You are on page 1of 16

1

ELIMINASI

PENGERTIAN ELIMINASI

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan


dapat melalui urine ataupun bowel

Eliminasi Urine

Konsep Dasar

Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat
bergantung pada fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra.
Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke
bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian
dikeluarkan melalui uretra.

Anatomi dan Fisiologi

1. Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk kacang berwarna merah tua, panjangnya 12,5 cm
tebalnya 2,5 cm. beratnya kurang lebih 125 sampai 175 gram pada laki-laki dan 115
gram pada wanita.
Ginjal terletak pada bagian belakang rongga abdomen bagian atas setinggi vertebra
thorakal 11 dan 12. Ginjal dilindungi oleh otot-otot abdomen, jaringan lemak atau kapsul
adiposa.
Nefron merupakan unit structural dan fungsiomal ginjal. Satu ginjal mengandung 1
sampai 4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urine. Proses filtrasi, absorpsi dan
sekresi dilakukan oleh nefron. Filtrasi terjadi di glomerulus yang merupakan gulungan
kapiler dan dikelilingi oleh epitel berdinding ganda dan disebut kapsul Bowman. Filtrasi
glomerular adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular.
Glomerular Filtrasi Rate (GFR) adalah jumlah filtrate yang berbentuk per menit dari
semua nefron pada kedua ginjal. GFR merupakan indikasi jumlah filtrasi yang terjadi.
Rata-rata GFR normal pada orang dewasa adalah 125 mil per menit atau 180 liter per 24
jam. Darah sampai ke ginjal melalui arteri renal yang merupakan cabang dari aorta
abdomen. Kira-kira darah akan masuk ke ginjal 20 25 % dari kardiak output. Dalam

1
2

glomerulus ginjal difiltrasi air dan zat lain seperti glukosa, asam amino, urea, kreatinin,
dan elektrolit. Glomerulus akan memfiltrasi kira-kira 125 ml/menit. Tidak semua hasil
filtrasi akan dikeluarkan sebagai urine, tetapi sebgian zat seperti glukosa, asam amino,
uric acid, sodium dan potassium kembali ke plasma. Pengeluaran urine tergantung pada
intake cairan. Pada orang dewasa normal pengeluaran urine antara 1,2 sampai 1,5 loiter
per hari selebihnya hasil filtrasi diabsorbsi kembali yuang menjadi fungsi dari tubulus
ginjal diantaranya adalah air, 50 % ml/jam. Sedangkan jumlah produksi urine tergantung
dari factor sirkulasi, cairan yang masuk, penyakit metabolic seperti diabetes, penyakit
outoimun seperti glumerulonefritis, penggunaan obat-obatan diuretic. Jika pengeluaran
urine kurang dari 30ml/menit kemungkinan gagal ginjal.
Ginjal menghasilkan hormoneritropoitin yang berfungsi merangsang produksi
eritropoisisetin yang merupakan bahan baku sel darah merah pada sumsung tulang.
Hormone ini dirangsang oleh adanya kekurangan aliran darah (hypoksia) pada ginjal.
Disamping eritropoitin ginjal juga menghasilkan hormone renin yang berfungsi sebagai
pengatur alirandarah ginjal pada saat terjadi ischemia. Renin dihasilkan pada sel
juxtaglomerulus pada apparatus juxtaglomerulus di nephron. Renin berfungsi sebagai
enzim yang berfungsi mengubah angiotensinogen (dihasilkan di hati) menjadi
angiotensin I yang kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin II dan angiotensin
III. Angiotensin II berefek pada vasokontriksi dan menstimulus aldosterone untuk
menahan/meretensi air dan meningkatkan volume darah.

Fungsi Utama Ginjal

- Mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion, dan obat-obatan


- Mengatur jumlah dan zat-zat kimia dalam tubuh
- Mempertahankan keseimbangan antara air dan garam-garam serta asam dan basa
- Menghasilkan renin, enzim untuk membantu pengaturan tekanan darah
- Menghasilkan hormone eritropoitin yang menstimulasi pembentukan sel-sel darah
merah di sumsum tulang
- Membantu dalam pembentukan Vitamin D

2
3

2. Ureter
Setelah urine terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal lalu ke bladder melalui
ureter. Panjang ureter pada orang dewasa antara 26 30 cm dengan diameter 4 6
mm. setelah meninggalkan ginjal, ureter berjalan ke bawah di belakang peritoneum ke
dinding bagian belakang kandung kemih. Lapisan tengah ureter terdiri atas otot-otot
yang distimulasi oleh transmisi impuls elektrik berasal dari saraf ototnom. Akibat
gerakan peristaltic ureter maka urine didorong ke kandung kemih.

