You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Inflamasi pelvis atau Pelvic Inflammatory Disease (PID) salah satu
penyakit yang terjadi pada alat reproduksi wanita seperti rahim, tuba fallopi (salpingitis)
dan ovarium (ooforitis). Dan tertinggi pada wanita muda yang aktif secara seksual,
biasanya disebabkan oleh bakteri tetapi disebabkan oleh virus, jamur, atau parasit.
Organisme klamidia dan gonorea adalah penyebab yang paling mungkin dan kondisi ini
dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertilitas, nyeri pelvis kambuhan.
Kurang lebih 150 wanita meninggal per tahun sehingga cukup beralasan untuk
memperhatikan gangguan medis ini secara lebih serius. Namun, ada pula kekhawatiran
lainnya: Serangan infeksi ini diketahui sangat meningkatkan resiko seorang wanita untuk
menjadi mandul.
Pembuluh yang tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang sedang bergerak
melakukan kontak dengan sel telur yang turun. Akibatnya adalah perkiraan yang
mengkhawatirkan berikut ini: Setelah satu episode infeksi ini, resiko seorang wanita
untuk menjadi mandul adalah 10%. Setelah infeksi kedua resikonya menjadi dua kali
lipat yaitu 20%. Jika wanita ini mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya
akan melambung menjadi 55%. Secara keseluruhan, demikian Dr. Benrubi
memperkirakan, penyakit radang pelvis menyebabkan kurang lebih antara 125.000
hingga 500.000 kasus baru setiap tahun. Oleh karena itu untuk mengurangi angka
kejadian infeksi pelvis setiap tahunnya maka perlu di informasikan kepada masyarakat
tentang pentingnya mengetahui penyakit infeksi pelvis tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian PID?
2. Apakah etiologi PID?
3. Apakah faktor resiko PID?
4. Apa saja klasifikasi PID?
5. Apakah manifestasi klinik dari PID?
6. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya PID?
7. Apa komplikasi PID?
8. Bagaimana pencegahan PID?

1
9. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada PID?
10. Bagaimana penatalaksanaan PID?
11. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan PID?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Dengan pembuatan makalah ini kami berharap komponen kesehatan khususnya
perawat agar lebih mengetahui dan memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan
PID yang prevalensinya cukup tinggi, sehingga pada akhirnya dapat bermanfaat bagi
diri sendiri maupun klien dan keluarganya.
2. Tujuan Khusus
- Mengetahui pengertian PID
- Mengetahui etiologi PID
- Mengetahui faktor resiko PID
- Mengetahui manifestasi klinik dari PID
- Mengetahui patofisiologi terjadinya PID
- Mengetahui komplikasi PID
- Mengetahui pencegahan PID
- Mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada PID
- Mengetahui penatalaksanaan PID
- Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan PID

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi

Infeksi pelvis meruakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ-organ pelvis (uters, tuba fallopi atau
ovarium) diserang oleh mikroorganisme pathogen. Organism-organisme ini biasanya
bakteri,mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi peradangan. (Ben-
zion Taber, 1994).

Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu kumpulan radang pada saluran
genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba
fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara
hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (widyastuti, rahmawati &
purnamaningrum, 2009).

Jadi bisa di simpulkan Pelvic inflammatory disease (PID) merupakan salah satu
komplikasi penyakit menular seksual yang serius. PID adalah infeksi pada traktus
genitalis wanita bagian atas yang mencakup endometritis, salpingitis, salpingo-
oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis. Diagnosa dan
penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan dalam kasus ini karena
komplikasi PID dapat mengancam kehidupan dan kesuburan seorang wanita.

