You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PASIEN DENGAN


CONGSTIVE HEART FAILURE DI RUANG ICU
RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun Oleh :
Arfiana Nurani
P.17420613047

PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2017
I. KONSEP DASAR PENYAKIT CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
A. PENGERTIAN
Congestive heart failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2011).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari
sindrom tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan
sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena
dalam keadaan normal. Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa
gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ
melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai
dengan suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang
nyata. Di samping itu, gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis
dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi
kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin, 2012).
B. ETIOLOGI
Etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor
eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung) seperti hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah
jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart
Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim
dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada
perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat
meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua
ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik
tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan
meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload
dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus,
yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi
cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

D. PATHWAY

Disfungsi Miokard Beban Beban diastolik Peningkatan kebutuhan Beban volume


(AMI) Miokarditis tekanan berlebihan metabolisme berlebihan

Kontraktilitas Beban sistol Preload meningkat


menurun meningkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventrikel
Gagal jantung kanan

COP menurun

Beban jantung meningkat

CHF

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan


v

Tekanan diastol
Forward failure Backward failure meningkat

LVED naik
Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow Bendungan atrium
jaringan menurun menurun menurun kanan
Tekanan vena pulmonalis meningkat

Metabolisme anaerob Sinkop RAA Bendungan vena


Tekanan kapiler paru meningkat
meningkat sistemik

Asidosis metabolik
Penurunan perfusi Aldosteron
jaringan Edema paru Beban ventrikel kanan Hepatomegali,
meningkat
meningkat Splenomegali
Peningkatan asam laktat
dan ATP menurun
ADH meningkat Ronkhi basah
Mendesak
Hipertropi
diafragma
Fatigue Iritasi mukosa ventrikel kanan
Retensi natrium paru
dan air
Intoleransi aktivitas Penyempitan Sesak napas
lumen ventrikel
Kelebihan Reflkes batuk kanan
volume cairan menurun
vaskuler Pola napas tidak
efektif
Penumpukan
sekret

Gangguan pertukaran gas

E. TANDA DAN GEJALA


1. Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viseral dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adequat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali ke sirkulasi
vena.
a. Edema Anasarka/Ascites
Ascites atau edema anasarka atau edema tubuh
generalisata, meskipun gejala dan tanda dan gejala penimbunan
cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi
akibat gagal jantung kanan, tetapi manifestasi paling dini dari
bendungan sistemik umumnya disebabkan retensi cairan daripada
gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi yang
dijelaskan disini awalnya ditandai bertam-bahnya berat badan,
yang jelas mencerminkan adanya rentensi natri-um dan air.
b. Edema Perifer
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang inter-
stisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang
tergantung.
c. Anoreksia dan Nausea
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembe-saran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. Rasa
penuh, atau mual dapat disebabkan karena kongesti hati dan usus.
d. Tekanan Vena Jugularis dan Vena Central
Tekanan vena jugularis terjadi karena adanya pembendungan.
Teka-nan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox
selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung
selama inspirasi. Meningkatnya CVP selama inspirasi dikenal
dengan tanda Kussmaul
e. Hepatomegali
Hepatomegali atau pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati
terjadi karena peregangan kapsula hati dan pembesaran vena di
hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh
portal mening-kat sehingga cairan keluar terdorong rongga
abdomen, suatu kondisi yang dinamakan ascites.
f. Nokturia
Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi oleh
karena perfusi renal didukung oleh penderita pada saat
berbaring. Nokturia disebabkan karena redistribusi cairan dan
reabsorbsi cairan pada wak-tu berbaring, dan juga berkurangnya
vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat.