3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan tmpat penampungan urin. Terletak di dasar panggul pada
daerah retroperitoneal dan terdiri atas otot-otot yang dapat mengecil kandung kemih
terdiri atas dua bagian yaitu bagian fundus atau body yang merupakan otot lingkar
tersusun dari otot detrusor dan bagian leher yang berhubungan langsung dengan uretra.
Pada leher kandung kemih terdapat spinter interna. Spinter ini dikontrol oleh system
saraf ototnom. Kandung kemih dapat menampung 300 sampai 400 ml urine.

4. Uretra
Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar dari tubuh. Control
pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter kedua yaitu spinter eksterna yang dapat
dikontrol oleh kesadaran kita
Panjang uretra wanita lebih pendek yaitu 3,7 cm sedangkan pria panjangnya 20 cm.
sehingga pada wanita lebih berisiko terjadinya infeksi saluran kemih. Bagian paling luar
uretra disebut meatua urinary. Pada wanita meatua urinary terletak antara labio minora
bawah klitoris dan di atas vagina.

Reflex Miksi

Kandung kemih dipersarafi oleh saraf sacral 2 (S-2) dan sacral 3 (S-3). Saraf sensorik
dari kandung kemih dikirimkan ke medulla spinalis bagian sacral 2 sampai dengan sacral 4
kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan
sinyal kepada otot kandung kemih (destrusor) untuk berkontraksi. Pada saat destrusor

3
4

berkontraksi spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah control kesadaran
akan berperan apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi otot abdominal
berkontraksi bersama meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih dari 10 ml
urine tersissa dalam kendung kemih yang disebut dengan urine residu

Pola Eliminasi Urine Normal

Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja,
makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam sehari sekitar 5 kali.

Karakteristik Urine Normal

Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome.
Namun demikian warna urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi
konsentrasinya menjadi lebih pekat dan kecoklatan, penggunaan obat-obatan tertentu
seperti multivitamin dan preparat besi maka urine akan berubah menjadi kemerahan
sampai kehitaman.

Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan urea
oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan mempengaruhi bau urine

Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan dan status
kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1.200 sampai 1.500 ml per hari atau 150 sampai 600
ml sekal miksi.

Factor Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

1. Pertumbuhan dan perkembangan


Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia
lanjut volume bladder berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi
berkemih juga akan lebih sering.
2. Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat
tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka

4
5

3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi berkemih

4. Kebiasaan seseorang
Misalnya seorang hanya bsia berkemih di toilet, sehingga ia tidak dapat bekemih
dengan menggunakan pot urine
5. Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen dan pelvis untuk
berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan
berkurang.
6. Intake cairan dan makanan
Alcohol menghambat anti Dieuretik Hormon (ADH) untuk meningkatkan
pembuangan urine, kopi, the, coklat, cola (mengandung kafein) dapat meningkatkan
pembuangan dan ekskresi urine
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan tejadi penurunan produksi urine karena banyak
cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih
menimbulkan retensi urine
8. Pembedahan
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urine akan
menurun
9. Pengobatan
Penggunaan dieuretik meningkatkan output urine, antikolinergik dan anthipertensi
meningkatkan output urine
10. Pemeriksaan diagnostic.
Intravenous pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk
mengurangi output urine. Cytocospy dapat menimbulkan edema local pada uretra,
spasme pada spinter bladder sehinhgga dapat menimbulkan urine.

Masalah-Masalah Eliminasi Urine

1. Retensi urine

5
6

Merupakan penumpukan urine dalam bladder dan ketidakmampuan bladder untuk


mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine yang
terdapat dalam bladder melebihi 400 ml normalnya adalah 250-400 ml.
2. Inkontinensia urine
Adalah ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis inkontinensia : pertama : stress
inkontinensia yaitu stress yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen meningkat
seperti pada saat batuk atau tertawa. Kedua : urgen inkontinensia yaitu
inkontinensnsia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat
infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder.
3. Enuresis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada
anak-anak atau pada orang jompo.

