You are on page 1of 39

REVISI

TUGAS KOSMETOLOGI DAN TEKNOLOGI KOSMETIK

SABUN CAIR ANTISEPTIK

KELOMPOK III

DISUSUN OLEH :

1. MERI NUR RACHMAWATI (10334066)


2. TIKAH ASTUTI (10334067)
3. ELYSA PRASTYANI (10334068)

DOSEN :

1. Prof. Dr. Teti Indrawati., MS., Apt.


2. Rahmi Hutabarat, MSi.,Apt.

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

2014

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas untuk mata
kuliah Teknologi Kosmetika. Pada kesempatan ini, penulis membahas mengenai
sediaan kosmetika sabun cair antiseptik.

Dalam penyusunan hingga penyelesaian tugas ini, penulis banyak mendapat


bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan, khususnya kepada
Ibu Prof. Dr. Teti Indrawati., MS., Apt. dan Rahmi Hutabarat, MSi.,Apt selaku dosen
untuk mata kuliah Teknologi Kosmetika dan rekan-rekan yang telah memberi dukungan
dan semangat

Penulis berharap tugas ini dapat memberikan manfaat besar bagi pembacanya.
Dan penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai koreksi
untuk tugas mendatang.

Jakarta, Januari 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

I.1.Latar Belakang ................................................................................................... 1

I.2.Permasalahan ..................................................................................................... 3
I.3.Tujuan ................................................................................................................ 3

I.4.Manfaat .............................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

II.1.Sabun Cair ........................................................................................................ 4

II.1.1. Definisi Sabun Cair ............................................................................... 4

II.1.2. Keunggulan Sabun Cair ......................................................................... 4


II.2. Definisi sabun ................................................................................................... 4
II.2.1. Mekanisme Kerja Sabun ........................................................................ 5

II.2.2. Tujuan Penggunaan Sabun .................................................................... 5

II.2.3. Macam Macam Sabun ........................................................................ 6


II.2.4. Komposisi Sabun ................................................................................... 7

II.2.5. Proses Pembuatan Sabun ....................................................................... 9

II.2.6. Efek Samping Sabun Pada Kulit .......................................................... 10

II.3. Antiseptik ........................................................................................................ 13

II.3.1. Sabun Antiseptik ................................................................................... 13

II.3.2. Kegunaan Antiseptik ............................................................................ 14

II.3.3. Jenis Jenis Antiseptik ......................................................................... 14


II.4.Kulit ................................................................................................................. 17

iii
II.4.1. Gambaran Umum Kulit ....................................................................... 17

II.4.2.Histopatologi Kulit ............................................................................... 18


II.4.2.1. Lapis Epidermis ..................................................................... 19
II.4.2.2. Lapis Dermis .......................................................................... 20
II.4.2.3.Lapis Subkutis ......................................................................... 20
II.4.3.Adneksa Kulit ........................................................................................ 21
II.5.Evaluasi Secara Umum .................................................................................... 22

II.6.Kubis (Brassica oleracea var. capitata) .......................................................... 23


II.7.Data Praformulasi ............................................................................................ 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 26

III.1.Tabel Formulasi .............................................................................................. 26

III.2 Karakteristik Sediaan ...................................................................................... 27

III.2.1. Pembuatan Ekstrak Etanol Kubis ........................................................ 27

III.2.2.Pembuatan Sabun Cair ......................................................................... 28

BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................................. 29

IV.1.Hasil Evaluasi Pengamatan Organoleptis ...................................................... 29


IV.2.Hasil Evaluasai Pengamatan pH .................................................................... 30
IV.3.Hasil Evaluasi Pengukuran Berat Jenis Sediaan ............................................ 30
IV.4. Hasil Evaluasi Akivitas Antijamur Sediaan Sabun Cair ................................ 31
IV.5.Hasil Uji Praklinis Sediaan Formulasi ............................................................ 32
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 38

iv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Saai ini sabun telah dikembangkan dalam bentuk tekstur yang berbeda.
Sabun cair mulai sering digunakan karena dianggap lebih higienis. Berbagai
kelebihan dari sabun cair banyak ditampilkan sehingga mulai mengubah
kebiasaan masyarakat dari yang biasa menggunakan sabun batang menjadi
menggunakan sabun cair.

Kelebihan sabun cair diantaranya karena pada umumnya sabun cair


dikemas secara tertutup dan hanya dipakai dalam jumlah tertentu oleh satu orang
saja. Apabila orang lain juga ingin menggunakan, sabun dengan mudah dapat
dibagi tanpa harus bertukar bakteri atau mengkontaminasi sabun tersebut.

Dalam masalah kelembaban, sabun batang cenderung membuat kulit


lebih kering. Sekalipun menyebut dirinya memiliki kandungan moisturizer yang
melembabkan, sabun cair tetap memiliki fungsi melembabkan yang lebih baik.
Untuk menyiasari hal tersebut, beberapa produk kemudian menciptakan sabun
batang dengan kelembaban pH 5,5 sehingga tidak membuat kulit menjadi kering.
Namun, harganya menjadi cukup mahal karena formula tersebut.

Bila dilihat dari segi harga, sebenarnya sabun cair jauh lebih hemat
dibanding sabun batang. Sabun cair bisa dipakai dengan maksimal hingga tetes
terakhir. Sedangkan sabun batang cenderung menyisakan produknya dan
terkadang terbuang dalam wujud padat. Selain itu harga sabun cair saat ini juga
cenderung lebih murah. 600ml sabun cair, dapat dipakai oleh dua orang kurang
lebih 2 bulan dalam pemakaian rutin, dengan harga yang tidak lebih dari
Rp.40.000 Sedangkan harga sabun batang per kemasan sudah mencapai Rp. 5000
10.000 dan biasanya habis dalam seminggu.

Sabun digunakan sebagai pembersih kotoran, terutama yang bersifat


seperti lemak atau minyak karena sabun dapat berperan sebagai emulgator. Selain
itu, mikroba atau bakteri yang berada pada tangan kita juga ikut terlepas dan
terperangkap dalam busa sabun yang kemudian akan hilang setelah dibilas

1
dengan air. Formulasi sabun cair antiseptik ditujukan untuk mencegah,
memperlambat dan menghentikan pertumbuhan mikroba pada permukaan kulit
serta mencegah terjadinya infeksi.