2. Gagal Jantung Kiri


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru.
a. Edema Paru
Edema paru di akibatkan karena bendungan sistemik sehingga aliran
darah ke atrium dan ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan
fungsi pompa ventrikel. Ini akan mengakibatkan curah jantung
menurun sedangkan tekanan akhir diastole ventrikel kiri meningkat
sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis dan terjadi udem paru.
b. Dispnea
Dispnea terjadi akibat penimbunan cairan yang terdapat di alveoli
yang mengganggu pertukaran gas. Dipsnea disebabkan oleh pening-
katan kerja pernafasan akibat kongesti vascular paru yang mengurangi
kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbul-
kan dispnea. Seperti juga spectrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi
edema alveolar, Dipsnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal
dari gagal jantung kiri.
c. Ortopneu
Ortopneu, yaitu dispnea saat berbaring terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah
sirkulasi sentral. Reabsorbsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah
juga akan menyebabkan kongesti vascular paru lebih lanjut.
d. Dispneu Nocturnal Paroksismal
Dispnea Nocturnal Paroksismal (Paroxysmal Nocturnal Dypsnea,
PND) atau mendadak terbangun karena dipsnea, dipicu oleh
timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang
lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dipsnea
atau ortopnea.
e. Batuk
Batuk dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berba-
ring.Timbulnya ronchi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru
adalah ciri khas dari gagal jantung; ronkhi pada awalnya terdengar
dibagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua
gejala dan tanda ini dapat dikaitkan dengan gagal ke belakang pada
gagal jantung kiri. Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel
kiri bisa kering atau tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk
basah, batuk yang menghasilkan sputum berbusa.
f. Hemoptisis
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang
terjadi akibat distensi vena.
g. Kelelahan/Fatique
Mudah lelahterjadi akibat curah jantung yang kurang danmengham-
bat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya
energi yang di gunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
akibat distres pernafasan atau batuk.
h. Kegelisahan/Kecemasan
Kegelisahan dan kecemasanterjadi akibat gangguan oksigenasi jari-
ngan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung
tidak berfungsi dengan baik, kecemasan terjadi juga dispnu, yang pada
gilirannnya memperberat kecemasan.

F. KOMPLIKASI YANG MUNCUL


1. Stroke
2. Penyakit katup jantung
3. Infark miokard
4. Emboli pulmonal
5. Hipertensi

G. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG


1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diag-
nostik yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk manajemen gagal
jantung. Sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan diagnosis
disfungsi jantung dan segera. Gambaran yang paling sering di temukan pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi,dan
beberapa kelainan katup adalah di latasi ventrikel kiri yang disertai
hipokinesis seluruh dinding ventrikel.
2. Rontgen Toraks
Foto rontgen tiraks posterior - anterior dapat menunjukan adanya
hipertensi vena, edema paru,atau kadiomegali. Bukti yang menunjukkan
adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke
daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun memberikan
informasi yang berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan
gambaran yang spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu di
curigai bahwa hasil diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagak jantung dapat di
temukan kelainan EKG seperti berikut ini :
- Left bundke branch block,kelainan segmen ST/T menunjukkan dis-
fungsi ventrikel kiri kronis.
- Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen
ST menunjukkan penyakit jantung iskemik.
- Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombamg T terbalik : menunjukkan
stenosis aorta danpenyakit jantung hipertensi.
- Aritmia
Deviasi aksis ke kanan,right bundle branc block dan hipertrofi
ventrikel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

