Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
9. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada PID?
10. Bagaimana penatalaksanaan PID?
11. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan PID?
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi
Infeksi pelvis meruakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ-organ pelvis (uters, tuba fallopi atau
ovarium) diserang oleh mikroorganisme pathogen. Organism-organisme ini biasanya
bakteri,mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi peradangan. (Ben-
zion Taber, 1994).
Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu kumpulan radang pada saluran
genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba
fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara
hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (widyastuti, rahmawati &
purnamaningrum, 2009).
Jadi bisa di simpulkan Pelvic inflammatory disease (PID) merupakan salah satu
komplikasi penyakit menular seksual yang serius. PID adalah infeksi pada traktus
genitalis wanita bagian atas yang mencakup endometritis, salpingitis, salpingo-
oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis. Diagnosa dan
penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan dalam kasus ini karena
komplikasi PID dapat mengancam kehidupan dan kesuburan seorang wanita.
2.2 Etiologi
Penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi chlamydia trachomatis
(60%) dan Neisseria gonorrhoeae (30-80%) pada serviks atau vagina yang menyebar ke
dalam endometrium, tuba fallopi, ovarium, dan struktur yang berdekatan. Tetapi selain
itu ada beberapa penyebab lain diantaranya :
3
5. Escherichia coli
6. Actinomycosis
7. Enterococcus
1. Coxsackie B5
2. ECHO 6
3. Herpes type 2
4. Haemophilus influenzae.
2.3 Klasifikasi
1. Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan
sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.
Endometritis terdapat dua jenis yakni endometritis akut dan endometritis kronik.
a. Endometritis akut
Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi
terutama terjadi pada post partum dan post abortus..
b. Endometritis kronica
Endometritis kronica tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microscopic
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit.
2. Myometritis
radang pada lapisan dinding rahim yaitu miometrium. Dimana terjadi infeksi
uterus setelah persalinan. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan
lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis.
Bila tidak teratasi dengan baik maka berpotensi terjadi Parametritis (infeksi
sekitar rahim), Salpingitis (infeksi saluran otot), Ooforitis (infeksi indung telur),
Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
3. Parametritis (celulit pelvica)
Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar di dalam ligamen latum. Radang
ini biasanya unilateral. infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa jalan :
- Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis.
- Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum.
4
4. Salpingitis akut ( peradangan tuba fallopi)
infeksi dan peradangan di saluran tuba. Hal ini sering digunakan secara sinonim
dengan penyakit radang panggul (PID).
5. Oophoritis (peradangan ovarium)
peradangan pada salah satu atau kedua ovarium. Peradangan ini biasanya terjadi
dengan salpingitis (infeksi pada tuba fallopi), penyakit radang panggul atau
infeksi lainnya. (Rahmawati, Anita. 2009)
5
2.5 Patofisiologi
Terjadinya radang panggul dipengaruhi beberapa factor yang memegang peranan,
yaitu :
1. Tergangunya barier fisiologik.
Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia interna, akan
mengalami hambatan :
a. Di ostium uteri eksternum.
b. Di kornu tuba.
c. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman-kuman
pada endometrium turut terbuang. Pada ostium uteri eksternum, penyebaran
asenden kuman-kuman dihambat secara : mekanik, biokemik dan imunologik.
Pada keadaan tertentu barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat
persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat
kontrasepsi dalam.
2. Adanya organisme yang berperan sebagai vektor.
Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai
tuba falopii. Kuman-kuman sebagai penyebab infeksi dapat melekat pada trikomonas
vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba Falopii dan
menimbulkan peradangan ditempat tersebut. Sepermatozoa juga terbukti berperan
sebagai vector untuk kuman-kuman N.gonore, Ureaplasma ureoltik, C.trakomatis dan
banyak kuman-kuman aerobik dan anaerobik lainnya.
3. Aktivitas seksual.
Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi uterus yang
dapat menarik spermatozoa dan kuman-kuman memasuki kanilis servikalis.
4. Peristiwa haid.
Radang panggul akibat N. gonore mempunyai hubungan dengan siklus haid. Peristiwa
haid yang siklik, berperan penting dalam terjadinya radang panggul gonore. Periode
yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah
haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk
tumbuhannya kuman-kuman N. gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami
gejala-gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering
juga disebut sebagai Febrile Menses .
