You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang
terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF saat ini adalah
endemik di Asia Tropik, Pulau Pasifik Selatan, Australia Utara, Afrika
Tropik, Karibia, dan di Amerika Tengah dan Selatan. Penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari
1000 meter di atas permukaan air laut (Mosby, 2001).
Dengue Haemoragic Fever merupakan penyakit daerah tropis yang
sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa. Anak yang
terjangkit demam berdarah di wilayah Indonesia semakin melonjak dari tahun
ke tahun, bahkan hingga menyebabkan kematian. Hal tersebut menjadi
kejadian luar biasa di berbagai daerah (Mansjoer, 2000).
Data kejadian penyakit DHF tahun 2007 di Kota Semarang
terdapat 2.924 kasus DHF, tahun 2008 jumlah kasus DHF meningkat menjadi
5.249 kasus, 2009 sebanyak 3.883 kasus, dan puncaknya dengan jumlah
kasus terbanyak terjadi pada tahun 2010 sebanyak 5.556 kasus dengan 47
orang meninggal dunia. Penurunan terjadi setelah ada Perda tentang
Pengendalian Penyakit DHF tahun 2010 dengan jumlah kasus pada tahun
2011 sebanyak 1.303 kasus atau terjadi penurunan sebanyak 4.449 kasus
dibanding 2010. Tidak hanya jumlah kasus yang menurun, jika tahun 2010
yang meninggal 47 orang, pada tahun 2011 yang meninggal juga menurun
menjadi 10 kasus. Sementara di tahun ini, jumlah penderita DHF hingga

1
minggu ke-50 tercatat ada 1.136 kasus dengan jumlah kematian 18 kasus
(Depkes, 2007).
Kasus penyakit DHF meningkat tajam di Kabupaten Tegal tahun
2012. Salah satu penyebabnya karena pengaruh musim atau iklim yang
berubah. Data Dinas Kesehatan di Kabupaten Tegal kasus DHF dari bulan
Januari hingga Juni 2012 terdapat 104 orang yang positif terkena penyakit
DHF. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2011 lalu hanya 99 kasus.
Dari semua kasus tersebut paling banyak berada di puskesmas wilayah
Suradadi dan puskesmas wilayah Penusupan. Untuk itu pihak Dinkes
memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui kader di tingkat paling
bawah untuk serius dalam menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya
(Depkes, 2012). Berdasarkan Data Rekam Medis RSUD Dr. Soeselo Slawi
bulan Januari - Juni 2013 didapatkan data pasien anak yang terkena DHF 210
kasus.
Untuk menurunkan angka kejadian tersebut diperlukan upaya dari
seluruh warga masyarakat dan peran tenaga kesehatan, khususnya tenaga
keperawatan dalam mencegah dan menanggulangi terjangkitnya demam
berdarah. Untuk mengatasi masalah klien dengan demam berdarah, perawat
melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. Dalam melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif
perawat harus memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit demam
berdarah dan melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan demam
berdarah sehingga pada pelaksanaannya perawat dapat menghindari
kesalahan-kesalahan dalam melakukan proses keperawatan dari mulai
pengkajian hingga evaluasi dan memberikan pelayanan asuhan keperawatan
yang tepat pada klien. Oleh karena itu penulis tertarik membuat laporan kasus
dengan judul Asuhan Keperawatan pada Anak dengan DHF.

2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran yang nyata tentang penyakit Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
dan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Dengue Haemorhagic
Fever (DHF) dengan menggunakan metode keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
b. Untuk mengetahui etiologi dari Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Dengue Haemorhagic Fever
(DHF)
d. Untuk mengetahui phatways dari Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
e. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Dengue Haemorhagic Fever
(DHF)
f. Untuk mengetahui klasifikasi dari Dengue Haemorhagic
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Dengue Haemorhagic
Fever (DHF)
h. Untuk mengetaahui pencegahan dari Dengue Haemorhagic Fever
(DHF)
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Dengue Haemorhagic Fever
(DHF)
j. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada kasus Dengue
Haemorhagic Fever (DHF), yang dimulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan di tularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan aedes aegypti) (Ngastiyah,
2005).
Menurut Syaifullah Noer (2003) DHF adalah penyakit yang terdapat
pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong
arbo virus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (betina).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau dikenal dengan Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegipty. Penyakit ini sering
menyerang anak, remaja dan dewasa.

