Professional Documents
Culture Documents
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
Nursyah Putra
202 1311 024
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................ i
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ..................................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 3
2.1 Terumbu Karang ................................................................................................. 3
2.2 Makrozoobentos .................................................................................................. 3
2.3 Parameter Fisika dan Kimia Perairan.................................................................. 4
2.3.1 Kecepatan Arus ........................................................................................... 5
2.3.2 Potensial Hidrogen (pH) ............................................................................. 5
2.3.3 Suhu ............................................................................................................ 5
2.3.4 Salinitas ....................................................................................................... 5
2.3.5 Kecerahan ................................................................................................... 6
III. METODE PENELITIAN.............................................................................................. 7
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 7
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................................... 7
3.3 Metode Pengambilan Data .................................................................................. 8
3.3.1 Penentuan Titik Sampling ........................................................................... 8
3.3.2 Pengambilan Data Makrozoobentos ........................................................... 8
3.3.3 Pengambilan Data Terumbu Karang ........................................................... 9
3.4 Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan.............................................. 9
3.4.1 Kecepatan Arus ........................................................................................... 9
3.4.2 Potensial Hidrogen (pH). .......................................................................... 10
3.4.3 Suhu .......................................................................................................... 10
3.4.4 Salinitas ..................................................................................................... 10
3.4.5 Kecerahan Perairan ................................................................................... 10
3.5 Analisis Data ..................................................................................................... 11
3.5.1 Struktur Komunitas Makrozoobentos ....................................................... 11
3.5.2 Persentase Penutupan Karang Hidup (% Cover) ...................................... 13
3.5.3 Asosiasi Makrozoobentos dengan Terumbu Karang ................................ 14
ii
3.5.4 Analisis Mengenai Manfaat Makrozoobentos .......................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16
iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman terdiri
dari berbagai jenis biota hidup di dalamnya karena mempunyai daerah yang subur
dan mempunyai peran sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat
asuhan dan pembesaarn (nursery ground), serta tempat pemijahan (spawning
ground) bagi berbagai biota yang hidup bersimbiosis dengan terumbu karang
(Burkeet al., 2002). Salah satu biota yang hidup di daerah terumbu karang adalah
bentos.
Bentos adalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan jumlah dan jenis
nutrien yang terbatas sekaligus bersifat toleran, bentos yang relatif mudah di
identifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis
yang termasuk dalam kelompok invertebrata yang bersifat makro
(makrozoobentos), (Isnaeni, 2002). Makrozoobentos adalah fauna yang menghuni
bagian dasar perairan yang berukuran diameter tubuh lebih besar dari 1 mm
(Collignon, 1991). Makrozoobentos di suatu perairan dapat dijadikan indikator
kualitas dari lingkungan perairan karena dapat mencerminkan adanya perubahan
faktor-faktor lingkungan termasuk tingkat pencemaran lingkungan dari waktu ke
waktu (Oey, 1978 dalam Maulana, 2010).
1
2
1.2Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui jenis makrozoobentos yang terdapat pada ekosistem terumbu
karang di perairan Bedukang, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka.
2. Mengetahui persentase tutupan karang hidup di perairan Bedukang,
Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka.
3. Menganalisa asosiasi/hubungan makrozoobentos dengan terumbu karang
di perairan Bedukang, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka.
4. Mengkaji pemanfaatan biota makrozoobentos yang di temukan.
1.3Manfaat
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberi informasi tentang kelimpahan jenis makrozoobentos serta
diharapkan dapat memperoleh pemahaman mengenai makrozoobentos
pada ekosistem terumbu karang di perairan Bedukang Sungailiat Bangka.
2. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi masyarakat dan pemerintah serta
akademisi tentang akan pentingnya peran dari makrozoobentos sebagai
bioindikator perairan.
3. Sebagai data acuan untuk penelitian selanjutnya.
3
2.2 Makrozoobentos
Bentos adalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan jumlah dan jenis
nutrien yang terbatas sekaligus bersifat toleran, bentos yang relatif mudah
diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis
yang termasuk dalam kelompok invertebrata yang bersifat makro
(makrozoobentos), (Isnaeni, 2002). Menurut Ardi (2002), makrozoobentos dapat
membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik. makrozoobentos
terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit
akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan
menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba
untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan. Berdasarkan
3
4
2.3.3 Suhu
Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada dilepas
pantai (Nontji, 2002). Hewan yang hidup pada zona pasang surut dan sering
mengalami kekeringan mempunyai daya tahan yang besar terhadap perubahan
suhu. Hutabarat dan Evans (2008) menjelaskan tentang daerah intertidal yang
sangat berbahaya karena suhunya yang tinggi akibat pemanasan dari sinar
matahari yang dapat menyebabkan resiko kemungkinan besarnya kehilangan air
tubuh yang basah dan sifatnya cepat kehilangan air akibat penguapan. Kisaran
suhu optimum untuk organisme akuatik bagi pertumbuhannya berkisar antara
30 35oC. Welch (1980) dalam Retnowati (2003) menyebutkan bahwa suhu yang
berbahaya bagi makrozoobentos berkisar antara 350C-400C.
2.3.4 Salinitas
Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme. Secara tidak
langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme dalam suatu
ekosistem (Odum, 1993).Gastropoda yang bersifat bergerak mempunyai
6
2.3.5 Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara
visual dengan menggunakan secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan air tergantung
pada warna dan kekeruhan. Di samping itu, nilai kecerahan juga sangat
dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi dan
ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya
dilakukan pada saat cuaca cerah. Kecerahan merupakan parameter fisika yang
penting karena berkaitan erat dengan aktivitas fotosintesis dari alga dan mikrofita.