Candida albicans merupakan flora normal selaput mukosa saluran


pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Namun jamur ini diketahui
merupakan spesies candida yang paling berbahaya. Dilaporkan bahwa 85-95%
penyebab keputihan adalah C. albicans (Wozniak, et all., 2002). Di Itali, infeksi
C. albicans meningkat tiap tahunnya, mulai dari 31% pada tahun 1999
meningkat menjadi 64% pada tahun 2003. C. albicans tidak hanya terdapat pada
permukaan mukosa, namun juga mampu bersifat invasif bila pertahanan tubuh
menurun sehingga mengakibatkan candidiasis sistemik dan menyerang organ
penting lainnya. Pada penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa sekitar 70% jamur
yang diisolasi dari penderita candidiasis sistemik adalah C. albicans. Dilaporkan
candidiasis sistemik mengakibatkan kematian sebesar 30-40% dan endokarditis
melebihi 60%. Selain itu, jamur ini juga dapat menyerang otak sehingga
menyebabkan terjadinya meningitis (Pinjon, E.. et al., 2005).
Dewasa ini perkembangan pengobatan telah mengarah kembali ke alam
(Back to nature) karena obat tradisional telah terbukti lebih aman dan tidak
menimbulkan efek samping seperti halnya obat-obat kimia. Salah satu tumbuhan
obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat kita untuk mengatasi masalah
keputihan adalah kubis (Brassica oleracea var. capitata alba). Secara
tradisional, rebusan daun kubis dapat mengurangi rasa gatal pada vagina akibat
candidiasis. Namun kelemahan obat tradisional adalah lamanya waktu
penyembuhan akibat kadar senyawa aktif yang tidak mampu membunuh jumlah
jamur yang terus berkembangbiak. Penelitian kami sebelumnya menunjukkan
bahwa ekstrak etanol kubis menghasilkan aktivitas antijamur yang tinggi
terhadap C. albicans.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas karakterisasi lanjutan
terhadap ekstrak etanol kubis, penentuan konsentrasi hambat minimum,
penentuan waktu kontak tercepat membunuh C. albicans, praformulasi ekstrak
dan uji praklinis terhadap terhadap C. albicans, serta penetapan formulasi
antiseptik sabun cair yang terbaik ditinjau dari segi kestabilan dan
keefektivitasan aktivitas antijamur

2
1.2 Permasalahan
a. Bagaimana membuat formula sabun cair antiseptik yang baik?
b. Bagaimana stabilitas yang baik untuk sabun cair antiseptik?
c. Bagaimana cara membuat sediaan sabun cair antiseptik yang baik?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui tentang teori dari sediaan sabun cair
b. Dapat membuat rancangan sediaan sabun cair

c. Mengetahui kandungan (formulasi) yang terdapat dalam sediaan sabun


cair dan membadingkannya.

d. Mengetahui tentang cara pembuatan sediaan sabun cair

e. Mengetahui evaluasi sediaan sabun cair

1.4 Manfaat

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan kepada penulis tentang


bagaimana pembuatan sediaan kosmetik sabun cair antiseptik.
b. Mengetahui cara pembuatan formula yang baik dengan penggunaan
bahan-bahan tambahan yang cocok sehingga dapat digunakan secara
aman, sehingga dapat memperkaya khasanah yang ada di Indonesia.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sabun Cair

II.1.1. Definisi Sabun Cair

Sabun cair adalah reaksi saponifikasi menggunakan minyak dan lemak


yang mempunyai kandungan asam oleat tinggi dan perbandingan yang tajam
dari kalium, digunakan dalam kombinasi dengan soda kaustik untuk
memproduksi cairan yang secara normal warnanya agak gelap dan mempunyai
bau yang kuat (Pouchers, 464).

II.1.2. Keunggulan Sabun Cair

a. Praktis, karena Sabun mandi cair tersedia dalam bentuk kemasan botol,
sehingga dapat mudah di bawah kemana-mana.
b. Sabun cair mudah larut di air ( bathtub ), menghasilkan lebih banyak busa
dan dapat digunakan untuk mandi berendam.
c. Mudah berbusa dengan menggunakan spon kain, dengan begitu dapat
menghemat sabun mandi cair.
d. Kesehatannya (kontaminasi terhadap kuman bisa dihindari) bisa menjamin
bila dibandingkan sabun mandi padat (Sabun curah) yang digunakan banyak
orang.

Reaksi Sabun Cair

Trigliserida + Alkali ==> Sabun + Gliserol

II.2. Definisi sabun

Sabun adalah garam alkali dari rantai panjang asam lemak. Ketika lemak
atau minyak tersaponifikasi, garam Natrium atau Kalium terbentuk dari rantai
panjang asam lemak yang disebut sabun. (handbook of Cosmetic Science 2nd

4
edition, 485). Sabun adalah garam atau campuran garam dari asam lemak
(Preparation of soap,1)

Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak


menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa pada suhu 80100 C.
Pembuat kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOH (natrium/sodium
hidroksida) dan KOH (kalium/potasium hidroksida). Asam lemak yang
berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun.

II.2.1. Mekanisme Kerja Sabun

Sabun membersihkan dengan memodifikasi tegangan permukaan air dan


emulgator dan suspensi kotoran. Ketika dibilas, 2 ujung dari sabun yang
memiliki polaritas berbeda dimana rantai karbon panjang nonpolar dan
hidrofobik, sedangkan garam karboksilat ionik dan hidrofobik. Ketika sabun
digunakan membersihkan lemak atau kotoran, ujung non polar daru sabun akan
melarutkan lemak non polar dan minyak yang bersama kotoran. Ujung sabun
yang hidrofilik dari molekul sabun yang panjang dapat larut dalam air. Molekul
sabun melapisi minyak atau lemak, membentuk gugus/gerombolan yang disebut
misel. (Handbook of Cosmetic Science 2nd edition, 485).

II.2.2. Tujuan Penggunaan Sabun

a. Membersihkan tubuh dengan mengeluarkan kotoran dan bau


b. Membantu melembutkan air sadah
c. Memberikan efek estetik dalam mandi dengan penambahan parfum dan
warna pada air.
d. Memberikan perasaan nyaman dan segar
e. Memberikan efek emolient sebaik fragnance pada kulit
f. Mencegah bentuk lingkaran / bekas di sekitar bak mandi (Cosmetics Science
and Technology 2nd edition, 504).

5
II.2.3. Macam Macam Sabun

Pada perkembangan selanjutnya bentuk sabun menjadi bermacam-macam, yaitu:

a. Sabun cair

- Dibuat dari minyak kelapa


- Alkali yang digunakan KOH
- Bentuk cair dan tidak mengental dalam suhu kamar

b.Sabun lunak

- Dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak


tumbuhan yang tidak jernih
- Alkali yang dipakai KOH
- Bentuk pasta dan mudah larut dalam air

c. Sabun keras

- Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang
dikeraskan dengan proses hidrogenasi
- Alkali yang dipakai NaOH
- Sukar larut dalam air

d. Selain jenis sabun diatas masih banyak jenis-jenis sabun yang lain, misalnya
sabun toilet yang mengandung disinfektan dan pewangi. Textile soaps yang
digunakan dalam industri textile sebagai pengangkat kotoran pada wool dan
cotton. Dry-cleaning soaps yang tidak memerlukan air untuk larut dan tidak
berbusa, biasanya digunakan sebagai sabun pencuci tangan yang dikemas
dalam kemasan sekali pakai. Metallic soaps yang merupakan garam dari
asam lemak yang direaksikan dengan alkali tanah dan logam berat, biasanya
digunakan untuk pendispersi warna pada cat, varnishes, dan lacquer. Dan
salt-water soaps yang dibuat dari minyak palem Afrika (Elaise guineensis)
yang dapat digunakan untuk mencuci dalam air asin.

