Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
I Wayan Suwidana (16060145035)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
Supaya kita sebagai tenaga kesehatan memahami mengenai masalah
kesehatan jiwa dan bagaimana cara kita sebagai tenaga kesehatan memberikan
asuhan keperawatan kesehatan jiwa dalam menanggulangi masalah kesehatan jiwa
itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
1) WHO
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi
dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg
bersangkutan.
1) Manusia
Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi
dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai
kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri
dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai
aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan
keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas
koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana
perilaku tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
2) Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam
berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping
yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan
dapat menghasilkan perubahan diri individu.
3) Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap
individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui
perawatan yang adekuat.
4) Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan
menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
2) Faktor Psikologik
a) Interaksi ibu dan anak
b) Peranan ayah
c) Persaingan antar saudara kandung
d) Hubungan dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat
e) Kehilangan
f) Kosep diri
g) Pola adaptasi
h) Tingkat perkembangan emosi
2) Pencegahan Sekunder
Target pelayanannya yaitu anggota masyarakat yang beresiko atau
memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial atau gangguan jiwa.
Aktivitas:
a) Menentukan kasus sedini mungkin
b) Melakukan skrining dan langkah-langkah lanjut
c) Follow up
3) Pencegahan Tersier
Target pelayanannya yaitu masayarakat yang sudah mengalami gangguan
jiwa pada tahap pemulihan.
Aktivias:
a) Program dukungan sosial dan menggerakkan sumber-sumber di masyarakat
b) Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri
c) Program pencegahan stigma.
3.2 Saran
Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam
penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa
yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gangguan kesehatan jiwa pada anak dan remaja merupakan hal yang
banyak terjadi, yang umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang
adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15-22 % anak- anak dan remaja,
namun yang mendapatkan penggobatan jumlahnya kurang dari 20 % ( Keys,
1998).
Menurut Videbeck (2001), gangguan jiwa pada anak dan remaja adalah
suatu keadaan yang di tandai dengan fungsi intelektual berada di bawah
normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat
lemahnya proses belajar dan adaptasi social.
Diagnosis gangguan jiwa pada anak dan remaja adalah perilaku yang
tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila duibandingkan dengan
norma budaya, yang mengakibatkan kirangnya atau terganggunya fungsi
adaptasi (Towsend, 1999).
B. Etiologi
C. Klasifikasi
Adapun jenis- jenis gangguan jiwa pada anak dan remaja yaitu:
1. Gangguan perkembangan pervasif. Ditandai dengan masalah awal pada
tiga area perkembangan utama : perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi.
a. Retardasi mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan
substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi
intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis. IQ di
bawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang ketrampilan
adaptasi atau lebih (mis. komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup
sehari-hari, ketrampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan
diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
b. Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan
komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997).
Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain,
menarik diri dan berhubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam
komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis.,
tergantung pada benda mati dan gerakan tubuh yang berulang-ulang
seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukul
kepala).
c. Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca,
aritmatika, bahasa, dan artikulasi verbal.
2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disrutif :
a. Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD)
Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan
hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan. Menurut
DSM IV, ADHD pasti terjadi di sekitanya dua tempat (mis., di sekolah
dan di rumah) dan terjadi sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994).
b. Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disuptif, dan kesengajaan untuk
tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian
besar anak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat
atau gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun. Contoh
perilaku pada anak-anak dengan gangguan ini meliputi: mencuri,
berbohong, menggertak, melarikan diri, membolos, menyalahgunakan
zat, melakukan pembakaan, bentuk vandalisme yang lain, jahat
terhadap binatang, dan serangan fisik terhadap orang lain.
c. Gangguan penyimpangan oposisi
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan,
meliputi perilaku yang kurang ekstrem. Perilaku dalam gangguan ini
tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam
gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menujukkan sikap
menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang
rendah erhadap frustasi, dan menggunakan minuman keras, zat
terlarang, atau keduanya.
3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan
berlanjut ke masa dewasa :
a. Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia
banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama
dengan yang terlihat pada orang dewasa.
b. Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-
kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling
dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah,
keluhan somatic, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir
tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.
c. Skizofrenia
a) Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-
gejalanya dapat meneyerupai gangguan pervasive, seperti autisme.
walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit,
namun telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b),
seperti beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik diri
secara sosial, komunikasi.
b) Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan
insidensinya selama masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-
gejalanya mirip dengan skizofrenia dewasa. Gejala awalnya
meliputi perubahan ekstrim dalam perilaku sehari-hari, isolasi
sosial, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai akademik, dan
mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
4. Gangguan mood
a. Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja
dibanding pada orang dewasa (Kelter, 1999). Prevalensi pada anak-
anak dan remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk gangguan
depresi. Eksistensi gangguan bipolar (jenis manik) pada anak-anak
masih kontroversial. Prevalensi penyakit bipolar pada remaja
diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang
diobservasi pada orang dewasa.
b. Bunuh diri. Adanya gangguan mood merupakan faktor yang serius
untuk bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga
pada individu berusia 15 sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya bunuh
diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku
keras atau sangat memberontak, menyalahgunakan obat atau alkohol,
secara tidak biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugas-
tugas sekolah menurun, membolos, keletihan berlebihan dan keluhan
somatic, respon yang buruk terhadap pujian, ancaman bunuh diri yang
terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-benda yang
didapat sebagai hadiah ( Newman, 1999)
5. Gangguan penyalahgunaan zat
a. Gangguan ini banyak terjadi ; diperkirakan 32% remaja menderita
gangguan penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan
alkohol atau zat terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding
perempuan. Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada
mereka yang berusia antara 15 sampai 24 tahun. Pada remaja,
perubahan penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketergantungan
zat dalam waktu 2 tahun sedangkan pada orang dewasa membutuhkan
waktu antara 15 sampai 20 tahun.
b. Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainya merupakan hal yang
banyak terjadi, termasuk gangguan mood, gangguan ansietas, dan
gangguan perilaku disruptif.
c. Tanda bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, di antaranya adalah
penurunan fungsi sosial dan akademik, perubahan dari fungsi
sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik diri dari
interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah
terhadap frustasi, berhubungan dengan remaja lain yang juga
menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong tentang
penggunaan zat.
6. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan Berbasis Komunitas (Managed Care)
a. Pencegahan primer
Melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah
perawatan pranatal awal, program intervensi dini bagi orang tua
dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak,
dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan
dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
b. Pencegahan sekunder
Dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang
mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat
segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan
program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas,
layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi
traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman
sebaya.
c. Dukungan terapeutik bagi anak-anak
Diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program
pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi
dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada
umumnya digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan
metode koping yang lebih adaptif.
d. Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga
Penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan
bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat
meningkatkan fungsi semua anggota keluarga.
2. Pengobatan Berbasis Rumah Sakit
a. Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah
sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien
yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif,
atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap
dirinya sendiri ataupun orang lain.
b. Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program
sekolah di tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
khusus anak yang menderita penyakit jiwa.
c. Seklusi dan restrain untuk mengendalikan perilaku disruptif masih
menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat
bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran
respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat
(time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan
intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku.
3. Farmakoterapi
a. Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi
psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan
remaja karena memiliki efek samping yang beragam.
b. Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja memengaruhi jumlah dosis,
respon klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
c. Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat
memengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang
tidak konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
A. PENGKAJIAN
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan,
kegiatan yang perlu dilakukan oleh seorang perawat. Isi pengkajian
diantaranya yaitu :
1. Identitas pasien , keluhan utama saat MRS , faktor predisposisi , aspek
fisik atau biologis , aspek psikososial , dan status mental .
2. Kaji kembali riwayat klien untuk adanya hal-hal yang mencetuskan
stressor atau data yang signifikan, antara lain riwayat keluarga,
peristiwa-peristiwa hidup yang menimbulkan stres, hasil pemeriksaan
kesehatan jiwa, riwayat masalah fisik dan psikologis serta
pengobatannya.
3. Catat pola pertumbuhan dan perkembangan anak dan bandingkan
dengan alat standar, seperti The Developmental Screening Test dan
versi yang sudah direvisi (Wong, 1997).
4. Catat bukti pencapaian tugas perkembangan yang sesuai bagi anak atau
remaja.
5. Lakukan pemeriksaan fisik pada anak atau remaja, catat data normal
atau abnormal.
6. Kaji respon perilaku yang dapat mengindikasikan gangguan pada anak-
anak atau remaja. Pastikan untuk mengkaji interaksi langsung,
observasi permainan, dan interaksi dengan keluarga dan teman sebaya.
7. Identifikasi bukti gangguan kognitif.
8. Observasi adanya bukti-bukti gangguan mood.
9. Kaji kelebihan dan kelemahan sistem keluarga.
B. DIAGNOSA
Analisa dan data yang ditemukan (objektif dan subjektif) :
1. Tetapkan rumusan diagnosa dalam bentuk rumusan diagnosis tunggal.
Rumusannya : rumusan Problem etiologi tidak perlu dicantumkan
tetapi cukup dimengerti dan dipahami. Dengan cara :
a. Analisis
b. Tetapkan diagnosis keperawatan bagi klien dan keluarga
C. INTERVENSI
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari : tujuan umum, tujuan
khusus, kriteria evaluasi dan rencana tindakan keperawatan.
1. Tujuan umum : hasil tindakan berupa kemampuan akhir yang hendak
dicapai (jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai)
2. Tujuan khusus : tujuan jangka pendek sampai dengan tujuan jangka
panjang tercapai. Rumusan tujuan khusus berupa pernyataan
kemampuan pasien mengatasi masalah.
3. Tindakan keperawatan dirumuskan dalam bentuk kalimat perintah.
4. Untuk menetapkan tujuan umum dan khusus, perawat perlu memiliki
kemampuan berfikir :
a. Bekerjasama dengan klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan
yang realistis
b. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, keluarga, atau
keduanya.
D. IMPLEMENTASI
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini
(here and now), menilai diri sendiri (kemampuan interpersonal, intelektual
dan teknikal untuk melaksanakan tindakan, menilai kembali apakah
tindakan aman bagi klien) (Keliat, Budi Aaan, dkk. 1990).
1. Implementasi umum :
a. Bentuk rasa saling percaya.
b. Dengarkan secara aktif, tunjukkan perhatian dan dukungan.
c. Tingkatkan komunikasi yang jelas, jujur, dan langsung.
d. Tempatkan diri sebagai pihak yang netral, jangan memihak orang tua
atau anak.
e. Dukung kelebihan klien dan keluarga.
f. Gunakan model kognitif untuk menjelaskan hubungan antara pikiran,
perasaan, dan perilaku.
g. Berpartisipasi dalam rencana pengobatan di unit rawat inap.
h. Perkuat secara positif perilaku yang dapat diterima.
i. Berpartisipasi dalam terapi bermain, biarkan anak mengekspresikan
dirinya melalui permainan imajinatif.
j. Bekerjasama dengan keluarga klien, sekolah, dan tim kesehatan jiwa.
k. Anjurkan digunakannya kelompok pendukung masyarakat bagi klien
dan keluarga
l. Anjurkan pada keluarga tentang cara menjaga kesehatan emosi anak
melalui penyuluhan klien dan keluarga.
E. EVALUASI
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden. 2001. Buku saku Keperawatan Pediatri. EGC
: Jakarta
Hamid, Achir yani S. 1999. Askep Kesehatan Jiwa pada Anak dan Remaja.