2.2 Etiologi

Penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi chlamydia trachomatis
(60%) dan Neisseria gonorrhoeae (30-80%) pada serviks atau vagina yang menyebar ke
dalam endometrium, tuba fallopi, ovarium, dan struktur yang berdekatan. Tetapi selain
itu ada beberapa penyebab lain diantaranya :

1. Infeksi Gardnerella vaginalis


2. Infeksi Bacteroides
3. Bacterial vaginosis
4. Streptococcus Group B

3
5. Escherichia coli
6. Actinomycosis
7. Enterococcus

Meskipun sangat jarang, dapat pula diisolasi golongan virus seperti

1. Coxsackie B5
2. ECHO 6
3. Herpes type 2
4. Haemophilus influenzae.

2.3 Klasifikasi
1. Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan
sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.
Endometritis terdapat dua jenis yakni endometritis akut dan endometritis kronik.
a. Endometritis akut
Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi
terutama terjadi pada post partum dan post abortus..
b. Endometritis kronica
Endometritis kronica tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microscopic
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit.
2. Myometritis
radang pada lapisan dinding rahim yaitu miometrium. Dimana terjadi infeksi
uterus setelah persalinan. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan
lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis.
Bila tidak teratasi dengan baik maka berpotensi terjadi Parametritis (infeksi
sekitar rahim), Salpingitis (infeksi saluran otot), Ooforitis (infeksi indung telur),
Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
3. Parametritis (celulit pelvica)
Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar di dalam ligamen latum. Radang
ini biasanya unilateral. infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa jalan :
- Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis.
- Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum.

4
4. Salpingitis akut ( peradangan tuba fallopi)
infeksi dan peradangan di saluran tuba. Hal ini sering digunakan secara sinonim
dengan penyakit radang panggul (PID).
5. Oophoritis (peradangan ovarium)
peradangan pada salah satu atau kedua ovarium. Peradangan ini biasanya terjadi
dengan salpingitis (infeksi pada tuba fallopi), penyakit radang panggul atau
infeksi lainnya. (Rahmawati, Anita. 2009)

2.4 Manifestasi klinis


Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri
pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual dan
muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa
membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan
menstruasi yang tidak teratur da kemandulan.
Infeksi menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan
parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal dan diantara organ-organ perut serta
menyebabkn nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk
abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul,
gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa
terjadi penyebaran infeksi kedalam darah sehingga terjadi sepsis. (Nugroho & Utama,
2014)
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID :
1. Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal.
2. Demam
3. Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak
kemerahan di celana dalam)
4. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
5. Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual
6. Nyeri punggung bagian bawah
7. Kelelahan
8. Nafsu makan berkurang
9. Sering berkemih dan Nyeri ketika berkemih. (Nugroho & Utama, 2014)

5
2.5 Patofisiologi
Terjadinya radang panggul dipengaruhi beberapa factor yang memegang peranan,
yaitu :
1. Tergangunya barier fisiologik.
Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia interna, akan
mengalami hambatan :
a. Di ostium uteri eksternum.
b. Di kornu tuba.
c. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman-kuman
pada endometrium turut terbuang. Pada ostium uteri eksternum, penyebaran
asenden kuman-kuman dihambat secara : mekanik, biokemik dan imunologik.
Pada keadaan tertentu barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat
persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat
kontrasepsi dalam.
2. Adanya organisme yang berperan sebagai vektor.
Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai
tuba falopii. Kuman-kuman sebagai penyebab infeksi dapat melekat pada trikomonas
vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba Falopii dan
menimbulkan peradangan ditempat tersebut. Sepermatozoa juga terbukti berperan
sebagai vector untuk kuman-kuman N.gonore, Ureaplasma ureoltik, C.trakomatis dan
banyak kuman-kuman aerobik dan anaerobik lainnya.
3. Aktivitas seksual.
Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi uterus yang
dapat menarik spermatozoa dan kuman-kuman memasuki kanilis servikalis.
4. Peristiwa haid.
Radang panggul akibat N. gonore mempunyai hubungan dengan siklus haid. Peristiwa
haid yang siklik, berperan penting dalam terjadinya radang panggul gonore. Periode
yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah
haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk
tumbuhannya kuman-kuman N. gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami
gejala-gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering
juga disebut sebagai Febrile Menses .