H. TERAPI
Adapun terapi yang bisa diberikan, yaitu :
1. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jan-
tung yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengura-
ngi kebutuhan miokardium akan O2 dan membantu memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
2. Terapi Nitrat dan Vasodilator Koroner
Penggunaan nitrat baik secara akut maupun kronis sangat dianjurkan
dalam penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami unloaded
(penurunan afterload - beban akhir) dengan adanya vasodilatasi perifer.
Peningkatan curah jantung lanjut akan menurunkan pulmonary artery
wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskuler
pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri) dan penurunan pada konsumsi
oksigen miokardium.
3. Terapi Diuretik
Selain tirah baring,klien dengan gagal jantung perlu pembatasan
garam dan air serta pemberian diuretik baik oral atau parental. Tujuannya
agar menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki
efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium.
Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan
darah.
Jika garam natrum di tahan,air juga akan tertahan dan tekanan darah
akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan
elektolit-elektolit lainnya,yaitu kalium,magnesium,klorida, dan bikarbo-nat.
Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik
yang tidak menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut
diuretik hemat kalium.
4. Terapi Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas.
Digitalis bila diberikan dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara
berulang dengan cepat, kadang-kadang menyebabkan klien mengalami
mabuk,muntah,pandangan kacau,objek yang terlihat tampak hijau atau
kuning,klien melakukan gerakan yang sering dan kadang-kadang tidak
mampu untuk menahannya. Digitalis juga menyebabkan sekresi urine
meningkat,nadi lambat hingga 35 denyut dalam 1 menit, keringat dingin,
kekacauan mental, sinkope, dan kematian.
Digitalis juga bersifat laksatif. Pada kegagalan jantung, digitalis di
berikan dengan tujuan memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi serta meningkatkan efisiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat,volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat untuk
difiltrasi dan diekskresi,sehingga volume intravaskuler menurun.
5. Terapi Inotropik Positif
Dopamine merupakan salah satu obat inotropik positif - bisa juga di-
pakai untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta-1) pada keadaan
baradikardia saat pemberian atropin pada dosis 5-10 mg/kg/menit tidak
menghasilkan kerja yang efektif.
Kerja dopamine bergantung pada dosis yang diberikan,pada dosis
kecil (1-2 mg/kg/menit), dopamine akan mendilatasi pembuluh darah ginjal
dan pembuluh darah mensenterik serta menghasilkan peningkatan
pengeluaran urine (efek dopaminergik); pada dosis 2-10
mg/kg/menit,dopamine akan meningkatkan curah jantung melalui
peningkatan kontrak-tilitas jantung (efek beta) dan meningkatkan tekanan
darah melalui vasokon-triksi (efek alfa - adrenergic). Penghentian
pengobatan dopamine harus di lakukan secara bertahap, penghentian
pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi yang berat.
Dobutamin (dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja
beta-1 adrenergik.efek beta-1 adalah meningkatkan kekutan kontraksi
miokardium (efek inotropik positf) dan meningkatkan denyut jantung ( efek
krontopik positif ).
6. Terapi Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat,pemberian sedatif dapat mengurangi
kegelisahan. Obat-obatan sedatif yang sering di gunakan adalah Pheno-
barbital 15-30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk mengistirahatkan
klien dan member relaksasi pada klien.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway: Bersihan jalan napas klien bisa terganggu karena produksi
sputum pada gagal jantung kiri
b. Breathing:
Kongesti vaskuler pulmonal
Gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal adalah dispnea,orto-
pnea,dispnea noktural paroksismal,batuk,dan edema pulmonal akut.
Dispnea, dikarakteristikan dengan pernapasan cepat, dangkal,
dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan
udara cukup yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh
adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan yang disebabkanoleh
dispnea.
Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispneaadalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Perawat
harus menentukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan
dengan penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat
tidur adalah kebiasaan klien belaka. Sebagai contoh bila klien
menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat
tidur. Namun, perawat harus menanyakan alasan klien tidur
dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa
ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini
dan telah di lakukan sejak sebelum mempunyai gejala
gangguan jantung, Kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai
ortopnea.
Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang
dikenal baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di
tengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat.
Dispnea nokturnal paroksismal di perkirakan disebabkan oleh
perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen
intravaskuler sebagai akibat dari posisi terlentang. Pada siang
hari,saat klien melakukan aktivitas,tekanan hidrostatisk vena
meningkat,khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya
gravitasi,peningkatan volume cairan,dan peningkatan tonus
sismpatetik.
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler
pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat
merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi
biasanya kering dan batuk pendek. gejala ini dihubungkan
dengan kongesti mukosa bronchial dan berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus.
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi
dihubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal.edema
pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di
dalam saluran vaskuler (kurang lebih 30 mmHg).

c. Circulation:
1) Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan
kelemahan fisik,dan adanya edema ekstremitas
2) Palpasi: Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya di
temukan.
3) Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya di temukan apabila penyebab gagal jantung
adalah kelainan katup.
4) Perkusi: Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjuk-
kan adanya hipertrofi (kardiomegali).
- Penuranan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri
dan kongesti vaskuler pulmonal,kegagalan ventrikel kiri juga di
hubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh
lemah,mudah lelah,apatis,letargi,kesulitan berkonsentrasi,defisit
memori,atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin
timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan
keluhan utama klien.
- Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri
yang dapat dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung
ketiga dankeempat (S3 dan S4) dan crackles pada paru-paru. S4
atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kon-
traksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop
yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung.
- Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal
jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan
sering di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan
pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan
pompa meliputi kontraksi atrium prematur,takikardia atrium
paroksismal,dan denyut ventrikel prematur. Kapanpun
abnormalitas irama terdeteksi,seseorang harus berupaya untuk
menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya,kemudian terapi
dapat di rencanakan dan diberikan dengan tepat
- Ditensi Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap
kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi dari ruang
ventrikel,peningkatan volume,dan tekanan pada diastolik akhir
ventrikel kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan
peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan
tekanan ini akan di teruskan ke hulu vena kava dan dapat di
ketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis.
Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis
dengan melihat pada vena-vena di leher dan memerhatikan
ketinggian kolom darah. Klien diinstruksikan untuk berbaring di
tempat tidur dan kepala tempat tidur dan kepala di tempat tidur
ditinggikan antara 30-60 derajat,kolom darah di vena-vena
jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya
beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien
dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan
berkisar antara 1-2 cm.
- Kulit Dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada
ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan ber-
kurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah di alihkan dari
organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan
otak untuk mempertahankan perfusinya,maka manifestasi paling
awal dari gagal ke depan yang lebih lanjut adalah berkurangnya
perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit
tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer
mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi
meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
- Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan
menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.

