Professional Documents
Culture Documents
EPIDURAL HEMATOME
Oleh :
Theresia Citra Mila Mesa
11 2009 - 247
Pembimbing
Dr. Junior Panda, SpBS
KEPANITERAAN BEDAH
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
KUDUS
PERIODE 17 Januari 2011 - 26 Maret 2011
1
KASUS
STATUS
I. Identitas pasien
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 24 th
3. Alamat : Jl. Suwawal, Rt 08/04, Jepara
4. Status Perkawinan : menikah
5. Pekerjaan : wiraswasta
6. Jenis Kelamin : Perempuan
7. Agama : Islam
8. Dirawat : Ruang ICU - Kana
ANAMNESIS SISTEM
2
Catat keluhan tambahan positif di samping judul judul yang bersangkutan
Harap diisi : bila ya (+), bila tidak (-)
Kepala
(+) Trauma (+) Sakit kepala (+) pusing (+) hematom
Mata
(+) Merah (-) Nyeri (+) hematom
(-) Sekret (-) Kuning
(-) Gangguan penglihatan (-) Trauma
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran (-) Sekret (-) Tinitus
Hidung
(-) Rhinnorhea (-) Tersumbat (-) Nyeri
(-) Gangguan penciuman (-) Sekret (-) Epistaksis
(-) Epistaksis (-) Benda Asing / Foreign body
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah (-) Gusi (-) Mulut (-) kaku
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
3
(-) Mual (-) Muntah (-) Diare (-) Tegang
(-) Konstipasi (-) Nyeri Epigastrium (-)Nyeri kolik
(-) Tinja berdarah (-) Tinja berwarna dempul (-) Benjolan
Saraf dan Otot
(+) Trauma (+) Nyeri (-) Bengkak
Kekuatan : + + Sensori : + +
+ + + +
Edema : - - sianosis: - -
- - - -
STATUS GENERALIS
4
1. Kepala : deformitas (-), hematom Os mastoid (+)
Rambut : (+) , distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor, Racoon eye (+)
Hidung : simetris, sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga : serumen (+), tidak ada kelainan bentuk pada telinga, darah (-)
Mulut : simetris, sianosis (-), tidak kering, schizis (-), lidah tidak kotor,
tonsil T1/T1 tenang, tidak hiperemis.
2. Leher : tidak ada deformitas, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
kaku kuduk (-)
3. Thorax :
Paru : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
4. Abdomen : Supel, Datar, BU (+) normal
5. Ekstremitas : Akral hangat (+) pada kedua lengan dan tungkai.
Tidak ada oedema
5
Bahu : nyeri tekan positif pada
klavikula sinistra
(Pe) : Tidak dilakukan
(A) : Bising usus (+) normoperistaltik
STATUS NEUROLOGIS
GCS saat datang: E1 M5 V2=8
GCS saat diperiksa : E4 M6 V5=15
pupil
o isokor/anisokor : isokor
o posisi : sentral
o diameter : 3 mm
Nervi Cranial
NI
Daya penghidu : baik
N II
Ketajaman penglihatan (hitung jari) : normal
Pengenalan warna : normal
Lapang pandang (konfrontasi) : tidak dilakukan
Funduskopi : tidak dilakukan
N III, N IV, N VI
Ptosis : negatif
Strabismus : tidak dilakukan
Nistagmus : tidak dilakukan
Exoptalmus : negatif
Enoptalmus : negatif
N. V
Mengigit()M.messeter,M temporalis) : dapat dilakukan
Membuka mulut : dapat dilakukan
Sensibilitas
6
o Atas : tidak dilakukan
o Tengah : tidak dilakukan
