You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai insan sosial, manusia memerlukan hubungan harmonis satu

dengan lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan berbau

sedap. Untuk itu kita memerlukan bahan yang kita kenal sekarang sebagai

kosmetika. Kosmetika yang paling tua yang dikenal manusia adalah sabun,

bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk

pengharum kulit. Orang mesir kuno mempelajari kebersihan kulit dari para

pendeta kuil yang melarang masuk siapapun yang tidak bersih atau bau.

Kebersihan tubuh memang penting bagi manusia dan itu diinformasikan

melalui petunjuk baik di dalam keluarga maupun di dalam lingkungan

masyarakat yang lebih luas.

Sabun merupakan salah satu produk pembersih yang memiliki banyak

kegunaan. Sabun telah dipakai sejak jaman dahulu kala. Akan tetapi teknik

pembuatannya masih sangat sederhana. Sebagai contohnya, suku bangsa

Jerman telah memakai sabun sejak dahulu kala dan telah mampu membuat

sabun dengan menggunakan lemak babi atau sapi dan abu kayu yang banyak

mengandung garam alkali.

1
Sabun dibuat melalui proses hidrolisa gliserida dengan larutan KOH

atau NaOH atau yang lebih dikenal dengan safonifikasi. Sekarang ini sabun

dibuat dengan cara praktis dan dilakukan dengan teknik yang sederhana.

Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan NaOH atau KOH.

Sabun adalah garam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak.

Dimana asam lemak diartikan sebagai asam karboksilat yang diperoleh dari

hidrolisis dari suatu lemak atau minyak, yang umumnya mempunyai rantai

hidrokarbon panjang dan tak bercabang. Sabun mengandung garam, terutama

garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan

bobot atom rendah.

Pada pembuatan sabun dipergunakan bahanbahan antara lain minyak

sayur, garam, pewarna dan NaOH. Minyak termasuk ke dalam lemak biasa

dimana lemak dan minyak adalah trigliserida. Beberapa contoh lemak dan

minyak adalah lemak sapi, minyak kelapa, minyak jagung dan minyak ikan.

Saat ini sabun telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga telah

bermunculan produk-produk sabun dengan komposisi tambahan yang beraneka

ragam dengan berbagai macam merek dagang seperti sabun cair, sabun

transparan, sabun anti acne dan lain-lain. Teknik pembuatan dan bahan yang

ditambhakan ke dalam sabun-sabun tersebut pun berbeda. Dengan mengetahui

teknik pembuatan dan bahan-bahan tambahan maka akan diperoleh pemahaman

yang baik mengenai sabun dan jenis-jenisnya.

2
1.2 Permasalahan

Bagaimana cara dan bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan berbagai

jenis sabun.

1.3 Tujuan

1. Untuk membuat sabun cair yang lebih higien dalam kemasan yang

mudah dibawa.

2.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan

memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan

rangsangan luar. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu :

1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).

3. Subkutis (jaringan lemak bawah kulit).

Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang

menarik karena kosmetika dipakai pada epidermis itu. Lapisan epidermis

terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum

spinosum, dan stratum basalis.

Marchionini (1929) menemukan bahwa stratum korneum dilapisi

oleh suatu lapisan tipis lembab yang bersifat asam, sehingga ia menamakannya

sebagai mantel asam kulit. Tingkat keasamannya (pH) umumnya

berkisar antara 4,5 6,5.

Fungsi pokok mantel asam kulit yaitu :

1. Sebagai penyangga (buffer) yang berusaha menetralisir bahan kimia

yang terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.

4
2. Membunuh atau menekan pertumbuhan mikroorganisme yang

membahayakan kulit.

Dengan sifat lembabnya sedikit banyak mencegah kekeringan

kulit (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).

Fungsi biologik kulit :

1. Proteksi

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak

subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap

interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar

air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan

mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier

terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah

pertumbuhan bakteri di kulit.

2. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme

dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang

keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pusat pengatur temperatur

tubuh di hipotalamus. Pada saat temperatur badan menurun terjadi

vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi

vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.

5
3. Persepsi sensoris

Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa

tekanan, raba,suhu dan nyeri. Beberapa reseptor pada kulit untuk

mendeteksi rangsangan dari luar diantaranya adalah Benda Meissner,

Diskus Merkell dan Korpuskulum Golgi sebagai reseptor raba,

Korpuskulum Panici sebagai reseptor tekanan, Korpuskulum

Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End

Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh

reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat

selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri.

4. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh

melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjer

sebasea dari folikel rambut. Bahan yang mudah larut dalam lemak

lebih mudah diabsorbsi dibandingkan bahan yang larut air.

5. Fungsi Lain

Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan

memerah ataupun memucat. Kulit dapat juga mensintesa vitamin D

dengan bantuan sinar ultraviolet (Mitsui, T., 1997)

6
2. 2 Pengertian Sabun

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan

mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai

karbon C 16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang

dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak

dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH

dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat

dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan

dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses

saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol,

sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses

saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan

proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti,

2009).

Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi,

seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak

dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan

tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan

mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad, 2004).

7
2. 3 Komposisi Sabun

Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami

dengan garam alkali serta sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan

sintetik, biasanya mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan,

deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus.

a. Surfaktan

Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang

suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik)

sehingga dapat memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak

dan air yang bekerja menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan

merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai

dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak

zaitun (asam lemak C 16-C 18), atau lemak babi. Penggunaan bahan

berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun

kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak

stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis bahan

surfaktan pada syndet dewasa ini mencapai angka ribuan (Anonima, 2013;

Wasitaatmadja, 1997).

8
b. Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang

tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun

yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin,

paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester

asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid,

polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).

Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan

berfungsi sebagai peramas (plasticizers) (Wasitaatmadja, 1997).

c. Antioksidan dan Sequestering Agents

Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat,

menunda, mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam

konsentrasi yang kecil. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama

bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil

hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02%-0,1 %). Sequestering Agents

dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalis oksidasi EDTA.

EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate) (Anonimb, 2013; Wasitaatmadja,

1997).

9
d. Deodorant

Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap

atau mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai

dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek

samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TCC

(trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4- trichlodiphenyl ester (Anonimc,

2013; Wasitaatmadja, 1997).

e. Warna

Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan

peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan

konsentrasinya kecil sekali (0,01- 0,5%). Titanium dioksida 0,01%

ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek

berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan transparan

(Wasitaatmadja, 1997).

f. Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai

pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda

pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabun bergantung pada

permintaan pasar atau masyarakat pemakainya. Biasanya dibutuhkan

10
wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing-

masing (Wasitaatmadja, 1997).

g. Pengontrol Ph

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat,

dapat menurunkan pH sabun (Wasitaatmadja, 1997).

h. Bahan tambahan khusus

Menurut Wasitaatmadja (1997), berbagai bahan tambahan untuk

memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat

dimasukkan ke dalam formula sabun. Dewasa ini dikenal berbagai

macam sabun khusus, misalnya:

1. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.

2. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.

3. Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen,

diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal.

4. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan

antiseptic, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.

11
6. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif. Sabun

netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang

berbeda.

7. Apricot, dengan sabun menambahkan apricot atau monosulfiram.

2. 4 Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan

pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga

memungkinkan air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif,

sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak

dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan, 1980).

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak

dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non

polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit

tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus R yang akan mengikat

kotoran, dan gugus COONa yang akan mengikat air karena sama-sama gugus

polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat

pada air (Qisti, 2009).

12
2. 5 Efek Samping Sabun pada Kulit

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa

kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun

dengan penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit,

pembengkakan dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan

ionisasi, antimikrobial, antiperspiral, dan lain sebagainya (Wasitaatmadja,

1997).

a. Daya Alkalinisasi Kulit

Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting

dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun

konvensional yang melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun

ini berada antara 9-12 dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit.

Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit

setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.

Pengasaman kembali terjadi setelah 5-10 menit, dan setelah 30 menit

pH kulit menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan

kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang

cuci, dokter, pembilasan tidak sempurna, atau pH sabun yang sangat

tinggi. Efek alkalinisasi pada sabun sintetik sudah jauh berkurang

karena sabun sintetik memakai berbagai bahan yang tidak alkalis.

Berbagai penelitian mengenai daya iritasi sabun pada kulit akibat pH

sabun yang tinggi telah banyak dilakukan. Pada tahun-tahun terakhir

13
beberapa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun berada di

kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun

(Wasitaatmadja, 1997).

b. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan

lapisan tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit

terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan

mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan

sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Marchionini

dan Schade (1928), yang meneliti hal tersebut menyatakan bahwa

kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit

dengan pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak

asam.

sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak

permukaan kulit yang agak asam. Seperti air dan sabun, deterjen

sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit

dalam kapasitas yang lebih kecil. Besarnya kerusakan lapisan

lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi,

waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit

dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah

benda asing menembus ke dalamnya. Bergantung pada lama

14
kontak dan intensitas pembilasan, maka cairan sabun dapat

diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap berada di dalam

kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah

kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air.

Pembengkakan kulit inisial akan menurunkan pula kapasitas sel

untuk menahan air sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan

diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit.

Kulit tampak kasar dan tidak elastis. Terjadi pula peningkatan

permeabilitas stratum korneum terhadap larutan kimia yang iritan.

Inilah yang sering dirasakan pada kulit oleh mereka yang sering dan

lama berhubungan dengan deterjen (rasa deterjen). Penambahan

sabun/deterjen dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat

mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997).

c. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi


Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan

magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang

kehilangan lapisan tanduk, pengendapan K+ dan Mg+ akan

mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K+ dan Mg+ di atas lapisan

epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit.

Sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam

minyak. Berbeda dengan sabun, deterjen sintetik tidak

15
menimbulkan pengendapan itu, namun iritasi kulit dapat terjadi

karena adanya gugus SH akibat denaturasi keratin. Pada keratin

normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas, dan adanya deterjen

dapat melepas gugus ini dari sistein dan sistin (Wasitaatmadja, 1997).

d. Daya Antimikrobial
Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation,

mempunyai daya antimikroba, apalagi bila ditambah bahan

antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi pula akibat kekeringan

kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin, daya pemisah

surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997).

e. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada

percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan

produksi kelenjar keringat antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).

f. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis

kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan

lemah. Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan

iritasi, biasanya mulai di bawah cincin yang tidak dicuci bersih, dan

terjadi di dalam rumah tangga, bartender, hairdresser, sehingga

disebut sebagai soap atau housewife contact dermatitis. Pembuktian

efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional dengan

16
larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan reaksi eritema

monomorfik. Dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi

terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara

kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif

(Wasitaatmadja, 1997).

2. 6 Mekanisme Kerja Sabun

Kotoran yang melekat pada kulit atau pakaian ataupun benda-benda

lainnya, pada umunya berasal dari lemak, minyak dan keringat, butirbutir

tanah dan sebagainya.

Zat- zat tersebut sangant sukar larut dalam air karena bersifat non

polar. Untuk itu diperlukan sabun untuk membersihkanya.

Suatu gugus sabun terdiri dari bagian muka berupa gugus COONa yang

polar serta bagian ekor berupa rantai alkyl yang bersifat non polar. Ketika

sabun dimasukkan ke dalam air maka sabun akan mengalami ionisasi. Gugus

gugus ini akan membentuk buih , dimana akan mengarah kepada air (karena

sama- sama polar), sedangkan bagian yang lain akan mengarah kepada

kotoran (karena sama-sama non polar). Karena itu kotorankotoran terikat

pada sabun dan terikat pada air, maka dengan adanya gerakan tangan atau

mesin cuci, kotoran tersebut akan tertarik atau terlepas. Jika berupa minyak

atau lemak, maka akan membentuk emulsi minyak dalanm air dan sabun

sebagi emulgator.

