Professional Documents
Culture Documents
I. PENGERTIAN
Bayi yang lahir dari kehamilan 37 42 minggu dan berat badan lahir 2500 4000
gram.
II. KRITERIA BAYI NORMAL
Usia Kehamilan Aterm ( 37 42 minggu )
BB 2500 4000 gram
PB 48 52 cm
LD 30 38 cm
LK 33 35 cm
Nadi 120 130 x/menit
RR 30 50 x/menit
Kulit Kemerahan dan Licin
Rambut lanugo tidak tampak
Kuku panjang dan lemas
Tidak cacat congenital
Genetalia : O+ : labia mayor menutupi Labia minor
O: Testis sudah turun
Reflex menghisap (+)
Reflex menelan (+)
Reflex mord (+)
Eliminasi baik ( BAB baik )
III. PATOFISIOLOGI
Bayi malas Luas permukaan tubuh bayi Residu air ketuban Penurunan Luka pemotongan tali pusat
minum yang lebih diparu / alveolar imunitas
Asupan nutrisi
Peningkatan pelepasan Obstruksi jalan nafas oleh Port de entry dari
kurang dari
panas cairan kuman
kebutuhan
Rest Infeksi
G3 Nutrisi Peningkatan penguapan Kesulitan bernafas
berlebih
VII. PENCEGAHAN
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR NORMAL
I. PENGKAJIAN
A. Riwayat Kehamilan
ANC
Penyakit
Imunisasi
Gangguan / keluhan lain
Usia kehamilan Ibu
B. Riwayat Persalinan
Kala I : His, Djj. Pembukaan
Kala II : Lamamya. Kemacetan
Indikasi Persalinan
AS
Maturitas Bayi
C. Pengkajian Bayi
Pengkajian segera : AS
Pengkajian Transisi : 24 jam I
Pengkajian Paeriodik : setelah 24 jam
D. Pemeriksaan Fisik
Postur : Posisi melingkar menyerupai saat berada dalam rahim. Gerakan
spontan
Tanda tanda vital : Denyut jantung : 120 130 x/menit
Suhu : 36,5 37,2oC
RR : 30 50 x/menit
Ukuran : BB : 2500 4000 gram
PB : 45 55 cm
LK : 32 37 cm
LD : 30 -33 cm
LP : 30 33 cm
Integumen : warna : merah muda
Icteric :0
Edema :0
Dehidrasi :0
Kepala : - Besarnya PB
- Fontanel Anterior
- Fontanel Posterior : Bentuk Segitiga
- Sutura teraba & tidak menyatu
Mata : - Bentuk mata simetris
- Refleks mengedip 0
- Gera bola mata : acak menyentak
Hidung :
Telinga :
Wajah : - Letak proporsional
- Simetris
- Expresi wajah sesuai
Mulut : - Gerakan bibir simetris
- Gusi berwarna merah muda
- Palatum Utuh
- Lidah tidak menonjol
- Reflek rooting 0
Leher : - Pendek, tebal, tak ada selaput
- Pergerakan bebas
- Tiroid tidak teraba
Dada : - Gerakan simetris
- Gerak nafas dada perut sinkron
- Puting susu menonjol dan simetris
Abdomen : - Tali pusat putih keabu abuan
- Batas tali pusat dan kulit jelas
- Tidak berbau
- Hepar 1-2 vm teraba dibawah iga kanan
- Distensi 0
- Tak teraba massa
Genetalia :
Wanita Laki - laki
- Edema 0 - Prepurtium menutupi glans
- Labia mayor menutupi labia tidak dapat ditarik kebelakang
minor - Testis teraba
- Orifisium terbuka - Ereksi spontan
- Retraksi testis bila dingin
Anus : - Jumlah 1
- Tonus spingter baik
- Reflek berkedut baik
Extremitas :
- Bentuk flexi melengkung seperti saat berada dalam rahim
- Gerakan simetris
- Jumlah jari jari lengkap
III. PERENCANAAN
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawatan
1. Perubahan suhu Tujuan : 1. Observasi tanda tanda dini
tubuh Untuk hipotermi ( kulit dingin, pucat,
( hipotermi ) mencegah merintih, kemerahan )
berhubungan terjadinya R / mengetahui secara dini
dengan hipotermi terjadinya hipotermi.
peningkatan Kriteria : 2. Berikan selimut bayi terutam a
penguapan yang Mengidentifikas bagian kepala.
berlebih. i faktor faktor
R / untuk mengurangi terjadinya
resiko terhadap
penguapan yang lebih banyak.
hipotermi.