6
2.6 WOC
N gonorheae & C.trachomatis
Faktor resiko
- PMS
Menginfeksi rahim - Riwayat PID sebelumnya
- Penggunaan IUD
- Infeksi bakteri lain
Ke pembuluh darah Menginfeksi tuba fallopi
MK:
Sepsis Reaksi radang Demam Hipertermi
MK
: Resiko Infeksi Tuba fallopi bengkak dan terisi
cairan
2.7 Komplikasi
1. Infertilitas
Satu dari sepuluh wanita dengan PID mengalami infertilitas. PID dapat menyebabkan
perlukaan pada tuba fallopii. Luka yang kemudian menjadi scar yang menghalangi
tuba dan mencegah terjadinya fertilisasi sel telur.
2. Ektopik pregnancy
Scar yang terbentuk oleh PID juga dapat menghalangi telur yang sudah difertilisasi
berpindah ke uterus. Sehingga, telur tersebut justru tumbuh dalam tuba fallopii. Tuba
dapat mengalami rupture dan menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa.
Operasi darurat dapat dilakukan bila kehamilan ektopik ini tidak terdiagnosa
7
sebelumnya. Rasio kehamilan ektopik 12-15% lebih tinggi pada wanita yang
mempunyai episode PID.
3. Nyeri pelvis kronis
Radang panggul yang menginfeksi area yang sama membuat kondisi organ reproduksi
tersebut rentan terhadap bakteri. Inilah kenapa penderita radang panggul harus
menyelesaikan masa pengobatannya hingga tuntas demi mengurangi risiko terjadi
infertilitas dan sakit panggul yang sangat mengganggu aktivitas.
4. PID berulang
Kondisi ini terjadi jika penyebab infeksi tidak seluruhnya teratasi atau karena
pasangan seksualnya belum mendapat perawatan yang sesuai. Jika pada episode PID
sebelumnya terjadi kerusakan servik, maka bakteri akan lebih mudah untuk masuk ke
dalam organ reproduksi lain dan membuat wanita tersebut rentan terkena PID
berulang. Episode PID berulang ini seringkali dihubungkan dengan resiko infertilitas.
5. Abses
Terkadang PID menyebabkan abses pada bibir vagina, juga pada tuba fallopii dan
ovarium. Abses ini adalah kumpulan dari cairan yang terinfeksi. Penggunaan
antibiotik dibutuhkan untuk menangani abses ini, jika tidak berhasil maka operasi
biasanya merupakan pilihan yang disarankan oleh dokter. Penanganan abses tersebut
sangat penting karena abses yang pecah dapat membahayakan.
8
Menunjukkan visualisasi detail dari uterus dan adnexa, termasuk ovarium. Pada
pemeriksaan fisik, tuba fallopi biasanya terlihat hanya pada keadaan abnormal dan
distensi karena obstruksi postinflamasi.
5. TAS (transabdominal sonografi)
Melengkapi pemeriksaan endovaginal karena TAS menyediakan gambaran isi pelvis
yang lebih menyeluruh. Apakah TAS (memerlukan pengisian blader) atau TVS (tidak
memerlukan pengisian blader) dilakukan lebih dulu, merupakan keputusan dari
pelaksananya. .
Penatalaksanaan antibiotik :
1. Pasien PID sebaiknya segera diberikan antibiotik paling tidak untuk 1 minggu. Kadang
PID disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri sehingga kombinasi antibiotik atau
antibiotik spektrum luas sering diberikan.
2. Yang harus dilakukan pasien, antara lain:
- Tetap mengkonsumsi semua obat yang diresepkan, meskipun gejala PID sudah
tidak dirasakan.
- Kembali lagi untuk kontrol dalam 2 atau 3 hari setelah penatalaksanaan pertama,
untuk memastikan antibiotiknya bekerja.
- Kembali dalam 7 hari setelah antibiotik habis untuk memastikan bahwa infeksi
sudah sembuh.
3. Jika tidak ada perubahan setelah penatalaksanaan antibiotic yang pertama, maka
antibiotic jenis lain harus diberikan.
4. Pada beberapa kasus berat, pasien harus menjalani opname dan menerima antibiotic
dengan intravena. Pasien-pasien tersebut biasanya mengalami :
- Sakit parah dengan demam, menggigil dan berkeringat.
