You are on page 1of 50

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker leher rahim merupakan kanker kedua terbanyak ditemukan pada

wanita di dunia, 80% ditemukan di negara berkembang. Kanker serviks

adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus (leher rahim), suatu daerah

pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim

yang terletak antara rahim dan vagina. Kanker serviks sering disebut juga

kanker leher rahim. Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki

kasus kanker serviks terbesar daripada negara berkembang yang lain. Kanker

leher rahim merupakan penyebab kematian nomor satu perempuan Indonesia

(Sukaca, 2009)

Kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker yang paling banyak

diderita wanita diatas usia 18 tahun. Kanker leher rahim ini menduduki urutan

nomor dua penyakit kanker didunia bahkan sekitar 500.000 wanita di seluruh

dunia di diagnosa menderita kanker leher rahim dan rata 270.000 meninggal

tiap tahun (Depkes RI, 2008).

WHO menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat

keatas diantara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada

perempuan didunia. Prevelensi kasus kanker serviks di dunia mencapai 1,4

juta dengan 493.000 kematian. Angka kejadian kanker serviks di Indonesia

tahun 2012 diperkirakan 90-100 kasus kanker serviks diantaranya 100.000

penduduk, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun. Data Dinas Kesehatan

(Dinkes) jatim menyebutkan, jumlah kasus kanker serviks pada 2013 sebesar
2

3.971 penderita dan 56 (12%) diantaranya meninggal dunia. Sedangkan pada

tahun 2014 tercatat 3.813 penderita 79 (13%) diantaranya meninggal.

Kanker serviks (kanker leher rahim) merupakan masalah kesehatan yang

sangat penting bagi kaum wanita, karena kanker ini merupakan kanker yang

dapat mematikan yang terjadi pada perempuan apabila tidak dapat di cegah

dan di deteksi secara dini. Deteksi secara dini ini tentang adanya lesi pra

kanker yang akan menyebabkan terjadinya kanker yaitu salah satunya dengan

metode Inspeksi Pap Smear Pap Smear sendiri merupakan skrining awal

untuk mendeteksi secara dini adanya kelainan pada leher rahim sehingga

apabila kelainan tersebut dapat ditemukan secara dini maka pencegahan dapat

dilakukan secara dini pula


Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan berdasarkan

wawancara kader di BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto tersebut banyak yang tidak tahu

dan tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang Inspeksi Visual Asam

Asetat (IVA). Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 responden ibu

terdapat 2 (20% wanita yang sudah IVA dan 8 (80%) wanita belum pernah

IVA. Hal ini dikarenakan belum pernah ada penyuluhan terkait IVA pada

wanita. Sehingga mereka acuh dan merasa tabu untuk melakukan

pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Mereka menganggap

bahwa deteksi dini kanker serviks harus berobat ke rumah sakit dan

mengeluarkan biaya yang cukup mahal, sehingga mereka enggan untuk

melakukan deteksi dini kanker serviks. Selain itu mereka menganggap

bahwa kanker serviks tidak dapat disembuhkan sama sekali, hal ini

menunjukkan masih rendahnya minat ibu dalam melakukan deteksi dini


3

kanker serviks metode IVA pada ibu di BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan

Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto sehingga

diperlukan penanganan cepat salah satunya dengan melakukan pendekatan

yaitu penyuluahan atau pemberian pendidikan kesehatan guna meningkatkan

pengetahuan dan minat ibu dalam melakukan pemeriksaan IVA.


Sebab langsung rendahnya minat ibu melakukan pemeriksaan IVA yaitu

kurangnya edukasi dari tenaga kesehatan, jarak fasilitas kesehatan dari tempat

ibu jauh, serta kurangnya minatibu untuk melakukan IVA dikarenakan takut

dengan hasil yang akan diperoleh, malu juga sebagai sebab ibu tidak mau

melakukan IVA. (Andrijono, 2009).


Dampak dari minat yang rendah terhadap pemeriksaan IVA yaitu tidak

ada wanita yang melakukan pemeriksaan IVA sehingga tidak terdeteksinya

gejala awal dari kanker servik. Oleh karena itu Bidan sangat berperan penting

dalam hal ini yaitu dengan memberikan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)

pada wanita usia subur dengan menganjurkan melakukan pemeriksaan Pap

Smear secara teratur, makan makanan yang bergizi seimbang, istirahat cukup,

menjaga kebersihan terutama daerah genetalia, menghindari hal yang dapat

meningkatkan risiko timbulnya kanker leher rahim (Evennett, 2008).


Solusi untuk meningkatkan minat ibu dalam melakukan IVA yaitu

dengan diberikan Penyuluhan yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan

dan budaya yang terdapat di daerah tersebut. Penyuluhan ini dapat

dilakukan oleh petugas kesehatan atau anggota masyarakat yang

sebelumnya telah ditatar terlebih dahulu. Selain itu keterlibatan pejabat

yang berwenang atau pemerintah daerah setempat untuk ikut memantau

setiap Penyuluhan yang dilakukan secara kesinambungan sangat

diperlukan (Herijulianti, 2011).


4

Agar penyampaian materi pelajaran dapat diterima dengan baik serta

menarik bagi peserta, tidak cukup dengan hanya memanfaatkan indra

pendengaran saja, melainkan sebaiknya juga dapat dinikmati oleh indra

penglihatan. Semakin banyak panca indra yang dilibatkan dalam menerima

sesuatu, semakin kompleks pengetahuan yang didapat. Pemanfaatan panca

indera dalam proses belajar atau penyuluhan tidak terlepas dari adanya suatu

obyek, karena untuk mendapat pengetahuan yang kompleks dalam proses

belajar diperlukan penggunaan media, salah satunya yang sangat efektif

adalah pemakaian alat bantu (media) dan audio. Alat bantu (media dan audio)

adalah alat yang digunakan oleh seorang pemberi penyuluhan didalam

menyampaikan bahan pendidikan, dalam hal ini media yang bisa

menyampaikan informasi secara bersama sama berupa suara dan gambar atau

model disebut media audiovisual, dalam dunia pendidikan disebut

audiovisual (AVA) atau alat bantu pandang dengar (Heri, 2009).


Dari data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh

penyuluhan menggunakan AudioVisual tentang Inspeksi Visual Asam Asetat

(IVA) terhadap minat ibu melakukan IVA di BPM Ny T Amd.Keb Dsn

Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Tahun

2017

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merumuskan masalah yaitu

Bagaimana Pengaruh Penyuluhan Tentang Inspeksi Visual Asam Asetat

(IVA) Dengan Metode Audiovisual Terhadap Minat Ibu Melakukan IVA di


5

BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto Tahun 2017?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Pengaruh Penyuluhan Tentang Inspeksi Visual

Asam Asetat (IVA) Dengan Metode Audiovisual Terhadap Minat Ibu

Melakukan IVA di BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Tahun 2017

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi minat ibu melakukan Inspeksi Visual Asam Asetat

(IVA) sebelum diberikan penyuluhan tentang pemeriksaan Inspeksi

Visual Asam Asetat (IVA) metode Audiovisual di BPM Ny T

Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto tahun 2017


2. Mengidentifikasi minat ibu melakukan Inspeksi Visual Asam Asetat

(IVA) sesudah diberikan penyuluhan tentang pemeriksaan Inspeksi

Visual Asam Asetat (IVA) metode Audiovisual di BPM Ny T

Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto tahun 2017


3. Menganalisis Pengaruh Penyuluhan Tentang Inspeksi Visual Asam

Asetat (IVA) Dengan Metode Audiovisual Terhadap Minat Ibu

Melakukan IVA di BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa

Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Tahun 2017

1.4 Manfaat Penelitian


6

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai sarana penerapan teori Pengaruh penyuluhan menggunakan

AudioVisual tentang Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) terhadap minat ibu

melakukan IVA di BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi tempat penelitian

Dapat dijadikan masukan untuk evaluasi pelaksanaan deteksi

dini kanker serviks metode IVA.

