You are on page 1of 18

1

Varicella Zooster

Disusun Oleh:

Azrin Agmalina

112015380

Pembimbing:

Dr. Mustari,Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 28 NOVEMBER 2016 - 04 FEBRUARI 2017

RSUD TARAKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA


2

Pendahuluan

Cacar air yang disebut Chicken pox adalah penyakit akut, menular akibat infeksi virus
cacar air yaitu virus varicella zooster. Penyakit cacar air ini dapat menyerang semua golongan
umur. Akan tetapi sekitar 90% kasus menyerang anak-anak terutama yang berusia di bawah 15
tahun. 1

Virus Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks.
Virus DNA termasuk dalam genus virus variselo, family virus herpes, subfamily alfa
herpesviridae. Pada hakekatnya varicella memberikan gambaran penyakit yang berat dan
peradangan yang lebih jelas disbanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat
pula menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang
berbeda. Varicella pada umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau shingles
merupakan suatu reaktivasi infeksi endogen pada periode laten VZV umumnya menyerang orang
dewasa atau anak yang menderita defisiensi imun Semakin bertambah usia dan dewasa gejala
dari cacar air ini akan semakin berat.2

Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan sekunder.
Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang
pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi
sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.3
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi primer,
setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi varicella. Kemudian setelah penderita
varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi
4
aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes Zoster.
Herpes zoster merupakan infeksi reaktivasi virus VVZ akut, mengenai kulit yang
dipersyarafi oleh satu dermatom dengan erupsi berupa vesikulopapular. Penyakit ini umumnya
terjadi pada usia tua, tapi dapat terjadi juga pada anak anak maupun dewasa diperkirakan 10-
20%. Pengertian yang baik mengenai penyakit akan memperbaiki penatalaksanaan secara
optimal bagi penderita sehingga dapat mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.1
3

Epidemiologi

Varisella merupakan penyakit yang sangat menular, sering ditemukan seluruh dunia.
Pada Negara 4 musim insiden terutama terjadi pada periode antara musim dingin dan musim
semi. Pada Negara tropis dan semi tropis kecenderungan angka terjadinya varisela pada usia
lebih tua. Penularan terhadap individu dalam satu rumah sekitar 85-90%. Lebih dari 90% kasus
terjadi pada anak-anak usia 1-14 tahun, biasanya kurang dari 10 tahun, lebih dari usia 15 tahun
berkisar antara 5%, sedangkan usia kurang dari 1 tahun dan dewasa lebih dari 19 tahun berkisar
antara 3%.5

Etiologi

Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella, sedangkan reaktivasi
menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes
dengan ukuran diameter kira-kira 140200 nm. Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai
herpes virus alfa karena kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes
simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu
rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekul 100
juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70
protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase virus, yang
membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen
antivirus.6
4

Gambar 1. Struktur virus varicella zoster.1

Patofisiologi

Penularan varisella terutama melalui udara(airbone droplet), namun dapat pula melalui
kontak langsung. Penularan oleh penderita terjadi 2 hari sebelum sampai 4-5 hari setelah timbul
erupsi kulit. Pada anak imunokompeten, 6 hari setelah timbul erupsi kulit lesi kulit sudah tidak
dapat menularkan penyakit ini, sedangkan imunokompromais lebih lama.Virus masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah,
sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darah dan limfe (viremia primer) berlangsung subklinis dan singkat.7

Dalam sistem retikulo endothelial dan melalukan replikasi sehingga terjadi viremia kedua
yang menyebabkan virus menginfeksi kulit sehingga timbul ruam-ruam. Sel epitel akan
membengkak, terjadi degenarasi ballooning, dan akumulasi cairan jaringan sehingga
terbentuklah vesikel. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang berkembang cepat
menjadi papula, vesikel dan akhirnya krusta. Sehingga dapat ditemukan berbagai bentuk lesi
dalam satu waktu. Degenerasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak,
dimana kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A. 8

Di dalam retikuloendotelial yang merupakan tempat utama selama masa inkubasi, virus
dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon imun yang timbul. Pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus dapat mengalahkan pertahanan tubuh
yang sedang berkembang. Sekitar 2 minggu setelah infeksi, terjadi viremia sekunder dalam
jumlah lebih banyak. Virus bersirkulasi dalam leukosit mononuclear terutama limfosit, menyebar
5

keseluruh tubuh disertai gejala serta gambaran klinis varisela. Lesi kulit timbul berturut-turut
mencerminkan viremia dan menghambat timbulnya lesi pada kulit dan organ lain dalam waktu
sekitar 3 hari, sehingga mencegah terjadinya infeksi yang berat.6,9