17
Jika sabun bertemu dengan kotoran tanah, maka akan diabsorbsi oleh

sabun dan membentuk suspensi butiran tanah, air dimana sabun sebagai zat

pembentuk suspensi.

Kegunan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran

berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini

disebabkan oleh 2 sifat sabun, yaitu:

1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam molekul nonpolar

seperti tetesan-tetesan minyak.

2. Ujung anion molekul sabun yang tertarik pada air ditolak oleh ujung anion

molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena

tolak menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak

dapat bergabung tetapi tetap tersuspensi.

2. 7. Sabun Cair

Sabun cair mengandung asam lemak garam alkali dan

deterjen. Deterjen dalam sabun tersebut disebut surfactant. Zat ini

bertugas membawa minyak dan kotoran yang hilang bersama

siraman air mandi. Sabun tidak terlepas dari fungsi utama dari sabun

sebagai zat pencuci adalah sifat surfaktan yang terkandung di

dalamnya. Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar

yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak

18
(lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang

terdiri dari minyak dan air.

Keunggulan Sabun Cair :

1. Praktis

2. Mudah larut di air sehingga hemat air

3. Mudah berbusa dengan menggunakan spon kain

4. Terhadap kuman bisa dihindari ( lebih higienis )

5. Mengandung lebih banyak pelembab untuk kulit

6. Memiliki kadar pH yang lebih rendah dibanding sabun padat

7. Lebih mudah dan efisien untuk digunakan

Kelemahan sabun cair:

1.Cenderung boros dipakai

2.Non ekonomis

a. Formulasi Sabun Cair

Secara garis besar, bahan-bahan pembuat sabun terdiri

dari bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar merupakan

pelarut atau tempat dasar bahan lain sehingga umumnya

menempati volume yang lebih besar dari bahan lainnya.

Bahan tambahan merupakan bahan yang berfungsi untuk

memberikan efek-efek tertentu yang diinginkan oleh konsumen

(Wasitaatmadja 1997).

19
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam

memformulasikan sabun cair antara lain karakteristik

pembusaan yang baik, tidak mengiritasi mata, membran mukosa

dan kulit, mempunyai daya bersih optimal dan tidak

memberikan efek yang dapat merusak kulit serta memiliki bau

yang segar dan menarik (Fahmitasari 2004).

Dalam memformulasikan sabun cair terdapat dua jenis

bahan, yaitu bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar

sabun adalah bahan yang memiliki sifat utama sabun yaitu

membersihkan dan menurunkan tegangan permukaan air.

Sedangkan bahan tambahan berfungsi untuk memberikan efek-

efek tertentu yang diinginkan konsumen seperti melembutkan

kulit, aseptik, harum dan sebagainya.

Bahan-Bahan yang dibutuhkan :

1. Minyak atau Lemak


2. NaOH / KOH
3. Air
4. Essential dan Fragrance Oils
5. Pewarna
6. Zat Aditif
Reaksi Sabun Cair :

Trigliserida + Alkali ==> Sabun + Gliserol

20
BAB III

METODELOGI

3. 1 Perbandingan Formulasi

Bahan FI F II F III F IV FV
Natrium Sitrat
Tween 80
Asam Sitrat
Aloe Vera Ext
D-Panthenol
Na2 EDTA
Nikkol Nikko Guard 88
FR.Appel Blossom

3. 2 Cara Kerja
1. Dalam mixing tank 805 L masukan bahan fasa I berikut ini:
- Purified water panas suhu 70 - 80
- Disodium EDTA EP 108421
- D-panthenol
2. Masukkan bahan fasa II berikut ini :
- Polyquaternium-7
- Mixing sampai homogen selama 5 menit

