You are on page 1of 10

dapat langsung merusak sel hati dan darah

merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau
DENGAN IKTERUS ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya
A. TINJAUAN TEORI pada Ileus Obstruktif
1. Defenisi 3. Patofisiologi
Ikterus adalah warna kuning yang tampak Segera setelah lahir bayi harus
pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin
pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang
bilirubin dalam darah (Brooker, 2001). mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
konjungtiva dan selaput akibat penumpukan hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah tempat ikatan albumin (Albumin binding site).
ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
tidak dikendalikan ( Markum, A.H 1991). sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit patologis.
yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir, yang Bilirubin adalah produk pemecahan
tidak mempunyai dasar patologis dan akan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel
menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. ( darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka
Nursalam,2005). produknya kan masuk sirkulasi, dimana
2. Etiology hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
a. Peningkatan produksi Billirubin dapat Globin (protein ) digunakan kembali oleh tubuh
menyebabkan: sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin
1) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan Didalam liver bilirubin berikatan dengan
darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus protein plasma dan dengan bantuan ensim
dan ABO. glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma konjugata yang akan dikeluarkan lewat saluran
kelahiran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal
3) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan
seperti gangguan metabolik yang terdapat pada ddirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin
bayi Hipoksia atau Asidosis yang akan memberi warna pada faeces.
4) Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces
Dehidrogenase. dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui
5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh urine dalam bentuk urobilinogen.
dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah
(steroid). menjadi bilirubin indirek didalam usus karena
6) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase terdapat beta glukoronidase yang berperan
, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin
misalnya pada berat lahir rendah. inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk
7) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan kembali ke hati .
Dubin Hiperbilirubinemia. Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
b. Gangguan transportasi akibat penurunan a. Faktor produksi yng berlebihan melampaui
kapasitas pengangkutan misalnya pada pengeluaran : hemolitik yang meningkat
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat- b. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena
obat tertentu misalnya Sulfadiasine. imaturasi hepar.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh c. Gangguan transportasi ikatan bilirubin +
beberapa mikroorganisme atau toksion yang albumin menuju hepar , defiiensi albumin
menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas protein Y dan , enzim glukoronil transferase
ddalam darah yang mudah melewati sawar otak yang cukup jumlahnya.
sehingga terjadi kernicterus b. Ikterus Patologis
d. Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam 1) Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan
hepar atau diluar hepar, karena kelainan ,, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena 2) Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih
penyakit lain. dalam 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10
4. Manifestasi klinik mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl pada
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, bayi aterm.
konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat 4) Ikterus yang disertai proses hemolisis
pula disertai dengan gejala-gejala: 5) Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau
a. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5
(misalnya: kurang minum, muntah-muntah) mg/dl/hari.
b. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia 6) Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari
hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan pada bayi aterm dan 14 hari pada BBLR.
darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis
kehilangan darah ekstravaskular. adalah :
c. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom 1) Penyakit hemolitik
(peradarahn kepala), perdarahan tertutup 2) Kelainan sel darah merah
lainnya. 3) Hemolisis : hematoma, Polisitemia,
d. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
yang dapat disebabkan oleh keterlambatan 4) Infeksi
memotong tali pusat, bayi KMK 5) Kelainan metabolic : hipoglikemia,
e. Letargik dan gejala sepsis lainnya galaktosemia
f. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering 6) Obat-obatan yang menggantikan ikatan
dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau bilirubin dengan albumin seperti : sulfonaamida,
eritroblastosis salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari 7) Pirai enterohepatik yang meninggi : obstruksi
normal) . Sering berkaitan dengan anemia usus letak tinggi, hirschsprung.
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati 6. Pemeriksaan Penunjang
h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan a. Kadar bilirubin serum (total)
limpa) b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah
i. Omfalitis (peradangan umbilikus) tepi
j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) c. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan
k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan bayi
dengan duktus koledokus) d. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
l. Feses dempul disertai urin warna coklat e. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap
konsultasikan ke bagian hepatologi. galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan
5. Klasifikasi pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua : pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
a. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan 7. Penatalaksanaan
tampak jelas pada hari 5-6 dan menghilang hari Berdasarkan pada penyebabnya, maka
ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia
naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm diarahkan untuk mencegah anemia dan
tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.
dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab Pengobatan mempunyai tujuan :
ikterus fisiologis diantaranya karena kekurang a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan pada 48 jam pertama.
Eritrosit Tersensitisasi g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
d. Menurunkan Serum Bilirubin i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
a) Fototherapi Transfusi Pengganti digunakan untuk :
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak
dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus terhadap Antibodi Maternal.
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang
boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the Tersensitisasi (kepekaan)
blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin c. Menghilangkan Serum Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan
jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan hari sampai stabil.
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian c) Therapi Obat
bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa menghasilkan enzim yang meningkatkan
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini
1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk
sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melalui urine. melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post
Fototherapi mempunyai peranan dalam natal masih menjadi pertentangan karena efek
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi sampingnya (letargi). Colistrisin dapat
tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya
dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. lewat urine sehingga menurunkan siklus
Secara umum Fototherapi harus diberikan Enterohepatika.
pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. 8. Komplikasi
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa indirek pada otak dengan gambaran klinik:
ilmuan mengarahkan untuk memberikan a. Letargi/lemas
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama b. Kejang
pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir c. Tak mau menghisap
Rendah. d. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
b) Tranfusi Pengganti opistotonus
Transfusi Pengganti atau Imediat e. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat
diindikasikan adanya faktor-faktor : terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. f. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir
perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl
pada minggu pertama. BAB II
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl
PEMBAHASAN penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat
menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi
di kemudian hari. Untuk menghindari atau
A. Definisi mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu
dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin
dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara terjadi pada penderita asfiksia.
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini Asfiksia akan bertambah buruk apabila
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan penanganan bayi tidak dilakukan dengan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor sempurna, sehingga tindakan perawatan
yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau dilaksanakan untuk mempertahankan
segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil
dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas yang memuaskan, beberapa faktor perlu
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. dipertimbangkan dalam menghadapi bayi
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dengan asfiksia.
dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering
berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan B. Etiologi
bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir Pengembangan paru bayi baru lahir
(Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan
hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan kemudian disusul dengan pernafasan teratur.
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan
dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, ini dapat timbul pada masa kehamilan,
1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis persalinan atau segera setelah lahir. Hampir
atau patologi anatomis menunjukan bahwa sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini
keadaan ini merupakan penyebab utama merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini penilaian janin selama masa kehamilan,
dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) persalinan memegang peranan yang sangat
yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang
rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada timbul pada akhir kehamilan atau persalinan
bayi saat lahir akan memperlihatkan angka hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan
kematian yang tinggi. berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal
frekuensi gangguan perdarahan pada bayi pada saat lahir.
sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis,
gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya
sebagai akibat langsung dari hipoksia Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi,
merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi adalah :
bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini 1. Faktor ibu
akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan Hipoksia ibu dapat menimbulkan
pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir hipoksia janin dengan segala akibatnya.
(James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena
yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika
(1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah
pada jaringan otak bayi yang meninggal karena uterus dapat mengurangi aliran darah pada
hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran
bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering
ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi Segera setelah lahir bayi akan
uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani menariknafas yang pertama kali (menangis),
uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk
mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan
pada penyakit eklamsi dan lain-lain. masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
2. Faktor plasenta meninggalkan alveoli secara bertahap.
Pertukaran gas antara ibu dan janin Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. mengembang dan aliran darah kedalam paru
Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan akan meningkat secara memadai. Duktus
mendadak pada plasenta, misalnya solusio Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain. dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam
3. Faktor fetus aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin)
Kompresi umbilikus akan yang sebelumnya melewati DA dan masuk
mengakibatkan gangguan aliran darah dalam kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah
pembuluh darah umbilikus dan menghambat yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan mulai mengembang DA akan tetap tertutup
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan
tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi dipertahankan.
tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain- Hipoksia janin atau bayi baru lahir
lain. sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
4. Faktor neonatus penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan
Depresi pusat pernafasan pada BBL asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi
dapat terjadi karena ; pemakaian obat Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit
anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital
secara langsung dapat menimbulkan depresi seperti jantung dan otak akan meningkat.
pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan
persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, pada fungsi miokard dan cardiac output.
kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi
pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain. suatu Hypoxic Ischemic Enchephalopathy
(HIE) yang akan memberikan gangguan yang
menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi
baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan
C. Patofisiologi terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila
tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah
Selama kehidupan di dalam Anna, 1997).
rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta
menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 D. Manifestasi Klinis
keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru
janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi
berisi cairan yang diproduksi didalam paru perubahan yang disebabkan oleh beberapa
sehingga paru janin tidak berfungsi untuk keadaan diantaranya :
respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah 1. Hilang sumber glikogen dalam jantung
lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi akan mempengaruhi fungsi jantung.
dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar 2. Terjadinya asidosis metabolic akan
sirkulasi darah paru akan melewati Duktus mengakibatkan menurunnya sel jaringan
Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk termasuk otot jantung sehingga
kedalam arteriol paru. menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang E. Klasifikasi
adekuat akan menyebabkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah 1. Asfiksia Ringan
paru sehingga sirkulasi darah
mengalami gangguan. Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan
tidak memerlukan tindakan istimewa.
Gejala Klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 2. Asfiksia Sedang
akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan
gerakan pernafasan akan berhenti, denyut terlihat frekuensi detak jantung lebih dari
jantung juga menurun, sedangkan tonus 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
neuromuskular berkurang secara barangsur- sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
angsur dan memasuki periode apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas 3. Asfiksia Berat
antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan
cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik
Gejala lanjut pada asfiksia :
ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
1. Tachikardi kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak
2. Denyut jantung terus menurun. ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
3. Tekanan darah mulai menurun. bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari
4. Bayi terlihat lemas (flaccid). 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob jantung menghilang post partum pemeriksaan
(PaO2). fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2). Cara menilai tingkatan APGAR score menurut
7. Menurunnya PH (akibat acidosis Utomo (2006) adalah dengan :
respiratorik dan metabolik).
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak
a. Menghitung frekuensi jantung.
metabolisme anaerob.
b. Melihat usaha bernafas.
9. Terjadinya perubahan sistem
c. Menilai tonus otot.
kardiovaskular.
d. Menilai reflek rangsangan.
10. Pernafasan terganggu.
e. Memperlihatkan warna kulit.
11. Reflek / respon bayi melemah.

