You are on page 1of 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


TRAUMA KEPALA
Diajukan untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah KMB II

Disusun Oleh :
NURUL NIRMALA
KHG.A.15092
PANDU AKBAR DWIJAYA
KHG.A.15095
JUAN
KHG.A.15083

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA

GARUT

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul Askep pada Pasien Cedera Kepala. Makalah ini di
susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah Program Studi Diploma III Ilmu Keperawatan Stikes Dharma Husada
Bandung.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, kami banyak memperoleh bantuan
serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua yang telah mendukung dan membantu
terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca Aumumnya.

Bandung, 13 September 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A Latar Belakang.................................................................
B Rumusam Masalah...........................................................
C Tujuan .............................................................................
BAB II : PEMBAHASAN

A. Definisi..............................................................................
B. Anatomi Fisiologi.
C. Etiologi ..
D. Patofisiologi
E. Tanda dan Gejala.
F. Test Diagnostik

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera
pada kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah
cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma
pada kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena
memakai gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan
yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat
trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi,
neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang
dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat bias
sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan pada
klien dengan cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis
otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium
atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah
sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak
tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka
besar bagi seseorang.
Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk
menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik,
bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang
paling serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic
sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini
berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita.
Lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan
cedera terhadap bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien
cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian tubuh lainnya.
Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera
dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera
Kepala mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien
Cedera Kepala.
2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang Asuhan Keperawatan Cedera
Kepala mahasiswa mampu:
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008,
hal 270-271).
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan
pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak
(Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
(Pierce Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91).
Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di
bagi menjadi 3 gradasi :
a. Cedera kepala ringan (CKR) = GCS 13-15
b. Cedera kepala sedang (CKS) = GCS 9-12
c. Cedera kepala berat (CKB) = GCS 8
B. Anatomi Fisiologi
a. Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1) Duramater: lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang
bersifat liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2) Arachnoid: membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna
putih karena tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang
memproduksi cairan serebrospinal (CSS) terdapat villi yang
mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat
trauma, aneurisma, stroke).
3) Piamater: membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan
yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan otak.
b. Serebrum, terdiri dari 4 lobus, yaitu:
1. Lobus frontal : Area ini mengontrol perilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian, dan menahan diri. Lobus terbesar.
2. Lobus parietal : Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi,
mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian
tubuhnya.
3. Lobus temporal : Sensasi kecap, bau, dan pendengaran, ingatan jangka
pendek.
4. Lobus oksipital : menginterpretasikan penglihatan.

c. Diensefalon, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.


1. Talamus: pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.
2. Hipotalamus: bekerja sama dengan kelenjar hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan mempertahankan
pengaturan suhu tubuh. Sebagai pusat lapar dan mengontrol BB,
pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif, seksual, respon
emosional.
3. Kelenjar hipofisis : Dianggap sebagai master kelenjar, karena
sejumlah hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. hipofisis lobus
anterior memproduksi hormon pertumbuhan, hormon prolaktin, TSH,
ACTH, LH. Lobus posterior berisi hormon ADH.

d. Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.


1. Otak tengah/mesencephalon, bagian yang menghubungkan
diencephalon dan pons. Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat
otak yang berhubungan dengan pergerakan otot, penglihatan dan
pendengaran.
2. Pons: Menghantarkan impuls ke pusat otak.
3. Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi
involunter seperti pernafasan, bersin, menelan, batuk, pengeluaran
saliva, muntah.

C. Etiologi
1. Sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh
dan cedera oleh raga.
2. Cedera kepala terbuka sering disebabkan akibat benda tajam dan tembakan
sehingga dapat menyebabkan fraktur tulang dan laserasi dura mater.