6
II.2.4. Komposisi Sabun

Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan
garam alkali serta sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya
mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodoran, warna, parfum,
pengontrol pH, dan bahan khusus.

Surfaktan
Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang
dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak
zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda
menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun
yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang lambat
berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis bahan surfaktan pada syndet dewasa ini
mencapai angka ribuan.

NaOH / KOH
Untuk mengubah minyak / lemak menjadi sabun. Bisa beli di toko bahan
kimia, ambil yang teknis saja.

Air
Sebagai katalis/pelarut. Pilih air sulingan atau air minum kemasan. Air
dari pam tidak bagus, banyak mengandung mineral.

Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak
saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak ,
misal : asam lemak bebas, fatty alcohol , gliserol , paraffin lunak, cocoa butter,
dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat , asam lemak
isotionat , asam lemak etanolamid, plimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).
Bahan-bahan tersebut selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan
berfungsi sebagai peramas (plasticizers).

Antioksidan dan Sequestering Agents


Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan
bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene

7
(0,02 %- 0,1%). Sequestering agent dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang
mengkatalisasi oksidasi EDTA, EHDP ( ethanehidroxy -1- diphosphonate).

Deodoran
Deodoran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun
oleh karena khawatir efek samping, penggunaan nya dibatasi. Bahan yang
digunakan adalah TCC (trichloro carbanilide) dan 2- hidroxy 2,4, 4-
trichlodhenyl ester (Irgasan PP 300).

Warna
Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem.
Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada,
pigemen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01
0,5 %).Titanium oksidasi 0,01 % ditambahkan pada berbagai sabun tanpa
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan
transparan.

Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfumsebagai pewangi.
Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik
memilih baud an warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat
pemakaiannya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk
membedakan produk masing-masing.

Pengontrol Ph
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat,dapat
menurunkan pH sabun.

Bahan Tambahan Khusus


Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen,
maupun segi ekonomi dapat dimasukkan dalam formula sabun. Dewasa ini
dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya :

a. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.


b. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.
c. Deodoran, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen,
triklosan, dan sulfur koloidal.

8
d. Antiseptik (medicated =carbolic ) yang menambahkan bahan antiseptik,
misalnya : fenol, kresol, dan sebagainya.
e. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.
f. Sabun netral , mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi yang berbeda.
g. Apricot , dengan menambahkan apricot atau monosulfiram.

II.2.5. Proses Pembuatan Sabun

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu :

a. Saponifikasi
Saponifiksi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan
pembebasan asam lemak dalam benuk garam dan gliserol. Garam dari asam
lemak berantai panjang adalah sabun.
Reaksi kimia pada prose saponifikasi adalah sebagai berikut :

b. Netralisasi
Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak
atau lemak, dengan cara mereaksikn asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun.
Reaksi kimia pada proses netralisasi adalah sebagai berikut :

9
II.2.6. Efek Samping Sabun Pada Kulit

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa


kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan
penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit , misalnya daya
alkalinisasi kulit, pembengkakan dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan
ionisasi, antimicrobial, antiperspirasi, dan lain sebagainya.

a. Daya Alkalinisasi Kulit


Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek
samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional yang
melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun ini berada antara 9-12
dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan
sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun
kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah 5-10
menit, dan setelah 30 menit pH kulit menjadi normal kembali. Alkalinisasi
dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama,
misalnya pada tukang cuci, dokter, pembilasan tidak sempurna, atau pH
sabun yang sangat tinggi. Efek alkalinisasi pada sabun sintetik sudah jauh
berkurang karena sabun sintetik memakai berbagai bahan yang tidak
alkalis. Bebagai penelitian mengenai daya iritasi sabun pada kulit akibat
pH sabun yang tinggi telah banyak dilakukan. Pada tahun-tahun terakhir
beberapa penelitian membuktikan bahwa sifat iritasi sabun tidak
bergantung pada pH sabun tetapi pada lamanya sabun berada di kulit
setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun. Wortzman
dkk. (1986) membuktikan bahwa daya lekat sabun setelah dicuci
(rinsability) yang berperan dalam efek iritasi sabun ini.
b. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH7) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan
tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap
air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan
mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan
sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Marchionini dan
Schade (1928) yang meneliti hal tersebut menyatakan bahwa kelenjar

10
minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit dengan
pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Seperti air
dan sabun, deterjen sintetik juga dapat menggangu lapisan lemak
permukaan kulit dalam kapasitas yang lebih kecil. Besarnya kerusakan
lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada : tempratur ,konsentrasi
, waktu kontak , dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit
dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah benda
asing menembus ke dalamnya. Bergantung pada lama kontak dan
intensitas pembilasan, maka cairan sabun dapat diabsorpsi oleh lapisan
luar kulit sehingga dapat berada di dalam kulit sesudah dibilas.
Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat
kegagalan sel kulit mengikat air. pembengkakan kulit inisial akan
menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehingga kemudian
terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan pelepasan
ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak berskuama,kasar dan tidak
elastis. Terjadi pula peningkatan permeabilitas stratum korneum terhadap
larutan kimia yang iritan. Inilah yang sering dirasakan pada kulit oleh
mereka yang sering dan lama berhubungan dengan deterjen (rasa
deterjen). Penambahan sabun/ deterjen dengan bahan-bahan pelumas
(superfatty) dapat mengurangi efek ini.

c. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi

Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan


magnesium (Mg) dilapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan
tanduk , pengendapan K+ dan Mg+ akan mengakibatkan reaksi alergi.
Pengendapan K+ dan Mg+ di atas lapisan epidermis akan menutup
folikel oleh kuman yang larut dalam minyak. Berbeda dengan sabun ,
deterjen sintetik tidak menimbulkan pengendapan itu , namun iritasi kulit
dapat terjadi karena adanya gugus SH akibat denaturasi keratin. Pada
keratin normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas, dan adanya
deterjen dapat melepas gugus ini dari sistein dan sistin.

11
d. Daya Antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya


antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba
ini terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersih kulit, oksidasi di
dalam sel keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanis air.

e. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada


pencobaan dengan larutan natrium laurel sulfat , didapat penurunan
produksi kelenjar keringat antara 25-75%.

f. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak


alergik, atau kombinasi keduanya.

Sabun merupakan iritan lemah. Pengguanaan yang lama dan berulang


akan menyebabkan iritasi, biasanya mulai di bawah cincin yang tidak
dicuci bersih, dan terjadi di dalam rumah tangga , bartender, hairdresser
, sehingga disebut sebagai soap atau housewife contact dermatitis.
Pembuktian efek iritan sering kontroversial. Uji tempel konvensional
dengan larutan sabun tidak adekuay sebab menimbulkan reaksi eritema
monomorfik dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi terhadap
deterjen sintetik lebih jarang lebih mungkin terjadi secara kumulatif
akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif.