2. Bagi institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai bahan informasi tentang manfaat dan

pentingnya Deteksi Dini kanker serviks pada Wanita khususnya di BPM

Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto

3. Bagi Responden

Sebagai bahan informasi tentang bahayanya kanker serviks dan

dapat dijadikan tambahan ilmu bagi Wanita tentang pentingnya Deteksi

Dini kanker serviks

4. Bagi Peneliti

Merupakan media belajar memraktikkan mata kuliah riset

kebidanan dan Dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu dan data awal

untuk referensi penelitian selanjutnya.


7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyuluhan

2.1.1 Pengertian Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan

kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi

dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara

individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam

mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2012). Penyuluhan kesehatan

adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan

prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu,

keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat,

tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bias dilakukan, secara

perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan

(Effendy, 2014).

2.1.2 Sasaran Penyuluhan

Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat

dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan

dan masyarakat binaan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan

pada keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit

menular, keluarga dengan sosial ekonomi rendah, keluarga dengan

keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan sanitasilingkungan yang buruk

dan sebagainya. Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat


8

dilakukan pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai anak

balita, kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan

seperti kelompok lansia, kelompok yang ada di berbagai institusi

pelayanan kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahaan dan

lain-lain. Penyuluhan kesehatan pada sasaran masyarakat dapat dilakukan

pada masyarakat binaan puskesmas, masyarakat nelayan, masyarakat

pedesaan, masyarakat yang terkena wabah dan lain-lain (Effendy, 2014).

2.1.3 Materi penyuluhan


Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya

disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat

dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk

dimengerti oleh sasaran, dalam penyampaian materi sebaiknya

menggunakan metode dan media untuk mempermudah pemahaman dan

untuk menarik perhatian sasaran (Effendy, 2014)


2.1.4 Metode Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara

optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :


1. Metode penyuluhan perorangan (individual)

Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina

perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu

perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual

ini karenasetiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbed


9

sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari

pendekatan ini antara lain :

a) Bimbingan dan penyuluhan

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif.

Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu

penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan

kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.

b) Wawancara

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan

penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk

menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima

perubahan, dia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk

mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu

mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum

maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

c) Metode penyuluhan kelompok

Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat

besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada

sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda

dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung

pula pada besarnya sasaran penyuluhan.

d) Metode penyuluhan massa

Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada

masyarakat yang sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran


10

bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis

kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan

sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan harus

dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa

tersebut.

2.1.5 Alat Bantu dan Media Penyuluhan

1. Alat Bantu Penyuluhan (Peraga)

Alat bantu penyuluhan adalah alat yang digunakan oleh penyuluh dalam

menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga

karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses

penyuluhan (Notoatmodjo, 2007).

2. Media Penyuluhan

Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan

pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga

sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan

dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.

Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media,

pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga

sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai memutuskan

untuk mengadopsinya ke perilaku yang positif. Tujuan atau alasan

mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan penyuluhan

kesehatan antara lain adalah :

a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.


b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c. Media dapat memperjelas informasi.
d. Media dapat mempermudah pengertian.
11

e. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.


f. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan

mata.
g. Media dapat memperlancar komunikasi.

2.1.6 Faktor yang mempengaruhi penyuluhan

Keberhasilan suatu penyuluhan kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor

penyuluh, sasaran dan proses penyuluhan.

1. Faktor penyuluh, misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi

yang akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa

yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu kecil

dan kurang dapatdidengar serta penyampaian materi penyuluhan terlalu

monoton sehingga membosankan.


2. Faktor sasaran, misalnya tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit

menerima pesan yang disampaikan, tingkat sosial ekonomi terlalu

rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan yang disampaikan

karena lebih memikirkan kebutuhan yang lebih mendesak, kepercayaan

dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit untuk

mengubahnya, kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang tidak

mungkin terjadi perubahan perilaku.


3. Faktor proses dalam penyuluhan, misalnya waktu penyuluhan tidak

sesuai dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dekat

dengan keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan yang

dilakukan, jumlah sasaran penyuluhan yang terlalu banyak, alat peraga

yang kurang, metode yang digunakan kurang tepat sehingga

membosankan sasaran serta bahasa yang digunakan kurang dimengerti

oleh sasaran.
12

2.2 Media Audiovisual

2.2.1 Pengertian Media Audio-Visual


Media Audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan

unsur gambar jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik

karena meliputi suara dan gambar. Media Audiovisual merupakan media

yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam media

Audiovisual terdapat dua unsur yang saling bersatu yaitu Audio dan Visual.

Adanya unsur Audio memungkinkan siswa untuk dapat menerima pesan

pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan unsur Visual

memungkinkan penciptakan pesan belajar melalui bentuk visualisasi

(Rochmatun naili, 2012).


2.2.2 Karakteristik dan Jenis Media Audio-Visual
Karakteristik media Audio-Visual adalah memiliki unsur suara dan

unsur gambar. Alat Audiovisual merupakan alat-alat audible artinya

dapat didengar dan alat yang visible artinya dapat dilihat. Jenis media ini

mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi dua jenis media

yaitu media Audio dan Visual (Rochmatun naili, 2012).


Menurut Rochmatun naili (2012) Dilihat dari segi keadaannya,

media Audiovisual dibagi menjadi dua yaitu Audio-Visual murni dan

Audio-Visual tidak murni.


Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Audio-Visual Murni
Audio-visual murni atau sering disebut dengan Audio-Visual

gerak yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar

yang bergerak, unsur suara maupun unsur gambar tersebut berasal dari

suatu sumber.
a. Film Bersuara
Film bersuara ada berbagai macam jenis, ada yang

digunakan untuk hiburan seperti film komersial yang diputar di


13

bioskop. Akan tetapi, film bersuara yang dimaksud dalm

pembahasan ini ialah film sebagai alat pembelajaran. Film

merupakan media yang amat besar kemampuannya dalam

membantu proses belajar mengajar. Film yang baik adalah film

yang dapat memenuhi kebutuhan siswa sehubungan dengan apa

yang dipelajari. Oemar Hamalik mengemukakan prinsip pokok

yang berpegang kepada 4-R yaitu: The right film in the right

place at the right time used in the right way


Secara singkat apa yang telah dilihat pada sebuah film,

Vidio, ataupun televisi hendaknya dapat memberikan hasil yang

nyata kepada siswa. Film yang baik memiliki ciri sebagai berikut:
1) Sesuai dengan tema pembelajaran
2) Dapat menarik minat siswa
3) Benar dan autentik
4) Up to date dalam setting, pakaian dan lingkungan
5) Sesuai dengan tigkat kematangan siswa
6) Perbendaharaan bahasa yang benar
b. Video
Video sebagai media Audio-Visual yang menampilkan

gerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita.

Pesan yang disajikan bisa bersifat fakta maupun fiktif, bisa bersifat

informative, edukatif maupun instruksional. Sebagian besar tugas

film dapat digantikan oleh video. Tapi tidak berarti bahwa video

akan menggantikan kedudukan film. Media video merupakan salah

satu jenis media Audiovisual, selain film yang banyak

dikembangkan untuk keperluan pembelajaran.


c. Televisi
Selain film dan video, televisi adalah media yang

menyampaikan pesan pembelajaran secara Audio-Visual dengan

disertai unsur gerak.