Perubahan Pola Berkemih

1. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat,


biasanya terjadi pada cystitis, stress dan wanita hamil
2. Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak
karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang
3. Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran
kemih, trauma dan striktura uretra
4. Polyuria : (Diuresis) : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake
cairan misalnya pada pasien DM
5. Urinary Suppresion : keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-
tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam) oliguria (urine berkisar 100-500 ml/24
jam.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1. Riwayat keperawatan

6
7

a. Pola berkemih
b. Gejala dari perubahan berkemih
c. Factor yang mempengaruhi berkemih

2. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuiluh darah vena, distensi bladder pembesaran
ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus
b. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul lesi, adanya secret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina
c. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum

3. Intake dan output cairan.


a. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam)
b. Kebiasaan minum di rumah
c. Intake cairan infus, oral, makanan, NGT
d. Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan
e. Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sististomi
f. Karakteristik urine warna, kejernihan, bau, kepekatan

4. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan urine (urinalisis)
- Warna (N : jernih kekuningan)
- Penampilan (N : jernih)
- Bau (N : beraroma)
- pH (N: 4,5-8,0)
- Berat jenis (N: 1,005-1,030)
- Glukosa (N : negative)
- Keton (N : negative)

b. kultur urine (N : kuman pathogen negative)

Diagnose Keperawatan Dan Intervensi

1. Gangguan pola eliminasi urine : inkontinensia


Definisi : Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urine.

Kemungkinan berhubungan dengan :

a. Gangguan neuromuscular
b. Spasme bladder
c. Trauma pelvic
d. Infeksi saluran kemih
e. Trauma medulla spinalis

7
8

Kemungkinan data yang ditemukan :

a. Inkontinensia
b. Keinginan berkemih yang segera
c. Sering ke toilet
d. Menghindari minum
e. Spasme bladder
f. Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml

Tujuan yang diharapkan :

a. Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam


b. Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine
c. Klien berkemih dalam keadaan rileks

Intervensi Rasional
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1. Membantu mencegah distensi atau
komplikasi
2. Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi 2. Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan
dokter/fisioterapi fungsi bladder
3. Kolaborasi dalam bladder training 3. Menguiatkan otot dasar pelvis
4. Hindari factor-faktor pencetus inkontinensia 4. Mengurangi/menghindari inkontinensia
urine seperti cemas
5. Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Mengatasi factor penyebab
pengobatand an kateterisasi
6. Jelaskan tentang : 6. Meningkatkan pengetahuan dan diharapkan
Pengobatan pasien lebih kooperatif
Kateter
Penyebab
Tindakan lainnya

2. Retensi urine
Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara
tuntas.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Obstruksi mekanik
b. Pembesaran prostat
c. Trauma
d. Pembedahan
e. Kehamilan

Kemungkinan data yang ditemukan :

a. Tidak tuntasnya pengeluaran urine


b. Distensi bladder
c. Hypertrophy prostat

8
9

d. Kanker
e. Infeksi saluran kemih
f. Pembedahan besar abdomen

Intervensi Rasional
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1. Menentukan masalah
2. Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam 2. Memonitor keseimbangan cairan
3. Berikan cairan 2000 ml/hari dengan 3. Menjaga devisit cairan
kolaborasi
4. Kurangi minum setelah jam 6 malam 4. Mencegah nokturia
5. Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan 5. Membantu memonitor keseimbangan cairan
berat badan
6. Lakukan latihan pergerakan: 6. Meningkatkan fungsi ginjal dan bladder
7. Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih 7. Relaksasi pikiran dapat meningkatkan
kemampuan berkemih
8. Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi 8. Menguatkan otot pelvis
dokter/fisioterapi
9. Kolaborasi dalam pemasangan kateter 9. Mengeluarkan urine

Tujuan yang diharapkan :

a. Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam


b. Tanda dan gejala retensi urine tidak ada

Eliminasi Bowel

Konsep dasar

Anatomi dan fisiologi

1. Saluran gastrointestinal bagian atas

9
10

Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di lambung
dengan bantuan enzim, asam lambung.
Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chime di dorong ke usus halus.
2. Saluran gastrointestinal bagian bawah
Saluran gastrointestinal bagian bawah meliputi usus halus dan usus besar.
Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter
dengan diameter 2,5 cm. khusus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chime
(setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrient dan elektrolit. Usus
sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim.
Chime bergerak karena adanya peristaltic usus dan akan berkumpul menjadi feses di
usus besar. Dari makan sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 jam.
Gerakan kolon terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :Haustral Shuffing adalah gerakan
mencampur chime untuk membantu absorpsi air, kontraksi Haustral adalah gerakan
untuk mendorong materi cair dan semi padat sepanjang kolon. Gerakan peristaltic
adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus

Proses Defekasi

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa


feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.