Derajat risiko pemakain sabun di Amerika Serikat tergolong risiko


rendah ( 1: 3.300.000) sedangkan menurut FDA termasuk risiko sedang (
1:1.600). Pada dasarnya sabun bukan bahan sensitizer, tetapi berbagai
bahan aditif, misalnya parfum, lanolin, antibacterial, apricot ,
monosulfiram, dan lainnya dapat menyebabkan timbulnya efek
samping.( Sjarif M. wasitaatmadja. Penuntun Ilmu Kosmetika Medik.
1997. UI. Jakarta)

12
II.3. Antiseptik

Antiseptik adalah agen kimia yang mencegah, memperlambat atau


menghentikan pertumbuhan mikroorganisme (kuman) pada permukaan luar tubuh
dan membantu mencegah infeksi beberapa antiseptik mampu membunuh kuman
(bakteriosida), sedangkan yang lain hanya mencegah atau menghambat
pertumbuhan kuman (bakteriostatik). Antiseptik berbeda dengan antibiotik yang
menghancurkan kuman di dalam tubuh dan dari disinfektan yang menghancurkan
kuman pada benda mati.

Antiseptik terutama digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi


pada luka. Sediaan antiseptic dapat digunakan untuk mengobati luka memar, luka
iris, luka lecet dan luka bakar ringan. Penerapan antiseptik pada luka mungkin
perlu diikuti tindakan lain seperti pembersih dan penutup luka dengan pembalut
agar tetap bersih dan terjaga.

Bahan antiseptik adalah bahan kimia untuk membunuh kuman kulit,


padahal kulit anak gatal sebagian besar bukan karena infeksi tapi karena iritasi
dan alergi. Sulfur / belerang mengeringkan kulit dan menimbulkan gatal,
heksaklorofen dapat menyebabkan keracunan otak, povidone iodine (yodium),
TCC, triclosan bisa menimbulkan reaksi alergi. Setelah menggunakan sabun,
bilas dengan air sampai sabun hilang, supaya pori-pori tidak tertutup yang dapat
menyebabkan peradangan dan rasa gatal.

II.3.1. Sabun Antiseptik

Sabun yang mengandung antiseptik umumnya mengandung alkohol,


antiseptik kuat yang menggumpalkan protein dalam selnya. Jenis alkohol yang
digunakan sebagai antiseptik adalah etanol (60-90%), propanol (60-70%) dan
isopropanol (70-80%) atau campuran dari ketiganya kecuali metil alkohol karena
dapat mengganggu saraf dan penglihatan. Sabun antiseptik memiliki kelebihan
lebih banyak menghilangkan kuman-kuman dibanding sabun non antiseptik.
Kelemahan dari sabun antiseptik adalah tidak bisa menghilangkan bakteri
berspora seperti Escherricia coli dan Salmonella thyposa, sabun atiseptik juga

13
dapat menimbulkan bakteri yang resisten terhadap antiseptik tersebut, dan dapat
menimbulkan iritasi atau alergi pada kulit.

II.3.2. Kegunaan Antiseptik

a. Disinfeksi tangan : menjadi pengganti atau menyempurnakan membasuh


tangan dengan air. Tenaga medis dan paramedik harus melakukan disinfeksi
tangan dengan antiseptik sebelum dan sesudah melakukan tindakan medis.
b. Disinfeksi pra-tindakan : antiseptik diterapkan ke lokasi tindakan untuk
mengurangi flora kulit.
c. Disinfeksi membran mukosa : irigasi antiseptik dapat ditanamkan ke dalam
uretra, kandung kemih atau vagina untuk mengobati infeksi atau
membersihkan rongga sebelum kateterisasi.
d. Disinfeksi mulut dan tenggorokan : obat kumur antiseptik dapat digunakan
untuk mencegah dan mengobati infeksi mulut dan tenggorokan.

II.3.3. Jenis Jenis Antiseptik


Ada banyak sekali agen kimia yang dapat digunakan sebagai antiseptik.
Beberapa antiseptik yang umum digunakan adalah etakridin laktat (rivanol),
alcohol, yodium, triklosan dan hydrogen peroksida. Sebagian besar produk
antiseptik di pasar mengandung satu atau lebih campuran zat tersebut.

a. Etakridin laktat (rivanol)


Etakridin laktat adalah senyawa organic berkristal kuning orange yang berbau
menyengat. Penggunaannya sebagai antiseptic dalam larutan 0,1% lebih
dikenal dengan merk dagang rivanol. Tindakan bakteriostatik rivanol
dilakukan dengan mengganggu proses vital pada asam nukleat sel mikroba.
Efektivitas rivanol cenderung lebih kuat pada bakteri gram positif daripada
gram negative. Meskipun fungsi antiseptiknya tidak sekuat jenis lain, rivanol
memiliki keunggulan tidak mengiritasi jaringan sehingga banyak digunakan
untuk mengompres luka, bisul atau borok bernanah. Bila anda memiliki bisul
di pantat, duduk berendam dalam larutan rivanol dapat membantu

14
mempercepat penyembuhannta. Untuk luka kotor yang berpotensi infeksi
lebih besar penerapan jenis antiseptic lain yang lebih kuat disarankan setelah
luka dibersihkan.

b. Alcohol
Alcohol adalah antiseptic yang kuat, alcohol membunuh kuman dengan cara
menggumpalkan protein dalam selnya. Kuman dari jenis bakteri, jamur,
protozoa dan virus dapat terbunuh oleh alcohol. Alcohol (yang biasanya
dicampur yodium) sangat umum digunakan oleh dokter untuk mensterilkan
kulit sebelum dan sesudah suntikan dan tindakan medis lain. Alcohol kurang
cocok untuk diterapkan pada luka terbuka karena menimbulkan efek terbakar.

Jenis alcohol yang digunakan sebagai antiseptic adalah etanol (60-90%),


propanol (60-70%), dan isopropanol (70-80%) atau campuran dari ketiganya.
Metal alcohol (methanol) tidak boleh digunakan sebagai antiseptic karena
dalam kadar rendah pun dapat menyebabkan gangguan saraf dan masalah
penglihatan. Methanol banyak digunakan untuk keperluan industry.

c. Yodium
Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam larutan beralkohol (disebut
yodium tinktur) untuk sterilisasi sebelum dan sesudah tindaan medis. Larutan
ini tidak lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena
mendorong pembentukan jaringan parut dan menambah waktu penyembuhan.
Generasi baru yang disebut iodine povidone (iodophore), sebuah polimer
larut air yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi
kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit
yodium aktif yang dapat menciptakan efek berkelanjutan. Salah satu merk
antiseptic dengan iodine povidone adalah betadine.

