Professional Documents
Culture Documents
1. Definisi
Epilepsy adalah sindrom klinis yang ditandai dengan dua atau lebih
bangkitan. Sebagai besar timbul tanpa provokasi akibat kelainan abnormal
primer diotak dan bukan sekunder oleh sebab sistemik. Penyakit epilepsi
telah dikenal lama di masyarakat (terbukti dengan adanya istilah-istilah
bahasa daerah untuk penyakit tersebut seperti sawam, ayan, sekalor, dan
celengan), tapi pengertian akan penyakit tersebut masih kurang bahkan
salah sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan
turunan akibatnya penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan.
Harsono (2007) menambahkan bahwa hal tersebut mengakibatnya banyak
penderita epilepsi tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak
tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan
baik bagi penderita maupun keluarganya.
2. Etiologi
1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima (trauma lahir, trauma kapitis, radang
otak, tumor otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly
kongenital otak, degenerasi susunan saraf pusat, gangguan
metabolism, gangguan elektrolit, keracunan obat atau zat kimia,
jaringan parut factor herediter).
3. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem
listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-
sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara
berulang, dan tidak terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi
dapat terjadi sesudah gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh
derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesenfalon, talamus, dan korteks
serebri kemungkinan besar bersifat epiloptogenik, sedangkan lesi pada
serebelum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsi.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan membran
sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan. Neuron hipersensitif
dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang, dan
terangsang secara berlebihan.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol,
pelepasan abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju
ke arah epilepsi. Gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang.
Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
mmemberikan manifestasi pada serangan awal kejang sederhana sampai
gerakan konvulsif memanjang dengan penurunan kesadaran.
4. Manifestasi klinis
1. Sawan parsial, yang berasal dari daerah tertentu dalam otak. Sawan ini
dibagi menjadi:
Sawan parsial sederhana
Sawan parsial kompleks
Sawan umum sekunder
2. Sawan umum primer, yang sejak awal seluruh otak terlibat secara
bersamaan. Sawan ini dibagi menjadi :
Sawan tonik-klonik
Sawan lena
Sawan mioklinik
Sawan tonik saja
a. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
b. Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang berulang ulang.
c. Prognosis
1. Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy
akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat
d. Status Epileptikus
Pada keadaan status epileptikus, penderita mengalami serangan
sawan yang berkepanjangan tanpa diselingi oleh pulihnya kesadaran.
Sawan tonik-klonik adalah sawan yang paling sering mengalami status.
Penyebab status ini karena penderita tidak minum obat dengan teratur atau
adanya kelainan sistemik misalnya hipoglikemia. Bahaya status ini ialah
terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi, edema paru, asidosis
metabolik, dan hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa denganstatus epileptikus
sebagai berikut:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neurologik, periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, beri
oksigen.
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis Kelamin , Tanggal masuk, Alamat, dll.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
3. pengkajian selama dan setelah kejang
a. Selama serangan :
1) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
2) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
3) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
4) Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik,
kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik,
kejang atonik.
5) Apakah pasien menggigit lidah.
6) Apakah mulut berbuih.
7) Apakah ada inkontinen urin.
8) Apakah bibir atau muka berubah warna.
9) Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium,
bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkn timbulnya
kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hiprnatremia,
uremia dll. Penting juga diperiksa pH darah karena alkalosis
mungkin pula disertai kejang.
b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-
kelainan pada tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai
pada toksoplasmosis, penyakit inklusi sitomegalik, sklerosis
tuberosa, kraniofaringeoma, meningeoma, oligodendroglioma.
7. Diagnosa Keperawatan
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera
yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil :
- TTV normal ( TD: 110 /70 -120/80 ,RR : 16- 20 x/mnt, N : 60 -
100x/mnt , S : 36,5 -37,50 C )
- Tidak ada sianosis
- Pasien tidak sesak nafas
9. Evaluasi
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula: Jakarta. EGC
Wade, Carole dan Travis carol. 2001. Psikologi edisi 9: Jakarta. Erlangga
Dewanto, George & Budi, Riyanto dkk. 2007. Diagnosis & Tata laksana penyakit
saraf: Jakarta. EGC
Harsono. 2007. Neurologi Edisi ke 2: Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Markam, Soemarmo. 2009. Penuntun Neurologi: Tangerang. Binarupa Aksara
Battica, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan System
Persarafan: Jakarta. Salemba Medika
Lynda Juall C. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Marilyn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC.
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. 2000. Rencana asuhan
keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika