You are on page 1of 5

Respon Seluler terhadap kondisi Hipoksia

Posted on August 27, 2015


Hipoksia
Definisi
Hipoksia digambarkan sebagai kondisi berkurangnya ketersediaan oksigen (O2) sehingga
mengimplikasikan berkurangnya konsentrasi oksigen, padahal oksigen memiliki peranan
yang sangat penting dalam proses metabolisme untuk dapat menghasilkan energi yang akan
digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas.
Jenis-jenis Hipoksia
Berdasarkan penyebabnya, hipoksia dapat dibedakan menjadi:
1. Hipoksia hipoksemik, disebabkan tekanan parsial O2 dalam darah arteri
2. Hipoksia anemik, disebabkan karena berkurangnya kapasitas hemoglobin dalam
mengangkut O2 akibat anemia
3. Hipoksia iskemik, disebabkan karena berkurangnya perfusi jaringan, baik umum maupun
lokal
4. Hipoksia histotoksik/sitotoksik, disebabkan berkurangnya kemampuan jaringan
menggunakan oksigen karena keracunan sel atau jaringan
5. Hipoksia difusi, disebabkan gangguan difusi oksigen karena adanya aliran darah yang
berlawanan dalam pembuluh kapiler
Dampak dari Hipoksia
Sebagai respon adaptive, hipoksia dapat menyebabkan berbagai efek pada tingkat seluler dan
fungsi fisiologis pada tubuh. Kekurangan oksigen menyebabkan metabolisme berlangsung
tidak sempurna. Pada tingkat seluler mengakibatkan aktivasi jalur metabolik yang tidak
membutuhkan oksigen seperti induksi enzim glikolisis anarob. Pada tingkat sistemik
pengaturan dilakukan untuk meningkatkan distribusi oksigen seperti induksi eritropoesis dan
angiogenesis.
Respon sel terhadap kondisi hipoksia adalah ekspresi protein Hipoxia Inducible Factor (HIF),
yang merupakan faktor transkripsi yang memegang peranan penting dalam menjaga
keseimbangan oksigen.
Hipoxia Inducible Factor (HIF)
Hipoksia Inducible Faktor (HIF) adalah faktor transkripsi yang terdiri dari 2 subunit, sebagai
regulator oksigen yaitu subunit dan subunit . Bentuk subunit pada manusia yaitu HIF-
1, HIF-2 dan HIF-3, sedangkan hanya satu bentuk subunit . Pada pembahasan makalah
seminar ini, akan difokuskan pada HIF-1 dan HIF-1. Dibawah kondisi normoxia, HIF-1
akan mengalami hidroksilasi residu prolyl yang terletak pada domain ODD HIF-1 oleh
prolyl hydroxylase domain (PHD) proteins, sedangkan HIF-1 tidak memiliki domain O2-
dependent degradation (ODD) sehingga tidak dapat dikenali oleh 4-prolil hydroxylase (PHD)
untuk didegradasi .
Ketika proses hidroksilasi berlangsung subunit akan dikenali oleh von Hippel-Lindau
protein (VHL) yang akan merekrut kompleks ubiquitin sehingga protein HIF-1 mengalami
poliubiquitinasi, sehingga akan terjadi degradasi proteosomal. Pada kondisi hipoksia, subunit
tidak akan terhidroksilasi tetapi akan membentuk kompleks dengan subunit disebut HIF-1
utuh. HIF-1 utuh akan dikenali dan diikat oleh HIF-1 responsive element (HRE) pada region
promoter sehingga akan menginduksi transkripsi gen untuk mengekspresikan protein-protein
tertentu sebagai adaptasi seluler seperti proliferasi, apoptosis dan angiogenesis. Selain itu,
faktor transkripsi HIF-1 utuh akan mengekspresikan protein sebagai efek sistemik yaitu
eritropoetin, berperan untuk mendorong produksi eritrosit. Pada sel tumor yang mengalami
kondisi hipoksia dapat mengekspresikan HIF 1- yang akan mempengaruhi regulasi enzim-
enzim glikolisis anaerob. Respon glikolisis tersebut meningkatkan protein GLUT yang
berasosiasi dengan proses perkembangan tumor pada kanker.
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) adalah suatu protein yang diekspresikan karena
keberadaan kompleks HIF-1 utuh. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, VEGF
berperan untuk mempermudah dan mempercepat aliran darah dengan cara membuka jalan-
jalan baru dengan membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis). Pada sel tumor yang
memiliki status oksigenasi kurang baik, angiogenesis diperlukan untuk suplai nutrisi,
hormon, maupun penyebaran sel-sel tumor ke tempat jauh.
Hipoxia menginduksi ekspresi miRNA
Pada beberapa penelitian, diketahui bahwa hipoksia dapat menginduksi ekspresi sejumlah
miRNA yang lebih dikenal sebagai hypoxamirs. Sebagai mekanisme respon terhadap kadar
oksigen , HIF berperan penting dalam meregulasi beberapa ekspresi gen dan miRNA
sehingga dapat kita dapat mengeksplorasi secara logis hubungan antara HIF dan hypoxamirs
agar lebih mengetahui regulasi hipoksia secara kompleks.
Pada uraian paragraf sebelumnya, jika dilihat dari perspektif respon miRNA terhadap
hipoksia dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu, miRNA yang diinduksi HIF, miRNA
yang mempengaruhi HIF dan miRNA yang mempengaruhi HIF tidak tergantung kondisi
hipoksia. miRNA yang diinduksi oleh HIF adalah miR210 dan miR 373. Dalam jurnal lain
menyebutkan miRNA yang ekspresinya dipengaruhi karena adanya HIF antara lain miR-21,
miR-23a, miR-26a, miR-125b-5p dan miR-210. Diantara semua miRNA yang ada, para
peneliti sedang mengembangkan studi mengenai miR-210 karena dianggap sebagai keyword
dalam proses antiapoptosis. Selain itu, miRNA tidak hanya diinduksi oleh HIF, tetapi dapat
mempengaruhi HIF itu sendiri. miRNA yang mempengaruhi HIF adalah miR20b, miR199a
dan miR424. Dari ketiga miRNA tersebut, yang telah berkembang yaitu mengenai penelitian
miR424, karena diketahui berperan dalam diferensiasi sel endotel yang akan memperpanjang
aktivitas HIF 1- dan lebih lanjut akan mempengaruhi metabolisme glikolisis serta
memediasi terbentuknya ROS yang bersifat sitotoksik.
MiRNA yang mempengaruhi ekspresi HIF tidak bergantung hipoksia tetapi dapat
diinduksi/disupresi unsur seluler yang lain adalah miR107, miR17-92, miR31 dan miR519c.
Masing-masing miRNA tersebut memiliki peran seperti, miR107 yang diinduksi protein p53
akan menurunkan ekspresi HIF 1-, miR17-92 diinduksi c-MYC akan mensupresi ekspresi
HIF 1-, miR519c disupresi hepatocyte growth factor akan mensupresi ekspresi HIF 1- dan
miR31 yang menurunkan ekspresi HIF regulatory factor inhibiting HIF (FIH), akan
meningkatkan ekspresi HIF 1-.