Jakarta : Widya Medika.
Isaac, Ann. 2004. Panduan Belajar ; Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikiatrik. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anaa, dkk. 1990. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Videbeck, Sheila L. 2001. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep,Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa Ed.Revisi .Bandung:Refika Aditama.
Sarwono, S.W. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Edis 8 Jakarta : Raja
Gravindo Puataka.
ASKEP GANGGUAN JIWA PADA LANSIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses atau keadaan menjadi tua,senescence,merupakan
fenomena perkembangan manusi yang alamiah dimana secara berangsur-
angsur terjadi kemunduran dari kapasitas mental,berekurangnya minat
social dan menurunnya aktifitas fisik serupa dengan masa kanak-
kanak,remaja,dewasa,menjadi tua adalah hal yang normal yang disertai
pula dengan problema yang khusus pula. Tekanan hidup yang beraneka
ragam yang terdapat dalam masyarakat ikut membentuk keadaan
istimewa atau khusus ini pada usia lanjut.
Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang
memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan
psikologis pada lanjut usia dan dengan meningkatkan umur panjang.
Pelayanan/ asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam
manifestasi klinis, patogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara
dewasa muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga
perlu dipertimbangkan; faktor-faktor tersebut adalah sering adanya
penyakit dan kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan
peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Program Epoidiomological Catchment Area (ECA) dari National
Institute of Mental Health telah menemukan bahwa gangguan mkental
yang paling sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan
kognitif, fobia, dan gangguan pemakaian alkohol. Lanjut usia juga
memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat.
Banyak gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan,
atau bahkan dipulihkan. Sejumlah faktor resiko psikososial juga
mempredis[osisiskan lanjut usia kepada gangguan mental. Faktor resiko
tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian
teman, atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi,
keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perawatan usia lanjut
yang keadaan kesehatannya terutama dipengaruhi oleh proses
ketuaannya,maka penulis mengambil judul makalah ini Asuhan
Keperawatan pada Pasien Lansia.
B. Tujuan
1. Dapat mengetahui konsep teori keperawatan jiwa pada lansia
2. Dapat mengetahui asuhan keperawatan jiwa pada lansia meliputi
pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.
C. Manfaat
Manfaat penulis makalah ini yaitu sebagai wawasan atau pandangan
mengenai komunikasi terapeutik dengan tenaga kerja/pelayanan lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi
satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada
lansia. Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun.
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari.
Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang
normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang
lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan
merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang
normal dan tidak normal
E. Penyakit Psikiatris
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi,
demensia, fobia, insomnia, paranoid dan gangguan terkait penggunaan
alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi
melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat
dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
1. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat
keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia
terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial,
tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi,
restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak,
impulsif, gangguan tidur, dan waham.
2. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah
menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun
pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu
makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada
tubuh.
3. Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres
akut, dan gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada
yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai
muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa
dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus
diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan
gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
4. Gangguan insomnia
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal
serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur
sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga
lansia melakukan kegiatannya pada malam hari.
Penyebab insomnia pada lansia:
a. Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga
mereka masih semangat sepanjang malam
b. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
c. Gangguan cemas dan depresi
d. Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
e. Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada
malam hari
f. Infeksi saluran kemih
5. Gangguan paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang
miliknya
Gejala Paranoid:
a. Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman,
atau orang-orang di sekelilingnya
b. Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh
orang-orang di sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan
barang miliknya
c. Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti
depresi dan rasa marah yang ditahan
d. Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid
adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa curiga
dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap kegiatan.
Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.
f. Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku
merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan
mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan
yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah
laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers.
Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk
dianalisis.
g. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator
dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam
pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa
dan emosi.
h. Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi
kesehatan pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan
lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas
penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam
mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya
kehilangan fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah
dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
i. Activities of Daily Living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat
penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL
( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas
toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk
membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien
dalam menjalankan ADL.
j. The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen
untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah
tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah
kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu,
yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
k. Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia
karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit
sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa.
Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal;
funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan
pengobatan medis juga harus dikaji.
1. Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan
atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah
psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan
monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi
kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih
dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu
dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan
dan yang tidak disukai.
2. Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan
harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan,
komorbiditas.
3. Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol
dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan
kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila
mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan.
Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh
seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti
kehilangan dan kesepian.
4. Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan
sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien
lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang
sangat penting dalam mengidentifikasi support system.
Perawat harus mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di
lingkungan rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan
kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu
dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
5. Interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan
tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat
pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia.
Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk
berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia
kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk
menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada
anggota keluarga yang sudah dewasa.
2. Diagnosa Keperawatan
a Gangguan pola tidur b.d ansietas
b Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,
degenerasi neuron irreversible.
c Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis
daan kognitif.
d Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist).
e Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau
psikologis.
f Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan
dengan pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses
penyakit
3. Intervensi Keperawatan
a Gangguan pola tidur b.d ansietas.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki
pola tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:
Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola
tidur.
Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani
atau mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan
penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
(melamun).
Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
Intervensi :
1. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat
efek negative terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang
tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
2. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan
kortikosteroid termasuik perubahan mood, insomnia.
3. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan
kebiasaan klien (member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan
makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
4. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan
berkurang selama tidur, meningkatkan respon otomatik,
karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat
selama tidur.
5. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih
lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan
mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan
psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
6. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan
massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan
mengantuk.
7. Putarkan music yang lembut atau suara yang jernih.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat
suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menggaggu tidur.
8. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi
menigkatkan kemampuan untuk ttidur, tetapi antikolinergik
dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek
samping hipertensi ortostatik.