3. Gantikan handuk atau selimut yang
Mempertahanka
n kehangatan / basah.
mencegah R / untuk menghindari perpindahan
kehilangan panas tubuh ke benda yang basah.
panas. 4. Berikan lingkungan yang hangat.
Mempertahanka
R / memberikan rasa aman &
n suhu tubuh
nyaman.
dalam bats
normal
2. G3 pola nafas Tujuan : 1. Ekstensi kepala & leher dengan
berhubungan Agar pola nafas mengganjal bahu bayi
dengan jalan kembali efektif. menggunakan lipatan kain.
nafas oleh cairan. Kriteria : R / untuk melonggarkan jalan
Bayi menangis nafas.
kuat. 2. Hisap lendir pada mulut dan
Tidak sesak, hidung.
nafas teratur
R / untuk menghindari aspirasi
Tidak cyanosis. caiaran.
3. Observasi pola nafas, suara nafas,
irama.
R / agar tahu adanya tanda tanda
aspirasi caiaran.
3. Resti G3 nutrisi Tujuan : 1. Kaji status nutrisi / minum secarar
berhubungan Kebutuhan kontinyu.
dengan bayi nutrisi dapat R / agar tahu jumlah minum /
malas minum. terpenuhi nutrisi yang masuk.
Kriteria : 2. Berikan minum sesuai kebutuhan :
Bayi dapat
Hari I 80 cc/kgBB/hari
minum ASI /
Pasi dengan Hari II 100 cc/kgBB/hari
adekuat. Hari III 120 cc/kgBB/hari
BB stabil / R / agar tahu kebutuhan minum
meningkat. yang harus di berikan.
3. Timbang BB tiap hari.
R untuk memantau keefektifan
aturan terapeutik.
4. Berikan minum sedikit sedikit
tapi sering ( ASI & PASI ).
R / untuk meningkatkan dan
memenuhi jumlah masukan.
4. Resti infeksi Tujuan : 1. Observasi tanda tanda infeksi
berhubungan Agar tidak ( panas, merah, bau )
dengan terjadi infeksi R / agar tahu secara dini terjadinya
pemotongan tali nosokomial. infeksi
pusat. Kriteria : 2. Pertahankan lingkungan aseptik
Tidak terjadi optimal selama dalam perawatan.
infeksi R / agar terhindar dari kontaminasi.
Tidak panas 3. Rawat tali pusat dengan teknis
Tali pusat steril & bungkus tali pusat dengan
kering kasa steril.
R / untuk menjaga sterilisasi.
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan.
KONSEP DASAR
BAYI dengan BERAT BADAN LAHIR RENDAH ( BBLR )
I. PENGERTIAN
Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah ( WHO, 1961 ).
Dalam hal ini dibedakan menjadi :
1. Prematuritas murni
Yaitu bayi pada kehamilan berat badan sesuai
II. ETIOLOGI
Penyebabkelahiran premature tidak diketahui, tetapi ada beberapa factor yang
berhubungan, yaitu :
1. Factor ibu
Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah,
perokok.
2. Factor kehamilan
Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
Komplikasi kehamilan : preeclampsia/ eklampsia, ketuban pecah dini
3. Factor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
4. Factor yang masih belum diketahui
III. KOMPLIKASI
1. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distress respirasi,
penyakit membrane hialin.
2. Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
3. Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
4. Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemia, gangguan pembekuan darah
5. Infeksi, retrolental fibroplasias, necrotizing enterocolitis ( NEC )
6. Bronchopulmunary dysplasia, malformasi congenital
IV. PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
2. Pengawasan terhadap PDA ( patent Ductus Arteriosus )
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit, penanganan infeksi dengan antibiotic yang tepat
Data Obyektif :
BB 2500 gr
Sesak nafas
Syanosis
Akral dingin
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap
defisiensi surfakat
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan b/d tidak adekuatnya ketidakmampuan
ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak adekuatnya persediaan zat
besi, kalsium, metabolism yang tinggi dan intake yang kurang adekuat.
