Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
b. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan
12 mg/dl pada bayi kurang bulan
2. Ikterus patologis
b) UJI KRAMER
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya.
Untuk penilaian ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima
bagian yang di mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian
bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan
kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain
lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan
dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan
intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut
menunjukkan arah meluasnya ikterus.
B. ETIOLOGI
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma. Siphilis.
KOMPLIKASI
D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel
hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan
hipoglikemia. (Markum, 1991)
E. PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari
14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan
yang tidak fisiologis.
2. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3. Protein serum total.
b. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
c. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :
a. Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-
ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat
habis berikan melalui sonde.
b. Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan
ASI) mungkin perlu ganti susu.
a. Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8
selama 30 menit)
b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok
harinya.
d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi
dokter, bayi perlu terapi
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah )
b. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan
c. Istirahat
d. Aktifitas
terusik.
e. Personal hygiene
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.
c. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan
komplikasi berkenaan phototerapi.
d. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar
lingkungan panas.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management
integritas kulit b.d. tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk
selama 2x24 jam menggunakan pakaian
efek dari
diharapkan integritas yang longgar
phototerapi. kulit kembali baik / 2. Hindari kerutan pada
normal. tempat tidur
Tissue Integrity : Skin 3. Jaga kebersihan kulit
and Mucous Membranes agar tetap bersih dan
Kriteria Hasil : kering
Integritas kulit yang 4. Mobilisasi pasien
baik bisa setiap 2 jam sekali
dipertahankan 5. Monitor kulit akan
Tidak ada luka / lesi adanya kemerahan.
pada kulit 6. Oleskan lotion /
Perfusi jaringan baik minyak / baby oil pada
Menunjukkan daerah yang tertekan
pemahaman dalam 7. Mandikan pasien
proses perbaikan dengan sabun dan air
kulit dan mencegah hangat
terjadinya cedera
berulang
Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan alami
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan MONITOR CAIRAN
tindakan keperawatan 1. Tentukan riwayat
kekurangan volume
selama 3x24 jam jumlah dan tipe intake
cairan b.d. diharapkan tidak ada cairan dan eliminasi
phototerapi. resiko kekurangan cairan 2. Tentukan kemungkinan
pada klien. faktor resiko daari
Kriteria Hasil : ketidakseimbangan
1. TD dalam rentang cairan (hipertermia,
yang diharapkan terapi diuretik, kelainan
2. Tekanan arteri rata- renal, gagal jantung,
rata dalam rentang diaporesis, disfungsi
yang diharapkan hati)
3. Nadi perifer teraba 3. Monitor berat badan
4. Keseimbangan intake 4. Monitor serum dan
dan output dalam 24 elektrolit urine
jam 5. Monitor serum dan
5. Suara nafas tambahan osmolaritas urine
tidak ada 6. Monitor BP, HR, RR
6. Berat badan stabil
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
cedera b.d. tindakan keperawtan 1. Kaji status neurologis
selama 2x 24 jam 2. Jelaskan pada pasien
meningkatnya
diharapkan tidak ada dan keluarga tentang
kadar bilirubin resiko cidera. tujuan dari metode
toksik dan Risk control pengamanan
Kriteria hasil : 3. Jaga keamanan
komplikasi
1. Klien terbebas dari lingkungan keamanan
berkenaan cidera pasien
phototerapi. 2. Klien mampu 4. Libatkan keluiarga
menjelaskan metode untuk mencegah
untuk mencegah bahaya jatuh
injuri/ cidera 5. Observasi tingkat
3. Klien mampu kesadaran dan TTV
memodifikasi gaya 6. Dampingi pasien
hidup untuk
mencegah injuri.
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
4 Gangguan Setelah dilakukan Fever treatment
temperature tubuh tindakan keperawtan 1. Monitor suhu
selama 3x 24 jam sesering mingkin
(Hipertermia)
diharapkan suhu dalam 2. Monitor warna dan
berhubungan rentang normal. suhu kulit
dengan terpapar Termoregulation 3. Monitor tekanan
Kriteria hasil : darah, nadi, dan
lingkungan panas.
Suhu tubuh dalam respirasi
rentang normal 4. Monitor intake dan
Nadi dan respirasi output
dalam batas normal
Tidak ada perubahan
warna kulit
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
4. PENGGUNAAN REFERENSI
http://www.docstoc.com/docs/159606809/Anak---Hiperbilirubin
http://growupclinic.com/2012/05/07/penanganan-terkini-hiperbilirubinemia-
atau-penyakit-kuning-pada-bayi-baru-lahir/