4. Evaluasi
Stuart dan Sundeen (1995) menyebutkan beberapa kondisi dan
perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam
proses keperawatan, yaitu:
1. Kondisi perawat :
Supervisi, analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga
2. Perilaku perawat ;
Membandingkan respon pasien dan hasil yang diharapkan, mereview
proses keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang
dibutuhkan, berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas
yang dilakuk
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan
kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan
pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan
sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan
perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji
kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan
intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan
keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada
lansia untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada
perawatan pasien. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan
tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin
macam-macam kelompok seperti orientasi, remotivasi, kehilangan dan
kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat
memberikan psikoterapi.
B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami tentang
asuhan keperawatan kehilangan disfungsional
2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur
yang berkaitan dengan kehilangan
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth
Edition. United State of America : Mosby.
Carpenito, L. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi ke-6,
EGC, Jakarta, 2000
Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth
Edition. United State of America : Mosby.
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupasuara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan.Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada. (WHO, 2006)
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
diterimanya, stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu
diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang
dinamakan persepsi (Yosep, 2009)
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.Diperoleh baik
dari klien maupun keluarganya. Factor predisposisi dapat meliputi factor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetic. (Yosep, 2009)
1) Faktor perkembangan
2) Faktor sosiokultural
3) Faktor biokimia
4) Faktor psikologis
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
b. Factor presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, penasaran, tidak
aman, gelisah,
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penyalahgunaan obat, demam, kesulitan tidur.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang menekan
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien.
4) Dimensi sosial
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai denga kehampaan hidup, ritinitas tidak bermakna,
hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.
f. Menutup mata.
g. Mulut komat-kamit
i. Tersenyum
j. Gelisah
k. Menyendiri, melamun
Menurut Yosep, 2009 proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap yaitu:
a. Tahap pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat ansietas sedang,
secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.Adapun karakteristik yang tampak pada
individu adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa takut serta mencoba memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi
ansietas.
b. Tahap kedua
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat kecemasan yang
berat. Adapun karakteristik yang tampak pada individu yaitu individu merasa kehilangan
kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan,
individu mungkin merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari
orang lain.
c. Tahap ketiga
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat ansietas berat,
pengalaman sensori yang dirasakan individu menjadi penguasa.Adapun karakteristik yang
tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya,
individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir.
d. Tahap keempat
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat ansietas panic.
Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah pengalaman sensori mungkin
menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung
beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak ada intervensi terapeutik.
5. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain
yang digunakan melindungi diri. Mekanisme koping menurut Yosep, 2009 meliputi cerita
dengan orang lain (asertif), diam (represi/supresi), menyalahkan orang lain (sublimasi),
mengamuk (displacement), mengalihkan kegiatan yang bermanfaat (konversi),
memberikan alasan yang logis (rasionalisme), mundur ke tahap perkembangan
sebelumnya (regresi), dialihkan ke objek lain, memarahi tanaman atau binatang
(proyeksi).
a. Medis (Psikofarmako)
1) Chlorpromazine
a) Indikasi
Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma social dan tilik diri terganggu.
Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental seperti: waham dan halusinasi. Gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari seperti tidak mampu bekerja, hubungan social dan melakukan
kegiatan rutin.
b) Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak, khususnya system ekstra
pyramidal.
c) Efek samping
- Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang antar sadar atau tidak
sadar.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi (kejang,
perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit
SSP (system saraf pusat), gangguan kesadaran disebabkan oleh depresan.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di berikan 3x100mg.Apabila kondisi
klien sudah stabil dosisnya di kurangi menjadi 1x100mg pada malam hari saja.
2) Haloperidol (HLP)
a) Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, baik dalam fungsi mental dan dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b) Mekanisme kerja
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di
otak, khususnya system limbic dan system pyramidal.
c) Efek samping
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi (kejang, perubahan
kesadaran), kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system
saraf pusat), gangguan kesadaran.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut biasanya dalam bentuk injeksi 3x5mg
IM pemberian ini dilakukan 3x24 jam. Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg
atau 3x5 mg.
3) Trihexyphenidil (THP)
a) Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit parkinson, termasuk
pasca encephalitis (infeksi obat yang disebabkan oleh virus atau bakteri) dan idiopatik
(tanpa penyebab yang jelas). Sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan
fenotiazine.
b) Mekanisme kerja
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat kiniden; obat depreson, dan
antikolinergik lainnya.
c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi (gerakan
motorik yang menunjukkan kegelisahan), konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine.
d) Kontra indikasi
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan dosis 3x2 mg sebagai anti parkinson.
b. Keperawatan
Tindakan keperawatan dapat dilakukan secara individual dan terapi berkelompok (TAK)
Terapi Aktifitas Kelompok.
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medic
c. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa
tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan,
rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan
gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan
stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam
perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya
tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
g. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis.
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data objektif dapat
dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat
mengetahui isi halusinasi pasien.
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis halusinasi.
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh pasien.Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika
mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau hanya
sekal-kali?Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu.Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.Sehingga pasien
tidak larut dengan halusinasinya.Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya.Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasinya dapat direncanakan
frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat dapat
menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi
timbul.Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan
pasien.Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.
2. Pohon masalah
Gangguan sensori/persepsi:
Halusinasi penglihatan
Isolasi sosial
b. Isolasi sosial
c. Tindakan keperawatan
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara dapat melakukannya dengan cara
berdiskusikan dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusiansi muncul
dan respon pasien saat muncul.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi saudara dapat melatih pasien
empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut
meliputi :
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktifitas yang teratur. Dengan beraktifitas secara terjadwal, pasien tidak akan
mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk
itu pasien mengalami halusinasi biasa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara
beraktifitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan
obat secara teratur sesuai dengan program.Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah
seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila
terjadi kekambuhan maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk
itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
5. Implementasi
6. Strategi Pelaksanaan
Sp1 SP 1 k
SP III p
SP IV p
7. Evaluasi
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien.