Daftar Pustaka
Michiels C. Physiological and Pathological responses to Hypoxia. Am J Pathol. 2004; 164 (6)
1875-82
Schneider MR. MicroRNAs as Novel Players in Skin Development, Homeostatis and
Disease. The British Journal of Dermatology. 2012; 166(1): 22.
Michiels C. Physiological and Pathological responses to Hypoxia. Am J Pathol. 2004; 164 (6)
1875-82
Semenza GL. HIF-1: mediator of physiological and pathophysiological responses to hypoxia.
J appl Physiol. 2000; 88: 1474-80.
Phillips T. Differences between siRNA and miRNA. 2015
Semenza GL. Hydroxylation of HIF-1: oxygen sensing at the molecular level. Physiology.
2004;19:176-82
Dewhirst MW, Cao Y, Moeller. Cycling hypoxia and free radicals regulate angiogenesis and
radiotherapy response. Nat Rev Cancer. 2009;8(6):425-37
Masagus, Z. Aktivitas spesifik enzim Manganase Superoxide Dismutase, Katalase dan
Glutamat Prieuvat Transaminase pada hati tikus yang diinduksi hipoksia sistemik:
hubungannya dengan kerusakan oksidatif. 2010. Tesis. PMIB FKUI
Corn PG. Hypoxic regulation of miR-210: shrinking targets expand HIF-1s influence.
Cancer Biology & Terapy. 2008; 7(2): 265-6

Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)