Dalam proses defekasi terjadi dua macam reflex yaitu :

1. Reflex defekasi intrinsic


Reflex ini berasal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum,
yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah
gerakan peristaltic. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna
relaksasi maka terjadilah defekasi.

2. Reflkeks defekasi parasimpatis


Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian
diteruskan ke spinalcord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon

10
11

desenden, sigmoid dan rectum yang menyebabkan intesifnya peristaltic, relaksasi


internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma,
dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok.
Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang
terbanyak adalah cO2, metana, H2s, O2 dan nitrogen.

Feses terdiri atas 75 % air dan 25 % materi padat. Feses normal berwarna cokelat
karena pengaruh sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari
mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk.

Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi


1. Usia
Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
control defekasi menurun
2. Diet
Makanan berserat akan mempercepat proses feses, banyaknya makanan yang
masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi
3. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan
karena absorbsi cairan yang meningkat
4. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi.
Gerakan peristaltic akan memudahkan bahan feses bergeak sepanjang kolon.
5. Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga
menyebabkan diare.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi.
7. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fssilitas
buang air besar dan kebiasaan menashan buang air besar.

11
12

8. Prosedur diagnostic
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan
klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan
9. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
10. Anastesi dan pembedahan
Anastesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kdang-kadang
dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat belangsung selama 24 48 jam.
11. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis,
episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar
12. Kerusakan sensorik dan motoric
Kerusakan spinal cord dan injury kepala akan menimbulkan penurunan stimulus
sensorik untuk defekasi

Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan
a. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
b. Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola
c. Deskripsi feses : warna, bau, tekstur
d. Diet : makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur
e. Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
f. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g. Kegiatan yang spesifik
h. Penggunaan medikasi : obat-obatan yang mempengaruhi defekasi
i. Stress : stress berkepanjangan atau pendek, koping ntuk menghadapi atau
bagaimana menerima
j. Pembedahan/penyakit menetap

2. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut,
tenderness
b. Rectum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula,
hemoroid, adanya massa, tenderness

12
13

3. Keadaan feses
a. Konsistensi, bentuk bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses : lendir
4. Pemeriksaan diagnostic
a. Anuskopi
b. Proktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras

Diagnose Keperawatan Dan Intervensi

1. Gangguan eliminasi bowel : konstipasi (actual/risiko)


Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam
bedefikasi dengan kaakteristik menurunnya frekuensi buang air besar dan feses yang
keras

Kemungkinan berhubungan dengan :

a. Imobilisasi
b. Menurunnya aktivitas fisik
c. Ileus
d. Stress
e. Kurang privasi
f. Menurunnya mobilitas intestinal
g. Perubahan atau pembatasan diet

Kemungkinan data yang ditemukan :

a. Menurunnya bising usus


b. Mual
c. Nyeri abdomen
d. Adanya masa pada abdomen bagian kiri bawah
e. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar

Kondiisi klinis kemungkinan terjadi pada :

a. Anemia
b. Hipotiroidisme
c. Dialisa ginjal
d. Pembedahan abdomen
e. Paralis
f. Cedera spinal cord
g. Imobilisasi yang lama