B. Penyebab
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney)
maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. Virus dengue
berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh
diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 0C (Mansjoer, 2000).

4
C. Patofisiologi
Menurut Nursalam dkk (2005), Suriadi dan Rita Yuliani (2001),
virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti,
sehingga tubuh berespon terhadap infeksi virus yaitu demam, sakit kepala,
nyeri otot, nyeri sendi, mual, pembesaran kelenjar getah bening. Virus dengue
yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Setelah
virus dengue masuk ke dalam tubuh kemudian akan bereaksi dengan antibodi
dan terbentuk kompleks antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifasi sistem
komplemen. Akibat aktifasi C3 dan C5, akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas pembuluh darah sehingga
terjadi kebocoran plasma. Selain itu akibat dari infeksi virus dengue, terjadi
depresi sumsum tulang yang mengakibatkan turunnya trombosit, hemoglobin,
leukosit. Terjadinya trombositopenia merupakan faktor terjadinya perdarahan.
Adapun manifestasi dari perdarahan tersebut dapat berupa petekhie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi sampai perdarahan yang hebat berupa muntah
darah akibat perdarahan lambung, melena dan juga hematuria masif. Selain
perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
menurun antara hari ke-3 sampai hari ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi
makin lemah, ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan lembab.
Denyut nadi teraba cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan
sistolik 80 mmHg atau kurang. Jika keadaan tersebut tidak teratasi dengan
baik dapat menyebabkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, syok
hipovolemik Dengue Syok Syndrome (DSS) dan kematian.

5
D. Pathways

Infeksi Virus Dengue

Virtemia

Depresi sumsum Terbentuk komplek antigen-antibodi Hepatomegali

Tulang Mengaktivasi sistem komplemen


Mual-muntah

PGE2 Hipotalamus Dilepaskan C3a dan C5a (peptida)


Perubahan nutrisi
Melepaskan histamin kurang dari
kebutuhan tubuh

Hipertermi Kekurangan
Permeabilitas membran meningkat Volume cairan

Kebocoran plasma

Hipovolemia

Kerusakan endotel
Resiko syok
hipovolemia
Efusi Pleura dan ascites Pembulu darah

Trombosit menurun Resiko terjadi


perdarahan
Trombositopenia

Perdarahan

Perubahan
perfusi
jaringan

Syok hipovolemik
Kematian
Sumber: Nursalam dkk (2005), Suriadi dan Rita Yuliani (2001).

6
E. Tanda Dan Gejala
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia, nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya (Yupi Supartini, 2007).
2. Perdarahan
Perdarhan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan
ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis. Perdarahan gastrointestinat biasanya di
dahului dengan nyeri perut yang hebat (Nursalam, 2005).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita (Suriadi, 2001).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar
mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk (Suriadi, 2001).

F. Klasifikasi DHF
Berdasarkan patokan dari WHO (2005) DHF dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

7
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg), tekanan darah
menurun.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

G. Pemeriksaan Menunjang
1. Pemeriksaan Darah Rutin
a. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.

Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.


Nilai normal : - HB = L : 12,0 16,8 g/dl.
P : 11,0 15,5 g/dl.
- PCV /Hm = L : 35 48 %.
P : 34 45 %.
b. Trombosit menurun 100.000 / mm3.

Nilai normal : L : 150.000 400.000/mm3.


P : 150.000 430.000/mm3.
c. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.

Nilai normal : L/P : 4.600 11.400/mm3.


2. Rumpel leed test
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu disertai
dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda ini tidak selalu di dapat secara
spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda
perdarahan ini muncul setelah dilakukan rumpel leed test atau test

8
tourniquet, jika terjadi perdarahan ditandai adanya petekie atau bintik-
bintik kemerahan.
Teknik
- Klien diukur tekanan darahnya dan dicari sistol dan diastolnya.
- Setelah ketemu kemudian dijumlahkan lalu dibagi dua.
- Hasil digunakan untuk patokan mempertahankan tekanan air raksa
tensimeter.
- Pompa lagi balon tensimeter sampai patokan tadi lalu kunci dan
pertahankan sampai 5 menit.
- Setelah itu buka kuncinya dan mansit dilepaskan.
- Kemudian lihat apakah ada petekie / tidak didaerah vola lengan
bawah.