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan apakah masalah
masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data yang berlawanan dengan masalah
yang masih ada.
P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono .2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta : Salemba
Medika
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat. Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama.
Perubahan isi pikir : waham
B. Pengertian.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien (1).
Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan
sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang
panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas,
ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung (2).
2. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal
yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan
asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang
kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
D. Pohon masalah
Perubahan isi
pikir: waham
F. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan waham
c. Perubahan isi pikir : waham (..) berhubungan dengan harga
diri rendah.
E. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1: kerusakan komunikasi verbalberhubungan
dengan waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik,
perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik,
waktu, tempat).
Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima
keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan
perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan
empati, tidak membicarakan isi waham klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan
terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien
berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan
kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri.
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
2. Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
3. Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.
Bandung: RSJP.2000
4. Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman
untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 1998
5. ..Pelatihan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Semarang. 20
22 Novembr 2004. unpublished
ASKEP RESIKO PRILKU KEKERASAN
BAB I
TINJAUAN TEORI
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya.ia mengamati bagaimana respons ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons
ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas
lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan
(Anna Keliat,Budi.2005:30)
6. Manifestasi Klinis
o Muka merah dan tegang
o Pandangan tajam
o Mengatupkan rahang dengan kuat
o Mengepalkan tangan
o Jalan mondar-mandir
o Bicara kasar
o Suara tinggi,menjerit atau berteriak
o Mengancam secara verbal atau fisik
o Melempar atau memeukul benda/orang lain
o Merusak barang/benda
o Tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasan
BAB II
Selain itu data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual.
a) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat.
Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan
rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut
:
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek
dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat.
Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan.
Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
4.2 Klien dapat bermain 4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai
peran sesuai perilaku dengan perilaku kekerasan yang
kekerasan yang biasa biasa dilakukan
dilakukan
4.3 Klien dapat mengetahui 4.3.1 Bicarakan dengan klien, apakah
cara yang biasa dengan cara yang klien lakukan
dilakukan untuk masalahnya selesai
menyelesaikan masalah
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan 5.1.1Bicarakan akibat dari cara yang
mengidentifikasi akibat dari cara yang dilakukan klien
akibat perilaku digunakan klien: 5.1.2Bersama klien menyimpulkan
kekerasan Akibat pada klien akibat dari cara yang dilakukan
sendiri oleh klien
Akibat pada orang 5.1.3 Tanyakan kepada klien apakah ia
lain ingin mempelajaricara baru yang
Akibat pada sehat
No
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
DP
lingkungan
6. Klien dapat 6.1 Klien dapat menyebutkan 6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik yang
mendemonstrasikan contoh pencegahan perilaku biasa dilakukan klien
cara fisik untuk kekerasan secara fisik 6.1.2 Beri pujian atas kegiatan fisik
mencegah perilaku Tarik napas dalam yang biasa dilakukan klien
kekerasan Pukul kasur dan 6.1.3 Diskusikan 2 cara fisik yang
bantal paling mudah dilakukan untuk
Dll: kegiatan fisik mencegah perilaku kekerasan ,
yaitu tarik napas dalam dan pukul
kasur serta bantal
7. Klien dapat 7.1 Klien dapat menyebutkan 7.1.1 Diskusikan cara bicara yang baik
mendemonstrasikan cara bicara (verbal) yang dengan klien
cara sosial untuk baik dalam mencegah 7.1.2 Beri contoh cara bicara yang
mencegah perilaku perilaku kekerasan baik:
kekerasan Meminta dengan -Meminta dengan baik
baik -Menolak dengan baik
Menolak dengan -Mengungkapkan perasaan dengan
baik baik
Mengungkapkan
perasaan dengan
baik
7.2 Klien dapat 7.2.1 Minta klien mengikuti contoh
mendemonstrasikan cara cara bicara yang baik:
herbal yang baik -Meminta dengan baik: Saya minta
uang untuk beli makanan
-Menolak dengan baik: Maaf saya
tidak dapat melakukannya karena ada
kegiatan lain
-Mengungkapkan perasaaan
No
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
DP
denganbaik:Saya kesal karena
permintaan saya tidak dikabulkan,
disertai nada suara yang rendah
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat menyebutkan 8.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang biasa kegiatan ibadah yang pernah
cara spiritual untuk dilakukan dilakukan
mencegah perilaku
kekerasan 8.2 Klien dapat 8.2.1 Bantu klien menilai kegiatan
No
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
DP
mendemonstrasikan cara ibadah yang dapat dilakukan di ruang
ibadah yang dipilih rawat
8.2.2 Bantu klien memilih kegiatan
ibadah yang akan dilakukan
8.2.3 Minta klien mendemonstrasikan
kegiatan ibadah yang dipilih
8.2.4 Beri pujian atas keberhasilan
klien
8.3 Klien menpunyai jadwal 8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang
untuk melatih kegiatan waktu pelaksanaan kegiatan ibadah
ibadah 8.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk
melatih kegiatan untuk ibadah
2 TUM:
Klien dapat
berhubungan dengan
orang lain secara
optimal
R/
hubungan saling percaya
memungkinkan klien terbuka pada
perawat dan sebagai dasar untuk
intervensi selanjutnya.
3. Klien dapat menilai 2.3 Klien dapat menerapkan R/ meningkatkan harga diri klien
5. Klien dapat 2.5 Klien dapat melakukan harian atas kegiatan yang telah
(Anna Keliat,Budi.2005:31)
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta:
EGC
Fase orientasi
Perawat 1 :selamat pagi ibu,perkenalkan nama saya stella dan ini teman saya
anna. (sambil berjabat tangan).
Perawat 1 :Baiklah tidak apa kalau ibu tidak mau berjabat tangan sekarang.