- Tidak mampu melakukan terapi oral dan membutuhkan antibiotic intravena
9
- Tidak berespon terhadap antibiotic oral
- Terdapat abses
- Diagnosa penyakitnya tidak pasti dan pasien mungkin mengalami keadaan darurat
medis lain (e.g., appendicitis).
- Immunodeficiency (misalnya HIV , terapi imunosupresi).
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
SKENARIO KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien :
Nama : Ny. Z
Umur : 24 tahun
Alamat : Bukit mas , Pekanbaru
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 27 Agustus 2017
No RM : 342 52
Dx medis : Pelvic inflammatory disease (PID)
11
2. Riwayat Pengkajian
- Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Pasien mengatakan 4 hari smrs pasien mengeluhkan nyeri pinggang belakang
bagian tengah, nyeri pinggang di rasakan terus menerus, nyeri dirasakan seperti
tertekan, nyeri tidak menghilang bila istirahat. Nyeri semakin dirasakan saat
beraktivitas, pasien belum mengobati keluhannya, BAK dan BAB tidak ada
keluhan, baal (-), kesemutan (-), kelemahan (+) gerakan pasien menjadi terbatas
karena nyeri yang di rasakan. Mual (+) muntah (-). Nyeri dirasakan pada skala 6.
Pasien masih mengalami keputihan.
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan sakit nyeri pinggang bagian tengah dirasakan semakin hebat,
nyeri dirasakan seperti tertekan dan seperti tertusuk-tusuk benda tajam, nyeri
dirasakan terus menerus, nyeri tidak mengilang dengan istirahat. Nyeri semakin
dirasakan saat bergerak. Nyeri dirasakan pada skala 7. Tidak ada rasa kesemutan
maupun baal pada kaki pasien, tidak ada keluhan pada BAK dan BAB pada pasien.
Pasien juga mengeluhkan mual dan tidak ada muntah.
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan 2 tahun smrs pasien mengalami keputihan yang terkadang
gatal, berbau amis, dan berwarna kekuningan, keputihan yang keluar tidak terlalu
banyak, keputihan timbul tidak menentu, sebulan bisa 1 2 kali. Dan pasien tidak
ke dokter atau pun minum obat, karena pasien beranggapan kalau penyakitnya
hanya keputihan biasa.
- Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan, Suami pasien mengalami Nyeri saat BAK, dan keluar nanah,
pasien dan suami tidak tau penyebabnya dan tidak mengobati penyakit suaminya.
3. Pemeriksaan Fisik
- Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Meringis dan Lemas
Kesadaran : Compos Mentis/ GCS E4V5M6
Tanda Vital :
TD : 120/90 mmHg Suhu : 39oC
Nadi : 100 x/menit RR : 20 x/menit
12
Kepala : Normocepal, rambut bersih dan panjang, kulit kepala bersih
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pupil
bulat isokor 3 mm/3 mm
Telinga : Tidak ada kelainan dan tampak bersih Bersih
Hidung : Tidak ada kelainan dan tampak bersih Bersih
Mulut : Tampak bersih, dan mukos agak kering
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : I = normochest, simetris
P = sonor seluruh lapang paru
P : nyeri tekan (-)
A : suara dasar vesicular (+), rhonki (-), wheezing (-), cor S1
S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I = datar
P : timpani seluruh lapang abdomen
P : nyeri tekan (-)
A = BU(+)
Genetalia : Keputihan
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)
- Status Neurologis
Sikap Tubuh : lurus dan simetris
Gerakan Abnormal : tidak ada
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : BAK dan BAB normal
Sistem Urogenital : keputihan
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Lab. darah
Pemeriksaan Nilai Nilai rujukan Satuan
Hematologi
Darah Rutin
13
Lekosit 13.2 3.6 11 ribu
Hematokrit 34.3 35 47 %
MCV 84.3 82 98 fL
MCH 27.3 27 pg
RDW 12.3 10 16 %
PDW 16.2 10 18 %
Limfosit 15.1 25 40 %
Monosil 5.3 28 %
Granulosit 79.6 50 80 %
Kimia Klinik
SGOT 35 0 35 U/L
14
SGPT 30 0 35 IU/L
HDL-Cholesterol 26 34 87 mg/dL
5. Terapi Medis
Farmakologis
- Ketorolac
- Ranitidine
- Meticobalamin
- Diazepam
- Amitriptilin
- Ceftriaxone
Non Farmakologis
- Tirah baring
15
3.2 Analisa Data
No Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Do : Agen cidera biologis, Nyeri Akut
- Pasien mengatakan sakit nyeri Proses Infeksi
pinggang bagian tengah
dirasakan semakin hebat, nyeri
dirasakan seperti tertekan,
nyeri dirasakan terus menerus,
nyeri tidak mengilang dengan
istirahat.