Macam-macam Pendarahan pada Otak :

1) Intraserebral hematoma (ICH)


Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan
otak biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan
otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang
kadang-kadang disertai lateralisasi, pemeriksaan CT scan didapatkan
adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan operasi jika single,
diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah, dan
secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan ganguan
neurologis /lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala.
2) Subdural hematoma (SDH)
Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan
jaringan otak, dapat terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan
pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara
dura mater, perdarahan lambat dan sedikit. Pengertian lain dari subdural
hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah lapisan dura mater
dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling
sering), A/V cortical, sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu
terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga
meliputi subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari dari
kejadian, subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari 3 minggu
dan subdural hematoma kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3
minggu.
Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya
penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yanag paling sering
berupa hemiparese/hemiplegia dan pemeriksaan CT scan didapatkan
gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent).
Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), pada
perdarahan subdural adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm. Jika
terdapat pergesaran garis tengah labih dari 5 mm. Operasi yang
dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber
perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan
(dekompresi) dan disimpan sugalea. Prognosis dari klien SDH
ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya klien datang sampai
dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan otak, serta usia klien pada
klien dengan GCS kurang dari 8 prognosisnya 50%, semakin rendah
GCS maka semakin jelek prognosisnya. Semakin tua klien maka
semakin jelek prognosisnya. Adanya lesi lain akan memperjelek
prognosisnya.
Gejala dari subdural hematoma meliputi keluhan nyeri kepala, bingung,
mengantuk, menarik diri, perubahan proses pikir (berpikir lambat),
kejang, dan edema pupil.
3) Epidural hematoma (EDH)
Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater
dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri
meningica media (paling sering), vena diploica (oleh karena adanya
fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis. Secara klinis
ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada
ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh)
yang dapat berupa hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya
refleks patologis satu sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala
menunjukan lokasi dari EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada
kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan
hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi EDH.
Lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat
terjadi pada perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat
dipakai sebagai patokan dari prognosisnya. Semakin panjang lucid
interval maka semakin baik prognosisnya klien EDH (karena otak
mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala
yang hebat dan menetap tidak hilang pemberian analgetik. Pada
pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan
bentuk bikonveks di antara 2 sutura, gambaran adanya perdarahan
volumenya lebih dari 20 cc atau lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran
garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan
adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan
sedangkan tulang kepala dapat dikembangkan. Jika saat operasi tidak
didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya tulang tidak
dikembangkan jika saat operasi didapatkan dura mater yang tegang dan
dapat disimpan subgalea.
D. Patofisiologi
Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah:
a) Lokasi dan arah dari penyebab benturan
b) Kecepatan kekuatan yang datang
c) Permukaan dari kekuatan yang menimpa
d) Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan

Kerusakan otak yang dijumpai pada cedera kepala dapat terjadi melalui dua
cara:

a) Efek langsung ; trauma pada fungsi otak


b) Efek tidak langsung ; kerusakan neurologik langsung disebabkan oleh suatu
benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak.
Semua ini berakibat terjadinya akselerasi- deselarasi.
Derajat kerusakan dipengaruhi oleh kekuatan yang menimpa. Ada 2
macam kekuatan yang dihasilkan :

1. Cidera setempat yang disebabkan oleh benda tajam, kerusakan


neurologik terjadi pada tempat yang terbatas pada tempat serangan.
2. Cidera menyeluruh yang lebih lazim dijumpai pada trauma tumpul dan
setelah kecelakaan.

Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan pada otak.


Banyak energi diserap oleh lapisan pelindung yaitu : rambut, kulit kepala
dan tengkorak. Tetapi pada cidera berat penyerapan ini tidak cukup untuk
melindungi otak.

Jika kepala bergerak dan berhenti dengan mendadak dan kasar,


kerusakan tidak hanya disebabkan oleh cidera setempat tetapi juga oleh
akselerasi dan deselarasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan
isi dalam tengkorak yang keras bergerak, sehingga memaksa otak
membantur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
benturan dan dampak yang terjadi adalah cedera jaringan otak.