14

2. Audio-Visual tidak murni


AudioVisual tidak murni yaitu media yang unsur suara dan

gambarnya berasal dari sumber yang berbeda. Audio-visual tidak

murni ini sering disebut juga dengan Audio-Visual diam plus suara

yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti:


a. Sound slide (Film bingkai suara)
Slide atau filmstrip yang ditambah dengan suara bukan alat

Audio-Visual yang lengkap, karena suara dan rupa berada terpisah,

oleh sebab itu slide atau filmstrip termasuk media Audio-Visual

saja atau media visual diam plus suara. Gabungan slide (film

bingkai) dengan tape Audio adalah jenis system multimedia yang

paling mudah diproduksi.


Media pembelajaran gabungan slide dan tape dapat digunakan

pada berbagai lokasi dan untuk berbagai tujuan pembelajaran yang

melibatkan gambar guna menginformasikan atau mendorong

lahirnya respon emosional. Slide bersuara merupakan suatu inovasi

dalam pembelajaran yang dapat digunakan sebagai media

pembelajaran dan efektif membantu siswa dalam memahami

konsep yang abstrak menjadi lebih konkrit. Dengan menggunakan

slide bersuara sebagai media pembelajaran dalam proses belajar

mengajar dapat menyebabkan semakin banyak indra siswa yang

terlibat (Visual, Audio). Dengan semakin banyaknya indra yang

terlibat maka siswa lebih mudah memahami suatu konsep. Slide

bersuara dapat dibuat dengan menggunakan gabungan dari


15

berbagai aplikasi komputer seperti: power point, camtasia, dan

windows movie maker.


2.3.3 Penggunaan Audio-Visual dalam Pembelajaran
Menurut Rochmatun naili (2012) Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam penggunaan Audio-Visual untuk pembelajaran yaitu:


1. Guru harus mempersiapkan unit pelajaran terlebih dahulu, kemudian

baru memilih media Audio-Visual yang tepat untuk mencapai tujuan

pengajaran yang diharapkan.


2. Guru juga harus mengetahui durasi media audio-visual misalnya dalam

bentuk film ataupun video, dimana keduanya yang harus disesuaikan

dengan jam pelajaran


3. Mempersiapkan kelas, yang meliputi persiapan siswa dengan

memberikan penjelasan global tentang isi film, video atau televisi yang

akan diputar dan persiapan peralatan yang akan digunakan demi

kelancaran pembelajaran.
4. Aktivitas lanjutan, setelah pemutaran film atau video selesai,

sebaiknya guru melakukan refleksi dan tanya jawab dengan siswa

untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi

tersebut.
2.3.4 Contoh Pemanfaatan Audiovisual
Menurut Rochmatun naili (2012) Secara umum, semua mata

pelajaran akan lebih efektif jika diajarkan dengan media yang sesuai. Oleh

karena itu, guru harus mengetahui terlebih dahulu materi dan tujuan

pembelajaran. Audio-visual merupakan salah satu cara untuk membuat

pembelajaran lebih dinamis dan menyenangkan. Adapun bahan ajar yang

cocok untuk dikembangkan dengan audio-visual, khususnya mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:


1. Ranah Kognitif
16

Materi Al-Quran hadits, misalnya dalam menerangkan tajwid.

Dulu sebelum teknologi berkembang, tajwid diajarkan hanya secara

verbalistis, atau dengan menggunakan lingkaran tajwid. Akan tetapi

dizaman sekarang bisa dikembangkan dengan menggunakan media

interaktif dengan mikromedia flash, windows movie maker, dan

sebagainya.
2. Ranah Afektif
Materi aqidah untuk menjelaskan tentang rukun iman maupun

rukun islam. Materi akhlaq untuk menjelaskan tentang keteladanan bisa

dikembangkan dengan memutar film atau video.


Materi sejarah kebudayaan islam yang bersifat pengetahuan, akan

lebih menarik jika dikembangkan dengan menggunakan media seperti

sound slide, sehingga memungkinkan siswa yang kurang dapat

menerima pelajaran dengan hanya menggunakan indra pendengar,

mampu lebih memahami dengan adanya kombinasi gambar dan suara.


3. Ranah Psikomotor
Materi fiqh, dimana materi ini banyak yang berbentuk prosedural

yang dirasa cocok untuk dikembangkan dengan media Audio-Visual,

misalnya:
a. Ketika menjelaskan tentang tata cara shalat
b. Ketika menjelaskan tentang tata cara haji
c. Ketika menjelaskan tentang tata cara berkurban
Ketiganya akan lebih menarik ketika dikembangkan dengan

media audio-visual, misalnya dengan menggunakan film, video,

mikromedia flash ataupun windows movie maker.


2.3.5 Kelebihan dan Kelemahan Media Audio-Visual
1. Beberapa Kelebihan atau kegunaan media Audio-Visual pembelajaran

yaitu:
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis

(dalam bentuk kata, tertulis atau lisan belaka)


b. Mengatasi perbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
17

1) Objek yang terlalu besar digantikan dengan realitas, gambar,

filmbingkai, film atau video


2) Obyek yang kecil dibantu dengan proyektor micro, film

bingkai, film atau gambar


3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu

dengan tame line atau high speed photografi


4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi masa lalu bisa ditampilkan

lagi lewat rekaman film,video, film bingkai, foto maupun

secara verbal
5) Konsep yang terlalu luas (gunung ber api, gempa bumi, iklim

dll) dapat di visualkan dalam bentuk film, film bingkai,

gambar, dan lainnya (Rochmatun naili, 2012).

2. Pengajaran Audio-Visual juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu:


a. Media Audio-visual tidak dapat digunakan dimana saja dan kapan

saja, karena media Audio-Visual cenderung tetap di tempat.


b. Biaya pengadaannya relative mahal
c. Apabila guru tidak mampu berpartisipasi aktif maka siswa akan

cenderung menikmati visualisasi dan suaranya saja.

2.3 Minat

2.3.1 Pengertian

Menurut Kamisa (2014) Minat diartikan sebagai kehendak, keinginan

atau kesukaan.Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat

dengan sikap. Minat dan sikap merupakan dasar bagi prasangka, dan

minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat dapat

menyebabkan seseorang giat melakukan menuju ke sesuatu yang telah

menarik minatnya (Gunarso, 2014).


Kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan tertentu.

Minat merupakan dorongan dari naluri yang terdapat didalam manusia,


18

juga merupakan dorongan dari pemikiran seseorang yang disertai

perasaan kemudian menggerakkannya menjadi suatu amal. Minat yang

hanya muncul dari perasaan tanpa disertai pemikiran akan mudah berubah

sesuai perubahan perasaannya. Perubahan persaan yang tidak

dikendalikan oleh adanya pola fikir (bukan hasil dorongan pemikiran),

akan mudah dipengaruhi dan berubah sesuai dengan perubahan

lingkungan, fakta yang dihadapinya dan lain sebagainya. Dalam kondisi

ini minat seseorang bisa sangat lemah dan tidak stabil sesuai dengan

perubahan lingkungan (Musa, 2010).


Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk

melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Ketika

seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi

berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika

kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun. Sehingga minat

tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat sementara atau dapat

berubah-ubah, (Hurlock, 2011).


Minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, orang,

masalah, atau situasi yang mempunyai kaitan dengan dirinya. Artinya,

minat harus dipandang sebagai sesuatu yang sadar. Karenanya minat

merupakan aspek psikologis seseorang untuk menaruh perhatian yang

tinggi terhadap kegiatan tertentu dan mendorong yang bersangkutan untuk

melaksanakan kegiatan tersebut (Sutjipto, 2009). Minat adalah perpaduan

antara keinginan dan kemauan yang dapat berkembang jika ada motivas,

(Tampubolon, 2010)
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk

melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila
19

mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa

berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan

berkurang, minat pun berkurang.Sebaliknya, kesenangan merupakan

minat yang sementara. Ia berbeda dari minat bukan dalam kualitas

melainkan dalam ketetapan (persistence). Selama kesenangan itu ada,

mungkin intensitas itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang

menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun ia segera berkurang

karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang

sementara. Minat lebih tetap (persistent) karena minat memuaskan

kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang (Hurlock, 2011).