6
2.6 WOC
N gonorheae & C.trachomatis
Faktor resiko
- PMS
Menginfeksi rahim - Riwayat PID sebelumnya
- Penggunaan IUD
- Infeksi bakteri lain
Ke pembuluh darah Menginfeksi tuba fallopi

MK:
Sepsis Reaksi radang Demam Hipertermi

MK
: Resiko Infeksi Tuba fallopi bengkak dan terisi
cairan

Pelvic Inflammatory Disease


(PID)

Menyebar ke struktur leukorea Nyeri perut bagian bawah


sekitarnya

Meninggkat dan Mual dan muntah


Jaringan parut dan berbau
perlengketan fibrosa
abnormal Kelemahan Nafsu makan berkurang
MK:
HDR Kurang pengetahuan
MK: MK:
Nyeri Tumpul, terus Intoleransi Ketidakseimbangan
menerus aktivitas nutrisi : kurang dari
MK:
Ansietas kebutuhan tubuh
MK:
Nyeri Akut

2.7 Komplikasi
1. Infertilitas
Satu dari sepuluh wanita dengan PID mengalami infertilitas. PID dapat menyebabkan
perlukaan pada tuba fallopii. Luka yang kemudian menjadi scar yang menghalangi
tuba dan mencegah terjadinya fertilisasi sel telur.
2. Ektopik pregnancy
Scar yang terbentuk oleh PID juga dapat menghalangi telur yang sudah difertilisasi
berpindah ke uterus. Sehingga, telur tersebut justru tumbuh dalam tuba fallopii. Tuba
dapat mengalami rupture dan menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa.
Operasi darurat dapat dilakukan bila kehamilan ektopik ini tidak terdiagnosa

7
sebelumnya. Rasio kehamilan ektopik 12-15% lebih tinggi pada wanita yang
mempunyai episode PID.
3. Nyeri pelvis kronis
Radang panggul yang menginfeksi area yang sama membuat kondisi organ reproduksi
tersebut rentan terhadap bakteri. Inilah kenapa penderita radang panggul harus
menyelesaikan masa pengobatannya hingga tuntas demi mengurangi risiko terjadi
infertilitas dan sakit panggul yang sangat mengganggu aktivitas.
4. PID berulang
Kondisi ini terjadi jika penyebab infeksi tidak seluruhnya teratasi atau karena
pasangan seksualnya belum mendapat perawatan yang sesuai. Jika pada episode PID
sebelumnya terjadi kerusakan servik, maka bakteri akan lebih mudah untuk masuk ke
dalam organ reproduksi lain dan membuat wanita tersebut rentan terkena PID
berulang. Episode PID berulang ini seringkali dihubungkan dengan resiko infertilitas.
5. Abses
Terkadang PID menyebabkan abses pada bibir vagina, juga pada tuba fallopii dan
ovarium. Abses ini adalah kumpulan dari cairan yang terinfeksi. Penggunaan
antibiotik dibutuhkan untuk menangani abses ini, jika tidak berhasil maka operasi
biasanya merupakan pilihan yang disarankan oleh dokter. Penanganan abses tersebut
sangat penting karena abses yang pecah dapat membahayakan.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik
yangdilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainya dilakukan
adalah:
1. Pemeriksaan darah lengkap, untuk mengetahui adanya peningkatanleukosit darah yang
merupakan indikator dari infeksi. mengetahui Hb, Ht, leukosit dan jenisnya
2. Pemeriksaan cairan dari serviks
3. Kuldosintesis
Untuk mengetahui bahwa perdarahan yang terjadi diakibatkan oleh hemoperitoneum
(berasal dari KET yag rupture atau kista hemoragik) dapat menyebabkan sepsis pelvis
(salpingitis,abses pelvis rupture, atau appendiks yang rupture). (kumalasari, intan.
2012)
4. TVS (transvaginal sonografi)

8
Menunjukkan visualisasi detail dari uterus dan adnexa, termasuk ovarium. Pada
pemeriksaan fisik, tuba fallopi biasanya terlihat hanya pada keadaan abnormal dan
distensi karena obstruksi postinflamasi.
5. TAS (transabdominal sonografi)
Melengkapi pemeriksaan endovaginal karena TAS menyediakan gambaran isi pelvis
yang lebih menyeluruh. Apakah TAS (memerlukan pengisian blader) atau TVS (tidak
memerlukan pengisian blader) dilakukan lebih dulu, merupakan keputusan dari
pelaksananya. .