Setiap kali jaringan mengalami cidera, akan terjadi perubahan isi


cairan intrasel dan ekstrasel. Penigkatan suplai darah ketempat dimana
terjadi cidera yang menimbulkan tekanan intracranial mengalami
penigkatan sebagai akibat cidera sirkulasi otak untuk mengatur volum darah
ke otak yang mengalami kemampuannya sehingga menyebabkan iskemia
pada otak.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang timbul dapat berupa ganguan kesadaran, konfusi,
abnormalitas pupil, serangan (onset) tiba-tiba berupa defisit neuorologis,
perubahan tanda vital, ganguan penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot,
sakit kepala, vertigo(pusing), ganguan pergerakan, kejang, dan syok akibat
cidera multi sistem.

Klasifikasi cidera kepala berdasarkan mekanisme dan keparahan cedera :

Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi duramater :


a. Trauma tumpul ; kecepatan tinggi (tabrakan)
b. Trauma tajam ; luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.
Keparahan cedera :
a. Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
- Skor skala coma Glasgow 13 15 (sadar penuh dan orientatif)
- Tidak ada kehilangan kesadaran
- Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
- Pasien dapat menderita haematoma pada kulit kepala
- Tidak ada criteria cedera sedang berat

b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)


- Skor skala coma Glasgow 9 12 (letargi)
- Amnesia paska trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hemotimpanum,
otorea, rinorea cairan serebrospinal)
- KejangCedera kepala berat (kelompok resiko berat)
c. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
- Skor skala coma Glasgow 8 (coma)
- Penurunan derajat kesadaran secara progresif
- Tanda neurologis vocal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium.
F. Test Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala
meliputi :
1. CT Scan ( dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Digunakan sama dengan CT Scan dengan/tanpa kontras radio aktif
3. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG (Electroencephalography)
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang
6. BAER (Brainstem Auditory Evoked Response)
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET (Positron Emission Tomography)
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolisme otak
8. CSS (Cairan Serebrospinal)
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
10. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
11. Rontgen thorak 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan

13. Analisa gas darah (AGD/astrup)Analisa gas darah (AGD/astrup) adalah


salah satu tes diagnostik untuk menentukan status status respirasi. Status
respirasi dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenisasi dan status asam basa.
14. Pemeriksaan laboratorium ; hematokrit, trombosit, darah lengkap, masa
protombin.
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai
status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan
pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu
dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami
trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu dikontrol kemungkinan intrakranial yang meninggi
disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan
operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan
dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi
asidosis intraserebral dan menambah metabolism intraserebral. Adapun usaha
untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi endotrakeal. Intubasi
dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien yang koma untuk mencegah
terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat
mencegah peningkatan tekanan kranial.

Penatalaksanaan konservatif meliputi :

1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan

b. Komplikasi
Komplikasi yang timbul adalah peningkatan TIK, kehilangan sensori dan
motorik, kerusakan otak, dan disfungsi syaraf cranial.Tindakan operatif yang
dapat diberikan adalah kraniotomy atau trepanasi serta debridement.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA

1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada cedera kepala
tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ
vital lainnya.
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan , alamat, pekerjaan,
agama, tanggal dan jam masuk, no MR, diagnosis medis dll.

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama :

Nyeri kepala dari daerah depan (frontal) sampai tengkuk leher


belakang.

2. Riwayat kesehatan sekarang.

Biasanya klien yang mengalami trauma yang mengenai kepala


akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma
langsung ke kepala, akan mengalami penuruna tingkat kesadaran ( GCS <15
), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, lemah, tejadi luka di kepala,
paralissis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari
hidung, dan telinga serta kejang.Adanya penuruna kesadran dihubungkan
karna terjadinya perubahan di dalam intrakranial.Sesuai denga
perkembangan penyakit, dapat terjadi letagi, tidak responsif dan bahkan
koma.

3. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien mengalami riwayat cedera kepala sebelumnya, dan


mengalami riwayat penyakit yang memicu terjadinya suatu kejadian yang
mengakibatkan terjadinya cedera kepala serta yang memepengaruhi kondisi
kesehatan klien saat ini, seperti : hipertensi, penyakit jantung, diabetes
melitus serta adanya penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, obat-obat
adiktif,konsumsi alkohol yang berlebihan.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Kaji apakah ada anggota keluraga yang menderita penyakit
keturunan seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, serta yang
menderita penyakit menular lainnya.

c. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari.
d. Pemeriksaan fisik
Setelah melkukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.
e. Keadaan umum
Pada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami
penurunan kesadaran CKR atau COR dengan GCS 13-15, CKS dengan
GCS 9-12, CKB dengan GCS8

ANALISA DATA
No. Data Masalah Penyebab
1. DS : Nyeri akut Cedera kepala
1. Nyeri kepala dari
daerah depan Akselerasi, deselerasi,
(frontal) sampai tajam, tumpul.
tengkuk leher
belakang. Terbuka
2. S : 10 (berat).
3. T : Nyeri timbul Hematoma
kapan saja
4. Klien selalu Me TIK
mengeluh kesakitan
menahan nyeri Nyeri kepala
kepalanya.
DO :

- klieun tampak Lemah,


gelisah
- Kesadaran : Somnolen
- Tekanan darah : 145/90
mmHg
- Nadi : 105 X/menit
- Suhu badan : 36,80C
- Respirasi : 20 X/menit
- Tampak menahan nyeri,
kesakitan meringis, cemas
dan gelisah.

2. DS : Cedera kepala
- Nyeri kepala dari daerah Gangguan perfusi
depan (frontal) sampai serebral Hematoma
tengkuk leher belakang.
S : 10 (berat). Respon disfungsi otak
T : Nyeri timbul kapan
saja Me kerusakan sel
- Post KLL, luka sobek di otak
kepala kiri sampai pipi
kiri, muntah 1x. (Rujukan Gangguan
dari RS Yowari) autoregulasi
- Klien terjatuh dari motor,
kepala membentur badan Me vaskularisasi
aspal dan terseret. Luka serebral
sobek di kepala kiri
(temporal) sampai pipi kiri Me asupan O2 ke
dengan panjang 25 cm, otak
klien tidak sadar saat
dibawa ke RS Yowari Me metabolisme
selama < 30 menit anaerob
- Klien selalu mengeluh
kesakitan menahan nyeri Gangguan perfusi
kepalanya. serebral
DO :
- KU : Lemah, gelisah
- Kesadaran : Somnolen
- Tekanan darah : 145/90
mmHg
- Nadi : 105 X/menit
- Suhu badan : 36,80C
- Respirasi : 20 X/menit
- Kepala tidak berambut
lagi (dicukur), terdapat
balutan yang melingkar di
kepala menutupi luka
(sekitar dahi).
- Tampak menahan nyeri,
kesakitan meringis, cemas
dan gelisah.
-
3. DS : Cedera kepala
- Klien selalu mengeluh Anxietas
kesakitan menahan nyeri Hematoma
kepalanya..
- Klien kesulitan istirahat Nyeri kepala hebat
dan tidur
- Klien selalu mengeluhkan Perubahan status
penyakitnya. kesehatan
- Klien ingin cepat sembuh.
- Keluarga klien sangat Kurang pengetahuan
cemas dengan keadaan tentang penyakit
klien dan selalu
menanyakan tindakan Anxietas
medis.

DO :
- KU : Lemah, gelisah
- Tampak menahan nyeri,
kesakitan meringis, cemas
dan gelisah.
- Klien hanya
berkomunikasi dengan
keluarga dan petugas
- Klien apatis dengan
sekitarnya.
- Keluarga klien sangat
cemas dengan keadaan
klien dan selalu
menanyakan tindakan
medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul berdasarkan prioritas masalah :
1. Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan TIK, adanya hematoma, cedera
kepala terbuka.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan TIK, penurunan
vaskularisasi serebral, peningkatan metabolisme anaerob.
3. Kecemasan (anxiety) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,
perubahan status kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga
http://id.scribd.com/doc/85827418/Laporan-Kasus-Cedera-Kepala (di unduh pada
tanggal 21 November 2012)
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-
kepala.html (di unduh pada tanggal 26 November 2012)

You might also like