Minat dan kesenangan berbeda,kesenangan sering kemudian

mengarah ke kebosanan, karena minat dan kebosanan berpengaruh pada

penyesuaian pribadi dan sosial. Suatu kegiatan yang tidak memuaskan,

merangsang atau menantang individu disebut membosankan. individu

tidak mampu melihat bagaimana kegiatan itu dapat memberikan

keuntungan pribadi atau kepuasan. Jadi kebosanan, yang terdiri dari

perasaan jenuh dan ketidakpuasan, merupakan lawan dari minat (Hurlock,

2012).
Apabila seseorang menaruh perhatian terhadap sesuatu, maka minat

akan menjadi motif yang kuat untuk berhubungan secara lebih aktif

dengan sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah

jika disalurkan dalam suatu kegiatan. Keterikatan dengan kegiatan

tersebut akan semakin menumbuh kembangkan minat. Sesuai pendapat

yang dikemukakan Hurlock, bahwa semakin sering minat diekspresikan

dalam kegiatan maka semakin kuatlah ia, sebaliknya minat akan padam
20

bila tidak disalurkan. Minat dapat menjadi sebab terjadinya suatu

kegiatan dan hasil yang akan diperoleh (Hurlock, 2012).

2.3.2 Aspek Minat atau Kategori Minat

Minat termasuk dalam efektif (istilahnya Bloom). Meliputi lima

kategori yaitu:

1. Penerimaan (receiving) yang terdiri dari sub-

keadaran kemauan untuk menerma perhatian yang tepilh. Merupakan

masa dimana kita menerima rangsangan melalui panca indera.

2. Menanggapi (responding) yang terdiri dari

sub-kategori persetujuan untuk menanggapi kemauan atau kepuasan.

3. Penilaian (valuting) yang terdiri dari sub-

kategori penermaan, pemilihan da komitmen terhadap nilai-nilai

tertentu.

4. Organisasi (organization) yaitu gambaran

atau kemampuan dalam melakukan penyusunan langkah trhadap

nilai baru yang diterima.

5. Pencirian (characterization) kemampuan

dalam memahai ciri dari niai baru yang diterima (Wordpress, 2010)

2.3.3 Indikator Minat


a. Ketertarikan

Seseorang yang berminat terhadap sesuatu obyek maka ia akan

memiliki perasaan tertarik terhadap obyek tertentu.

b. Perhatian
21

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktifitas jiwa seseorang

terhadap pengamatan, pengertian atau yang lainnya dengan

mengesampingan hal lain dari pada itu.

c. Motivasi

Motivasi merupakan suatu usaha atau pendorong yang dilakkan

secara sadar untuk melakukan suat tindakan dan mewujudan perilaku

yang terarah demi pencapaian tujun yang diharapkan dalam situasi

interaksi.

d. Pengetahuan

Selain dari perasaan senang dan perhatian, untuk mengetahui berinat

atau tidaknya seseorang terhadap suatu obyek dapat dilihat dari

pengetahuan yang dmilikinya. (Wordpress, 2010)

2.3.4 Metode Pengukuran Minat


a. Observasi
Pengukuran minat dengan metode observasi mempunyai satu

keuntungan karena dapat mengamati dalam kondisi yang wajar, jadi tidak

dibuat-buat. Observasi dapat dilakukan dalam setiap situasi dan

pencatatan hasil-hasil observasi dapat dilakukan selama observasi

berlangsung

b. Interview

Pelaksanaan interview biasanya lebih baik dilakukan dalam situasi

yang tidak formal, sehingga percakapan akan dapat berlangsung lebih

bebas.
22

c. Angket atau kuesioner

Angket atau kuesiner jauh lebih efisien dalam penggunaan waktu, isi

pertanyaan dalam kuesioner pada prinsipnya tidak jauh berbeda

pertanyaan dengan interview.

d. Inventori

Inventori adalah suatu metode untukk mengadakan pengukuran sejenis

kuesioner, perbedaannya dalam kuesioner responden menulis jawaban

yang relatif panjang, sedangkan inventori responden member jawaban

dengan memberi tanda cek, lingkaran atau tanda yang lain yang berupa

jawaban-jawaban singkat (Wordpress, 2010)

2.3.5 Pengukuran Minat


Kriteria minat seseorang dapat digolongkan menjadi :
a. Rendah jika seseorang tidak menginginkan objek minat.
b. Sedang jika seseorang menginginkan objek minat akan tetapi tidak

dalam waktu segera.


c. Tinggi jika seseorang sangat menginginkan objek minat dalam waktu

segera.
Minat diukur menggunakan kuesioner atau dengan menggunakan

wawancara. Dalam TRA (Theory of Reasoned Action), minat merupakan

bagian dari intens sehingga belum nampak kegiatanna dsan tidak dapat

dsalakukan observasi secara langsung. Hasil pengukuran minat menurut

Ajzen dapat dakategorikan menjadi :


1) Minat Tinggi (67-100%)
2) Minat Sedang (34-66%)
3) Minat Rendah (0-33%) (Suparyanto, 2013)

2.3.6 Faktor Timbulnya Minat


23

Faktor timbulnya minat dilihat Crow & Crow terdiri dari tiga faktor

yaitu :

a. Faktor Dorongan dari dalam


Yaitu dorongan dari individu itu sendiri, sehingga timbul minat

untuk melakukan aktivitas atau tindakan tertentu untuk memenuhinya.

Misalnya untuk dorongan makan, menimbulkan minat untuk mencari

makanan.
b. Faktor Motif Sosial
Adalah faktor ini merupakan faktor untuk melakukan suatu aktivitas agar

dapat diterima dan diakui oleh lingkungannya. Minat ini merupakan

semacam kompromi pihak individu dengan lingkungan sosialnya.

Misalnya minat pada studi karena ingin mendapat penghargaan dari orang

tuanya.
c. Faktor Emosional

Yaitu minat erat hubungannya dengan emosi karena faktor ini selalu

menyertai seseorang dalam berhubungan dengan obyek minatnya.

Kesuksesan seseoraang pada suatu aktivitas diseabkan karena aktivitas

tersebut menimbulkan perasaan suka atau puas, sedangkan kegagalan akan

menimbulkan perasaan tidak senang dan mengurangi minat seseorang

terhadap kegiatan yang bersangkutan (Wordpress, 2010)

2.4 Kanker serviks

2.4.1 Definisi
24

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus

(leher rahim), suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan

pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim dan vagina. Kanker

serviks sering disebut juga kanker leher rahim. Kanker leher rahim

merupakan kanker kedua terbanyak ditemukan pada wanita di dunia, 80%

ditemukan di negara berkembang. Indonesia adalah negara berkembang

yang memiliki kasus kanker serviks terbesar daripada negara berkembang

yang lain. Kanker leher rahim merupakan penyebab kematian nomor satu

perempuan Indonesia (Sukaca, 2009).

2.4.2 Etiologi

Sebab langsung kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat

kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik,

diantaranya yang penting adalah jarang ditemukan pada perawan (virgin),

insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin,

terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia

yang terlalu muda (kurang dari 16 tahun), insidensi meningkat dengan

tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka

dari golongan sosial ekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas

seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang

dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering

ditemukan pada perempuan yang mengalami infeksi virus HPV tipe 16

atau 18, dan akhirnya kebiasaan merokok (Sarwono, 2009). Kanker servik

merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV, memunyai


25

prosentase yang cukup tinggi dalam menyebabkan kanker serviks, yaitu

sekitar 99,7% (Tilong, 2012).