Makrozoobenthos secara langsung maupun tidak langsung memerlukan alga dan
mikrofita tersebut sebagai sumber makanannya.
7
disurvey adalah 200 m2 di mana 100 m2 pada kedalaman 5 meter dan 100 m2
pada kedalaman 10 meter (Yusuf dkk, 2009). Daerah yang menjadi lokasi
penelitian sebelumnya telah dilakukan survey awal, dan penentuan titik sampling
dilakukan dengan menggunakan GPS.
arus dapat dihitung dengan cara membagi panjang tali dengan lama waktu yang
terukur (Hutagalung et al., 1997).Kecepatan arus dihitung dengan persamaan :
V=s/t
Keterangan :
V = kecepatan arus (m/s)
s = panjang tali atau jarak yang di tempuh (m)
t = waktu pengamatan atau lama waktu (dt)
3.4.3 Suhu
Termometer batang dimasukkan ke dasar air di kedalaman lokasi
pengambilan data, kemudian pembacaan suhu dilakukan pada saat termometer
masih berada didalam air agar nilai suhu yang terukur tidak dipengaruhi oleh suhu
udara (Hutagalung et al., 1997).
3.4.4 Salinitas
Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer, yaitu dengan cara
meneteskan sempel air laut pada alat tersebut. Selanjutnya dilakukan pembacaan
skala yang terdapat pada alat teropong yang dilengkapi kaca pembesar
(Hutagalung et al.,1997).
( + )
= 0,5 100%
Keterangan : C = Kecerahan
m = Kedalaman ( tidak terlihat di secchi disk )
n = Kedalaman ( mulai terlihat di secchi disk )
z = Kedalaman perairan
3.5 Analisis Data
3.5.1 Struktur Komunitas Makrozoobentos
3.5.1.1 Kepadatan Jenis
Kepadatan jenis adalah jumlah individu persatuan luas atau volume
(Brower and Zar, 1997). Kepadatan suatu jenis dihitung berdasarkan (Suin, 2003):
=
Keterangan :
K : Kepadatan populasi ( individu/150 m2)
H = () =
=1
Keterangan :
H = Indeks Diversitas Shannon - Wiener
Ni = Jumlah Individu Spesies ke-i
N = Jumlah Individu Semua Spesies
Kisaran nilai Indeks keanekaragaman (H) berdasarkan modifikasi kisaran yang
diklasifikasikan oleh Mason (1981) adalah sebagai berikut:
12
= =
Keterangan :
E = Indek Keseragaman
H = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Hmaks = Keanekaragaman Maksimum
S = Jumlah Spesies
Indeks keseragaman menunjukan distribusi jumlah individu dalam setiap
spesies yang ada, indeks keseragaman berkisar antara 0 1 dengan kisaran
sebagai berikut (Krebs,1989), yaitu:
E 0,6 = Keseragaman spesies tinggi
0,4 E 0,6 = Keseragaman spesies sedang
E 0,4 = Keseragaman spesies rendah
Jika Indeks keseragaman mendekati 0 menunjukan bahwa dalam ekosistem
tersebut terdapat kecenderungan dominasi spesies tertentu yang mungkin
disebabkan adanya ketidakstabilan faktor lingkungan. Jika nilai indeks
keseragaman mendekati 1, menunjukan bahwa ekosistem tersebut berada dalam
kondisi relative mantap dan jumlah individu tersebar di setiap spesies yang ada
(Krebs, 1989).
= / 100%
Dimana
Ni : Persentase Penutupan Karang Hidup ke-i
Li : Panjang Total Suatu Jenis Life From Karang ke-i (cm)
L : Panjang Garis Transek
Kriteria penilaian persentase kerusakan karang menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001(Tabel 1).
Y= a+ bX
Dimana:
Y = Keanekaragaman Makrozoobentos
X = Persentase penutupan karang hidup
Analisis korelasi (r) diketahui melalui koefisien korelasi (r), mempunyai
nilai antara -1 dan +1 dan koefisien determinasinya (R2) serta analisis sidik ragam
dari kedua hubungan tersebut. Menurut Sarwono (2006), koefisien korelasi ialah
pengukuran statistika kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya
koefisien korelasi menunjukan kekuatan hubungan kelinieran dan arah hubungan
dua variabel acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan searah dan jika nilai x tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula.
Sebaliknya juga koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan terbalik. Untuk memudahkan melakukan interprestasi mengenai
kekuatan hubungan antara dua variabel dibuat kriteria sebagai berikut :
a. Jika 0 : Tidak Ada Korelasi Antara Dua Variabel.
b. Jika>0-0,25 : Korelasi Sangat Sederhana.
c. Jika>0,25-0,5 : Korelasi Cukup.
d. Jika>0,5-0,75 : Korelasi Kuat.
e. Jika>0,75-0,99 : Korelasi Sangat Kuat.
f. Jika 1 : Korelasi Sempurna
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Haper Collins Publisher. New York.
Lalamentik L.T.X., dan U.N.W.J.Rembet., 1996. Penilaian Kondisi Terumbu
Karang Dengan Penekanan Pada Karang Batu. Metodologi Penelitian
Terumbu Karang. P3O LIPI Sumberdya Alam Ambon dan Fakultas
Perikanan UNSRAT Manado. 42 halaman
Nontji A., 2002. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan
Nybakken, JW. 1992. Biologi Laut Sebagai Suatu Pendekatan Ekologis.
PT.Gramedia. Jakarta.
16
17
1. Gastropoda
2. Echinodermata
18
Spesies : Fromia indica
3. Bivalvia
4. Annelida
19