You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIS

Disusun oleh kelompok 7:

RINA SETIYOWATI

108113076

PRODI S-1 KEPERAWATAN IV B

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK/CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
peristen danireversibel, gangguan fungsi ginjal yang terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan
berat(Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah)(Brunner & Suddarth, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu
tidak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri
telah dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad.
Walaupun sekarang gejala gagal ginjal kronik tidak selalu disebabkan oleh
retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis
penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60 ml/menit/1,73m, seperti pada tabel berikut:
Tabel Batasan penyakit ginjal kronik(Sumber: Chonchol, 2005)
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan kelainan
patologik, petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal

2
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronikadalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali
sembuh secara total seperti sediakala. adalah penyakit ginjal tahap ahir
yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
elektrolit, yang menyebabkan uremia.
B. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2: insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
3. Stadium 3: gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Suwitra (2006) dan Kydney Organitation atau K/DOQI
(2007)merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG:
1. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m).
2. Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m.
3. Stadium3:kelainan ginjal denganLFG antara 30-59mL/menit/1,73m.
4. Stadium4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m.
5. Stadium5: kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m atau
gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

C. ETIOLOGI

3
Dibawah ini ada beberapa penyebab gagal ginjal kronikmenurut
Pricedan Wilson (2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit
peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat,
gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik,
nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut
adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan
refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,
dan asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati
timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri
dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian
bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali
kongenital leher vesika urinaria dan uretra.
D. PATHOFISIOLOGI
Smeltzer& Bare (2001) menjelaskan bahwa proses terjadinya gagal
ginjal kronik adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun
dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin
meningkat.Sehingga menyebabkan gangguan klirens renal.Banyak
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus

4
yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan klirens
kreatinin.Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya
glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan
meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh.NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi
juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti
steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada
retensi cairan dan natrium.Retensi cairan dan natrium tidak terkontol
dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
seharihari tidak terjadi.Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh
yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi.Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal
mensekresikan muatan asam (H+ ) yang berlebihan. Sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3)
dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat
dan asam organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin
menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletihan.

5
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena
setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi
anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal
yangdiproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronik adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun.
Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada gagal ginjal kronik,
tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan
perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu
metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya gagal
ginjal kronik terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut
Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.Laju penurunan fungsi
ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan
urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung
akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.

6
E. PATHWAYS

F. MANIFESTASI KLINIS
Smeltzer& Bare (2001) menjelaskan pada pasien gagal ginjal kronik
akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala yang dipengaruhi oleh
kondisi uremia. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjaldan kondisi lain yang mendasari. Manifestasi yang
terjadi pada gagal ginjal kronik antara lain:
1. Kardiovaskuler seperti hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan, gangguan irama jantung dan edema.

7
2. Gangguan Integumen seperti kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat
toksik/pruritus, kuku tipis dan rapuh.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan
pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan
dangkalsampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium
dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi
kolekalsi feron, Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar,
terutamaditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi
otot otot ekstremitas).
7. Gangguan endokrin seperti terjadinyagangguan seksual : libido
fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore.
Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin
D.
8. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
9. Sistem hematologi seperti anemia yang disebabkan karena
berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis
pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa
hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
10. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri
sampai pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan
kematian.

8
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urin
1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau
urine tidak ada (anuria).
2) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat,
sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah,
miglobin, dan porfirin.
3) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
b. Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
c. Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
d. Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM)
dan fregmen juga ada.
e. Darah
1) Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu
5).
2) Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya
anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
3) SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada
defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia.
4) GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis
metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjaluntuk mengeksekresi hidrogen dan amonia

9
atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun
PCO2 menurun.
5) Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan
natrium atau normal (menunjukkan status dilusi
hipernatremia).
6) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
dengan perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran
jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan
EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau
lebih besar. Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium
menurun. Protein (khuusnya albumin), kadar serum menurun
dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan
sintesis karena kurang asam amino esensial. Osmolalitas
serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama dengan
urine.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian
atas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
e. KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter /
kandung kemih dan adanya obtruksi (batu).
f. Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan
megidentifikasi ekstravaskuler, massa.
g. Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis
ginjal.

10
h. Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran
kandung kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
i. Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat
dengan diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan
pembatasan yang sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu
antara 500-800 ml/hari.
j. Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat
anti hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai
pengontol pada penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan
dilakukan dialisis dan transplantasi.
H. KOMPLIKASI
Smeltzer &Bare (2001) serta Suwitra (2006) menjelaskan bahwa gagal
ginjal kronik seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari gagal ginjal
kronikantara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik,
katabolisme, dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan
ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

11
I. PENATALAKSANAAN
Penderita gagal ginjal kronik perlu mendapatkan penatalaksanaan
secara khusus sesuai dengan derajat penyakitnya, bukan hanya
penatalaksanaan secara umum. Menurut Suwitra (2006), sesuai dengan
derajat penyakit gagal ginjal kronik dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel derajatgagal ginjal kronik(Sumber : Suwitra 2006)

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua)


tahap, yaitu tindakan konservatif dan dialysis atau transplantasi ginjal :
1. Terapi konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif :
a. Pengaturan diet protein, Kalium, Natrium dan Cairan.
b. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin.
c. Observasi balance cairan.
d. Observasi adanya odema.
e. Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi
1) Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium
dan cairan. Pemberian obat antihipertensi: metildopa
(aldomet), propranolol, klonidin (catapres).

12
2) Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel,
atau dengan pemberian kalsium Glukonat 10%.
3) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoetin,
yaitu rekombinan eritropeitin (r-EPO) (Escbach et al, 1987),
selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan
transfusi darah.
4) Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat
fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus di
makan bersama dengan makanan.
5) Pengobatan Hiperurisemia dengan obat pilihan hiperurisemia
pada penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat
ini mengurangi kadar asam urat denganmenghambat
biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
2. Dialisis dan Transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis dan
transplantasi ginjal.Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor
ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya
diatas 6mg/100ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan
GFR kurang dri 4 ml /menit (Suharyanto dan Madjid, 2009).
J. DAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada masalah gagal ginjal kronik menurut
Doenges (2001), dan Carpenito (2006) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder.

13
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan
tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
8. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi
toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.
9. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis,
akumulasi toksik, asidosis metabolik, hipoksia, ketidak seimbangan
elektrolit, klasifikasi metastatik pada otak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah. Edisi 8
Volume 3. Jakarta: EGC

Carpenito L. J. 2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Chonchol M, Spiegel DM. 2005. The patient with chronic kidney disease. In:
Schrier, RW, 6th ed. Manual of Nephrology. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins

Doengoes, Marilyn E. 2001.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta:
EGC

Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C. 2006.Patofisiologi Clinical Concepts of


Desiase Process. Edisi 6 Volume 2 Alih bahasa Brahm U. Jakarta: EGC

Sibuea H. W, Panggabean M. M, Gultom P. S. 2005.Ilmu Penakit Dalam. Cetakan


Ke 2. Jakarta: Rineka Cipta

Smeltzer, Suzanne C &Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth.Edisi 8. Jakarta:EGC

Suwitra. K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit
Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

15

You might also like