Ibu kami perawat yang dinas di ruangan mawar ini.Hari ini kami
dinas pagi dari jam 07.00 pagi 02.00 siang.Kami yang akan
merawat ibu selama Ibu dirumah sakit ini. Baik ibu,Ibu mau
dipanggil apa???
Perawat 2 :Bagaimana perasaan ibu saat ini??apa masih ada perasaan kesal
atau masih marah??apa yang terjadi dirumah??
Ibu :HMMM.. (dengan nada ketus).ia lah sus,saya masih kesal dengan
anak
perempuan saya satu-satunya
Fase kerja
Ibu :Gimana saya gak kesal sus, saya ini selalu dipanggil ke sekolah,dia
sering bertengkar,nilainya juga selalu jelek,jarang pulang ke
rumah. Suami saya juga nggak pernah pulang,kalaupun pulang
kerjaannya hanya mabuk dan minta uang. Saya ini Cuma tukang
cuci. Suami nggak pernah ngasih uang. Anak cari masalah..
(dengan emos tinggii)
Perawat 2 :Baik, Ibu tadi kan bilang kalau anak dan suami ibu jarang pulang
ke rumah,saat anak maupun suami ibu pulang apa yang ibu
rasakan???
Ibu :saya memukul anak saya dan melemparnya dengan benda yang
ada ditangan
saya. Kalau suami yang pulang,saya hanya marah dan membanting
semua
barang di dekat saya.
Perawat 2 : jadi ibu memukul dan melempari anak ibu dengan benda yang
ada ditangan ibu?? apakah dengan cara ini anak ibu tidak nakal
lagi??
Ibu :NGaak juga Sus. Malah suami saya lebih ngeri kalau marah. Dia
mengancam
dan memukuli saya kalau saya tidak membrikan semua gaji saya
padanya.
wkwkwwkw,Benar-benar gila dia!!!!
Perawat 1 : (mengangguk2) Iya2,baik Ibu. Lalu apa kerugian dari cara yang
ibu
lakukan pada anak dan suami ibu??
Ibu :anak saya jadi sakit dan takut. Suami makin marah dan
meninggalkan saya.
Saya ga tahu dimana dia skrg.
Perawat 1 :betul,anak ibu jadi sakit dan takut.Suami justru makin marah. Dan
banyak
barang ibu yang rusak..
(Ibu mengangguk )
Perawat 2 :begini bu,kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu rasakan ,ibu
berdiri,lalu tarik napas dari hidung,tahan sebentar,lalu keluarkan
atau tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan.
Perawat 1 :ayo coba lagi,tarik dari hidung,bagus.,tahan,dan tiup melalui
mulut.Nah,lakukan 5 kali. Bagus sekali,ibu sudah bisa
melakukannya.Bagaimana perasaannya??
Perawat 2 :nah, untuk itu sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin
sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu sudah
terbiasa melakukannya
(ibu mengangguk)
Fase Terminasi
Perawat 2 :iya,jadi ada 4 penyebab ibu marah yaitu anak ibu sering dipanggil
kesekolah,nilai anak ibu juga jelek dan anak ibu juga jarang pulang
kerumah,sehingga ibu memukul dan melempari anak ibu dengan
benda yang ada ditangan ibu serta akibatnya anak ibu jadi sakit
dan takut.
Perawat 1 : Selain itu, karena suami ibu tidak pernah pulang,kalau pulang
hanya mabuk dan meminta semua gaji ibu dengan marah dan
mengancam ibu. Akhirnya suami ibu memukuli ibu dan tidak
pulang sampai sekarang.
Perawat 1 :coba selama saya tidak ada,ingat-ingat lagi penyebab marah ibu
yang lalu,apa yang ibu lakukan kalau marah yang belum kita bahas
dan jangan lupa latihan napas dalam ,ya bu.
Ibu :iya sus
Perawat 2 :sekarang kita buat jadwal latihannya ya bu,berapa kali sehari ibu
mau latihan napas dalam??
Perawat 2 :Baik 20 menit ya,Bu.Kalau begitu saya ulangi ya. Mulai besok pagi
jam 9,
kita,saya sr.Ana dan sr.Stella akan latihan napas dalam selama 20
menit di
sini,di ruang tamu,ya Bu? Jadi besok apa yang kita lakukan ibu? Ibu
dapat
mengulanginya?
Perawat 1 :Baik,bagus kalau gitu ibu sudah mengerti ya janji kita besok?
Perawat 1 & 2 :kalau begitu sampai ketemu lagi besok pagi dengan saya Sr.
Stella dan saya
Sr.Ana ya.selamat pagi bu Itin
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dari berbagai masalah kesehatan jiwa, gangguan konsep diri dengan harga
diri rendah banyak mengiringi penyakit-penyakit gangguan jiwa. Bila hal ini
terjadi, terkadang dapat menimbulkan dampak yang buruk pada diri pasien
sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
TUJUAN PENULISAN
a) Tujuan khusus
Tujuan utama dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
individu mata kuliah Keperawatan jiwa
b) Tujuan umum
Menerapkan teori dan lebih menekankan dalam mempraktekan
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan,
tindakan dan evaluasi
Dapat mengetahui cara merawat klien dengan harga diri rendah
BAB II
KONSEP DASAR
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) harga diri adalah penilaian individu
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi
ideal dirinya.Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana
individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan,
keberartian, berharga, dan kompeten.Secara singkat, harga diri adalah personal
judgment mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam
sikap-sikap individu terhadap dirinya.
Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan
dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan
sekitarnya.Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran
yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak
bicara.Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan
pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap
dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa
adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998).
Harga diri mengandung pengertiansiapa dan apa diri saya. Segala sesuatu
yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan
kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan
mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini
dapat menguji individu yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang
terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain. Harga diri seseorang diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadp diri
sendiri atau kemampuan diri.Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yangnegatif yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan. (Towsend, 1998).