21
3. Dalam wadah yang sesuai masukan bahan fasa III bawah ini:
- Purified water panas suhu 70 - 80
- Lippo PEG 6000
Thorex sampai homogen selama 5 menit
4. Masukan fasa III yang sudah homogen ke dalam mixing tank 805 L
yang bersi fasa I dan fasa II.
Jalankan homogenizer sampai homogen selama 5 menit.
Lalu dinginkan bulk tersebut hingga suhu mencapai 40.
5. Masukan bahan fasa IV berikut ini ke dalam mixing tank 805 L :
- Polysorbate 80 (TWEEN 80)
- Nikkol Nikko Guard 88
- FR.Apple blossom
Mixing sampai homogen selama 5 menit
6. Masukan bahan fasa V berikut ini ke dalam mixing tank 805 L :
- Miranol C2M
- Mitaine L ( Lauryl Betaine )
Mixing sampai homogen selama 5 menit
7. Masukan bahan fasa VI berikut ini ke dalam mixing tank 805 L :
- Aloe vera extract
- Chamomile Glycolic Ext
- Sunflower Ext. HGL
- MG-60
- Dow corning
Mixing sampai homogen selama 5 menit
Jalankan homogenizer sampai seluuh bahan tercampur sempurna
selama 5 menit.
8. Tambahkan ke dalam mixing tank 805 L :

22
- Purified water
Mixing sampai homogen selama 5 menit
9. Proses adjusting pH menggunakan larutan Acid Citric 20
10. Untuk validasi :
Ambil sampel pada 2 titik ( atas dan bawah ) untuk pemeriksaan pH,
bobot jenis, viskositas dan kimia.

3. 3 Evaluasi
Uji organoleptik warna, aroma, kerataan
PH dengan kertas PH
Kekentalan dengan viskositas Brookfield
Density atau berat jenis dengan piknometer

23
24
BAB IV
PEMBAHASAN

4. 1 Karakteristik

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Nomor 06-4085-1996, sabun cair didefinisikan sebagai sediaan

pembersih kulit berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun

atau deterjen dengan penambahan bahan lain yang diijinkan dan

digunakan tanpa menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun cair yang

memiliki kriteria yang sesuai dengan standar aman bagi kesehatan

kulit. Syarat mutu sabun cair menurut SNI 06-4085-1996 dapat

dilihat pada Tabel

Tabel Syarat mutu sabun cair

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan

- Bentuk Cairan homogen

- Bau Khas

Khas
- Warna

pH, 25 C 6-8

Kadar Alkali Bebas % Tidak dipersyaratkan

Bobot Jenis Relatif, 25oC g/ml 1,01-1,10

Koloni/ml maks. 1 x 105

25
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Komponen
Dalam 100 ml botol :
Sodium citrate 2H20 (Na sitrat) 0,0805 gram
Citric acid anhydrous 0,0644 gram
Sodium benzoate 0,0402 gram
Plantacare 2000 UP 0,483 gram
PL.Lemon oil 4% Citral 0,0054 gram
Methocel F4MPG 0,0805 gram
Purified Water 72,980 ml
Montamox 20 (tween 20) 0,0161 gram

26
DAFTAR PUSTAKA

Fresenden & Fresenden. 1994. Kimia Organik Jilid 2, Edisi Tiga. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Harold Hart, Organic Chemistry, a Short Course, Sixth Edition, Michigan State

University, 1983, Houghton Mifflin Co.

Ralp J. Fessenden and Joan S. Fessenden, Organic Chemistry, Third Edition,

University Of Montana, 1986, Wadsworth, Inc, Belmont, Califfornia 94002,

Massachuset, USA

Pustaka_unpad_formulasi_dan_evaluasi_sabun_cair.ac.id

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2 (agustus 2010) 114-122

27
28

You might also like