Ds :
- TD : 120/90 mmHg
- Suhu : 39oC
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 20 x/menit
- P : nyeri saat istirahat dan
beraktivitas
- Q: seperti tertekan
- R: pinggang belakang
- S: 7
- T: Nyeri berterus-terus
2. Do : proses penyakit reaksi Hipertermi
- Pasien mengatakan badan inflamasi
terasa lemas dan deman
beberapa hari terakhir ini.
Ds :
- Akral teraba hangat
- TD : 120/90 mmHg
- Suhu : 39oC
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 20 x/menit
3. Do : kelemahan umum, nyeri Intoleransi Aktivitas
- Pasien mengatakan nyeri tidak saat beraktivitas
16
mengilang dengan istirahat
- Nyeri semakin dirasakan saat
beraktivitas.
- Nyeri dirasakan pada skala 7.
Ds :
- Keadaan umum : Tampak
meringis dan lemah
- gerakan pasien menjadi
terbatas karena nyeri yang di
rasakan
4. Do : kurangnya pengetahuan Defisiensi pengetahuan
- Pasien nampak belum begitu tentang penyakit
mengetahi tentang
pennyakitnya, karena pasien
sudah lama mengalami
keputihan yang berbau dan
Suami pasien mengalami
Nyeri saat BAK dan keluar
nanah. Pasien dan suami tidak
tau penyebabnya dan tidak
mengobatinya.
Ds :
- Pasien mengatakan tidak
menetahui apa penyakit yang
diderita
17
a. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
18
suhu tubuh diatas kisaran - Nadi dan RR dalam - Monitor warna dan suhu
normal rentang normal kulit
Batasan Karaktteristik : - Tidak ada perubahan - Monitor intake dan output
- Konvulsi warna kulit dan tidak - Tingkatkan sirkulasi
- Kulit kemerahan ada pusing udara
- Takikardi - Selimuti pasien
- Takipnea - Monitor TD, Nadi, RR
- Kulit terasa hangat - Tingkatkan intake cairan
Faktor yang berhubungan dan nutrisi
- Anstesia - Ajarkan pasien cara
- Deidrasi mencegah keletihan
- Penyakit akibat panas
- Medikasi - berikan anti piretik
- Trauma - monitor tanda-tanda
- Aktivitas berlebihan hipertermi dan hipotermi
19
- imobilitas
- gaya hidup monoton
- kelemahan umum
4 Defisiensi pengetahuan -Knowledge : disease Teaching : disease proses
b/d kurangnya proses - Berikan penilaian
pengetahuan tentang - knowledge : health tentang tingkat
penyakit Behavior pengetahuan pasien
Definisi : ketiadaan atau Kriteria Hasil tentang proses penyakit
defisiensi informasi - Pasien dan keluarga spesifik
kognitif yang berkaitan menyatakan - Gambarkan tanda dan
dengan topic tertentu pemahaman tentang gejala yang biasa muncul
Batasan Karakteristik : penyakit, kondisi, pada penyakit, dengan
- Prilaku hiperbola prognosis, dan cara yang tepat
- Prilaku tidak tepat program pengobatan - Identifikasi
- Pengungkapan - Pasieen dan keluarga kemungkinan penyebab
masalah mampu menjelaskan dengan cara yang tepat
prosedur yang - Hindari jaminan yang
dijelaskan secara kosong
benar - Diskusikan perubahan
gaya hidup mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan rata-rata
menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir 250.000 wanita masuk
rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang mengalami prosedur bedah, sisanya menjalani
rawat jalan.
Sehingga PID memerlukan penanganan cepat dan tepat antara lain analgesik,
antibiotik serta pengobatan bagi pasangan seksual pasien agar PID tidak berulang
kembali
4.2 Saran
21
Daftar Pustaka
taber, b.-z. (1994). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. jakarta: buku
kedokteran EGC.
nugroho, t., & utama, b. i. (2014). Masalah kesehatan reproduksi. yogyakarta: nuha medika.
22