Kriteria :

- < 10 peteki dinyatakan negative atau normal


- 20 dinyatakan abnormal
- 10-20 dinyatakan dubia
Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita
demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (peteki),
perdarahan agak besar (ekimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan
bahkan dapat terjadi perdarahan masif yang berakhir dengan kematian.
3. Pemeriksaan Lainnya
Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau
4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis,
FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.

H. Pencegahan
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan
cara:
1. Rumah selalu terang
2. Tidak menggantung pakaian

9
3. Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya
minimal 4 hari sekali
4. Kubur barang barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat
terkumpulnya air hujan, dan tutup tempat penampungan air (Suriadi,
2001).

I. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DHF bersifat simtomatik dan supportif dengan
tujuan mengganti cairan intra vascular dan memperbaiki keadaan umum
pasien. Ada tiga fase penatalaksaan penderita DHF secara umum yaitu :
1. Fase Demam
a. Pengobatan simtomatik dan supportif
1) Antipiretik diberikan untuk menurunkan demam, kompres hangat
dapat diberikan apabila pasien masih tetap panas.
2) Pengobatan supportif dapat diberikan untuk merehidrasi cairan
yang hilang yaitu dengan pemberian : larutan oralit, jus buah-
buahan dan lain-lain.
b. Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat
segera koreksi dengan memberikan cairan parenteral.
c. Semua pasien demam berdarah harus diawasi ketat setiap hari sejak
sakit hari ketiga.
2. Fase Kritis
a. Rawat dibangsal khusus sehingga mudah untuk diawasi.
b. Observasi tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar
khusus.
c. Berikan oksigen pada penderita dengan syok.
d. Hentikan perdarahan dengan tindakan tepat.
e. Pemberian cairan intra vena.

10
3. Fase Penyembuhan
Cairan intra vena dihentikan. Bila ditemukan gejala nafsu makan tidak
meningkat atau perut terlihat kembung maka dapat diberikan buah-buahan
atau oralit untuk menanggulangi gangguan elektrolit (Ngastiyah, 2005).

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan
keperawatan. Pengkajian pada pasien dengan dangue haemoragic fever
dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan
fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari
berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim
kesehatan lainnya).
b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
c. Kaji riwayat keperawatan.
d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda-tanda perdarahan, mual,
muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi,
tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit
dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah,
penurunan kesadaran).
Adapun hal-hal yang perlu di lakukan pengkajian pada pasien dangue
haemoragic fever, antara lain:
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan,
pekerjaan.

11
b. Keluhan utama
Keluhan yang umum terjadi pada pasien DHF untuk datang ke
Rumah Sakit adalah panas tinggi dan lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dengan kesadaran kompos mentis,kemudian panas turun terjadi
antara hari ke tiga sampai hari ke tujuh, dan kondisi klien semakin
lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan sakit kepala, nyeri
otot, gangguan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata
terasa pegal, batuk pilek, nyeri saat menelan, mual, muntah,
anoreksia, diare / konstipasi, sakit kepala, serta adanya menifestasi
perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah di derita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi
yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi
ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.
g. Riwayat tumbuh kembang
1) Pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam
kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur (tahun)
x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada

12
usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia
pra sekolah rata-rata pertambahan berat badan 2,3
kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti
meter menggunakan patokan umur 2-12 tahun yaitu umur (tahun)
x 6 + 77. Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3
tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata
pertambahan TB pada usia ini yaitu 6-7,5 cm/tahun.Pada anak
usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi (Soetjiningsih,
2000).
2) Pekembangan
a) Personal Sosial (Perilaku Sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya,
seperti:
(1) Menatap muka
(2) Membalas senyum pemeriksa
(3) Tersenyum spontan
(4) Mengamati tangannya
(5) Berusaha menggapai mainan
(6) Makan sendiri
(7) Tepuk tangan
(8) Menyatakan keinginan
(9) Daag-daag dengan tangan
(10) Main bola dengan pemeriksa
(11) Menirukan kegiatan
(12) Minum dengan cangkir
(13) Membantu di rumah
(14) Menggunakan sendok dan garpu
(15) Membuka pakaian
(16) Menyuapi boneka
(17) Memakai baju