2. Pengkajian Sekunder
a. Pengumpulan Data
1) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit gagal
jantung kongestif, yaitu : :
- Umur : Gagal jantung adalah penyakit sistem
kardio-vaskuler yang banyak terjadi pada orang dewasa.
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat
mempengaruhi terhadap pengetahuan klien tentang
penyakit gagal jan-tung.
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh
ka-rena dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga
daya tahan tubuh klien rendah dan mudah jatuh sakit.
2) Identitas penanggung jawab meliputi :
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan
dengan klien.
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah saat
beraktivitas dan sesak nafas.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilaku-
kan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kele-
mahan fisik klien secara PQRST.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan mena-
nyakan apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri
dada,hipertensi, iskemia miokardium, infark
miokardium,diabetes mellitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh
klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi
saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat
diuretik,nitrat,penghambat beta,serta antihipertensi.catat adanya
efek samping yang terjadi di masa lalu,alergi obat dan reaksi
alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
4) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di
alami oleh keluarga,anggota keluarga yang meninggal terutama
pada usia produktif,dan penyebab kematianya.penyakit jantung
iskemik. Pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung
iskemik pada keturunanya.
5) Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkunganya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan
dan pola hidup misalya minum alcohol atau obat tertentu.
Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan
merokok,sudah berapa lama,berapa batang perhari, dan jenis
rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan tersebut,data biografi
juga merupakan data yang perlu diketahui,yaitu dengan
menanyakan nama,umur,jenis kelamin,tempat tinggal, suku, dan
agama yang dianut oleh klien.
Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya
diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis,maka
pertanyaan yang di ajukanbukan pertanyaan terbuka tetapi
pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabanya adalah
ya dan tidak atau pertanyaan yang dapat di jawab dengan
gerakan tubuh,yaitu menganggnk atau menggelengkan kepala
sehingga tidak memerlukan energi yang besar.
6) Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien
adalah klien menyangkal,takut mati,perasaan ajal sudah
dekat,marah pada penyakit/perrawatan yag tak perlu,kuatir
tentang keluarga,pekerjaan, dan keuangan.kondisi ini ditandai
dengan sikap menolak,menyangkal,cemas,kurang kontak
mata,gelisah,marah,perilaku menyerang,dan fokus pada diri
sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stress karena
keluarga,pekerjaan,kesulitan biaya ekonomi dan kesulitan
koping dengan sresor yang ada,kegelisahan dan kecemasan
terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,stress akibat
kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia
atau tampak kebingungan.
7) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum,kesadaran klien gagal
jantung biasanya baik atau kompos mentis dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan perfusi sistem, saraf pusat.
- B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering di temu-
kan sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi
jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis,menangis,merintih,meregang,dan menggeliat.
- B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu di hubungkan de-
ngan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardio-
genik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya
retensi cairan yang parah.
- B5 (Bowel)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila
proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh
portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke
rongga abdomen,suatu kondisi yang di namakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien
dapat mengalami distress pernapasan.
- Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi aki-
bat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen.
- B6 (Bowel)
Edema
- Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah. Hal
ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat
menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jari-
ngan dan penghambat pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang di gunakan untuk bernapas dan insomnia yang
terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan
kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat di picu
oleh ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit atau anorek-
sia.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2
3. Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan
4. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
5. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive, edema
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang
terpapar terhadap informasi, terbatasnya kognitif
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M., 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Edition.USA : Elsevier Mosby.
Mansjoer, A ., et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA : Elsevier Mosby.
NANDA. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. The
North American Nursing Diagnosis Association. Philadelphia. USA
Price, S.A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol.1. Jakarta : EGC.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
RENCANA KEPERAWATAN CHF