VEGF adalah mitogen (zat pertumbuhan) yang sangat spesifik terhadap fungsi sel endotel
vaskuler. Peranan VEGF sangat dominan dalam proses pembentukan pembuluh darah baru
yang disebut sebagai angiogenesis. VEGF juga berperan pada peningkatan permeabilitas
pembuluh darah yang menyebabkan ekstravasasi dari banyak molekul. Angiogenesis terdiri
dari angiogenesis fisiologis dan patologis. VEGF sangat dominan dalam kedua proses
angiogenesis tersebut. Pada tumor angiogenesis, faktor internal dan eksternal dapat
mempengaruhi tingkat ekspresi dari VEGF. Faktor internal sel yang menyebabkan
pembentukan VEGF adalah aktivasi dari onkogen, inaktivasi gen penekan tumor, serta faktor
pertumbuhan dan hormon. Mutasi gene tertentu yang dapat memicu tumbuhnya tumor
(seperti p53) dapat menstimulasi ekspresi berlebihan VEGF pada sel tumor. Begitu pula
dengan inaktivasi dari gen penekan tumor yang berhubungan dengan peningkatan proses
angiogenesis pada sel tumor. Sedangkan hipoksia dan hipoglikemia merupakan faktor
eksternal yang utama dalam menstimulasi peningkatan ekspresi VEGF pada sel tumor.
Terdapat 5 jenis variasi VEGF yaitu VEGF121, VEGF145, VEGF165, VEGF189, dan
VEGF206. Angka di belakang nama VEGF mencerminkan jumlah asam amino yang
membentuk VEGF tersebut. Ciri biologis penting yang membedakan antara VEGF tersebut
adalah kemampuan berikatan dengan heparin dan heparan-sulfat. Hanya VEGF121 yang
tidak dapat berikatan dengan heparin dan heparan-sulfat. VEGF dapat berikatan dengan
heparin di permukaan sel dan matriks ekstraseluler serta memicu dilepaskannya faktor-faktor
lain yang juga berperan dalam proses angiogenesis. Heparin atau heparin-sulfat ini yang
mengatur ikatan antara VEGF dengan reseptornya. Matriks ekstraseluler merupakan tempat
penyimpanan dari VEGF. Terdapat 2 reseptor VEGF yang telah diketahui dan masih bagian
dari keluarga reseptor tirosin kinase. Kedua reseptor tersebut yaitu VEGFR-1 dan VEGFR-2
yang berperan dalam proses angiogenesis. Dari kedua reseptor tersebut, diketahui bahwa
VEGFR-2 memiliki peranan yang lebih dominan dalam proses angiogenesis. Aktivasi
VEGFR-2 diperlukan dalam proses diferensiasi dari sel endotel dan pergerakan sel endotel
precursor. Juga telah diketahui adanya VEGFR-3 yang banyak diekspresikan oleh pembuluh
limfe dan berikatan dengan VEGF C dan VEGF-D.
Gambar. Faktor pertumbuhan dan VEGF serta reseptornya (diambil dari: FASEB J/ 13. 9-22
(1999))

VEGF dan reseptornya memainkan peranan yang sangat penting sebagai regulator utama
dalam proses angiogenesis dan vaskulogenesis. VEGF mengatur proses angiogenesis dan
vaskulogenesis selama tahap awal perkembangan embrio termasuk sistim kardiovaskular dan
retina serta kelainan-kelainannya yang disebabkan oleh deregulasi VEGF.
Beberapa penyakit seperti tumor ditandai oleh adanya kelainan angiogenesis dan ekspresi
berlebihan VEGF. Pada tumor angiogenesis, sinyal VEGF yang dihambat akan mengganggu
proses angiogenesis dan berdampak pada pertumbuhan tumor, progresifitas tumor, dan
metastasis. Hal ini menunjukkan bahwa VEGF merupakan faktor utama dari proses
angiogenesis dan pertumbuhan tumor. Penghambatan fungsi VEGF ini dapat dilakukan oleh
berbagai cara, diantaranya adalah dengan antibodi monoklonal VEGF, VEGFR inhibitor,
antisense mRNA VEGF, konjugasi VEGF dengan toksin, dan mutan VEGF antagonis. Oleh
sebab itu, penghambatan dari fungsi VEGF ini akan berperan besar dalam keberhasilan dari
pengobatan penyakit ini.
(Neufeld, Cohen, Gengrinovitch, & Poltorak, 1999)

You might also like