III. INTERVENSI
No. Diagnose Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Pola nafas tidak Tujuan : 1. Berikan posisi kepala sedikit
efektif b/d tidak Pola nafas yang ekstensi
adekuatnya efektif 2. Berikan oksigen dengan metode
ekspansi paru yang sesuai
Kriteria :
Kebutuhan 3. Observasi irama, kedalaman dan
oksigen frekuensi pernafasan
menurun
Nafas spontan,
adekuat
Tidak sesak
Tidak ada
retraksi
2. Gangguan Tujuan : 1. Lakukan isap lender kalau perlu
pertukaran gas b/d Pertukaran gas 2. Berikan oksigen dengan metode
kurangnya adekuat yang sesuai
ventilasi alveolar
Kriteria : 3. Observasi warna kulit
sekunder terhadap
Tidak sianosis 4. Ukur saturasi oksigen
defisiensi
surfaktan Analisa gas 5. Observasi tanda-tanda
darah normal perburukan pernafasan
Saturasi oksigen 6. Lapor dokter apabila terdapat
normal tanda-tanda perburukan
pernafasan
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan
analisa gas darah
3. Resiko tinggi Tujuan : 1. Observasi turgor kulit
gangguan Hidrasi baik 2. Catat intake dan output
keseimbangan
Kriteria : 3. Kolaborasi dalam pemberian
cairan dan
Turgor kulit cairan intra vena dan elektrolit
elektrolit b/d
elastic 4. Kolaborasi dalam pemeriksaan
ketidakmampuan
Tidak ada elektrolit darah
ginjal
mempertahankan edema
keseimbangan Produksi urine
cairan dan 1-2cc/kgBB/jam
elektrolit Elektrolit darah
dalam batas
normal
4. Perubahan nutrisi Tujuan : 1. Berikan ASI/ PASI dengan
kurang dari Nutrisi adekuat metode yang tepat
kebutuhan tubuh 2. Observasi dan catat toleransi
Kriteria :
b/d tidak minum
adekuatnya Berat badan
naik 10-30 gr/hr 3. Timbang berat badan setiap hari
persediaan zat
Tidak ada 4. Catat intake dan output
besi, kalsium,
metabolism yang edema 5. Kolaborasi dalam pemberian
tinggi dan intake total parenteral nutrition kalau
Protein dan
yang kurang perlu
albumin darah
adekuat. dalam batas
normal
KONSEP DASAR
BAYI dengan HYPERBILIRUBINEMIA dengan PHOTO THERAPI
I. PENGERTIAN
Menurut buku Ilmu Kesehatan Anak II FK Unair Surabaya, 1989 : 257 mengatakan
bahwa Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar dalam darah yang biasanya
disertai dengan ikterus. Kadar bilirubin normal adalah 0 1 mg/%.
Sedangkan menurut Wong Dounal and Whaley Lucille, 1990 : 1236 mengatakan
hyperbilirubinemia (joundace) pada bayi baru lahir adalah timbunan dari serum bilirubin
melebihi batas normal (5 7 mg/ 100 dl )
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya
bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus dibedakan pada bayi menjadi 3, yaitu :
1. Ikterus Fisiologik
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kedua bilirubin indirek tidak malampaui 10 mg % pada neonates cukup bulan
dan 12,5 mg % pada neonates kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg %
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi
2. Ikterus patologik
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
b. Kedua bilirubin indirek melampaui 10 mg % pada neonates cukup bulan dan
12,5 mg % pada neonates kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin melebihi 5 mg % per hari
d. Ikterus menetap sesudah pertama 2 mg %
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg %
f. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi berat atau
keadaan patologik lain yang telah diketahui keadaan patologi
3. Kern Ikterus
Adalah suatu sindroma neurologic yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubi n
tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerusakan ini terjadi pada korpus striatus,
thalamus, nucleus subtalamus, hypothalamus, nucleus merah dan nucleus pada dasar
ventrikeulus ke IV.
Gejal Kern Ikterus pada permulaan kurang jelas,dapat berupa mata yang berputar,
letargi, kejang, tak mau makan, tonus otot meningkat, leher kaku dan akhirnya
epitotonus (Purnawan Junaidi, dkk, 1982 : 548 )
II. ETIOLOGI
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagai berikut :
1. Produksi yang berlabihan yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya.
Terdapat pada hemolisis yang meningkat akibat inkompetibleitas golongan darah.
(Rh, ABO antagonis, atau defisiensi ensim G6PD)
2. Gangguan pada proses pengambilan dan konjugasi hepar dapat disebabkan oleh
imaturitas hepar, kurangnnya substrat untuk konjugasi bilirubin, hypoksia, dan
gangguan fungsi hepar dan infeksi.
3. Gangguan dalam transportasi. Untuk dapat diangkut ke hepar bilirubin diikat oleh
albumin terlebih dahulu. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin
indirek bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak.
4. Gangguan dalam sekresi dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar,
akibat penyakit hepar bawaan, infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
(ngastiyah,1997)
III. PATOFISIOLOGI
1. Produksi berlebihan
2. Gangguan konjugasi hepar
3. Gangguan transportasi
4. Gangguan ekskresi
IV. PENATALAKSANAAN
1. Mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai enzim induser sehingga konjugasi dapat
dipercepat.
