Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari lambung, usus
halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus
mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut
Tukak gaster/perforasi gaster adalah luka pada lapisan perut. Tukak gaster dapat diobati
Sebagian kecil dari tukak ini mungkin menjadi kanker (McCoy, 2010). Tukak gaster merupakan
luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris (Tarigan,
2001).
B. Anatomi Fisiologi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma.
Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti
buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung
Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung
terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan
masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat
sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan
pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum. Abnormalitas sfingter
pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau piloro spasme terjadi bila serabut otot
di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk
mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan
tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui
operasi atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari
peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung
dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan
peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi
lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke
bawah membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron
besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista
pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis akut. Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian
muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian
luar, lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang
unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik
Fungsi menampung : Menyimpan makanan sampai makanan. Tersebut sedikit demi sedikit
dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah
tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh
gastrin
otot yang mengelilingi lambung. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik dasar.
pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik,
serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. Pepsin
berfungsi memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). Asam garam (HCL)
berfungsi mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat suasana
c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
e) Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai barier
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan intestinal. Fase
sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu akibat melihat, mencium,
memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan
dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari
korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus
ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi HCL,
pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung
normal yang berhubungan dengan makanan. Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum
pilorus. Distensi antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari resptor-
reseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus
dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin
dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan
kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi.
Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh
protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus lambung mengandung
reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan,
gastrin dapat bereaksi pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat
merangsang pelepasan histamin dari mukosa untuk sekresi asam. Fase sekresi gastrik
menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung total setelah makan, sehingga merupakan
bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik
dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung
diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian dalam
duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan
peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar. Distensi usus halus
menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus mienterikus, saraf simpatis dan
vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam (PH kurang dari 2,5),
lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus.
semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung. Pada periode interdigestif (antara
dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus
berlangsung dalam kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran
asam basal (basal acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan
lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal selama periode ini terutama terdiri dari
mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsangan emosional kuat dapat
meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu faktor
C. Etiologi
1. Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma tertusuk pisau)
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada anak-anak
2. Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin,dan natrium diclofenac) serta golongan
obat anti inflamasi steroid diantaranya deksametason dan prednisone. Sering ditemukan pada
orang dewasa.
3. Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akut, divertikulosis akut, dan
4. Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum perforasi usus pada
pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk.
5. Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP dan
colonoscopy.
mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut dan kronik dan
obstruksi usus.
7. Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi perforasi
usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini sering tidak terduga terjadi
8. Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan colitis ulceratif
akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien dengan Crohns disease.
10. Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma
11. Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya dapat
berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus.
12. Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan sepsis.
D. Patofisiologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme lainnya karena kadar asam
intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki
fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti
perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada
pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam
rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan
partikel makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh
perkembangan yang bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk
beberapa jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut. Mikrobiologi dari usus
kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya. Beberapa bakteri menempati bagian proksimal
dari usus kecil dimana, pada bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh
bakteri aerob
(E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra
abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal. Adanya bakteri di rongga
peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ-organ visceral
cenderung melokalisir proses peradangan, mengahasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada
perforasi kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri
anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana mengarah pada
peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan
sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi
abscess, dan diikuti pembesaran absces pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia,
E. Manifestasi Klinis
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai nausea, vomitus,
F. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah :
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini
berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah
3. CT-scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah
perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni
dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster
G. Komplikasi
2. Kegagalan luka operasi, Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
a. Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,
seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),
leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
Depresi myokardial
c. Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-positif,
e. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan sistem
multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa gaster Obstruksi
mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif. Delirium post-operatif. Faktor berikut
a) Usia lanjut
b) Ketergantungan obat
c) Demensia
d) Abnormalitan metabolik
e) Infeksi
g) Hipoksia
h) Hipotensi Intraoperatif/postoperative
H. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum
operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian
antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda perforasi umum tidak ada, kebijakan
nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif
dan anaerob.
Penderita yang gasternya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum
operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian
antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan
nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif
dan anaerob.
Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak
yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan
umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan
Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik daripada iskemia sebagai
penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut
abdomen disertai sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal
A. Identitas
Meliputi : Nama pasien, Umur, Jenis kelamin, Suku /Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat,
No. RM
B. Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang.
perforasi dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang
tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia
dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami
penurunan kesadaran.
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ
visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi
distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun
7. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Batasan karakteristik : Stimulus nyeri menstimulasi Nyeri akut
- Laporan secara nosiseptor di perifer
verbal atau non verbal
- Fakta dari
observasi Impuls nyeri diteruskan oleh
- Posisi antalgic serabut
untuk menghindari saraf afferen (A-delta & C) ke
nyeri medulla spinalis
- Gerakan melalui dorsal horn
melindungi
- Tingkah laku
berhati-hati Impuls bersinapsis di
- Muka topeng substansia gelatinosa (lamina II
- Gangguan tidur dan III)
(mata sayu, tampak
capek, sulit atau
gerakan kacau, Impuls melewati traktus
menyeringai) spinothalamus.
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit Impuls masuk ke formation
(penurunan persepsi retikularis
waktu, kerusakan
proses berpikir,
penurunan interaksi Nyeri
dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui
orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Faktor yang
berhubungan :
Agen injuri (biologi,
kimia, fisik,
psikologis)
Masalah keperawatan
a. Nyeri akut
b. Kekurangan volume cairan
c. Resiko infeksi
Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan
b. Kekurangan volume cairan b/d tindakan Invasif
c. Resiko Infeksi b/d tindakan invasivif