2.2 Etiologi
2.2.1. Faktor predisposisi Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain
ideal diri yang tidak realistis.
2.2.2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah hilannya sebagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk
tubuh,perubahan peran, mengalami kegagalan serta menurunya
produktivitas.
Sementara menurut Purba, dkk (2008) gangguan harga diri rendah dapat
terjadi secara situasional dan kronik.Gangguan harga diri yang terjadi secara
situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya
harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau
menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu, dirawat di rumah
sakit juga menyebabkan rendahnya harga diri seseorang diakibatkan penyakit
fisik, pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang
tidak tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas
kesehatan yang kurang mengharagai klien dan keluarga. Sedangkan gangguan
harga diri kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien
sebelum sakit atau sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat
dirawat.
Menurut Peplau dan Sulivan dalam Yosep (2009) mengatakan bahwa
harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal, dalam tahap
perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me,
anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi
dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak
efektif akan menimbulkan harga diri rendah
2.3. Tanda dan gejala harga diri rendah Keliat (2009) mengemukakan beberapa
tanda dan gejala harga diri rendah adalah:
d.Penurunan produkrivitas.
Rentang Respon
Dalam Purba (2008), ada empat cara dalam meningkatkan harga diri yaitu:
2) Menanamkan gagasan
3) Mendorong aspirasi
a. Pengkajian
1) Data Subjektif
2) Data Objektif
Dari data yang muncul diatas dianalisa dan pada umumnya dapat
dirumuskan masalah keperawatan diantaranya yaitu:
Pohon Masalah
HDRrendah
Harga diri core problem
b.Diagnosa Keperawatan
c.Rencana Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan
khusus, dan rencana tindakan keperawatan ( Keliat, 2002, hal.13)
Tujuan Khusus:
Kriteria Evaluasi : Daftar kemampuan yang dimiliki klien di RS, rumah, sekolah
dan tempat kerja., daftar positif keluarga klien, daftar positif lingkungan klien
Intervensi :Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat
daftarnya.
Intervensi Keperawatan :
c.Berikan pujian
Kriteria Evaluasi :Klien memiliki kemampuan yang akan dilatih, klien mencoba,
susun jadwal harian
Intervensi Keperawatan :
a.Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
d.Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan,
Rasional : Contoh peran yang dilihat klien akan memotovasi klien untuk
melaksanakan kegiatan.
Kriteria Evaluasi :
Klien melakukan kegiatan yang telah dilatih (mandiri, dengan bantuan atau
tergantung), klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri
Intervensi Keperawatan :
Intervensi Keperawatan :
a.Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien denga
harga diri rendah.
d.Pelaksanaan
Pertemuan : I (satu)
FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi pak. Nama saya .. biasa dipanggil . Saya Mahasiswa STIKES
Bulelengi. Saya Sekarang saya di sini dari jam 08.00-14.00 Wita utuk membantu
dan merawat Bapak. Nama Bapak siapa ? Senang dipanggil apa ?
b. Validasi
c. Kontrak
FASE KERJA
FASE TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
b. Evaluasi Obyektif
3. Kontrak
Saya kira, sekian dulu perbincangan kita hari ini. Nanti kita
lanjutkan dengan membahas tentang kemampuan yang Bapak miliki
baik itu dirumah, di sini ataupun ditempat lain. Menurut Bapak kita
berbincang-bincang jam berapa ? bagaimana kalau jam 10 besok
setelah kegiatan rehabilitasi.
Pertemuan : II (dua)
FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi bapak? Bagaimana apakah bapak masih ingat dengan saya
yang kemarin dapat berbincang-bincang
b. Validasi
Bagus sekali, ternyata bapak masih ingat dengan saya, Bagaimana persaan
bapak hari ini ?apa bapak masih ingat topik yang akan kita bicarakan hari ini ?
d. Kontrak
FASE TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
b. Evaluasi Obyektif
3. Kontrak
Saya kira, sekian dulu perbincangan kita hari ini. Nanti kita
akan membahas tentang kemampuan mana yang BAPAK miliki yang
masih dapat dilakukan di RS dan kemampuan yang dapat dilakukan
dirumah.
Kapan kita bisa berbincang- bincang lagi ? Bagaimana kalau
jam 10 besok? Kita mau berbincang- bincang dimana ? Bagaimana
kalau di ruangan ini. Mau berapa lama? bagaimana kalau 15 menit,
Apa Bapak setuju?
e. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilaksanakan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan. Evaluasi dilakukan perdiagnosa keperawatan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir. Evaluasi yang dicapai
yaitu :
1). Klien tidak menarik diri dan mau berhubungan dengan orang lain
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
1. Klien
2. Keluarga
3. Perawat
- Memberi reinforcement
DAFTAR PUSTAKA
University Press
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Jakarta : EGC
Keliat, B.A. (2002). Gangguan Konsep Diri Pada Klien Gangguan Jiwa. Jakarta :
EGC
Kaplan, M.D. dan Sadock,M.D. (1998). Sinopsis Psikiatri (Edisi 7). Jakarta : Bina
Rupa Aksara
ASKEP ISOLASI SOSIAL
d. Faktor biologis
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial.
Faktor presipitasi
Beberapa pencetus terjadinya gangguan hubungan sosial yaitu:
a. Sosial budaya
Stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya ini antara lain:
keluarga yang labil, berpisah dengan orang terdekat dan
perceraian.
b. Hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland pituitari)
menyebabkan turunnya hormon FSH dan EH kondisi ini
terdapat pada klien skizoprenia.
c. Virus
HIV dapat menyebabkan tingkah laku psikotik.
d. Biologikal lingkungan sosial
Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang
terhadap stress pada saat terjadi interaksi dengan stressor
lingkungan sosial.
e. Stressor psikologik
Yang lebih nyata adalah adanya kecemasan yang
berkepanjangan dan cukup berat dengan terbatasnya
kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah tersebut
akan menyebabkan gangguan hubungan sosial.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa
tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal
dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana
tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan
yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Dunia
merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk
melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku
(rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru.