2. Menambah substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi seperti pemberian
albumin untuk mengikat bilirubin bebas.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan terapi sinar yang dapat menurunkan kadar
bilirubin dengan cepat. Terapi sinar mengubah senyawa 4 Z, 15 Z- bilirubin menjadi
senyawa bentuk 4 Z, 15 E bilirubin yang merupakan bentuk isomer yang mudah
larut dalam plasma sehingga mudah disekresi oleh hati kedalam empedu. Dari
empedu dilepas ke usus untuk kemudian disekresi bersama faeses.
Photo terapi dilakukan pada keadaan :
1. Kenaikan bilirubin indirek yang sangat cepat (0,4 mg/kg/jam), atau kadar bilirubin
indirek > 10 mg/dl dan bayi dalam keadaan hemolisis ditandai dengan ikterus pada
hari I.
2. Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah transfuse tukar.
Photo terapi tidak dilakukan pada bayi dengan gangguan motilitas / peristaltic usus
(obstruksi, enteristis).
ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI dengan HYPERBILIRUBINEMIA dengan PHOTO THERAPI
I. PENGKAJIAN
1. Anamneses Orang Tua/ Keluarga
Ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal
ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah ). Ada saudar yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspect spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu, ikterus kemungkinan karena
pengaruh pregnanediol.
2. Riwayat Kelahiran
a. Ketubsn pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakan predisposisi terjadinya infeksi
b. Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia), acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
c. Bayi dengan apgar skor rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), acidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Kelahiran premature berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar)
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun.
b. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput/ mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan tekanan langsung
pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning)
Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
c. Dada
Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
Status kardiologi menunjukkan adanya tachikardia, khususnya ikterus
yang disebabkan oleh adanya infeksi.
d. Perut
Peningkatan dan penurunan bising usus/ peristaltic perlu dicermati. Hal
ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi. Gangguan
peristaltic tidak diindikasikan photo terapi.
Perut membuncit, muntah, mencret merupakan akibat gangguan
metabolism bilirubin enterohepatik.
Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubngkan dengan sepsis
bacterial, tixoplasmosis, rubella.
e. Urogenitalia
Urine kurang dan pekat
Adanya faeses yang pucat/ acholis/ seperti dempul atau kapur merupakan
akibat dari gangguan/ atresia saluran empedu.
f. Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
g. Kulit
Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor yang jelek. Elastisitas
menurun.
Perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
h. Pemeriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargia dan lain-lain menunjukkan adanya tanda-
tanda kern ikterus.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : DL, Bilirubin > 10 mg%
b. Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
c. Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan
d. Screnning Ikterus melaluimetode Kramer dll
e. Screnning Ikterus melalui metode kremer.
KONSEP DASAR
DIFTERI
I. PENGERTIAN
Difteri adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas. Penyakit ini
dominan menyerang anak-anak, biasanya bagian tubuh yang diserang adalah tonsil,
faring hingga laring yang merupakan saluran pernafasan bagian atas.
Ciri yang khusus pada difteri ialah terbentuknya lapisan yang khas selaput lendir pada
saluran nafas, serta adanya kerusakan otot jantung dan saraf.
II. ETIOLOGI
Penyebab penyakit difteri adalah jenis bacteri yang diberi nama Cornyebacterium
diphteriae.
CARA PENULARAN :
Difteri bisa menular dengan cara kontak langsung maupun tidak langsung. Air ludah
yang berterbangan saat penderita berbicara, batuk atau bersin membawa serta kuman-
kuman difteri. Melalui pernafasan kuman masuk kedalam tubuh orang sekitarnya, maka
terjadilah penularan penyakit difteri dari seseorang kepada orang-orang disekitarnya.
Biasanya bakteri berkembang biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut
atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini
menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung
dan otak.
TANDA dan GEJALA
GEJALA ;
a. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derajat celcius
b. Batuk dan pilek yang ringan
c. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
d. Mual, muntah, sakit kepala
e. Adanya pembentukan selaput ditenggorokan berwarna putih ke abu-abuan kotor.
f. Kaku leher.
Keluhan serta gejal lain tergantung pada lokasi penyakit dipteri :
Diphtheria Hidung :
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala
sistemik ringan. Secret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian
mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak
membrane putih pada daerah septum nasi.
Diphtheria Tonsil-Faring :
Gejala anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan dalam 1-2 hari timbul
membrane yang melekat, berwarna putih kelabu dapat menutup tonsil dan dinding
faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
Diphtheria Laring :
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebuh berupa gejala
obstruksi saluran nafas atas.
III. PATOGENESIS
Kuman masuk melalui mukosa/ kulit, melekat serta berbiak pada permukaan saluran
nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta
selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah.