2.4.3 Faktor Risiko

Faktor risiko adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi

virus HPV dan faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker serviks

atau meningkatkan risiko menderita kanker tersebut. Hasil penelitian para

ahli, disamping infeksi HPV, ditemukan faktor-faktor pendukung lainnya

yang dapat menimbulkan kanker serviks. Faktor risiko menurut American

Cancer Society (Marcovic, 2008):

1) Infeksi HPV

2) Perilaku seksual, meliputi:

a) Multi partner seks : perempuan memiliki lebih dari satu pasangan

seks berada pada risiko yang lebih tinggi terinfeksi HPV.

b) Aktivitas sexual dini : melakukan sexual sebelum atau kurang dari

18 tahun, sebab sel sel serviksnya masih belum matang ( rapuh )dan

sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia

dewasa, sehingga resiko akan meningkat lima kali lipat pada usia

muda.

c) Berganti ganti pasangan sexual.

d) Berhubungan sexual dengan pria yang belum di sunat.

e) Infeksi penyakit menular seksual lainnya : penderita AIDS (Acquired

Immune Deficiency Syndrome), Gonorrhoea lebih rentan terhadap

kanker serviks.

Menurut Sukaca (2009) penyebab kanker serviks belum jelas


26

diketahui. Namun ada beberapa faktor resiko yang memengaruhi

adanya kanker serviks sebagai pemicu tumbuhnya sel tidak normal.

Menurut Baird ada beberapa faktor predisposisi kanker serviks yaitu:

1. Makanan

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi

asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya displasia ringan

dan sedang.

2. Gangguan sistem kekebalan

Wanita yang terkena gangguan kekebalan tubuh atau kondisi

imunosupresi (penurunan kekebalan tubuh) dapat meningkatkan

terjadinya kanker serviks, keadaan imunosupresi diantaranya pada

transplantasi ginjal dan HIV dapat mempercepat pertumbuhan sel

kanker dari non infasif menjadi infasif.

3. Pemakaian kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi pil dalam waktu lama (4 tahun atau lebih)

meningkatkan resiko kanker serviks 2 kali. Pil KB memberikan

efek negatif kanker serviks,sebab cara kerja mencegah kehamilan

dengan menghentikan ovulasi dan mengentalkan lendir serviks

sehingga tidak dapat dilewati sperma. AKDR (Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim) diduga menimbulkan iritasi kronis pada serviks

karena adanya gesekan antara benang dengan serviks uteri sering

dan menimbulkan peradangan pada pemakaian di atas 3 tahun.

4. Riwayat kanker keluarga


27

Faktor genetik meningkat resiko kanker serviks lebih besar jika ada

keturunan yang menderita kanker serviks daripada keluarga yang

tidak mempunyai keturunan yang menderita kanker serviks.

5. Polusi udara

Polusi udara dapat memicu terjadinya kanker serviks. Sumber dari

polusi udara disebabkan oleh oksitosin. Zat oksitosin ini berasal

dari beberapa faktor yaitu pembakaran limbah padat dan cair,

pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor, asap hasil pabrik

industri kimia, kebakaran hutan dan asap rokok.

6. Golongan ekonomi rendah

Menurut Ulfah (2009) golongan ekonomi rendah dapat dilihat dari

pekerjaan dan pendidikan. Pekerjaan dibagi menjadi dua yaitu

sektor trampil: PNS atau pensiunan, ABRI, Pegawai swasta dan

wiraswasta. Sektor tidak terampil: ibu rumah tangga, buruh,

petani,sopir, tukang becak. Sedangkan tingkat pengetahuan dapat

dilihat dari tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang dapat

mendukung atau memengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Pendidikan dan pekerjaan dihubungkan dengan nutrisi yang

dikonsumsi setiap hari, hygiene serta kepatuhan untuk periksa

kesehatan secara teratur.

7. Terlalu sering membersihkan vagina


Menggunakan anti septik untuk mencuci vagina dapat

memicu kanker serviks, karena menyebabkan iritasi serviks dan

merangsang perubahan sel berubah menjadi sel kanker.

2.4.4 Epidemiologi
28

Kanker serviks atau karsinoma serviks uteri merupakan salah satu

penyebab utama kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Di

seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru dan

250.000 kematian setiap tahunnya yang 80% terjadi di negara-negara

sedang berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks diperkirakan

40.000 kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang tersering.

Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal

itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.Menurut data

Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati

urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini di

Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus

setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut

sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu,

lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam

keadaan stadium lanjut. Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita antara

30 60 tahun, terbanyak antara 45- 50 tahun. Periode laten dari fase

prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya

9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang

invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS (kanker in-situ)

terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun.

2.4.5 Stadium Klinik


29

International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging

System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan suatu

sistem stadium kanker sebagai berikut:

Staging Menurut FIGO Stadium Karakteristik

Tabel 2.1 Stadium kilik

Stadium Karakteristik
0 Lesi belum menembus membrane basalis
I Lesi tumor masih terbatas diserviks
IA1 Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3
mm dengan diameter permukaan tumor <7mm
IA2 Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi
<5mm dengan diameter permukaan tumor <7mm
IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer <4cm
IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer >4cm
II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium
dan sepertiga proksimal vagina)
IIA Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina
IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai
dinding Panggul
III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke
parametrium dan atau sepertiga vagina distal)
IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal
IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul
IV Lesi menyebar keluar organ genitalia
IVA Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke
mukosa vesika urinaria
IVB Lesi meluas ke mukosa rektum dan atau meluas ke
organ jauh

2.1.6. Prognosis

Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit.

Umumnya,5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk

stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV

kurang dari 30%.

1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
30

2. Stadium 1

Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB.

dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-

years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival

rate sebesar 70 sampai 90%.

3. Stadium 2

Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari

semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years

survival rate sebesar 70 - 90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate

sebesar 60 sampai 65%.

2.4.6 Pencegahan primer dan sekunder


1. Pencegahan primer
a) Menunda onset aktivitas seksual

Menunda aktivitas seksual sampai usia20 tahun dan

berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker

serviks secara signifikan.

b) Penggunaan Kontrasepsi Barier

Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier

(kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi

terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada

kondom yang dibuat dari kulit kambing.

c) Penggunaan vaksinasi HPV

Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa

mengurangi infeksi Human Papilomavirus, karna mempunyai


31

kemampuan proteksi >90%. Vaksin HPV yang saat ini telah

dibuat dan dikembangkan merupakan vaksin kapsid L1

(imunogenik mayor) HPV tipe 16 dan 18. Vaksinasi HPV

merupakan upaya pencegahan primer yang diharapkan akan

menurunkan terjadinya infeksi HPV risiko tinggi, menurunkan

kejadian karsinogenesis kanker serviks dan pada akhirnya

menurunkan kejadian kanker serviks uteri. Infeksi HPV tipe 16

dan 18 ditemukan pada 70-80% penderita kanker serviks,

sehingga sejumlah itu pula yang diharapkan dapat menikmati

proteksi terhadap kanker serviks uteri. Pemberian vaksin

dilaporkan memberi proteksi sebesar 89%, karena vaksin tersebut

dilaporkan mempunyai cross protection dengan tipe lain. Vaksin

yang mengandung vaksin HPV 16 dan 18 disebut sebagai vaksin

bivalent, sedangkan vaksin HPV tipe 16, 18, 6 dan 11 disebut

sebagai vaksin quadrivalent. HPV tipe 6 dan 11 (HPV risiko

rendah) bukan karsinogen sehingga bukan penyebab kanker

serviks. Vaksin HPV risiko tinggi tipe lainnya belum

dikembangkan.Pemberian vaksin pada laki-laki dilaporkan tidak

memberikan hasil yang memuaskan. Vaksin yang saat ini akan

diaplikasikan adalah vaksin profilaksis bukan vaksin terapeutik.