12. Tanda
T 0 1 3
o
Detak jantung Tidak ada < 100x/menit > 100x/menit
n
Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
u
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas Fleksi kuat
s
(lemah) Gerakan aktif
Reflek
o saat jalan nafas Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
dibersihkan
t
o
Warna
t kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan Merah seluruh tubuh
Ekstermitas biru
menurun.
13. Warna kulit biru atau pucat.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan 1. Edema otak dan Perdarahan otak
tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi:
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi
jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
Nilai 0-3 : Asfiksia berat pun akan menurun, keadaaan ini akan
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
Nilai 7-10 : Ringan/ bisa dianggap Normal berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada
menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 2. Anuria atau oliguria
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan
tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi
Apgar berguna untuk menilai keberhasilan pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan istilah disfungsi miokardium pada saat
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi terjadinya, yang disertai dengan perubahan
karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti lebih banyak mengalir ke organ seperti
penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo, (2006). mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
menjadi 2 macam yaitu : pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

a. Asfiksia livida (biru) 3. Kejang


b. Asfiksia Pallida (putih)
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan
mengalami gangguan pertukaran gas dan
Perbedaan Asfiksia livida Asfiksia Pallida transport O2 sehingga penderita kekurangan
Warna kulit Kebiru-biruan Pucat persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2
Tonus otot Masih baik Sudah kurang hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
Reaksi rangsangan Positif Negatif tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
Bunyi jantung Masih teratur Tidak teratur
Prognosis Lebih baik jelek 4. Koma
Tabel 2.2. Perbedaan antara asfiksia livida dan
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak
asfiksia pallida
ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
Asfiksia livida lebih baik dari pada
perdarahan otak.
asfiksia pallida, prognosis tergantung pada
Komplikasi pada berbagai organ yakni
kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam
meliputi :
otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan
pulih kembali harus di pikirkan
kemungkinannya menderita cacat mental seperti 1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati,
epilepsi dan bodoh pada masa mendatang. edema serebri, palsi serebralis.
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal
persisten pada neonatorum, perdarahan
paru, edema paru.
F. Komplikasi
3. Gastrointestinal: enterokolitis,
nekrotikans.
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus 4. Ginjal: tubular nekrosis akut.
antara lain : 5. Hematologi.
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera
dilakukan yaitu dengan :
G. Penatalaksanaan Medis
1. Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia memberikan O2 secara langsung dan
menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berulang atau dengan melakukan
berikut : intubasi endotracheal dan O2
dimasukkan dengan tekanan tidak lebih
1. Tindakan umum dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya
iritasi paru berlebihan sehingga dapat
a. Pengawasan suhu terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini
dilakukan dengan meniupkan udara ke
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas dalam kateter dari mulut ke pipa atau
yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, ventilasi kantong ke pipa.
sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel 2. Memberikan natrikus bikarbonat dengan
jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, dosis 2-4 mEQ/kg BB
perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan 3. Masase jantung dikerjakan dengan
suhu BBL dengan : melakukan penekanan diatas tulang
dada secara teratur 80-100 x/mnt.
Tindakan ini berselingan dengan nafas
1. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban
buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti
dan lemak.
1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan
2. Menggunakan sinar lampu untuk
untuk menghindarkan kemungkinan
pemanasan luar.
timbulnya komplikasi pneumotoracks
3. Bungkus bayi dengan kain kering.
jika tindakan ini dilakukan bersamaan.
4. Memberikan obat-obatan 1/10.000
b. Pembersihan jalan nafas andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara
intravena (sebegai obat inotropik) dan
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB
dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus secara intravena, untuk meningkatkan
posisi lebih rendah sehingga memudahkan frekuensi jantung.
keluarnya lender
b. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)

Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan


reflek pernafasan dengan :
c. Rangsangan untuk menimbulkan
pernafasan
1. Melakukan rangsangan 30-60 detik
setelah penilaian APGAR 1 menit.
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan 2. Melakukan nafas buatan dengan
dengan memukul kedua telapak kaki bayi, memasukkan pipa ke dalam hidung, O2
menekan tendon achilles atau memberikan dialirkan dengan kecepatan 1-2
suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi liter/menit. Bayi diletakkan dengan
memperbaiki ventilasi. kepala dalam dorsofleksi, dilakukan
dengan membuka dan menutup lubang
2. Tindakan khusus hidung dan mulut disertai dengan
menggerakkan dagu ke atas dan
a. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3) kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit.
3. Melakukan pernafasan mulut ke mulut
yag seharusnya dalam mulut bayi
dimasukkan pharingeal airway yang untuk mencegah tekanan intra kranial
berfungsi mendorong pangkal lidah ke meningkat.
depan, sebelum mulut penolong diisi O2
sebelum peniupan, peniupan dilakukan 3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
secara teratur dengan frekuensi 20-30
x/menit. Caranya:

2. Tindakan lain dalam resusitasi a. Bersihkan jalan napas sambil pompa


melalui lambubag.
a. Pengisapan cairan lambung dilakukan b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi c. Bila tidak berhasil lakukan ETT
prematur, sebelumnya bayi mengalami (Endotracheal Tube).
gawat janin, pada ibu yang mendapatkan d. Bersihkan jalan napas melalui ETT
anastesia dalam persalinan. (Endotracheal Tube).
b. Penggunaan obat Nalorphin diberikan e. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi
pada bayi yang disebabkan oleh masih sianosis berikan natrium
penekanan pernafasan akibat morfin bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa
atau petidin yang diberikan selama 40% sebanyak 4cc.
proses persalinan.

Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan


resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain : H. Pencegahan

1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10) Pencegahan yang komprehensif dimulai dari
masa kehamilan, persalinan dan beberapa saat
Caranya: setelah persalinan. Pencegahan berupa :

a. Bayi dibungkus dengan kain hangat 1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin


b. Bersihkan jalan napas dengan minimal 4 kali kunjungan.
menghisap lendir pada hidung kemudian 2. Melakukan rujukan ke fasilitas
mulut. pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
c. Bersihkan badan dan tali pusat. pada kehamilan yang diduga berisiko
d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar bayinya lahir dengan asfiksia
score dan masukan ke dalam inkubator. neonatorum.
3. Memberikan terapi kortikosteroid
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
Caranya : 4. Melakukan pemantauan yang baik
terhadap kesejahteraan janin dan deteksi
a. Bersihkan jalan napas. dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal
b. Berikan oksigen 2 liter per menit. selama persalinan dengan
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk kardiotokografi.
telapak kaki apabila belu ada 5. Meningkatkan ketrampilan tenaga
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui obstetri dalam penanganan asfiksia
masker (ambubag). neonatorum di masing-masing tingkat
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi pelayanan kesehatan.
masih sianosis berikan natrium 6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa dalam pemantauan dan penanganan
40% sebanyak 4cc disuntikan melalui persalinan.
vena umbilikus secara perlahan-lahan,
7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial
yang terdiri dari :

a. Persalinan yang bersih dan aman.


b. Stabilisasi suhu.
c. Inisiasi pernapasan spontan.
d. Inisiasi menyusu dini.
e. Pencegahan infeksi serta pemberian
imunisasi

You might also like