Keuntungan antiseptic berbasis yodium adalah cakupan luas aktivitas


antimikrobanya. Yodium menewaskan semua pathogen utama berikut spora-
sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptic lain. Beberapa
orang alergi terhadap yodium. Tand alergi yodium adalah ruam kulit
kemerahan, panas, bengkak dan terasa gatal

15
d. Hydrogen Peroksida
Larutan hydrogen peroksida 6% digunakan untuk membersihkan luka dan
borok. Larutan 3% lebih umum digunakan untuk pertolongan pertama luka
gores atau iris ringan di rumah. Hydrogen peroksida sangat efektif
memberants jenis kuma anaerob yang tidak membutuhkan oksigen. Namun,
oksidasi kuat yang ditimbulkannya merangsang pembentukan parut dan
menambah waktu penyembuhan. Untuk mengurangi efek sampingnya,
hydrogen peroksida sebaiknya digunakan dengan air mengalir dan sabun
sehingga paparannya terbatas. Jika menggunakan hydrogen peroksida sebagai
obat kumur, pastikan anda mengeluarkannya kembali setelah berkumur.
Jangan menelannya.

e. Triklosan
Triklosan adalah subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun sebagai
antimikrobial. Konsentrasi 0,2-2,0% mempunyai aktivitas antimikrobial
sedang terhadap koki gram positif, mikrobakteria dan jamur, tetapi tidak
terdapat baksil gram negati, khususnya P.aeruginosa (Larson, 1995).
Meskipun perhatian ditujukan pada resistensi terhadap bahan ini bisa
berkembang lebih siap dari bahan antiseptik lain. Resistensi pada flora kulit
tidak ditemukan penelitian klinis sampai saai ini.

Keuntungan dari triklosan adalah aktivitas antiseptik bersprektrum luas,


persistensi sangat bagus dan sedikit efeknya oleh bahan organik. Sedangkan
kerugiannya adalah tidak ada efek terhadap P.aeruginosa atau baksil gram
negatif lain dan bersifat bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan
bakteri) (Syaifudin,2005)

16
II.4. KULIT

II.4.1. Gambaran Umum Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat
kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic
dan sensitive, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi
tubuh.
Kulit mempunyai fungsi sangat kompleks dan berkaitan satu dengan
lainnya di dalam tubuh manusia, antara lain : fungsi proteksi, fungsi absorpsi,
fungsi ekskresi, fungsi pengindra (sensorik), fungsi pengatur suhu tubuh, fungsi
pembentukan pigmen, fungsi keratinisasi, fungsi produksi vitamin D, dan fungsi
ekspresi emosi.
Warna kulit bermacam-macam, misalnya warna terang (fair skin), pirang,
kuning, sawo matang dan hitam, merah muda pada telapak kaki dan tangan, serta
kecoklatan pada genitalia eksterna orang dewasa.
Demikian pula dalam kelembutannya kulit bervariasi, tebal, tipis, dan
elastisitasnya. Kulit yang elastis dan longgar terdapat pada kelopak mata, bibir,
dan prepusium. Kulit yang tebal dan tegang terdapat pada telapak kaki. Kulit yang
kasar terdapat pada skrotum (kantong buah zakar) dan labia mayor (bibir
kemaluan besar), sedangkan kulit yang halus terdapat di sekitar mata dan leher.
Untuk lebih jelas tentang anatomi kulit dapat dilihat pada gambar 1 di
bawah ini.

17
Gambar II.1. Anatomi Kulit

II.4.2. Histopatologi Kulit


Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu:
1. Lapis epidermis atau kutikel
2. Lapis dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapis subkutis (hipodermis)

Dermis dan subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya. Subkutis
ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan sel-sel yang membentuk
jaringan lemak. Lapis epidermis dan dermis dibatasi oleh taut dermoepidermal
(dermo epidermal junction) yang berbeda, irregular, dengan cones, ridges, dan
cord.

18
II.4.2.1. Lapis Epidermis
Fungsi Epidermis yaitu proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D
dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan
pengenalan alergen (sel Langerhans).
Lapisan epidermis ini terdiri atas :
1. Lapisan Tanduk (Stratum Corneum), merupakan lapisan kulit yang paling
atas/luar dan terdiri atas beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti,
dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Lapisan Jernih (Stratum Lucidum), terdapat langsung di bawah stratum
korneum, merupakan lapis sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein eleidin. Lapisan ini terdapat jelas di telapak tangan
dan kaki. Antara stratum lucidum dengan stratum granulosum terdapat
lapisan keratin tipis yang disebut reins barrier yang tidak dapat ditembus
(impermeable).
3. Lapisan Berbutir-butir (Stratum Granulosum) disebut juga lapisan
keratohialin, merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti sel diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin. mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum
granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
4. Lapisan Malphigi (Stratum Spinosum), terdiri atas beberapa lapis sel
berbentuk polygonal dengan ukuran bermacam-macam akibat proses mitosis.
Protolasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti sel
terletak di tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan kulit makin gepeng
bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan antarsel
(intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Perlekatan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil yang
disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat sel
Langerhans yang mempunyai peranan penting dalam system imun tubuh.
5. Lapisan Basal (Stratum Germinativum), terdiri atas sel-sel kubus (kolumnar)
yang tersusun vertical, dan pada taut dermoepidermal berbaris sperti pagar
(palisade). Lapisan ini merupakan dasar epidermis, berproduksi dengan cara
mitosis. Pada lapisan ini terdapat dua jenis sel, yaitu:
a. Sel berbentuk kolumnar, protoplasma basofilik, inti lonjong besar,
dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antarsel.

19
b. Sel pembentuk melanin (melanosit, clear cell) merupakan sel pucat dengan
sitoplasma basofilik, inti gelap, dan mengandung badan pembentuk
pigmen.

II.4.2.2. Lapis Dermis


Lapisan ini jauh lebih tebal daripada epidermis , terbentuk oleh jaringan
elastic dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar, dan rambut sebagai
adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas:
1. Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
2. Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan
subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin. Dasar
(matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin
sulfat dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur namun dengan
bertambahnya umur menjadi stabil dank eras. Retikulin mirip dengan kolagen
muda, sedangkan elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, mudah
mengembang, dan elastis.
Fungsi Dermis yaitu sebagai struktur penunjang, mechanical strength,
suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

II.4.2.3. Lapis Subkutis


Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti
terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulas adiposus, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis
sangat tipis. Lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan.
Vaskularisasi kulit terdiri dari atas 2 pleksus, pembuluh darah yaitu
pleksus superfisialis yang terletak di bagian atas dermis, dan pleksus profunda
yang terletak disubkutis. Pleksus yang terletak di dermis bagian atas mengadakan
anastomosis di papilla dermis. Pleskus yang di subkutis dan pars retikularis juga

20
mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.