Vaksinasi pada perempuan yang telah terinfeksi HPV tipe 16 dan

18 kurang bahkan mungkin tidak memberi manfaat proteksi,

tetapi pemberiannya dilaporkan tidak menimbulkan efek yang

merugikan.
32

2. Pencegahan sekunder
Tes pap merupakan tes yang dipercaya sebagai pencegahan

sekunder kanker serviks dan tidak mahal. Tes pap yang pertama

dilakukan ketika wanita menjadi aktif secara seksual atau mencapai

usia 18 tahun. Karna tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-

6%, Tes pap yang kedua seharusnya dilakukan saat tahun pemeriksaan

yang pertama. Penyakit Neoplastik serviks biasanya bekembang dari

displasia menjadi karsinoma insitu kemudian menjadi karsinoma

invasif. Perkembangan dari awal sampai akhir ini biasanya

membutuhkan waktu 8-30 tahun. Oleh karna itu, dokter dapat

mendeteksi dan menghentikan penyakit ini dengan mengikuti jadwal

tes pap yang dianjurkan.Penurunan insiden dan kematian akibat

kanker serviks berkaitan dengan skrining.Diperkirakan sebanyak 40%

kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap interval 3

tahun. Semakin besar jumlah hasil negatif yang didapat, maka akan

semakin kecil risiko berkembangnya tumor serviks invasif. Tujuan

utama tes pap adalah untuk menemukan sel-sel kanker serviks dalam

stadium dini. Secara umum pemeriksaan tes pap adalah untuk

mengetahui sel-sel serviks :


a. Normal atau tidak
b. Jenis kelainannya radang, prakanker atau kanker
c. Derajat kelainan
d. Evaluasi sitohormonal

Selain melihat gambaran sel-selnya, pemeriksaan sitologi juga

sekaligus dapat memberikan informasi mengenai orgasme penyebab

peradangan serta memantau hasil terapi.

2.4.7 Skrining
33

Sejak 2 dekade terakhir terdapat kemajuan dalam pemahaman

tentang riwayat alamiah dan terapi lanjutan dari kanker serviks. Infeksi

Human Papiloma Virus (HPV) sekarang telah dikenal sebagai penyebab

utama kanker serviks, selain itu sebuah laporan sitologi baru telah

mengembangkan diagnosis, penanganan lesi prekanker dan protokol terapi

spesifik peningkatan ketahanan pasien dengan penyakit dini dan lanjut.

Penelitian terbaru sekarang ini terfokus pada penentuan infeksi menurut

tipe HPV onkogenik, penilaian profilaksis dan terapi vaksin serta

pengembangan strategi skrining yang berkesinambungan dengan tes HPV

dan metode lain berdasarkan sitologi. Hal ini merupakan batu loncatan

untuk mengimplementasikan deteksi dini kanker serviks dengan beberapa

macam.

2.5 Pemeriksaan Iva


2.5.1 Definisi
Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan leher

rahim secara visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat

3-5%) dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna

yang terjadi setelah dilakukan olesan (Depkes RI, 2010).


Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai

salah satu metode skrining kanker serviks (Rasjidi, 2008).


2.5.2 Indikasi
Skrining kanker serviks
2.5.3 Sasaran dan Interval IVA
Kanker leher rahim menempati angka tertinggi di antara wanita

berusia 40-50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi

pra-kanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih


34

awal.Sehingga pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dianjurkan bagi

semua perempuan berusia 30 sampai 50 tahun (Depkes RI, 2012).


Selain itu, ibu yang mengalami masa penurunan kekebalan tubuh

(misalnya HIV/AIDS) atau menggunakan kortikosteroid secara kronis

(misalnya pengobatan asma atau lupus) beresiko tinggi terjadinya kanker

serviks jika mereka memiliki HPV (Human Papilloma Virus). Wanita yang

mempunyai faktor resiko adalah kelompok yang paling penting untuk

mendapat pelayanan tes atau pengobatan di fasilitas dengan sarana

terbatas. Bahkan dengan memfokuskan pada pelayanan tes dan pengobatan

untuk wanita berusia antara 30-45 tahun atau yang memiliki faktor resiko

seperti resiko tinggi IMS (Infeksi Menular Seksual) akan dapat

meningkatkan nilai prediktif positif IVA. Selain itu, karena angka penyakit

lebih tinggi pada kelompok usia tersebut, lebih besar kemungkinan untuk

mendeteksi lesi pra-kanker, sehingga meningkatkan efektivitas biaya dari

program pengujian dan mengurangi kemungkinan pengobatan yang tak

perlu (Depkes RI, 2012).


2.5.4 Kontraindikasi
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan kapan saja termasuk saat

menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska

keguguran. Tes IVA juga dapat dilakukan pada perempuan yang dicurigai

atau diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS (Depkes RI, 2012). Tidak

direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona

transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan

pemeriksaan inspekulo (Depkes RI, 2009).


WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker serviks dilakukan

pada kelompok berikut:


35

1. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah

menjalani tes sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun

sebelumnya atau lebih.


2. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes

sebelumnya.
3. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam,

perdarahan pasca sanggama atau perdarahan perdarahan pasca

menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya.


4. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.

Sedangkan untuk interval skrining WHO merekomendasikan:

1. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka

sebaiknya dilakukan pada perempuan antara usia 35-45 tahun


2. Untuk perempuan usia 25-45 tahun, bila sumber daya memungkinkan,

skrining hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali


3. Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.
4. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan

usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.


5. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun

sekali.
Di Amerika waktu awal skrining kira-kira 3 tahun setelah aktivitas

seksual yang pertama, namun tidak lebih dari usia 21 tahun. Interval

skrining tiap tahun atau tiap 2-3 tahun untuk wanita usia 30 tahun

dengan 3 kali berturut-turut hasil skrining negatif. Penghentian skrining

pada wanita usia 70 tahun dengan 3 kali berturut-turut hasil tes negatif

dan tanpa hasil tes abnormal dalam 10 tahun terakhir. Di Eropa

merekomendasikan waktu awal skrining pada wanita usia 20-30 tahun.

Interval skrining tiap 3-5 tahun dan penghentian skrining setelah usia 60-

65 tahun dengan 3 kali berturut-turut hasil skrining negatif (Depkes RI,


36

2008). Sedangkan di Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun

sekali. Jika hasil pemeriksaaan negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun

dan jika hasilnya positif maka dilakukan ulangan 1 tahun kemudian

(Depkes RI, 2012).


2.5.5 Prosedur tindakan dan klasifikasi hasil pemeriksaan

Untuk melakukan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) petugas

mengoleskan larutan asam asetat pada serviks. Larutan tersebut

menunjukan perubahan pada sel yang menutupi serviks (sel epitel) dengan

menghasilkan reaksi Acetone White Epithelium (bercak putih yang

tebal):

1. Pertama, petugas menggunakan spekulum untuk melihat serviks


2. Lalu serviks dibersihkan untuk menghilangkan cairan keputihan

(discharge).
3. Kemudian asam asetat dioleskan secara merata pada serviks.
4. Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SCJ (Squamocolumnar

Junction) diperiksa untuk melihat apakah terjadi perubahan

acetonwhite.
5. Hasil tes (positif atau negatif) harus dibahas bersama ibu, dan

pengobatan harus di berikan setelah konseling, jika diperlukan atau

tersedia.

