi aksonal pada daerah
distal. Polineuropati akibat degenerasi akson biasanya bersifat simetris dan selama
perjalanan penyakit akson berdegenerasi dari distal ke proksimal. Proses ini sering
didapatkan pada penderita polineuropati kausa metabolik. Pada degenerasi akson dan
Wallerian, perbaikannya lambat karena menunggu regenerasi akson, disamping
memulihkan hubungan dengan serabut otot, organ sensorik dan pembuluh darah.(6)
Pada demielinisasi segmental terjadi degenerasi fokal dari myelin. Reaksi ini
dapat dilihat pada mononeuropati fokal dan pada sensorimotor general atau
neuropati motorik predominan. Polineuropati demielinasi segmental yang didapat
biasanya akibat proses autoimun atau yang berasal dari proses inflamasi, dapat
pula terdapat pada polineuropati herediter. Pada kelainan ini perbaikan dapat
terjadi secara cepat karena yang diperlukan hanya remielinisasi.(6)
Pada polineuritis idiopatik akut dapat terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma dan
sel mononuklear pada akar-akar saraf spinalis, sensorik dan ganglion simpatis dan
saraf perifer. Pada polineuropati difteri terjadi demielinisasi pada serat-serat saraf
di akar dan ganglion sensorik dengan reaksi inflamasi. Mekanisme yang
mendasari neuropati perifer tergantung dari kelainan yang mendasarinya. Diabetes
sebagai penyebab tersering, dapat mengakibatkan neuropati melalui peningkatan
stress oksidatif yang meningkatkan Advance Glycosylated End products (AGEs),
akumulasi polyol, menurunkan nitric oxide, mengganggu fungsi endotel,
mengganggu aktivitas Na/K ATP ase, dan homosisteinemia. Pada hiperglikemia,
glukosa berkombinasi dengan protein, menghasilkan protein glikosilasi, yang
dapat dirusak oleh radikal bebas dan lemak, menghasilkan AGE yang kemudian
merusak jaringan saraf yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim antioksidan
dapat mempengaruhi sistem pertahanan menjadi kurang efisien. Nitric oxide
memainkan peranan penting dalam mengontrol aktivitas Na/K ATPase . Radikal
superoksida yang dihasilkan oleh kondisi hiperglikemia mengurangi stimulasi
23
Gambaran Klinis
1. Metabolik
a. Neuropati diabetik :
b. Polineuropati uremikum :
Gejala & tanda : gangguan sensorimotor simetris pada tungkai dan tangan, rasa
gatal, geli dan rasa merayap pada tungkai dan paha memberat pada malam hari,
membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome).(6)
Ketika pasien mengeluh rasa kebas, keram, nyeri atau lemah utamanya
dibagian distal ekstremitas, langkah pertama adalah menentukan letak lesi
apakah lesinya di saraf perifer, radix atau plexus. Lesi CNS biasanya disertai
gejala lain seperti sulit berbicara, diplopia, ataxia, kelemahan nervus cranialis,
atau pada kasus mielopati didapatkan penurunan fungsi digestif dan kandung
kemih, refleks patologis positif dan tonus otot spastik. Jika lesinya pada saraf
perifer biasanya menunjukkan gejala asimetrik dan gangguan sensorik yang
mengikuti dermatom, bisa juga disertai nyeri leher atau low back pain. Lesi
pada pleksus juga menunjukkan gejala yang asimetrik dengan gangguan
sensorik pada beberapa nervus pada satu ekstremitas.(6)
Pemeriksaan Penunjang
STEP 4
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 18 Tahun
Alamat : Cirebon
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kesemutan di kedua kaki disertai dengan kelemahan.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan mengalami kesemutan di kedua talapak
kaki sejak 12 jam yang lalu. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba, saat pasien sedang
beraktivitas. Kesemutan lama kelamaan menjalar hingga ke kedua tungkai bawah disertai
dengan kesemutan dikedua telapak tangan. Keluhan disertai dengan kelemahan dikeua
tungkai bawah. Keluhan tidak disertai nyeri. Pasien sadar, tidak ada riwayat trauma atau
terjatuh sebelumnya. Mual, muntah disangkal, kejang disangkal, demam disangkal. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
RIWAYAT PENAKIT DAHULU
Pasien 1 minggu yang lalu mengeluh sakit demam, batuk dan pilek, sudah diobati
dengan obat flu biasa. Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Riwayat
Hipertensi maupun diaetes melitus disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat hipertensi, alergi maupun diabetes melitus disangkal.