II.4.3. Adneksa Kulit


Adneksa kulit terdiri atas kelenjar kulit, rambut dan kuku.
Kelenjar kulit, kelenjar kulit terdapat di dermis terdiri atas :
1. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Keringat merupakan bagian dari fungsi ekskresi dan termoregulasi, serta
mengandung air, elektrolit, garam, sisa-sisa karbohidrat, glukosa, protein
dan asam laktat. Derajat keasaman keringat berkisar antara 4,0 6,8.
Ada dua macam kelenjar keringat (glandula sudorifera), yaitu:
- Kelenjar Ekrin
Kelenjar ekrin yang kecil-kecil, teletak dangkal di dermis dengan secret
encer. Kelenjar ini telah terbentuk sempurna pada usia kehamilan 28
minggu dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran kelenjar
ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Kelenjar
ekrin terdapat di seluruh permukaan kulit terutama di telapak tangan dan
kaki, dahi dan ketiak. Sekresi kelenjar keringat bergantung pada
beberapa factor dan mekanismenya diatur oleh saraf kolinergik.
- Kelenjar Apokrin
Kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya
lebih kental. Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat
di aksila, areola mame, pubis, labia manora, dan saluran telinga luar.
Fungsi kelenjar ini pada manusia belum jelas. Pada waktu lahir kelenjar
ini berukuran kecil, dan masa pubertas mulai membesar dan
mengeluarkan secret. Pada binatang kelenjar apokrin perananya sangat
besar dalam aktivitas seksual.

2. Kelenjar palit (glandula sebasea)


Kelenjar palit (glandula sebasea) terletak diseluruh permukaan kulit
manusia kecuali tapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga
sebagai kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan secret kelenjar ini
berasal dari dekomposisi sel. Kelenjar palit terletak di samping akar
rambut dan bermuara pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum,

21
secret dari kelenjar sebasea, mengandung berbagai macam lipid yaitu
trigliserida, skualen, wax esters, kolesterol, dan mendekati permukaan
kulit terdapat asam lemak bebas. Sekresi kelenjar dipengaruhi oleh
berbagai factor dan hormone androgen. Fungsi kelenjar palit pada anak-
anak belum terlalu penting daripada remaja atau dewasa muda.

II.5. Evaluasi Secara Umum

a. Uji Organoleptis
Alat : Panca Indera

Bahan : Sediaan jadi sabun cair

Cara :

- ambil sampel secukupnya.


- teteskan di atas plat tetes, amati warna, bentuk dan cium baunya.
b. Pengukuran pH
Cara :

- Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter atau kertas


indikator yang dicelupkan ke dalam sediaan.
- Bandingkan pH-nya dengan pH yang diinginkan.
- Baca nilai pH
c. Pengujian Aktivitas Antijamur Sediaan Sabun Cair
Pengujian aktivitas antijamur ini dilakukan menggunakan metode difusi agar.
Sebanyak 20 L suspensi C. albicans dengan tingkat kekeruhan setara dengan
Mc Farland 5 disuspensikan ke dalam media SDA bersuhu 40-50 C. Media
uji tersebut dibiarkan pada suhu ruangan hingga memadat. Media uji tersebut
dicetak menggunakan perfoarator dan masing-masing cetakan dilubangi.
Sebanyak 50 L masing-masing formula dimasukkan ke dalam lubang
tersebut. Media uji tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C dan dilihat daya
hambatnya selama 24-48 jam.
d. Uji Praklinis Sediaan Formulasi
Uji iritasi primer dilakukan terhadap ekstrak pada kulit punggung kelinci yang
telah digores. Ekstrak tersebut diencerkan hingga konsentrasi tertentu dan

22
masing-masing konsentrasi ditempatkan pada kasa hipoalergenik berplester
kemudian ditempelkan pada punggung kelinci. Pengamatan dilakukan pada
jam ke-24, 48 dan 72 setelah pemakaian, terhadap pemunculan gatal,
kemerahan, eritema dan udem. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 15
30 menit untuk menghilangkan efek plester.

II.6. Kubis (Brassica oleracea var. capitata)


Brassica merupakan salah satu genus yang memiliki keragaman spesis.
Hampir 40 spesies dari Brassica tersebar diseluruh dunia. Sebagian besar
tumbuh didaerah beriklim sedang, dan beberapa diantaranya bahkan tumbuh
diiklim subartik. Beberapa diantara tanaman kubis-kubisan merupakan sayuran
daun dan akar setahun dan dua-tahunan. Kubis-kubisan adalah tanaman herba
dikotil setahun dan dua-tahunan; bentuk dua-tahunan umumnya ditanam sebagai
tanaman setahun (Vincent, 1998).
Kubis segar mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium,
fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, E, tiamin, riboflavin, nicotinamide),
kalsium, dan beta karoten. Selain itu juga mengadnung senyawa
sianohidroksibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang
pembentukan glutation (Dalimartha, 2000). Brassica dan banyak genus
Brassicaceae mengandung senyawa glukosinolat yang diubah oleh enzim
mirosinase menjadi senyawa yang berasa pahit (Vincent, 1998).
Dilaporkan bahwa kubis berkhaisat untuk mengobati pirai (gout,
pembengkakan sendi), diare, tuli, dan sakit kepala; lumatan kubis adalah ramuan
yang biasa digunakan untuk mengobati keracunan jamur (Vincent, 1998). Selain
itu tanaman kubis juga secara tradisional sering digunakan sebagai obat gatal
akibat jamur Candida (candidiasis), jamur dikulit kepala, tangan dan kaki, kadar
kolesterol darah tinggi, radang sendi (artritis), antidotum pada mabuk alkohol
(hangover), racun dihati, sulit buang air besar, mencegah tumor membesar, dan
meningkatkan produksi ASI (Dalimartha, 2000).

II.7. Data Praformulasi


a. Nama Bahan : Ekstrak sirih merah
Pemerian : Larutan berwarna coklat kemerahan, bau khas sirih

23
Kegunaan : Zat aktif (antigatal akibat jamur Candida/ candidiasis)

b. Nama Bahan : Oleum Rosae (FI edisi IV hal. 459)


Pemerian : Cairan tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga mawar,
rasa khas,pada suhu 25o kental, hika didinginkan perlahan-lahan
berubah menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan mudah
melebur
Kegunaan : Pewangi

c. Nama Bahan : Air suling (FI edisi IV hal. 96)


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempuyai rasa
Kegunaan : Pelarut

d. Nama Bahan : Polyaethylenglycolum-400 / PEG-400 (FI edisi IV hal.504)


Pemerian : Cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna,
bau khas lemah, agak higroskopis
Kegunaan : Pelarut, meningkatkan penyebaran obat

e. Nama Bahan : Carbopol 934 / Carbomer (Handbook of Pharmaceutical Excipient


hal.111)
Pemerian : Putih, lembut, higroskopis, bau khas.
Titik leleh meliputi 260oC selama 30 menit.
Kegunaan : Emulgator dan suspending Agent

f. Nama Bahan : Viskolam 20


Kegunaan : Pengembang

g. Nama Bahan : Asam sitrat


Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai
halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat
asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering.
Kegunaan : Pengawet