13
(18) Gosok gigi dengan bantuan
(19) Cuci dan mengeringkan tangan
(20) Menyebut nama teman
(21) Berpakaian tanpa bantuan
(22) Bermain ular tangga / kartu
(23) Gosok gigi tanpa bantuan
(24) Mengambil makan
b) Fine Motor Adaptive (Gerakan Motorik Halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan dalam:
(1) Mengikuti ke garis tengah
(2) Mengikuti lewat garis tengah
(3) Mengamati manik-manik
(4) Memindahkan kubus
(5) Mengambil dua buah kubus
(6) Memegang dengan ibu jari dan jari
(7) Membenturkan 2 kubus
(8) Menaruh kubus di cangkir
(9) Meniru garis vertikal
(10) Menggoyangkan dari ibu jari
(11) Mencontoh O
(12) Menggambar dengan 3 bagian
(13) Memilih garis yang lebih panjang
c) Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan yang meliputi :
(1) Tertawa
(2) Berteriak
(3) Menoleh ke arah suara
(4) Meniru bunyi kata-kata

14
(5) Menunjuk 2 gambar
(6) Menyebut satu warna
d) Gross Motor (Gerak Motorik Kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh, meliputi kemampuan dalam:
(1) Gerakan seimbang
(2) Mengangkat kepala
(3) Menumpu badan pada kaki
(4) Duduk tanpa pegangan
(5) Berdiri tanpa pegangan
(6) Berdiri sendiri
(7) Berjalan naik tangga
(Soetjiningsih, 2000).
h. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju
dikamar).
i. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang.
2) Eliminasi BAB : kadang-kadang mengalami diare / konstipasi.
Sementara DHF pada grade III IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine BAK : apakah sering kencing, sedikit / banyak,
sakit / tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat : sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kualitas
dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk.

15
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
j. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai ujung kaki.
1) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami
pendarahan (epitaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut
didapatkan mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan
nyeri tekan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia
pharing dan terjadi perdarahan telinga ( pada grade II, III, IV ).
2) Dada : bentuk simetris dan kadang kadang terasa sesak. Pada
foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
sebelah kanan ( efusi pleura ), rales +, ronchi + yang biasanya
terdapat pada grade III dan IV.
3) Abdomen : mengalami nyeri tekan, teraba adanya pembesaran
hati (hepatomegali), dan acites.
4) Ekstremitas : akral dingin serta terjadi nyeri otot, sendi, serta
tulang.
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan fisik adalah sebagai
berikut:
1) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas
dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
k. Sistem integumen

16
Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun dan muncul keringat
dingin, serta lembab.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
e. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-
faktor pembekuan darah (trombositopeni).
f. Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
(Suriadi, 2001).
3. Intervensi Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : mencegah terjadinya kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil : pasien menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya
kebutuhan cairan.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital paling sedikit tiap empat jam.
2) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor
tidak elastis, produksi urine menurun.
3) Observasi dan catat intake dan output.
4) Pertahankan intake dan output yang adekuat.
5) Monitor dan catat berat badan.
6) Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
7) Kolaborasi dengan tim medis.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : perfusi jaringan perifer adekuat.