Dan berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu
menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini
menyebabkan klien akan mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan
realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri
dengan kenyataan. Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih
kesuksesan itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti
penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya
yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin
kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
(Sutrisno, 2008).
RENTANG RESPON
R. Adaptif R. Maladaptif
Keterangan :
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih bisa diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang
berlaku dimasyarakat dimana individu dalam menjelaskan
masalahnya dalam batas normal.
a. Solitude (menyendiri) adalah respon yang dibutuhkan
seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan
di lingkungan sosialnya dan suatu cara untuk
mengevaluasi diri untuk menentukan masalah
selanjutnya.
b. Otonomi adalah kemampuan individu untuk
menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan
dalam berhubungan sosial.
c. Kebersamaan (mutuality) adalah suatu kondisi dimana
individu mampu saling memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan (interdependency) adalah saling
ketergantungan antara individu dengan orang lain.
2. Diantara Respon Adaptif dan Maladaptif
Respon yang dialami oleh individu dan individu itu sendiri
memerlukan dukungan dan perhatian dari orang lain dalam
menyelesaikan masalah, apabila respon ini terjadi secara terus
menerus maka akan terjadi respon yang maladaptif.
a. Kesepian adalah individu merasa seorang diri dan tidak
ada orang lain yang memperhatikannya.
b. Menarik diri (withdrawal) adalah individu menemukan
kesulitan dalam membina hubungan yang intim dan
terbuka dengan orang lain.
c. Ketergantungan (dependence) adalah individu
mengalami kegagalan dalm mengembangkan diri dan
kemampuan untuk berfungsi secara sukses.
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu
dalam menyelesaikan masalahnya menyimpng dari norma-
norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
a. Manipulasi adalah individu menganggap orang lain
sebagai objek untuk mencapai kebutuhannya, tidak
dapat membina hubungan social secara mendalam.
b. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan
sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman dan tidak
dapat diandalkan.
c. Narsisisme adalah individu yang memiliki harga diri
yang rapuh. Secara terus menerus harus mendapatkan
pujian, sikap yang egosentris dan marah jika orang lain
tidak mendukung.
IV. Psikofarmaka
a. Clorpromazine (CPZ,Largactile)
derifat fenothiazine. Efek samping yang sering terjadi misalnya lesu dan
intoksikasi.
b. Haloperidol(Haldol,Serenace)
Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang
berat pada anak -anak. Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat atau
samping yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
c. Trihexiphenidyl(THP,Artane,Tremin)
skizofrenia. Kontra indikasinya pada depresi susunan saraf pusat yang hebat,
samping yang hebat. Pengobatan over dosis; hentikan obat berikan terapi
Jika kemarahan disebabkan oleh alcohol atau sebagi bagian dari gangguan
Keliat, Budi Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
Kusumawati & Hartono, 2010, Buku Ajar Keperawatn Jiwa, Jakarta : Salemba Merdika
Mocomedia.
Nita, Fitria. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Nurjanah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Surya Direja, A. H. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI
BAB I
PENDAHULUAN
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Dalam penulisan makalah ini menggunakan penulisan metode studi pustaka, diskusi
kelompok dan browsing internet.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan
bau, serta kuku panjang dan kotor
Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakain kotor
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien
perempuan tidak berdandan.
Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran, dan makana tidak pada tempatnya
Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air besar atau buang
air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak membersihakan diri dengan baik setelah
BAB/BAK
c. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai
berikut :kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
Faktor Predisposisi
Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
Kemampuan realitas turun : klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri yaitu : penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
d. Manifestasi Klinis
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
b) Psikologis
c) Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat
e. Pohon Masalah
Data subyektif
Pasien merasa lemah
Malas untuk beraktivitas
Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
Rambut kotor, acak acakan
Badan dan pakaian kotor dan bau
Mulut dan gigi bau.
Kulit kusam dan kotor
Kuku panjang dan tidak terawat
g. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Khusus :
TUK I :
Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II :
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan
diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas
dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III :
Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV :
Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V :
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI :
Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah dilakukan klien selama di
RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang
telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan
pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
Diagnosa 2 : Isolasi sosial
Tujuan Khusus :
TUK I :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
TUK II :
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau mau bergaul
a) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
b) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
TUK III :
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan prang lain
c) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
d) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
e) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
f) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
g) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
h) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
TUK IV :
Diagnosa 3 :
Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Umum :
Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
TUK I
Pasien bisa membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dgn menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
TUK II
Intervensi
TUK III
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
TUK IV
Intervensi
TUK V
Intervensi
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting)
Rentang respon defisit perawatan diri : pola perawatan diri seimbang, kadang perawatan
diri kadang tidak, tidak melakukan perawatan diri
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai
berikut :
Kelelahan fisik
Penurunan kesadaran
3.2 Saran
Untuk pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, kami berharap
bagi pembaca untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah ini.Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi
7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.
Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 2006. Jakarta : Prima
Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri. Edisi
3. Jakarta. EGC
KESAN DAN PESAN
1. Kesan
Sistem mengajar yang cukup baik dengan metode pemberian tugas dan
mempresentasikan dengan mengajak mahsiswa ikut diskusi untuk
memecahkan masalah ataupun pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa yang
melakukan presentasi dan kemudian dibahas bersama.sedikit canggung dalam
pemberian materi walaupun sebenarnya isi materi sudah berisi
2. Pesan
Mempertahankan teknik mengajarseperti sebelumnya mohon selanjutbya
lebih banyak memberikan latihan soal-soal agar pemahaman materi lebih
baik.