o Bawah : tidak dilakukan
Refleks masseter : tidak dilakukan
N. VII
Pasif
Kerutan kulit dahi : dapat dilakukan
Kedipan mata : dapat dilakukan
Aktif
Mengerutkan dahi : tidak dilakukan
Mengerutkan alis : tidak dilakukan
Menutup mata dengan kuat : tidak dilakukan
Meringis/menyeringai : dapat dilakukan
Menggembungkan pipi : tidak dilakukan
Gerakan bersiul : tidak dilakukan
Daya pengecapan lidah 2/3 : tidak dilakukan
lidah depan
N. VIII
Mendengarkan detik arloji : tidak dilakukan
Tes schwabach : tidak dilakukan
Tes rinne : tidak dilakukan
Tes weber : tidak dilakukan
N. IX
Arcus pharynx : tidak dilakukan
Posisi uvula : tidak dilakukan
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
Refleks muntah : tidak dilakukan
N. X
Arcus pharynx : tidak dilakukan
Bersuara : dapat dilakukan
Menelan : dapat dilakukan
N. XI
7
Memalingkan kepala : dapat dilakukan
Mengangkat bahu : tidak dilakukan
N. XII
Menjulurkan lidah : tidak dilakukan
Atrofi lidah artikulari : tidak dilakukan
Tremor lidah : tidak dilakukan
Fasikulasi : tidak dilakukan
MOTORIK
Kekuatan : +5
tonus : normotonus
trofi : eutrofi
REFLEKS FISOLOGIS
Refleks tendon
o Refleks biceps : +/+
o Refleks triseps : +/+
o Refleks patella : +/+
o Refleks achilles : +/+
REFLEKS PATOLOGIS
Hoffman trommer : -/-
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Openheim : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
V PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 29/01/2011
8
29 Januari 2011 30 Januari 2011
Darah : Darah :
- Hb : 11 g/dl - Hb : 9.6 g/dl
- Ht : 31,9 % Analisa Gas Darah :
- Eritrosit : 3,95 juta - pH : 7.4
- Leukosit : 12.190 - pCO2 : 43.2 mmHg
ribu
- pO2 : 33.0 mmHg
- Trombosit : 166.000
- SO2% : 65.2 % (L)
ribu
- HCT : 29% (L)
- Eosinofil : 0%
- Hb : 9.3 g/dl (H)
- Basofil : 0,1 %
- BE ecf : 3.5 mmol/L
- Neutrofil segmen : 80,2 %
- BE b : 4.0 mmol/L (H)
- Limfosit : 9,8 %
- SBC : 27.5 mmol/L
- Monosit : 9,9 %
- Masa Pdrh : 2 - HCO3 : 28.2 mmol/L
9
- A-aDO2 : 370.8
- a/A : 0.4
- Rl : 1.2
- O2 Cap : 10.4
- O2Ct : 11.3
Resume
1/2 jam SMRS pasien mengalami kecelakan lalu lintas saat sedang menyeberang
jalan Os di tabrak sepeda motor. Pasien tidak sadarkan diri, sempat mengeluarkan
darah dari mulut, terdapat hematom didahi kiri dan di belakang telinga kiri.
Terdapat fraktur tertutup di Os clavicula sinistra. Saat datang GCS=8, saat
diperiksan setelah di operasi, GCS=15, terdapat hematom periorbita (Racoon eye),
hematom disekitar Os mastoid.
10
Diagnosis banding
- Subdural hematom
- Perdarahan subarachnoid
Diagnosis kerja
a. Cedera Kepala Berat
Dasar diagnosis: GCS E1 M5 V2=8
Penurunan kesadaran
Hasil CT-scan: ICH regio frontal kanan dan temporal kanan dengan edema
perifokal.
- EDH regio frontal kiri dengan contusion haemorrhage regio frontal kiri dan
PSA.
- Tampak tanda-tanda peningkatan TIK.
- Fraktur Os frontalis dupleks.
- Subgaleal, hematom regio frontal dupleks.