17
Kritera hasil : pasien menunjukan tanda-tanda perfusi jaringan yang
adekuat.
Intervensi :
1) Kaji dan catat tanda tanda vital (kualitas dan frekuensi denyut
nadi, tekanan darah, kapillery refill).
2) Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembapan, dan
warna kulit).
3) Nilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada
ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, tidak nafsu makan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang adekuat.
Intervensi :
1) Monitor adanya perubahan berat badan, mual, muntah.
2) Berikan makanan yang mudah dicerna seperti bubur dan
hidangkan dalam keadaan hangat.
3) Berikan porsi makan sedikit tapi sering hingga terpenuhi jumlah
asupan makanan dalam tubuh.
4) Berikan obat antiemesis sesuai dengan program/ ketentuan bila
perlu.
5) Berikan alternatif nutrisi yang dapat meningkatkan kadar
trombosit.
d. Hipertermia berhubungan dengan infeksi virus.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh normal.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Intervensi :
1) Monitor perubahan suhu tubuh, nadi, pernapasan serta tekanan
darah.
2) Gunakan pakaian yang tipis untuk membantu penguapan.

18
3) Berikan antipiretik dan antibiotik sesuai dengan ketentuan.
4) Libatkan keluarga dan ajarkan cara melakukan kompres yang
benar serta evaluasi perubahan suhu.
e. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-
faktor pembekuan darah (trombositopeni).
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat,
tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan
melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
Intervensi :
1) Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring
(bedrest).
2) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya
yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan
untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di
gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah
darah (hematemesis).
3) Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta
tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
4) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala
(darah lengkap).
5) Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).
f. Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih

19
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.
(Suriadi, 2001).

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari konsep teori yang telah dibahas dapat diketahui bahwa Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) atau dikenal dengan Demam Berdarah
Dengue (DBD) adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam
tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegipty.
2. Penyebab atau etiologi dari Dengue Hemorgagic fever yaitu Virus
dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4.
3. Manifestasi klinis yang ditimbulkan akibat Dengue Hemorarhgic Fever
antara lain ; Demam, perdarahan, Hepatomegali, Renjatan (Syok)
4. Berdasarkan patokan dari WHO (2005) DHF dibagi menjadi 4 derajat,
yaitu : Derajat I, Derajat II, Derajat III, Derajat IV.
5. Ada tiga fase penatalaksaan penderita DHF secara umum yaitu :
a. Fase Demam
- Pengobatan simtomatik dan supportif
1) Antipiretik diberikan untuk menurunkan demam, kompres
hangat dapat diberikan apabila pasien masih tetap panas.
2) Pengobatan supportif dapat diberikan untuk merehidrasi cairan
yang hilang yaitu dengan pemberian : larutan oralit, jus buah-
buahan dan lain-lain.
- Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrsi dan muntah hebat
segera koreksi dengan memberiakan cairan parenteral.
- Semua tersangka demam berdarah harus diawasi ketat setiap hari
sejak sakit hari ketiga.
b. Fase Kritis
- Rawat dibangsal khusus sehingga mudah untuk diawasi.

21
- Observasi tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar
khusus.
- Berikan oksigen pada penderita dengan syok.
- Hentikan perdarahan dengan tindakan tepat.
- Pemberian cairan intra vena.
c. Fase Penyembuhan
Cairan intra vena dihentikan. Bila ditemukan gejala nafsu makan tidak
meningkat atau perut terlihat kembung maka dapat diberikan buah-
buahan atau oralit untuk menanggulangi gangguan elektrolit.

B. Saran
1. Rumah Sakit
Penulis memberikan saran kepada rumah sakit agar dapat meningkatkan
dan mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga mutu
pelayanan rumah sakit dapat terjaga.
2. Institusi Pendidikan
Penulis berharap akademik dapat menyediakan sumber buku dengan
tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini dan dapat meningkatkan kualitas
pendidikan terutama dengan pembuatan asuhan keperawatan dalam
praktek maupun teori.
3. Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu
pelayanan, lebih ramah lagi terhadap pasien dan dapat memberikan
asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, Marlynn 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Hidayat, Aziz Alilmul. 2005. Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Departeman


Kesehatan

Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta: ECG

NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan Edisi bahasa indonesia. Jakarta: EGC

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa


Setiawan,dkk .Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Noer, Syaifullah. 2003. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. Edisi II. Jakarta: EGC

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Soetjiningsih. 2000. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Supartini, Yupi. 2007. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.

Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan
Keperawatan pada Anak. Sagung Seto : Jakarta: ECG
Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry Eaton, Wilson Winkelstein. 2001. Wongs
essentials of pediatric nursing,America, Mosby.

23

You might also like