You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu pengobatan terhadap penyakit sudah

dikenal dengan mengendalikan tanaman-tanaman yang ada di

alam,baik untuk penyakit dalam maupun untuk penyakit luar.

Dimana pengobatan tersebut dilakukan atas dasar coba-coba dan

pengalaman. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan

teknologi saat ini yang demikian pesat, maka cara pengobatan

yang dilakukan berangsur-angsur menjadi lebih canggih dan

modern. Hal ini dibuktikan dengan pembuktian bahwa tanaman

yang disekitar adalah tanaman yang berkhasiat obat dan dianalisa

dimeja laboratorium, ternyata mengandung zat-zat yang dapat

menyembuhkan beberapa penyakit.

Dalam proses penyarian secara umum dapat dibedakan

menjadi maserasi, perkolasi, infudasi dan destilasi uap yang mana

dari ketiga metode tersebut sering terdapat modifikasi, seperti

maserasi dapat disempurnakan dengan digesti.

Pemilihan metode penyarian secara khusus atau spesifik

umumnya erat hubungannya dengan bahan baku atau bahan aktif

yang akan disari bahan baku ini ada yang keras, setengah keras
hingga lunak dengan demikian pemilihan metode penyarian juga

tergantung dari bahan tersebut.

I.2 Maksud Percobaan

Maksud dari praktikum ini adalah mengetahui dan

memahami proses ekstraksi dengan cara penyarian sederhana.

I.3 Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum ini adalah melakukan penyarian

sederhana dengan metode maserasi komponen kimia tumbuhan

yang berkhasiat obat dari sampel sambiloto (Andrographis

peniculata).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori

Ekstraksi berasal dari bahasa Latin extractio atau extrahere

yang berarti menarik keluar. Yang ditarik keluar adalah senyawa

aktif tumbuhan dan atau hewan. Cara menarik kembali keluar

tersebut dapat dengan cara penyaringan, diperas (dipres), atau

destilasi. Bahan baku ini alami berupa tumbuhan atau hewan

susunannya kompleks dan biasa terdiri tidak tunggal. Bahan

berkhasiatnya biasa ada yang larut dalam satu atau lebih dari

pelarut, sehingga dalam pengerjaannya harus selalu

dipertimbangkan pemilihan yang tepat, pelarut (menstrum) apa

kalau seandainya yang akan disari alkaloida (Iskandar, 2005).

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut

dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Fackor-faktor

yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi

yang larut, struktur kimia dan konsentrasi bahan (Amin, 2008).

Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan

untuk mengambil komponen berkhasiat ini, diantaranya dengan

perendaman, megaliri simplisia dengan pelarut tertentu ataupun

yang lebih umum dengan melakukan perebusan dengan tidak

melakukan proses pendidihan (Amin, 2008).


Pemilihan metode penyarian secara khusus atau spesifik

umumnya erta hubungannya dengan bahan baku, atau bahan aktif

yang akan disari. Bahan baku tumbuhan yang dapat disari bahan

aktif mulai dari akar (radix), kulit batang (lignum), klika (korteks),

daun (folium), biji (semen), atau bunganya (flos) atau mungkin

buahnya (fructus). Bahan baku ini ada yang keras setengah keras

hingga yang lunak, dengan demikian pemilihan metode penyarian

juga tergantung dari bahan tersebut (Iskandar, 2005).

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif yang ada dalam sel

dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat terdesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di

dalam sel. Perbandingan sampel dan cairan penyari 1: 7,5 gram

(Amin, 2008).

Metode maserasi ini sangat mudah dilakukan oleh siapapun,

walaupun tidak memiliki keahlian, lain halnya dengan metode

perlokasi. Metode maserasi dikatakan suatu metode yang tidak

memerlukan ketelitian dan keterampilan tertentu, jadi bagi yang

tidak terampil cara ini cukup memuaskan dibanding metode


perlokasi. Pada proses maserasi bahan baku asal cukup

terendam sesuai waktunya dan suhu penyimpanan serta

sesekali diaduk, hasilnya akan tetap sesuai yang diharapkan

walaupun yang mengerjakan tidak ahli (Iskandar, 2005).

b. Perlokasi

Perlokasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah

dibasahi, dengan cara menempatkan simplisia dalam suatu

bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori.

Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk

simplisia, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang

dilaluinya sampai mencapai keadaan jenuh (Amin, 2008).

Faktor yang berperan pada proses perlokasi antara lain

gravitasi, viskositas (kekentalan), adesi, fraksi, osmosis,

kapilaritas, tegangan permukaan dan pelarutan (Iskandar,

2005).

c. Infudasi

Proses ini dilakukan untuk mendapatkan sediaan cair dengan

cara menyari simplisia dengan air pada suhu 90 oC selama 15

menit, sediaan yang diperolah dinamakan infus (Amin, 2008).