2.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien PID antara lain :
1. Sediakan analgesik
2. Bila pasien menggunakan IUD maka stop penggunaan in situ, dengan catatan pasien
dapat mencegah kehamilan meski tanpa alat kontrasepsi minimal 7 hari
3. Segera rujuk ke bagian genitourinaria (obgyn), untuk pasien dengan riwayat STD agar
menjalani skrining, dan terapi bagi pasangan seksual pasien

Penatalaksanaan antibiotik :

1. Pasien PID sebaiknya segera diberikan antibiotik paling tidak untuk 1 minggu. Kadang
PID disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri sehingga kombinasi antibiotik atau
antibiotik spektrum luas sering diberikan.
2. Yang harus dilakukan pasien, antara lain:
- Tetap mengkonsumsi semua obat yang diresepkan, meskipun gejala PID sudah
tidak dirasakan.
- Kembali lagi untuk kontrol dalam 2 atau 3 hari setelah penatalaksanaan pertama,
untuk memastikan antibiotiknya bekerja.
- Kembali dalam 7 hari setelah antibiotik habis untuk memastikan bahwa infeksi
sudah sembuh.
3. Jika tidak ada perubahan setelah penatalaksanaan antibiotic yang pertama, maka
antibiotic jenis lain harus diberikan.
4. Pada beberapa kasus berat, pasien harus menjalani opname dan menerima antibiotic
dengan intravena. Pasien-pasien tersebut biasanya mengalami :
- Sakit parah dengan demam, menggigil dan berkeringat.
- Tidak mampu melakukan terapi oral dan membutuhkan antibiotic intravena

9
- Tidak berespon terhadap antibiotic oral
- Terdapat abses
- Diagnosa penyakitnya tidak pasti dan pasien mungkin mengalami keadaan darurat
medis lain (e.g., appendicitis).
- Immunodeficiency (misalnya HIV , terapi imunosupresi).

Terapi untuk pasangan seksual pasien

1. Biasanya asimptomatik pada pria


2. Cegah koitus selama terapi dan follow up selesai.
3. Skrining bila ternyata pasangan mempunyai riwayat STD bila terbukti pasien pernah
koitus dengan pasangan
4. Beri terapi terhadap infeksi Klamidia pada pasangan meski tidak menderita Klamidia
berdasarkan hasil uji pemeriksaan tambahan.
5. Bila terdapat Gonorhea, beri terapi Gonorhea.
6. Terapi empiris untuk pasangan yang menderita Klamidia dan Gonorea yang tidak mau
di-skrining

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

SKENARIO KASUS

Ny. Z datang ke al-insyirah international hospital, pasien mengeluh bahwa dirinya


kurang lebih sudah 4 hari smrs, pasien juga mengeluh nyeri pinggang belakang bagian
tengah, nyeri pinggang di rasakan terus menerus, nyeri dirasakan seperti tertekan, nyeri
tidak menghilang bila istirahat. Nyeri semakin dirasakan saat berakivitas, pasien juga
mengatakan belum mengobati keluhannya, serta BAK dan BAB tidak ada keluhan.
kemudia pasien juga mengatakan tidak ada baal, tidak ada kelemahan, untuk kelemahan
pasien mengatakan iya ada. Gerakan pasien juga terbatas karena nyeri yang di rasakan.
Pasien juga mengatakan mual dan tidak muntah. setelah dikaji lebih dalam pasien
mengatakan bahwa kurang lebih 2 tahun yang lalu ia mengalamai keputihan yang
terkadang gatal, berbau amis, dan berwarna kekuningan, keputihan yang keluar tidak
terlalu banyak, keputihan timbul tidak menentu, sebulan 1 2 kali. Dan pasien pun
belum pernah melakukan tindakan medis serta berobat. Pasien tidak mengetahui
kondisinya dikira hanya keputihan saja. Pemerikaan TTV pasien di dapatkan TD :
120/90 mmHg, Suhu : 39oC, Nadi : 100 x/menit, RR: 20 x/menit. Hasil Lab. Swab
Vagina, Px. Gram : coccus gram positive dan Diploccus gram negative : positive
intracell dan extracel.