RIWAYAT KEBIASAAN/POLA HIDUP
Pasien adalah seorang pelajar SMA kelas XII. Pasien tinggal bersama kedua orang
tuanya. Pasien tidak merokok maupun minum alkohol dan tidak mengonsumsi obat
terlarang.
26
3. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran / GCS : Compos mentis / 15
Tanda-tanda vital : Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 82x / menit
Pernapasan 30x / menit
Suhu 36,60C
BB : 45 kg
TB : 152 cm
Head to toe
Kepala : Normochepal
Wajah : Wajah simetris, tidak tampak nyeri, tidak tampak luka.
Mata : Struktur okular eksterna simetris, tidak ada lesi.
Conjungtiva anemis (-/-) Sklera ikhterik (-/-)
Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Cavitas nasal dalam batas normal
Mulut : Mukosa oral tampak basah, sianosis (-)
Uvula di tengah, lidah tidak terdapat deviasi
Telinga : Struktur telinga eksterna simetris, tidak ada jejas, sekret (-/-)
Leher : Tidak ada jejas
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran tiroid
Thoraks : Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi : Taktil fremitus normal
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
(Paru) : Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
(Jantung) : Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler
Tidak ada gallop dan murmur.
Abdomen : Inspeksi : Abdomen datar
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani diseluruh regio abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, hati dan limpa tidak
teraba.
27
4) SISTEM MOTORIK
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan 4 4
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger. Involunter (-) (-)
Ekstremitas
bawah 3 3
Kekuatan Normal Normal
Tonus Eutrofi Eutrofi
Trofi (-) (-)
Ger. Involunter
Badan
Trofi Eutrofi Eutrofi Tidak ada kelainan
Ger. involunter (-) (-)
5) SISTEM SENSORIK
Kanan Kiri Keterangan
Raba (-) (-)
6) Refleks
Patologis:
Babinski (-) (-) Refllekspatologis negative
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schuffner (-) (-)
Hoffmen (-) (-)
Tromner (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Reflex premitif: Reflex premitiftidakada
Palmumental
Snout
7) Fungsi koordinasi
DBN
8) Sistem otonom
Miksi : DBN
Defekasi : DBN
30
STEP 5
Diagnosis Definitif
a. Hipokalemia
b. Guiilalin Barre Syndrome
c. Multipel Sklerosis
d. Mielitis Akut
e. Myastenia Gravis
STEP 6
Penatalaksanaan awal secara umum :
a. IV line RL 500 cc/ tiap 8 jam
b. Mecobalamin 500 mg tiap 12 jam IV
c. Monitoring progresifitaskelemahananggotagerak
d. Monitoring tanda-tanda vital.
STEP 7
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin :
Hemoglobin 13,9 g/dL
Hematokrit 40%
Leukosit 6300/UI
Trombosit 271000/UI
Hitung Jenis
Basofil 0%
Eosinofil 0%
Batang 1,0%
Segmen 73%
imfosit 18%
Monosit 18%
Kimia Klinik
STEP 8
Diagnosis kerja : Guillain Barre Syndrome
STEP 9
Penatalaksanaan
a. IV line RL 500 cc/ tiap 8 jam
b. Mecobalamin 500 mg tiap 12 jam IV
c. IV IG 18 mg per hari (0,3-0,4 mg/kgBB/hariselama 3-5 hari)
d. Monitoring progresifitas kelemahan anggota gerak
e. Monitoring tanda-tanda vital
f. Saran terapi: plasma paresis
Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid untuk terapi SGB masih kontroversial. Kebanyakan
penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid lidak mempunyai nilai
tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Namun. apabila terjadi keadaan gawat akibat
terjadinya paralisis otot-otot pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi dapat
dilakukan.
Plasmaparesis
Imunoglobulin IV
Obat sitotoksik
a. 6 merkaptopurin(6-MP)
b. Azathioprine
c. Cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala
33
Perjalanan Klinis
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2014.
2. Silbernagl S. Teks Dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2006.
3. Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC;
2005.
4. Ariefputera Andy dan Anindhitia Tiara. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta:
Essentials Of Medicine; 2014.
5. Katzunf BG. Farmakologi Dasar Dan Klinik. 12th ed. Jakarta: EGC; 2013.
6. Purwadianto A. Kedaruratan Medik. Revisi. Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara;
2013.
36
37
38
39
40