Hasil pemeriksaan apabila menunjukkan:

1. Hasil tes negatif: apabila permukaan polos dan halus, berwarna merah

jambu
2. Hasil tes positif : apabila di dapatkan plak putih yang tebal atau

epithel acetonwhite, biasanya dekat SCJ (Squamocolumnar Junction)


3. Kanker: apabila didapatkan massa mirip kembang kol atau bisul.
2.5.6 Kelebihan dan Keuntungan
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dapat di pertimbangankan untuk

digunakan di fasilitas dengan sarana yang minimalkarena:


37

1. Dapat efektif mengidentifikasi sabagian besar lesi pra-kanker.


2. Bersifat non invasif, mudah dilakukan dan tidak mahal
3. Dapat dilakukan oleh semua tenaga kesehatan di fasilitas manapun.
4. Dapat segera memberikan hasil sehingga dapat digunakan untuk

keputusan dan tindakan untuk pengobatan.


5. Memerlukan sarana dan perlengkapan yang sudah tersedia di tempat.
Berdasarkan hasil simposia pada tahun 2012, supaya apabila terjadi

keganasan/ada sel abnormal atau kanker di area leher rahim segera bisa

diketahui maka bagi yang sudah pernah melakukan hubungan seksual, maka

dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin 1 kali setahun untuk

perempuan dibawah usia 30 tahun dan 2 kali setahun untuk usia diatas 30

tahun.

2.6 Pengaruh penyuluhan tentang Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dengan
metode Audiovisual terhadap Deteksi dini kanker serviks

Metode penyuluhan menggunakan Audiovisual dikatakan efektif jika

metode tersebut sesuai dengan tercapainya tujuan atau sasaran seperti yang

telah ditentukan, yang mana suatu kegiatan dilakukan dengan benar dan

memberikan hasil yang bermanfaat. Metode yang digunakan yaitu dengan

melakukan suatu tekhnik atau mengajar dengan menggunakan media audio

dan visual. Adanya unsur Audio memungkinkan Wanita untuk dapat

menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan unsur Visual

memungkinkan penciptakan pesan belajar melalui bentuk visualisasi.

Sehingga Wanita tersebut dapat memahami tentang Inspeksi Visual Asam

Asetat (IVA) sebagai deteksi dini kanker serviks. Sehingga tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya dapat tercapai yaitu Wanita mampu melaksanakan

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) secara benar dan rutin untuk mendeteksi
38

awal terjadinya kanker sehingga dapat mencagah terjadinya kanker serviks

(Sista wulandari, 2013).

Hasil penelitian Sulastri (2015) didapatkan hasil bahwa

penyuluhantentang kanker serviks berpengaruh terhadap pelaksanaan deteksi

dini kanker serviks metode IVA. Selain itu sikap merupakan produk dari

proses sosialisasi sehingga reaksi yang ada sesuai dengan rangsangan yang

diterimanya, apabila seseorang setuju mempunyai sikap positif terhadap

tindakan melakukan deteksi dini kanker serviks, maka berdasarkan teori yang

ada tadi seseorang akan mampu dan mau melakukan pemeriksaan deteksi dini

kanker serviks. Hasil penelitian ini menunjang hasil penelitian Sarini, 2011

yang mengatakan bahwa tidak semua wanita yang bersikap positif akan

melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks, wanita yang bersikap

positif terhaap nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata

dalam perilaku, karena sikap positif akan di ikuti oleh perilaku yang mengacu

pada pengalaman orang lain atau didasarkan pada banyak atau sediktnya

pengalaman seseorang tersebut dalam berperilaku.


39

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual penelitian

Faktor yang Deteksi dini kanker


diperhatikan pada Minat IVA serviks
sasaran terhadap
keberhasilan
penyuluhan
1. Pendidikan Meningkatkan Status kesehatan
2. Sosial ekonomi pengetahuan dan wanita
3. Adat istiadat sikap
4. Kepercayaan
masyarakat
5. Ketersediaan
waktu di
masyarakat
Menerima pesan
melalui pendengaran
solusi untuk dan penglihatan
meningkatkan
minat IVA
1. Konseling
2. Pendidikan
Kesehatan Media
3. Penyuluhan audiovisual

Keterangan :

Diteliti :
Tidak diteliti :

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian


Keterangan :
Dari kerangkakonseptersebutakan di lakukan penyuluhan menggunakan

Audiovisual tentang deteksi dini kanker serviks metode IVA. Metode yang

digunakan yaitu dengan melakukan suatu tekhnik atau mengajar dengan

menggunakan media audio dan visual. Adanya unsur Audio memungkinkan

Wanita untuk dapat menerima pesan


42 pembelajaran melalui pendengaran,
40

sedangkan unsur Visual memungkinkan penciptakan pesan belajar melalui bentuk

visualisasi. Sehingga Wanita tersebut dapat memahami tentang Inspeksi Visual

Asam Asetat (IVA) sebagai deteksi dini kanker serviks. Sehingga tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai yaitu Wanita mampu melaksanakan

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) secara benar dan rutin untuk mendeteksi awal

terjadinya kanker sehingga dapat mencagah terjadinya kanker serviks dimana

prosesnya adalah Pemeriksaan IVA Output dalam penelitian ini adalah Perubahan

minat wanita dan Upaya deteksi dini kanker serviks sebagai Outcome adalah

minat ibu melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks metode IVA.

3.2 Hipotesis

H1: Ada Pengaruh Penyuluhan Tentang Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Dengan Metode Audiovisual Terhadap Minat Ibu Melakukan IVA di BPM

Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto Tahun 2017

H0: Tidak ada Pengaruh Penyuluhan Tentang Inspeksi Visual Asam Asetat

(IVA) Dengan Metode Audiovisual Terhadap Minat Ibu Melakukan IVA di

BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan

Jatirejo Kabupaten Mojokerto Tahun 2017


41

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: Berdasarkan

ruang lingkupnya penelitian ini adalah Inferential. Penelitian ini

menggunakan Pre eksperiment dengan one group pretest-posttest design.

Pada kelompok ini diteliti sebelum dan sesudah intervensi diberikan

kuisioner yang telah ditetapkan yang disebut pretest dan posttest. Design

ini digunakan untuk mengetahui Pengaruh penyuluhan menggunakan

AudioVisual tentang Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) terhadap minat

ibu melakukan IVA

Berdasarkan cara pengumpulan data, rancangan penelitian

termasuk jenis survey. Berdasarkan tempat penelitian termasuk jenis

lapangan. Berdasarkan tujuan penelitian termasuk jenis pre eksperimen.

Berdasarkan sumber data penelitian termasuk primer.

Pre test Post test


X1 Penyuluhan menggunakan X2
Audiovisual
Gambar 4.1 Design Pre Eksperimen
42

4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu (sudah menikah) di

BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan

Jatirejo Kabupaten Mojokerto periode bulan januari-mei tahun 2017, yaitu

sebanyak 79 wanita.

4.2.2 Sampel

Sampel dalam peneltian ini adalah sebagian ibu di BPM Ny T

Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto tahun 2017

1. Kriteria inklusi

a. Ibu yang sudah menikah

b. Ibu yang belum pernah melakukan IVA

c. Ibu yang bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi

a. ibu yang tidak bersedia menjadi responden

4.2.3 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 45 respoden, yang

diperoleh dari rumus solvin:

n= N
1+(N.e2)

Keterangan :
n : jumlah sampel
N : besar populasi
e : standart error 10% (0.1)2
Kelompok intervensi n = N
1+(N.e2)
= 79
43

1+ (79.0,12)
= 79
1+ (79.0,01)
= 79
1,79 = 44,13 Responden

Jadi besar sampel yaitu 45 responden

4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah termasuk

purposive sampling yaitu mengambil sampel dengan cara sederhana yaitu

sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian

atau suatu elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

di pilih menjadi sampel.