3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien :
Nama : Ny. Z
Umur : 24 tahun
Alamat : Bukit mas , Pekanbaru
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 27 Agustus 2017
No RM : 342 52
Dx medis : Pelvic inflammatory disease (PID)

11
2. Riwayat Pengkajian
- Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Pasien mengatakan 4 hari smrs pasien mengeluhkan nyeri pinggang belakang
bagian tengah, nyeri pinggang di rasakan terus menerus, nyeri dirasakan seperti
tertekan, nyeri tidak menghilang bila istirahat. Nyeri semakin dirasakan saat
beraktivitas, pasien belum mengobati keluhannya, BAK dan BAB tidak ada
keluhan, baal (-), kesemutan (-), kelemahan (+) gerakan pasien menjadi terbatas
karena nyeri yang di rasakan. Mual (+) muntah (-). Nyeri dirasakan pada skala 6.
Pasien masih mengalami keputihan.
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan sakit nyeri pinggang bagian tengah dirasakan semakin hebat,
nyeri dirasakan seperti tertekan dan seperti tertusuk-tusuk benda tajam, nyeri
dirasakan terus menerus, nyeri tidak mengilang dengan istirahat. Nyeri semakin
dirasakan saat bergerak. Nyeri dirasakan pada skala 7. Tidak ada rasa kesemutan
maupun baal pada kaki pasien, tidak ada keluhan pada BAK dan BAB pada pasien.
Pasien juga mengeluhkan mual dan tidak ada muntah.
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan 2 tahun smrs pasien mengalami keputihan yang terkadang
gatal, berbau amis, dan berwarna kekuningan, keputihan yang keluar tidak terlalu
banyak, keputihan timbul tidak menentu, sebulan bisa 1 2 kali. Dan pasien tidak
ke dokter atau pun minum obat, karena pasien beranggapan kalau penyakitnya
hanya keputihan biasa.
- Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan, Suami pasien mengalami Nyeri saat BAK, dan keluar nanah,
pasien dan suami tidak tau penyebabnya dan tidak mengobati penyakit suaminya.

3. Pemeriksaan Fisik
- Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Meringis dan Lemas
Kesadaran : Compos Mentis/ GCS E4V5M6
Tanda Vital :
TD : 120/90 mmHg Suhu : 39oC
Nadi : 100 x/menit RR : 20 x/menit

12
Kepala : Normocepal, rambut bersih dan panjang, kulit kepala bersih
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pupil
bulat isokor 3 mm/3 mm
Telinga : Tidak ada kelainan dan tampak bersih Bersih
Hidung : Tidak ada kelainan dan tampak bersih Bersih
Mulut : Tampak bersih, dan mukos agak kering
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : I = normochest, simetris
P = sonor seluruh lapang paru
P : nyeri tekan (-)
A : suara dasar vesicular (+), rhonki (-), wheezing (-), cor S1
S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I = datar
P : timpani seluruh lapang abdomen
P : nyeri tekan (-)
A = BU(+)
Genetalia : Keputihan
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)
- Status Neurologis
Sikap Tubuh : lurus dan simetris
Gerakan Abnormal : tidak ada
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : BAK dan BAB normal
Sistem Urogenital : keputihan

4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Lab. darah
Pemeriksaan Nilai Nilai rujukan Satuan
Hematologi
Darah Rutin

Hemoglobin 11.1 11.7 15.5 g/dL

13
Lekosit 13.2 3.6 11 ribu

Eritrosit 4.07 3.8 5.2 juta

Hematokrit 34.3 35 47 %

MCV 84.3 82 98 fL

MCH 27.3 27 pg

MCHC 32.4 32 37 g/dL

RDW 12.3 10 16 %

Trombosit 189 150 400 Ribu

PDW 16.2 10 18 %

MPV 8.9 7 11 Mikro m3

Limfosit 1.7 1.0 4.5 103/mikro

Monosit 0.6 0.2 1.0 103/mikro

Greanulosit 8.9 24 103/mikro

Limfosit 15.1 25 40 %

Monosil 5.3 28 %

Granulosit 79.6 50 80 %

PCT 0.168 0.2 0.5 %

Kimia Klinik

Glukosa Puasa 78 74 106 mg/dL

Glukosa 2 Jam PP 70 <120 mg/dL

SGOT 35 0 35 U/L

14
SGPT 30 0 35 IU/L

Ureum 30.0 10 50 mg/dL

Kreatinin 0.75 0.45 0.75 mg/dL

Asam urat 3.63 27 mg/dL

Cholesterol 122 <245 mg/dL

HDL-Cholesterol 26 34 87 mg/dL

LDL-Cholesterol 82.2 <150 mg/dL

Trigliserida 69 70 140 mg/dL

Lab. Swab Vagina

- Bahan : secret vagina


- Px. Gram : coccus gram positive
- Diploccus gram negative : positive intracell dan extracell