24
h. Nama Bahan : Dinatrium hidrogen fosfat
Pemerian : Serbuk, putih, higroskopis
Kegunaan : Garam dari asam lemah yang biasa dikombinasikan dengan asam
kuat untuk buffering agent.

i. Nama Bahan : Acnibio Ac


Kegunaan : Pengawet

25
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.I Tabel Formulasi

Komponen Nama bahan F1 F2 F3 F4 F5


Zat aktif Ekstrak etanol kubis 8.75%
Ekstrak lidah buaya 6%
Ekstrak batang nanas 7%
Ekstrak daun pepaya 4%
Ekstrak daun sirih merah 3.0%
Surfaktan PEG 400 0.5 % 0.5%
Pengental Carbopol 0.3%
Surfaktan Viskolam SMC-20 0.3 % 0.3%
Massa asam Larutan asam sitrat 0.1 M 21.67 % 21.67%
Massa basa Larutan Na2HPO4 0.2 M 65% 65%
Pengawet Acnibio Ac 0.0125%
Pengental Asam stearat 0.5% 2.5 %
Pelumas Adeps lanae 0.5%
Surfaktan Oleum cocos 5%
Membantu TEA 0.15% 1%
stabilitas
gel
Surfaktan Minyak zaitun 30%
Reaktan KOH 16% 3%
(basa)
Detergent Sodium lauryl sulfat 1.5%
Humektan Glycerin 10%
Humektan Propyen glikol 10%
Pengental Na CMC 1%
Pengawet Methyl paraben 0.15%
Pengawet Propyl paraben 0.02%
Pengawet BHT 1%
Pengharum Parfum Qs Qs Qs Qs
Pelarut Air Ad 100% Ad Ad Ad Ad
100% 100% 100% 100%

26
III. 2. Karakteristik sediaan

F1 Organoleptis :
- Warna: coklat tua (lebih pekat)
- Bentuk: larutan
- Bau: khas kubis
pH: 6,3
kelarutan : larut
tidak memberikan aktivitas antijamur
berat jenis :1,04 g/ml
Diameter hambat : 1,65 mm
F2 Organoleptis:
Warna : kuning
Bentuk : : Cairan
Bau : khas zaitun
Bobot jenis : 0.910 g/ml
pH stabil yaitu 6.7
F3 Organoleptis:
Warna : putih
Bentuk : cairan kental
Bau : wangi
Bobot jenis :0.997 g/ml
pH stabil selama penyimpanan yaitu dengan rata-rata 7.83
Aktivitas daya hambat : 21.3 mm
F4 Organoleptis:
Warna:khas
Bau:khas
Bentuk:cairan
pH: 7.1
Diameter daya hambat :31.39mm
Bobot jenis ; 1.01 g/ml
F5 Organoleptis :
Warna: putih agak kemerahan
Bau:khas
Bentuk :cairan homogen
Bobot jenis : 1-1.2 g/ml
Diameter daya hambat : diatas 22 mm
Ph: 6-8
III.2. Cara Pembuatan

III.2.1. Pembuatan Ekstrak Etanol Kubis

Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi atau perendaman. Metode ini


dipilih untuk mencegah kerusakan komponen senyawa-senyawa oleh suhu yang tinggi.
Rendemen ekstrak dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

27
berat ekstrak kental
Rendemen = 100%
Berat daun kubis

III.2.2. Pembuatan Sabun Cair

Masing-masing formula dibuat dengan cara sebagai berikut :

1. Asam sitrat dan dinatrium hidrogen fosfat masing-masing dilarutkan dalam


air suling panas.
2. Viskolam SMC-20 dimasukkan ke dalam larutan dinatrium hidrogen fosfat,
didiamkan hingga mengembang atau dibiarkan sampai 15 menit.
3. Aduk homogen.
4. Larutan asam sitrat ditambahkan hingga pH menjadi netral, lalu
ditambahkan PEG 400 dan diaduk homogen.
5. Tambahkan larutan asam sitrat hingga pH yang sesuai.
6. Tambahkan ekstrak sirih merah.
7. Tambahkan air suling ke dalamnya hingga 100%.
8. Tambahkan oleum rosae dan aduk hingga homogen.

28
BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Evaluasi Pengamatan Organoleptis


Evaluasi organoleptis meliputi pengamatan bentuk, warna dan bau kedua
formula sabun cair dibandingkan dengan sediaan sabun cair yang tidak
mengandung ekstrak sirih merah sebagai kontrol negatif. Hasil formulasi
tersebut menunjukkan organoleptis yang hampir sama antara ke lima formula uji
tersebut. Warna sabun cair pada masing-masing formula agak berbeda
dikarenakan ekstrak yang digunakan berbeda sehingga warna dan baunya juga
berbeda sesuai dengan ekstrak yang digunakan.
Formula Organoleptis
F1 Warna : coklat tua
Bau : khas kubis
Bentuk : cairan
F2 Warna : kuning
Bau : khas zaitun
Bentuk : cairan
F3 Warna : putih
Bentuk : cairan kental
Bau : wangi
F4 Warna : putih kehijauan
Bau: khas
Bentuk : cairan
F5 Warna : putih agak
kemaerah
Bau : khas sirih
Bentuk : cairan
Keterangan :
F1 : Formula tanpa ekstrak etanol daun kubis
F2 : Formula dengan ekstrak lidah buaya
F3 : Formula dengan ekstrak batang nanas

29
F4 : Formula dengan ekstrak daun pepaya
F5 : Formula dengan ekstrak daun sirih merah
Dari tabel diatasung jenis ekstrak yang digunakan dapat disimpulkan
bahwa tiap-tiap sediaan memiliki warna dan bau yang berbeda-beda tergantung
jenis ekstrak yang digunakan. namun, bentuk sediaan yang digunakan sama
yaitu bentuk cairan.

IV.2. Hasil Evaluasi Pengamatan pH


Persyaratan pH sediaan sabun cair (vaginal douche) berdasarkan United
States Patent berkisar antara 5,5- 8,5. Nilai pH tersebut tidak akan mengganggu
flora normal bakteri dalam vagina. Sediaan dikatakan stabil jika tidak
mengalami perubahan pH yang berarti. Hasil pengamatan pH sediaan sabun cair
dapat dilihat pada tabel 4.1.
Formula pH

F1 6.3
F2 6.7
F3 7.83
F4 7.1
F5 6.1

Keterangan :
F1 : Formula tanpa ekstrak etanol daun kubis
F2 : Formula dengan ekstrak lidah buaya
F3 : Formula dengan ekstrak batang nanas
F4 : Formula dengan ekstrak daun pepaya
F5 : Formula dengan ekstrak daun sirih merah
Dapat disimpulkan bahwa kelima formulasi memiliki pH yang sesuai dengan
yang telah ditetapkan dan mempunyai kestabilan yang bagus.