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia

nabati dengan air pada suhu 90 oC selama 15 menit (Dirjen

POM, 1979).
Proses ini umumnya digunakan untuk menyari kandungan aktif

dari simplisia yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.

Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil

dan mudah dicemari oleh kuman dan kapang, oleh sebab itu

sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih

dari 24 jam (Amin, 2008).


II.2 Uraian Tumbuhan

II.2.1 Klasifikasi (Tjitrosoepomo, 2000)

Sambiloto (Andrographis peniculata)

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Familia : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis peniculata

II.2.2 Nama daerah (Hariana, 2006)

Sambiloto (Andrographis peniculata)

Jawa : takilo, bidara, sadilata, sambiloto

Sumatera : papaitan

Sunda : sambilata, sadilata, ki oray, ki peurat

II.1.3 Morfolgi Tanaman (Kartasapoetra, 1992)

Sambiloto (Andrographis peniculata)

Tanaman sambiloto atau Andrographis peniculata

yang termasuk familia Acanthaceae, tempat tumbuhnya

terutama di Pulau Jawa.


Sambiloto merupakan ranting berdaun yang

berkhasiat obat, tidak berbau dan antipiretikum. Pada

dahan-dahannya (ranting berdaun) yang telah dikeringkan

(di udara) mempunyai kadar andrografolida yang tidak

kurang dari 1%. Adapun uraian makroskopiknya sebagai

berikut:

a. Batangnya kecil atau sebutlah ranting karena tebalnya

hanya sekitar 2 mm sampai 6 mm, berpersegi 4 dan tidak

berambut/berbulu,

b. Daunnya bersilang berhadapan, membentuk lidah

tombak, berukuran panjang 5 mm sampai 8 mm, tipis

tanpa rambut/bulu, bagian ujung dan pangkalnya

meruncing bertangkai pendek, warna permukaan bagian

atas hijau tua, sedang permukaan bagian bawahnya

hijau pucat.

II.1.4 Kandungan Kimia (Dalimartha, 2006)

Daun dan percabangannya mengandung laktone

yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat

pahit), neuroandrografolid, 14 deoksi-11, 12-

didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Juga

terdapat flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium,

kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavonoid

diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon,


andrografin, panikulin, mono-0-metilwithin, dan apigenin-

7,4-dimetileter.

Zat aktif andrografolid terbukti berkhasiat sebagai

hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat toksik).

II.1.5 Efek Farmakologis (Hariana, 2006)

Tanaman ini memiliki sifat rasa pahit dan dingin.

Sambiloto masuk meridian lambung, paru-paru, usus besar

dan usus kecil /panas dalam, antiracun, antipiretik,

antiradang, antibengkak, antibakteri, penghilang rasa nyeri

(analgesik), dan penghilang lembap. Sambiloto berperan

dalam kondensasi sitoplasma sel tumor, pyknosis, dan

menghancurkan inti sel. Selain itu, sambiloto juga efektif

mengatasi infeksi, merangsang fagositosis, merusak sel

trophacyt dan trophoblast.


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Maserasi

1. Alat deksikator plastik berisi kapur bangunan

2. Batang pengaduk

3. Bejana maserasi

4. Cawan porselin

5. Kertas saring

6. Kipas angin

7. Sendok tanduk besi

8. Timbangan kasar

III.1.2 Bahan

Maserasi

1. Aquadest

2. Aluminium foil

3. Sampel Sambiloto (Andrographis peniculata)

4. Tissue rol

5. Kapas

6. Metanol
III.2 Cara Kerja

1. Penyarian Sederhana

Maserasi

1. Disiapkan alat bahan yang akan digunakan

2. Ditiimbang 200 gram serbuk simplisia

3. Dimasukkan serbuk simplisia yang akan disari dalam bejana

maserasi.

4. Dituang secara perlahan cairan penyari kedalam bejana

maserasi yang berisi serbuk simplisia.

5. Dibiarkan cairan penyari merendam serbuk simplisia dengan

permukaan penyari kira-kira 5 cm.

6. Dibiarkan simplisia selama 1 x 24 jam.

7. Disaring untuk mendapatkan ekstrak cair

8. Diuapkan hail penyaringan hingga diperoleh ekstrak kental .

9. Ditimbang hasil ekstraksi.

10. Dibandingkan bobot ekstrak yang diperoleh dengan bobot

serbuk simplisia yang telah disari.