4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.3.1 Variabel penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel

Dependen (X) Penyuluhan menggunakan audiovisual, sedangkkan variabel

Independen (Y) minat ibu melakukan IVA

4.3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional


Variabel Definisi Parameter Alat Skala Kriteria
operasional ukur data
Penyuluhan Pemberian
IVA dengan informasi pada
audiovisual ibu tentang IVA
menggunakan
media audiovisual
Minat sesuatu yang Minat wanita Kuesi Ordi Minat
pemeriksaan pribadi rasakan dalam oner nal Rendah (0-
IVA dan berhubungan melakukan 33%)
erat dengan sikap pemeriksaan Sedang (34-
dalam melakukan pap smear 66%)
44

tindakan berdasarkan Tinggi (67-


kesehatan berupa -Ketertarikan 100%)
pemeriksaan pap -Perhatian (Suparyanto,
smear yang -Motivasi 2011)
timbul dari dalam -
diri sendiri pada Pengetahuan
ibu

4.4 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan untuk terlaksananya kegiatan

penelitian ini adalah:

1. Data wanita

2. Media dan sarana pelatihan meliputi alat tulis, leaflet, LCD, laptop

sound sistem dan informed consent

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yaitu

suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu

masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang

banyak). Kuesioner ini dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar

pertanyaan yang berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah

subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban, dan sebagainya

(Notoatmojo, 2010).

4.5.1 Uji Validitas Instrumen

Untuk mengukur validitas instrumen dilakukan dengan

menggunakan uji validitas internal, yaitu instrumen yang dicapai jika

kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah

mencerminkan apa yang diukur. Sehingga rumus yang digunakan untuk


45

menguji validitas instrumen ini digunakan tekhnik kolerasi product

moment.

4.5.2 Kisi Kuisioner

No Variabel No soal Jumlah soal


1 Minat 1,2,3,4,5,6,7, 8,9,10,11 11
2 Pelaksanaan 19,20,21,22,23 5
TOTAL 24

4.6 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di BPM Ny T Amd.Keb Dsn

Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto,

sedangkan waktu penelitian dimulai pada Juli 2017

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Pada pengambilan data, diawali dengan permohonan ijin penelitian

dari Prodi (D.IV) Kebidanan Universitas Kadiri yang disampaikan kepada

Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto Setelah mendapatkan izin dari pihak institusi

pendidikan dan tempat penelitian, peneliti mengadakan pendekatan kepada

responden Wanita, untuk mendapatkan persetujuan sebagai subjek

penelitian.

Cara pengambilan data meliputi :

1. Mencari data calon responden.

2. Mengadakan pendekatan dan memberikan penjelasan kepada calon

responden kemudian responden dipersilahkan mengisi surat

persetujuan.
46

3. Responden diberi penjelasan tentang maksud, tujuan dan manfaat

penelitian yang akan dilakukan dengan cara mengisi kuesioner

4. Setelah respondent memahami maksud dan tujuan penelitian,

responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan untuk

menjadi responden

5. Peneliti membagikan kuesioner pre-test pada responden secara

langsung dan menjelaskan cara pengisian kuesioner

6. Memberikan ketentuan waktu mengisi kuesioner kurang lebih 30

menit

7. Setelah semua pertanyaan diisi, kuesioner diminta kembali dan

dikumpulkan kepada peneliti.

8. Kemudian dilakukan pelatihan pada tentang Kanker serviks selama 15

menit dengan metode ceramah menggunakan media Audiovisual

9. Setelah selesai penyuluhan tentang Kanker serviks, peneliti

melakukan post-test kepada responden dengan mengisi kuesioner

yang sama

10. Setelah selesai mengisi, responden menyerahkan kuesioner kepada

peneliti

11. Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dan

analisa data.

1) Teknik Pengolahan Data


a) Editing

Setelah kuesioner oleh responden dan ditarik kembali oleh

peneliti lalu peneliti melakukan editing, yaitu peneliti memeriksa


47

kembali data yang diperoleh atau dikumpulkan untuk keperluan

proses berikutnya (Hidayat, 2007)

b) Coding

Meliputi memberikan kode pada semua variabel untuk

memudahkan analisis jawaban responden, kemudian menentukan

tempat kedalam coding sheet atau kedalam kolom yang telah

ditentukan.

Data umum

1) Usia responden
Usia <20 tahun diberi kode (1)
Usia 20-35 tahun diberi kode (2)
Usia >35 tahun diberi kode (3)
2) Pekerjaan

Pelajar diberi kode (1)

IRT diberi kode (2)

Wiraswasta diberi kode (3)

3) Pendidikan
Tidak sekolah diberi kode (0)
Dasar (SD-SMP) diberi kode (1)
Menengah (SMA) diberi kode (2)
Tinggi (D3-PT) diberi kode (3)
4) Pernah atau tidak mendapatkan informasi tentang IVA?
Kode 1 : Pernah
Kode 2 : Tidak pernah
5) Sumber Informasi
Kode 1 : Media Cetak
Kode 2 : Media Elektronik
Kode 3 : Keluarga
Kode 4 : Tenaga Kesehatan
Kode 5 : Tidak pernah

Data khusus

Minat

Rendah (0-33%) : Kode 1


48

Sedang (34-66%) : Kode 2

Tinggi (67-100%) : Kode 3

c) Scoring

Memberi skor pada setiap jawaban responden dengan

melakukan pemberian nilai terhadap jawaban. Bila jawaban

ya/benar, maka nilai 1 dan jika jawaban tidak/salah maka nilai 0.

d) Tabulating

Menabulasi data dengan cara membuat tabel distribusi

frekuensi yaitu menuliskan seluruh pernyataan responden ke dalam

sebuah tabel distribusi frekuensi sebelum melakukan skoring

terhadap sejumlah pernyataan responden. Hal ini bertujuan untuk

memermudah peneliti dalam membaca data yang telah terkumpul.

4.7 Analisa data

4.7.1 Analisis univariat

Variabel yang di analisis Keterampilan deteksi dini kanker serviks

Pada Wanita sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

N=

Keterangan:

N = nilai
49

Sp = skor yang didapat

Sm = skor maksimal

Hasil pengolahan data dibuat dalam bentuk prosentase kemudian

diinterpretasikan dengan skala kualitatis menurut Arikunto (2006):

100% : seluruhnya

76-99% : hampir seluruhnya

51-75% : sebagian besar

50% : setengahnya

26-49% : hampir setengahnya

1 - 25% : sebagian kecil

0% : tidak satupun

4.7.2 Analisis bivariat

Pada analisis bivariat yaitu untuk mengetahui Pengaruh

penyuluhan menggunakan AudioVisual tentang Inspeksi Visual Asam

Asetat (IVA) terhadap minat ibu melakukan IVA Uji kenormalan distribusi

yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

1. H0 Ditolak dan H1 Diterima jika p 0,05, yang berarti ada Pengaruh

Penyuluhan Tentang Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Dengan

Metode Audiovisual Terhadap Minat Ibu Melakukan IVA di BPM Ny

T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto Tahun 2017

2. H0 Ditolak dan H1 Diterima jika p 0,05, yang berarti tidak ada

Pengaruh Penyuluhan Tentang Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Dengan Metode Audiovisual Terhadap Minat Ibu Melakukan IVA di


50

BPM Ny T Amd.Keb Dsn Padangan Desa Padangasri Kecamatan

Jatirejo Kabupaten Mojokerto Tahun 2017

You might also like