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Penurunan cardiac output Setelah dilakukan askep 3X24 jam Cardiac care: akut
b.d perubahan Klien menunjukkan respon pompa Kaji vital sign, bunyi, fkekuensi, dan irama jantung.
kontraktilitas jantung efektif dg Kaji keadaan kulit (pucat, cianois)
Kriteria Hasil: Pantau seri EKG 12 lead
Catat urine output
menunjukkan vital sign dalam
Posiskan pasien supinasi dg elevasi 30 derajat dan
batas normal (TD, nadi, ritme
elevasi kaki
normal, nadi perifer kuat) Berikan oksigen.
melakukan aktivitas tanpa Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat
dipsnea dan nyeri Monitoring vital sign
edema ekstremitas berkurang
Pantau TD, denyut nadi dan respirasi
perfusi perifer adekuat
Monitoring neurologikal
Kaji perubahan pola sensori
Catat adanya letargi dan cemas
Manajemen lingkungan
Ciptakan lingkungan ruangan yang nyaman
Batasi pengunjung
2 Intoleransi aktivitas B.d Setelah dilakukan askep 3x24 jam Klien Terapi aktivitas :
ketidakseimbangan suplai dapat menunjukkan toleransi terhadap Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas
& kebutuhan O2 aktivitas dgn KH: Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap
Klien mampu aktivitas minimal Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/ meningktkan
Kemampuan aktivitas meningkat aktivitas
secara bertahap Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.
Tidak ada keluhan sesak nafas Monitoring VITAL SIGN
dan lelah selama dan setelah Pantau VITAL SIGN ps sebelum, selama, dan setelah
aktivits minimal aktivitas selama 3-5 menit.
vital sign dbn selama dan setelah Energi manajemen
aktivitas Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi cukup
u/ melakukannya.
Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.
Manajemen nutrisi
Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan
sumber-sumber energi

Emosional support
Berikan reinfortcemen positip bila ps mengalami
kemajuan
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Akep 3x24 jam, pola Respiratory monitoring:
b.d. kelemahan nafas pasien menjadi efektif dg Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha untuk
Criteria hasil: bernafas.
menunjukkan pola nafas yang Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot
efektif tanpa adanya sesak nafas, Bantu dan retraksi dinding dada.
sesak nafas berkurang Monitor suara nafas
vital sign dbn Monitor kelemahan otot diafragma
Catat omset, karakteristik dan durasi batuk
Catat hail foto rontgen

4 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan askep 3x24 jam Fluit manajemen:
b.d. gangguan pasien akan menunjukkan Kaji lokasi edem dan luas edem
mekanisme regulasi keseimbangan cairan dan elektrolit Atur posisi elevasi 30-45 derajat
dengan Kaji distensi leher (JVP)
Monitor balance cairan
Kriteria hasil:
VITAL SIGN dbn
Tidak menunjukkan peningkatan Fluid monitoring
JVP Ukur balance cairan / 24 jam atau / shif jaga
Tidak terjadi dyspnu, bunyi Ukur VITAL SIGN sesuai indikasi
Timbang BB jika memungkinkan
nafas bersih, RR; 16-20 X/mnt
Awasi ketat pemberian cairan
Balance cairan adekuat
Observasi turgor kulit (kelembaban kulit, mukosa,
Bebas dari edema
adanya kehausan)
Monitor serum albumin dan protein total
Monitor warna, kualitas dan BJ urine
5 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 3x24 jam tidak Konrol infeksi :
imunitas tubuh menurun, terdapat faktor risiko infeksi pada Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
prosedur invasive, edem klien dibuktikan dengan status imune Batasi pengunjung bila perlu.
klien adekuat, Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat
mendeteksi risiko dan mengontrol kontak dan sesudahnya.
risiko, vital sign dbn. Al dbn. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
Lakukan dresing infus setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi.
berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Dorong istirahat yang cukup.
Monitor perubahan tingkat energi.
Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai
program.
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi

6 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep 3x24 jam, Teaching : Dissease Process
tentang penyakit dan pengetahuan klien meningkat. Dg KH: Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
perawatan nya b/d kurang Klien / keluarga mampu proses penyakit
terpapar terhadap menjelaskan kembali apa yang Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan
informasi, terbatasnya telah dijelaskan. gejala serta penyebab yang mungkin
kognitif Klien dan keluarga kooperatif Sediakan informasi tentang kondisi klien
dan mau kerja sama saat Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan
dilakukan tindakan informasi tentang perkembangan klien
Sediakan informasi tentang diagnosa klien
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses penyakit
Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari
penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas kesehatan
kolaborasi dg tim yang lain.
7 Sindrom defisit Self care Setelah dilakukan asuhan keperawata Bantuan perawatan diri
b.d kelemahan, 3x24 jam kebutuhan ps sehari hari Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
penyakitnya terpenuhi dengan criteria hasil : Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian,
Pasien dapat melakukan toileting dan makan
aktivitas sehari-hari makan, Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk
moblisasi secara minimal, merawat diri
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
kebersihan, toileting dan
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
berpakaian bertahap
sesuai kemampuannya
Kebersihan diri pasien terpenuhi
Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri sehari hari.

You might also like