Penatalaksanaan:
A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)
B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
C : Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrharge control)
D : Disability : status neurologis
11
E : Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetap cegah hipotermia
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Ro thorax
CT - Scan
Pemeriksaan Laboratorium
Instruksi Post Operasi :
1. Puasa sampai dengan BU (+)
2. O2 3-5 Liter
3. Taxegram 2x1 gr
4. Kutoin 2x100 mg
5. Torasic 3x1 mg
6. Brain act 3x500 mg
7. Kalnex 3x500 mg
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanasionam : dubia
12
Epidural Hematom
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering
terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku
dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang
di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan
membentuk periosteum tabula interna.
I. PENDAHULUAN
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak
yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai
pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi
sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang
mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu
lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.(1,2,3 )
13
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih
besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.(15)
3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena, berlangsung selama lebih dari 7
hari dan hasil CT-scan hipodens
14
III. ETIOLOGI
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa
keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan
pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma
kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
pembuluh darah.(2,9)
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya,
tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron
rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan
malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung
dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan secepatnya dari
tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan
mental dan fisik dan bahkan kematian.(1)
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat
dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma
eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek
pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.
Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena
emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit
kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa
pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea
terkoyak. (1)
15
Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding
atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula
eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian
memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang
lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria
meningea anterior, media, dan p0osterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial
yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan
akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah dura mater, arachnoid, dan pia mater (1)
1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:
- Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang
membungkus dalam calvaria
- Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang
berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater spinalis yang
membungkus medulla spinalis
16
17
18
IV. PATOFISIOLOGI
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura
meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital.(8)
19
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh
hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar. (8)
20
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.(1)
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul
tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar
hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin
penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam
, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian
kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama
penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid
interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau
pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (8)
Sinus duramati
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena
diploica
21
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus
segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)
V. GAMBARAN KLINIS
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien
dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti. (3)
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera
kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
22
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau
serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi
rostrocaudal batang otak.(11)
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval
bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur. (8)
GCS : 14-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.
GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan fungsi
batang otak.
23
Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat gangguan kesadaran ini dilakukan
sesudah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan guna memastikan bahwa defisit
tersebut diakibatkan oleh cedera otak dan bukan oleh sebab yang lain.
Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan kesadaran, dikemukakan
pertama kali oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.
Pemeriksaan GCS tidak memerlukan alat bantu, mudah dikerjakan sehingga dapat
dilakukan dimana saja oleh siapa saja.
Daftar penilaian GCS selengkapnya adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Eye opening (E)
Spontaneous 4
To call 3
To pain 2
None 1
Obeys commands
Localizes pain 6
Normal flexion 5
(withdrawal)
4
Abnorma flexion
(decoraticate) 3
Extension (decerebrate) 2
None (flaccid) 1
Oriented
Confused conversation 5
Inappropriate words 4
24
Incomprehensible sounds 3
None 2
* GCS sum score = (E + M + V); best possible score = 15; worst possible score = 3
VII.GAMBARAN RADIOjlbjbljLOGI
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih
mudah dikenali. (2)
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang
memotong sulcus arteria meningea media. (10)
25
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
1.Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan
arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan
hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma
hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak
mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan
perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak
penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. (10)
2.Hematoma Subarachnoid
26
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di
dalamnya. (10)
IX. PENATALAKSANAAN
Penanganan darurat :
27
Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 30o dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial
dan meningkakan drainase vena.(9)
Terapi Operatif
Volume hamatom 25 ml
28
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1,5 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
29
X. PROGNOSIS
Besarnya
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada
pasien yang mengalami koma sebelum operasi. (2,14)
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah
P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
2.Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-
hematoma.html.
6. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams
& Wilkins, Arizona, 1993, 117 178
7. Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2006, 359-366
8. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC,
Jakarta, 2004, 818-819
10. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
11. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis
Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
31
13. Paul, Juhls, The Brain And Spinal Cord, Essentials of Roentgen Interpretation,
fourth edition, Harper & Row, Cambridge, 1981, 402-404
16. Sutton D, Neuroradiologi of The Spine, Textbook of Radiology and Imaging, fifth
edition, Churchill Living Stone, London,1993, 1423
32