Tujuan yang diharapkan

13
14

a. Pasien kembali ke pola normal dan fungsi bowel


b. Terjadi peruahan pola hidup untuk menurunkan factor penyebab konstipasi

Intervensi Rasional
1. Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya
1. Catat dan kaji kembali warna, konsistensi, masalah bowel
jumlah, dan waktu buang air besar
2. Deteksi dini penyebab konstipasi
2. Kaji dan catat pergerakan usus
3. Membantu mengeluarkan feses
3. Jika terjadi fecal inpaction :
Lakukan pengeluaran manual
Lakukan gliserin klisma
4. Meningkatkan eliminasi
4. Konsultasikan dengan dokter tentang :
Pemberian laksatif
Enema
Pengobatan
5. Membantu feses lebih lunak
5. Berikan cairan adekuat
6. Menurunkan konstipasi
6. Berikan makanan tinggi serat dan hindari
makanan yang banyak mengandung gas dengan
konsultasi bagian gizi
7. Meningkatkan pergerakan usus
7. Bantu klien dengan melakukan aktivitas pasif dan
aktif
8. Mengurangi/menghindari inkontinensia
8. Berikan pendidikan kesehatan tentang :
Personal hygiene
Kebiasaan diet
Cairan dan makanan yang mengandung gas
Aktivitas
Kebiasaan buang air besar

2. Gangguan eliminasi : diare


Definisi : kondisi dimana terjadi perubahan kebiasaan buang air besar dengan
karakteristik feses cairan
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Inflamasi, iritasi, dan malabsorbsi
b. Pola makan yang salah
c. Perubahan proses pencernaan
d. Efek samping pengobatan

Kemungkinan data yang ditemukan :

a. Feses bebentuk cair


b. Meningkatnya frekuensi buang air besar
c. Meningkatnya peristaltic usus

14
15

d. Menurunnya nafsu makan

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :

a. Peradangan bowel
b. Pembedahan saluran pencernaan bawah
c. Gastritis/enteritis

Tujuan yang diharapkan :

a. Pasien kembali buang air besar ke pola normal


b. Keadaan feses berbentuk dan lebih keras

Intervensi Rasional
Monitor/kaji kembali konsistensi, warna, bau 1. Dasar memonitor kondisi
feses, pegerakan usus, cek berat badan
setiap hari
Monitor dan cek elektrolit, intake dan output 2. Mengkaji status dehidrasi
cairan
Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan 3. Mengurangi kerja usus
IV, oral, dan makanan lunak
Berikan anti diare, tingkatkan intake cairan 4. Mempertahankan status hidrasi

Cek kulit bagian perineal dan jaga dari 5. Frekuensi buang air besar yang meningkat
gangguan integritas menyebabkan iritasi kulit sekitar anus
Kolaborasi dengan ahli diet tentang diet 6. Menurunkan stimulasi bowel
rendah dan serat lunak
Hindari stress dan lakukan istirahat yang 7. Stress meningkatkan stimulasi bowel
cukup
Berikan pendidikan kesehatan tentang : 8. Mencegah diare
Cairan
Diet
Obat-obatan
Perubahan gaya hidup

3. Gangguan eliminasi bowel : inkontinensia


Definisi : kondisi dimaa pasien mengalami perubahan pila dalam buang air besar
dengan karakteristik tidak terkontrolnya pengeluaran feses.

Kemungkinan berhubungan dengan :

a. Menurunnya tingkat kesadaran


b. Gangguan spinter anus
c. Gangguan neuromuskule
d. Fecal impaction

Kemungkinan data yang ditemukan :

15
16

a. Tidak terkontrolnya pengeluaran feses


b. Baju yang kotor oleh feses

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :

a. Injuri spinal cord


b. Pembedahan usus
c. Pembedahan ginekologi
d. Stroke
e. Trauma pada daerah pelvis
f. Usia tua

Tujuan yang diharapkan

a. Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses


b. Pasien kembali pada pola eliminasi normal

Intervensi Rasional
1. Tentukan penyebab inkontinensia 1. Memberikan data dasar untuk meberikan
asukan keperawatan
2. Kaji penurunan masalah ADL yang 2. Pasien terganggu ADL karena takut buang air
berhubungan dengan masalah inkontinensia besar
3. Kaji jumlah dan karakteristik inkontinensia 3. Menentukan pola inkontinensia
4. Atur pola makan dan sampai berapa lama 4. Membantu mengontrol buang air besar
terjadinya buang air besar
5. Lakukan bowel training dengan kolaborasi 5. Membantu mengontrol buang air besar
fisioterapis
6. Lakukan latihan otot panggul 6. Menguatkan otot dasar pelvis
7. Berikan pengobatan dengan kolaborasi 7. Mengontrol frekuensi buang air besar
dengan dokter

16

You might also like