5. Terapi Medis
Farmakologis
- Ketorolac
- Ranitidine
- Meticobalamin
- Diazepam
- Amitriptilin
- Ceftriaxone
Non Farmakologis
- Tirah baring

15
3.2 Analisa Data
No Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Do : Agen cidera biologis, Nyeri Akut
- Pasien mengatakan sakit nyeri Proses Infeksi
pinggang bagian tengah
dirasakan semakin hebat, nyeri
dirasakan seperti tertekan,
nyeri dirasakan terus menerus,
nyeri tidak mengilang dengan
istirahat.
Ds :
- TD : 120/90 mmHg
- Suhu : 39oC
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 20 x/menit
- P : nyeri saat istirahat dan
beraktivitas
- Q: seperti tertekan
- R: pinggang belakang
- S: 7
- T: Nyeri berterus-terus
2. Do : proses penyakit reaksi Hipertermi
- Pasien mengatakan badan inflamasi
terasa lemas dan deman
beberapa hari terakhir ini.
Ds :
- Akral teraba hangat
- TD : 120/90 mmHg
- Suhu : 39oC
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 20 x/menit
3. Do : kelemahan umum, nyeri Intoleransi Aktivitas
- Pasien mengatakan nyeri tidak saat beraktivitas

16
mengilang dengan istirahat
- Nyeri semakin dirasakan saat
beraktivitas.
- Nyeri dirasakan pada skala 7.
Ds :
- Keadaan umum : Tampak
meringis dan lemah
- gerakan pasien menjadi
terbatas karena nyeri yang di
rasakan
4. Do : kurangnya pengetahuan Defisiensi pengetahuan
- Pasien nampak belum begitu tentang penyakit
mengetahi tentang
pennyakitnya, karena pasien
sudah lama mengalami
keputihan yang berbau dan
Suami pasien mengalami
Nyeri saat BAK dan keluar
nanah. Pasien dan suami tidak
tau penyebabnya dan tidak
mengobatinya.
Ds :
- Pasien mengatakan tidak
menetahui apa penyakit yang
diderita

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut b/d proses infeksi
2. Hipertermi b/d proses penyakit reaksi inflamasi
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, nyeri saat beraktivitas
4. Defisiensi pengetahuan b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakit

17
a. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Nyeri Akut b/d proses - Pain Level Pain Management


infeksi - Pain Contol - Melakukan pengkajian
Definisi : pengalaman - Comfort Level nyeri secara komprehensif
sensori dan emosional Kriteria Hasil - Mengkaji kultur yang
yang tidak - Mampu mengontrol mempengaruhi respon
menyenangkan yang nyeri nyeri
muncul akibat kerusakan - Mampu mengenali - Mengevaluasi
jaringan yang actual atau nyeri pengalaman nyeri masa
potensial. - Mengatakan rasa lampau
Batasan Karakteristik : nyaman - Mengevaluasi keefektifan
- Perubahan selera control nyeri
makan - Tingkatkan istirahat
- Laporan isyarat Analgesic Administration
- Sikap melindungi - Menentukan lokasi,
- Gangguan tidur karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelm
pemberian obat
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang
diperlukan
- Memonitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
- Evaluasi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala.
2 Hipertermi b/d proses Thermoregulation Fever Treatment
penyakit reaksi Criteria Hasil : - Monitor suhu sesering
inflamasi - Suhu tubuh dalam mungkin.
Definisi : peningkatan rentang normal - Monitor IWL