IV.3. Hasil Evaluasi Pengukuran Berat Jenis Sediaan


Hasil pengukuran berat jenis sediaan sabun cair tersebut dapat dilihat pada tabel
4.3.
Formula Bobot jenis

30
F1 1.04 g/ml
F2 0.910 g/m
F3 0.997 g/ml
F4 1.01 g/ml
F5 1.00-1.20 g/ml
Keterangan :
F1 : Formula tanpa ekstrak etanol daun kubis
F2 : Formula dengan ekstrak lidah buaya
F3 : Formula dengan ekstrak batang nanas
F4 : Formula dengan ekstrak daun pepaya
F5 : Formula dengan ekstrak daun sirih merah
Berdasarkan hasil pengamatan selama masa penyimpanan, terlihat
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara berat jenis masing-
masing sediaan sehingga dapat dikatakan bahwa berat jenis sediaan vaginal
douche yang dibuat relatif stabil.

IV.4. Hasil Pengujian Aktivitas Antijamur Sediaan Sabun Cair


Pengujian aktivitas sediaan sabun cair terhadap bakteri patogen
menggunakan metode difusi agar. Pengujian ini dilakukan pada awal
pembuatan. Hasil pengukuran diameter hambat tersebut dapat dilihat pada Tabel
4.3.
Tabel 4.3. Hasil Uji Aktivitas Antijamur Sediaan Sabun Cair terhadap bakteri
patogen
Formula Diameter daya hambat
F1 1.65 mm
F2 Tidak dilakukan uji bakteri
F3 21.3 mm
F4 31.39 mm
F5 >22 mm

Keterangan :
F1 : Formula tanpa ekstrak etanol daun kubis
F2 : Formula dengan ekstrak lidah buaya

31
F3 : Formula dengan ekstrak batang nanas
F4 : Formula dengan ekstrak daun pepaya
F5 : Formula dengan ekstrak daun sirih merah

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa tiap-tiap ekstrak
memiliki kemampuan untuk membunuh bakteri patogen maka diameter zona
hambatnya berbeda-beda.

IV.5. Hasil Uji Praklinis Sediaan Formulasi


Hasil uji iritasi tersebut menunjukkan bahwa ekstrak sirih merah dan
sediaan sabun cair ekstrak sirih merah tidak menimbulkan iritasi terhadap kulit
punggung kelinci

32
BAB V

KESIMPULAN

1. Karakteristik Umum Sabun Cair


- Berbentuk cair dan mudah dituang
- Memiliki bau yang khas
- Tidak mengiritasi kulit dan selaput mukosa
- Memenuhi syarat higienis
- Memenuhi persayaratan uji kadar pH untuk sabun cair (dalam hal ini
khususnya sabun cair antikeputihan yaitu berkisar antara 5,5- 8,5)
- Lolos uji aktivitas antijamur sediaan sabun cair
- berpotensi daya hambat antikeputihan terhadap C. albicans
2. Komponen dan metoda yang digunakan pada pembuatan sabun cair
- Komponen
Surfaktan
Basa (NaOH / KOH /dll).
Air
Pelumas / pelembab
Antioksidan dan Sequestering Agents
Deodoran
Pewarna
Parfum
Pengontrol Ph
Bahan Tambahan Khusus
i. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.
ii. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.
iii. Deodoran, yang menambahkan triklorokarbon,
heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal.
iv. Antiseptik (medicated =carbolic ) yang menambahkan bahan
antiseptik, misalnya : fenol, kresol, dan sebagainya.
v. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.
vi. Sabun netral , mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi
yang berbeda.

33
vii. Apricot , dengan menambahkan apricot atau monosulfiram.
- Metoda
Saponifikasi

Saponifiksi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang


menghasilkan pembebasan asam lemak dalam benuk garam dan
gliserol. Garam dari asam lemak berantai panjang adalah sabun.

Netralisasi

Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari


minyak atau lemak, dengan cara mereaksikn asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun.

3. Karakteristik Sediaan Yang Dibuat


- Hasil formulasi sediaan sabun cair ekstrak sirih merah memiliki karakteristik
organoleptis : bentuk larutan, warna coklat tua, dan bau khas kubis.
- Hasil evaluasi yang meliputi pengamatan organoleptis, pH, berat jenis dan
aktivitas antijamur selama masa penyimpanan (56 hari), menunjukkan bahwa
kedua formula uji dan formula blanko memiliki kestabilan yang baik.
- Aktivitas antijamur yang dihasilkan oleh ketiga formula uji pun menunjukkan
bahwa semakin besar konsentrasi ektrak etanol maka semakin besar pula
diameter hambat yang terbentuk.
4. Cara Pembuatan
1. Asam sitrat dan dinatrium hidrogen fosfat masing-masing dilarutkan dalam
air suling panas.
2. Viskolam SMC-20 dimasukkan ke dalam larutan dinatrium hidrogen fosfat,
didiamkan hingga mengembang atau dibiarkan sampai 15 menit.
3. Aduk homogen
4. Larutan asam sitrat ditambahkan hingga pH menjadi netral, lalu
ditambahkan PEG 400 dan diaduk homogen.
5. Tambahkan larutan asam sitrat hingga pH yang sesuai.
6. Tambahkan ekstrak sirih merah.
7. Tambahkan air suling ke dalamnya hingga 100%.
8. Tambahkan oleum rosae dan aduk hingga homogen.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. DepKes RI. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta.1985.


2. Depkes, Perundangan-undangan tentang kosmetik
3. Depkes, Formularium Kosmetik, 1985
4. file:///D|/E-Learning/Teknologi%20Oleokimia/Textbook/BAB%206%20-%20
Sabun.htm (8 of 12)5/8/2007 3:43:20 PM
5. http//id.wikipedia.org/wiki/sabun
6. http://mator.org/?p=227
7. http://sumpena.wordpress.com/2007/03/06/membuat-sabun-mandi-sendiri/
8. Mitsui Takeo, New Cosmetic Science, Elsevier, Amsterdam, 1997
9. http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-
sabun/
10. Aggraini Deni, Rahmides Wiwik Sri, dan Malik Masril. 2012. Formulasi Sabun
Cair Dari Ekstark Batang Nanas (Ananas comosus. L) Untuk Mengatasi Jamur
Candida albican. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 1(1)
11. Soebagio B., Sriwidodo dan Angarini Irni. Formulasi Sabun Mandi Cair Dengan
Lendir Daun Lidah Buaya (Aloe vera) Jurnal Farmasi FMIPA UNPAD.
12. Lubis Najla. 2013. Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstark Buah Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa) Sebagai Antiseptik Pada Sabun Mandi Cair (Body Foam).
Prosiding SN YuBe. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunana Panca Budi,
Medan.
13. Tjiraresmi Ami, dkk. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Cair Antikeputihan
Dengan Ekstrak Etanol Kubis Sebagai Zat Aktif. Jurnal Farmasi FMIPA
UNPAD.

35

You might also like