IV. AKIBAT
Akibat Diphtheria :
Setelah melalui masa inkubasi selama 2-4 hari kuman diphtheria membentuk racun
atau toksin yang mengakibatkan timbulnya panas dan sakit tenggorokan. Kemudian
berlanjut dengan terbentuknya selaput putih di tenggorokan akan menimbulkan
gagal nafas, kerusakan jantung dan saraf.
Diphtheria ini akan berlanjut pada kerusakan kelenjar linfe, selaput putih mata,
vagina.
Komplikasi lain adalah kerusakan otot jantung dan ginjal.
V. KOMPLIKASI
Racun diphtheria bisa menyebabkan kerusakan pada otot jantung, system saraf,
ginjal ataupun organ lainnya :
Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung.
Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak
terkoordinasi dan gejal lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan.
Kerusakan ginjal (nefritis).
VI. PENANGANAN
Pengobatan diphtheria tidak bisa dilaksanakan sendiri di rumah, segeralah dirawat
di rumah sakit jangan sampai terlambat. Karena diphtheria sangat menular penderita
perlu di isolasi. Istirahat total di tempat tidur mutlak di perlukan untuk mencegah
timbulnya komplikasi yang lebih parah. Fisioterapi sangat diperlukan untuk penderita
yang sarafnya mengalami gangguan sehingga mengakibatkan kelumpuhan. Tindakan
trakeotomi diperlukan bagi penderita yang tersumbat jalan nafasnya, dengan membuat
lubang pada batang tenggorokan.
VII. PENCEGAHAN
Diphtheria jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berikanlah
imunisasi pada bayi umur 2 bulan sebanyak 3 kali dengan selang satu bulan. Jenis
imunisasi ini termasuk dalam 5 Imunisasi Dasar Lengkap. Biasanya imunisasi ini
berbarengan dengan imunisasi polio, hepatitis B. sedangkan imunisasi Diphtheria
tergabung dalam Imunisasi DPT atau Diphtheria, Pertusis dan Tetanus. Untuk bayi umur
Sembilan bulan di lengkapi dengan imunisasi Campak (Morbilli). Segeralah imunisasi
anak anda di Posyandu, Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK dengan DIFTERI
I. A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi
berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun.
Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin. Biasanya terjadi
pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat, hygiene dan sanitasi
jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang.
2. Keluhan Utama
Klien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia, lemah.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring dan saluran
nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami diphtheria.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
b. Pola Aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
c. Pola Istirahat dan Tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur.
d. Pola Eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urine dan feses karena jumlah asupan nutrisi
kurang disebabkan oleh anoreksia.
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. TTV : Nadi : meningkat
TD : menurun
RR : meningkat
Suhu : kurang dari 38 C
b. Inspeksi
lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran.
c. Auskultasi
nafas cepat dan dangkal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium. Untuk
melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
E. PENATALAKSANAAN
Penderita di isolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut
terlampaui. Kontak penderita di isolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana :
biakan hidung dan tenggorokan.
Seyogyanya dilakukan tes Sckick (tes kerentanan terhadap diphtheria) diikuti gejala
klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.
Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid
diphtheria.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
III. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan & Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nutrisi kurang dari Tujuan : 1. Kaji kemampuan pasien untuk
kebutuhan b/d a. Meningkatkan mengunyah, menelan.
anoreksia nafsu makan R / Faktor ini menentukan
sehingga pemilihan terhadap jenis
kebutuhan makanan
nutrisi 2. Berikan perawatan mulut sering
terpenuhi. dan sebelum makan.
Kriteria Hasil : R / pasien cenderung mangalami
a. Klien dapat luka dan atau perdarahan gusi
meningkatkan dan rasa tak enak pada mulut
BB sesuai dimana menambah anoreksia.
tujuan 3. Berikan makan dan sering.
b. Klien tidak R / meningkatkan asupan nutrisi
menalami 4. Ukur masukan diet harian dengan
tanda-tanda jumlah kalori.
malnutrisi R / memberikan informasi tentang
kebutuhan pemasukan/
defisiensi.
5. Timbang BB sesuai indikasi
R / mengevaluasi keefektifan atau
kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi.
6. Jaga keamanan saat memberikan
makanan pada pasien, seperti
tinggikan kepala tempat tidur.
R / selama makan atau selama
pemberian makan lewat slang
NGT, menurunkan resiko
regurgitasi dan atau terjadinya
aspirasi.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
R / Untuk mengidentifikasi kalori
(nutrisi tergantung pada usia,
berat badan, ukuran tubuh dan
keadaan penyakit)