` BAB IV

DATA PENGAMATAN

IV.1 Penyarian Sederhana

Maserasi

Bobot awal (serbuk) = 200 g

Bobot ekstrak = 14,3

Persen kadar =
IV.2 Pembahasan

Pada percobaan penyarian sederhana, dikenal beberapa

macam metode yaitu : maserasi, perkolasi dan infudasi. Dari ketiga

cara ini, sering dilakukan modifikasi untuk memperoleh hasil yang

lebih baik.

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang

sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari. Dimana cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel maka larutan

yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang

hingga dicapai keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dan di dalam sel. Cairan penyari yang biasa digunakan untuk

metode ini adalah metanol.

Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang

mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan

penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti

benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada

sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut

eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid.

Sampel Sambiloto (Andrographis peniculata) merupakan

simplisia dengan tekstur daun lunak, jadi cocok diekstraksi dengan


menggunakan metode maserasi. Sebelum diekstraksi sampel

diremukkan hingga ukurannya lebih kecil. Hal ini dimaksudkan

untuk memperluas permukaan dari sampel sehingga proses

ekstraksi dapat berlangsung dengan cepat dan mudah.

Setelah itu sampel direndam dalam cairan penyari yaitu

metanol. Hal ini disebabkan metanol bersifat semipolar sehingga

sangat bagus dalam menyari semua komponen zat, baik yang

polar, semi polar maupun yang non polar. Kita tidak menggunakan

air sebab air bersifat polar jadi hanya dapat melarutkan zat-zat

yang bersifat polar saja.

Cairan penyari harus mencelupkan semua sampel. Cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke

luar. Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Oleh karena

itu dilakukan penyarian dengan cairan penyari sebanyak tiga kali

sebab pada penyarian pertama hanya diperoleh kira-kira 70 %

ekstrak. Sehingga pada penyarian ketiga diharapkan diperoleh 100

% ekstrak. Maserasi umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian

simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam

bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari,


ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlinding dari cahaya, sambil

berulang-ulang diaduk. Hal ini dimaksudkan agar proses ektraksi

berlangsung dengan sempurna. Setelah 5 hari diserkai, ampas

diperas . Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan

diserkai hingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana

ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2

hari. Kemudian endapan dipisahkan.

Setelah proses maserasi selesai, maka diperoleh ekstrak

metanol cair. Dikatakan ekstrak cair karena konsistensinya encer

karena mengandung cairan penyari yang banyak, ekstrak metanol

ini kemudian dipekatkan dengan menggunakan suatu alat yang

disebut dengan rotavapor dimana proses penguapan cairan

didasarkan pada perbedaan titik uap antara cairan penyari dengan

komponen kimia yang berlangsung dalam suasana vakum. Adanya

kondisi vakum menyebabkan turunnya titik didih sehingga

penguapan berlangsung dengan cepat. Kemudian diperoleh

ekstrak pekat yang diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental.

Keuntungan dengan penyarian maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah

diusahakan. Namun kerugiannya adalah pengerjaannya yang lama

dan penyariannya yang kurang sempurna.

Selain maserasi, juga dikenal metode perkolasi yaitu cara

penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia


yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah

serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang

bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari

atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel

dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh

kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di

atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk

menahan gerakan ke bawah.

Metode ketiga dalam penyarian sederhana adalah infudasi.

Hasil dari metode penyarian ini disebut infus. Infus adalah sediaan

cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu

900C selama 15 menit. Penyarian dengan cara ini menghasilkan

sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang.

Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tdak oleh

disimpan lebih dari 24 jam. Cara membuat dengan metode infudasi

ini yaitu, simplisia yang telah dhaluskan dengan derajat kehalusan

yang ditetapkan dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah

panci. Kemudian dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit,

dihitung mulai suhu didalam panci mencapai 90 0C, sambil sekali-

sekali diaduk. Infus diserkai selagi masih panas melalui kain flannel.

Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air mendidih melalui

ampasnya. Infus simplisia yang mengandung minyak atsiri harus


diserkai setelah dingin. Tujuannya adalah agar minyak atsiri yang

dikandung oleh simplisia tersebut tidak menguap.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Asni. 2008. Penuntun Praktikum Farmakognosi, Universitas


Muslim Indonesia. Makassar.

Dalimartha, Setiawan. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 1.


Trubus Agriwidya. Jakarta.

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI. Jakarta.

Kartasapoetra, 2004, Budi Daya Tanaman Berkhasiat Obat, PT. Rineka


Cipta. Bandung.

Iskandar S., 2005. Wawasan Ilmu Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas


Muslim Indonesia. Makassar

Hariana, Arief, 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. PT. Penebar


Swadaya : Jakarta.

Tjitrosoepomo, Gembong. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

You might also like