18
suhu tubuh diatas kisaran - Nadi dan RR dalam - Monitor warna dan suhu
normal rentang normal kulit
Batasan Karaktteristik : - Tidak ada perubahan - Monitor intake dan output
- Konvulsi warna kulit dan tidak - Tingkatkan sirkulasi
- Kulit kemerahan ada pusing udara
- Takikardi - Selimuti pasien
- Takipnea - Monitor TD, Nadi, RR
- Kulit terasa hangat - Tingkatkan intake cairan
Faktor yang berhubungan dan nutrisi
- Anstesia - Ajarkan pasien cara
- Deidrasi mencegah keletihan
- Penyakit akibat panas
- Medikasi - berikan anti piretik
- Trauma - monitor tanda-tanda
- Aktivitas berlebihan hipertermi dan hipotermi

3 Intoleransi aktivitas b/d - Energy Conservation Activity Therapy


kelemahan umum, - Activity tolerance - Kolaborasi dengan
nyeri saat beraktivitas - Self Care : ADLs tenaga rehabilitasi medic
Definisi: ketidakcukupan Kriteria Hasil dalam merencanakan
energy psikologi atau - Berpartisipasi dalam program terapi
fisiologis untuk aktivitas fisik - Bantu klien untuk
melanjutkan atau - Tanda tanda vital mengidentifikasi
menyelesaikan aktifitas normal aktivitas yang mampu
kehidupan sehari-hari. - Sirkulasi status baik dilakukan
Batasan Karakteristik : - Mampu melakukan - Bantu untuk memilih
- respon tekanan darah aktivitas sehari-hari aktivitas kosisten
abnormal - Bantu klien untuk
- menyatakan merasa membuat jadwal latihan
lemah diwaktu luan
- menyatakan merasa - Monitor respon fisik,
letih emosi, social, dan
factor yang berhubungan spiritual

19
- imobilitas
- gaya hidup monoton
- kelemahan umum
4 Defisiensi pengetahuan -Knowledge : disease Teaching : disease proses
b/d kurangnya proses - Berikan penilaian
pengetahuan tentang - knowledge : health tentang tingkat
penyakit Behavior pengetahuan pasien
Definisi : ketiadaan atau Kriteria Hasil tentang proses penyakit
defisiensi informasi - Pasien dan keluarga spesifik
kognitif yang berkaitan menyatakan - Gambarkan tanda dan
dengan topic tertentu pemahaman tentang gejala yang biasa muncul
Batasan Karakteristik : penyakit, kondisi, pada penyakit, dengan
- Prilaku hiperbola prognosis, dan cara yang tepat
- Prilaku tidak tepat program pengobatan - Identifikasi
- Pengungkapan - Pasieen dan keluarga kemungkinan penyebab
masalah mampu menjelaskan dengan cara yang tepat
prosedur yang - Hindari jaminan yang
dijelaskan secara kosong
benar - Diskusikan perubahan
gaya hidup mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang Panggul) adalah


suatu proses peradangan infeksius traktus genitalis wanita bagian atas yang meliputi
endometritis, salpingitis, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic
peritonitis yang disebabkan chlamydia trachomatis (60%) atau Neisseria gonorrhoeae
(30-80%), selain itu juga terdapat beberapa organisme lain seperti Gardnerella vaginalis,
Bacteroides, Bacterial vaginosis.

PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan rata-rata
menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir 250.000 wanita masuk
rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang mengalami prosedur bedah, sisanya menjalani
rawat jalan.

Sehingga PID memerlukan penanganan cepat dan tepat antara lain analgesik,
antibiotik serta pengobatan bagi pasangan seksual pasien agar PID tidak berulang
kembali

4.2 Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan


rencana asuhan keperawatan bagi pasien Pelvis Inflammatory Disease dengan tepat
sehingga dapat meminimalkan komplikasi. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga
diharapkan dapat memberikan edukasi baik kepada pasien maupun keluarganya.

21
Daftar Pustaka

taber, b.-z. (1994). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. jakarta: buku
kedokteran EGC.

Widyastuti, y., & Rahmawati, a. (2009). Kesehatan Reproduksi. yogyakarta: Fitramaya.

Rahmawati, Anita. 2009. Kesehatan reproduksi. Yogyakarta: penerbit fitramaya

nugroho, t., & utama, b. i. (2014). Masalah kesehatan reproduksi. yogyakarta: nuha medika.

kumalasari, intan. 2012. Kesehatan reproduksi untuk mahasiswa kebidanan dan


keperawatan. Jakarta :penerbit salemba medika

22

You might also like