Professional Documents
Culture Documents
aliran udara nafas terjadi pada saat ekpirasi. Obstruksi/hambatan udara keluar
mengakibatkan temuan klasik klinis seperti dispneu, mengi ketika ekspirasi, dan
pemanjangan fase ekspirasi selama siklus pernafasan. Mengi (wheezing, wheeze)
adalah bunyi seperti siulan yang dihasilkan aliran udara turbulen melalui konstriksi
(penyempitan) pembukaan dan biasanya lebih nyata pada ekspirasi.
ASMA
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.
Asma akut yaitu serangan asma / asma eksaserbasi. Kejadian peningkatan sesak
napas, batuk, chest thigtness, dan/ atau mengi yang progresif.2
1. Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi;
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru. Pengukuran faal paru
digunakan untuk menilai:
variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus
puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa
(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80%
nilai prediksi.
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 <
80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14
hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini
dapat membantu diagnosis asma
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang
lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter). Alat PEF
meter relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun penderita,
sebaiknya digunakan
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid
(inhalasi/ oral , 2 minggu)
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian
selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit
(lihat klasifikasi)
2. Faktor Resiko
a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
d. Ras
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma.
Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,
penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala
fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
3. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh,
tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka
terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses
inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.
1. Faktor Lingkungan
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi
-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma
(jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan
adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi
menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)
Asma akut. Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan.
Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.
Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut
meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu
dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai
contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja,
tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan
kematian
Para ahli asma dari berbagai negara terkemuka telah berkumpul dalam suatu
lokakarya Global Initiative for Asthma: Management and Prevention yang
dikoordinasikan oleh National Heart, Lung and Blood Institute Amerika Serikat dan
WHO. Publikasi lokakarya tersebut dikenal sebagai GINA yang diterbitkan pada
tahun 1995, dan diperbaharui pada tahun 1998, 2002, 2006, dan yang terakhir adalah
2008.
17
Bila kurang atau sama dengan 19 asma tidak terkontrol (dibawah 15 dikatakan
asma tidak terkontrol buruk)
Kortikosteroid sistemik diberikan bila respons terhadap agonis beta 2 hirup tidak
memuaskan. Dosis prednisolon antara 0,5-1 mg/kgBB atau ekuivalennya. Perbaikan
biasanya terjadi secara bertahap, oleh karena itu pengobatan diteruskan beberapa hari.
Tetapi, jika tidak ada perbaikan atau ada perbaikan minimal, segera pasien dirujuk ke
fasilitas pengobatan yang lebih baik atau IGD rumah sakit dengan prinsip
pengawasan terhadap APE/PFR, saturasi oksigen, dan fungsi jantung. Pasien segera
dirujuk, bila1:
3. Respons bronkodilator tidak segera, dan bila ada respons hanya bertahan kurang
dari 3 jam
4. Tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah mendapat pengobatan
kortikosteroid
Kehamilan
Pembedahan
Reflux gastroesofageal
Anafilaksis