Imunitas selular lebih berperan daripada imunitas humoral dalam penyebaran varisela dan
menetap bertahun-tahun. Komplikasi varisela mencerminkan kegagalan respon imun selular
menghentikan replikasi dan penyebaran virus serta berlanjutnya infeksi. Pada imunokompeten ,
imunitas humoral terhadap VVZ dapat berfungsi protektif terhadap varisela sehingga pajanan
ulang tidak menyebabkan infeksi. Antibody IgG, IgM dan IgA spesifik terhadap VVZ dalam 2-5
hari setelah gejala klinis dapat dideteksi dan mencapai titik tertinggi selama minggu kedua dan
ketiga. Setelah itu titer menurun, sedangkan IgG lebih lama menetap. VZV dapat pula
menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda.
Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella
dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh, mungkin
virus itu tetap ada di akar ganglia dorsalis dan menjadi laten dalam sel ganglion selama hidup
host sampai terjadi reaktivasi. Selama masa laten virus tetap bereplikasi akan tetapi dalam
jumlah sedikit karena dapat diatasi oleh imunitas host sehingga tidak ada gejala klinis.
Terjadinya reaktivasi VVZ dihubungkan dengan keadaan imunosupresi, stress emosional,
iradiasi pada kolumna spinalis, tumor mengenai serabut syaraf dan ganglion dorsalis, tindakan
bedah pada sumsum tulang.3
6

Gambar 2. Pathway varicella zoster.8

Gejala klinis

Stadium prodromal
Gejala prodromal timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi dengan timbulnya ruam
kulit disertai demam yang tidak begitu tinggi serta malaise. Pada anak lebih besar dan
dewasa ruam didahului oleh demam selama 2-3 hari sebelumnya menggigil, malaise,
nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung dan pada beberapa kasus nyeri tenggorok dan
batuk.10

Stadium erupsi
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala dengan cepat menyebar ke badan
dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang tertutup dan jarang ditemukan
pada telapak kaki dan tangan. Penyebaran lesi varisela bersifat sentrifugal. Gambaran
yang menonjol adalah perubahan yang cepat dari macula kemerahan ke papula, vesikula,
pustula dan akhirnya jadi krusta. Perubahan ini hanya terjadi dalam waktu 8-12 jam.
Gambaran vesikel khas, superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti tetesan air.
Penampang 2-3mm berbentuk elips dengan sumbu sejajar garis lipatan kulit. Cairan
vesikel pada permukaan jernih, dan dengan cepat menjadi keruh akibat serbukan sel
radang dan menjadi pustula. 9

Stadium resolusi
Lesi kemudian mengering yang dimulai dari bagian tengah dan akhirnya
terbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam waktu 1-3 minggu bergantung kepada
dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal berwarna merah
muda dan kemudian berangsur-angsur hilang. Apabila terdapat penyulit berupa infeksi
sekunder dapat terjadi jaringan parut.9,10
7

Gambar 3. Gambaran Lesi Varicella dengan spectrum luas.6

Pemeriksaan Penunjang

Varisela biasanya dapat dengan mudah dikenali berdasarkan erupsi kulit yang
karakteristik, terutama bila ada riwayat terpajan dengan varisela 2-3 minggu sebelumnya. Namun
bila terdapat keraguan dapat dilakukan konfirmasi laboratorium. Pemeriksaan darah rutin tidak
diperlukan untuk menegakkan diagnosis pada penderita varisela tanpa komplikasi. Pada awal
infeksi, leukosit dapat sedikit meningkat, normal atau sedikit turun. 5

Tzanck smear test

Pada pemeriksaan histopatologi, tes tzanck smear menunjukkan sel raksasa berinti
banyak dan sel epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik. dengan cara
membuat sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari kerokan dari
dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan difiksasi
dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa,
Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Test ini
tidak dapat membedakan antara virus varisela zoster dengan virus herpes simpleks.11
8

Gambar 4. Sel raksasa berinti banyak.11

Biopsi kulit

Pemeriksaan histopatologis dari biopsi kulit dapat ditemukan vesikel intradermal dengan
akantolisis dan keratosit yang nekrotik. Sel epidermal membesar dengan inti besar keabuan.
Ditemukan sel raksasa berinti banyak dan edema pada pars papilaris.12

Elisa

Dasar dari pemeriksaan ELISA adalah adanya ikatan antara antigen dan antibodi.
Serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 . Salah satu kepentingan pemeriksaan
antibody IgG adalah untuk mengetahui status imun seseorang, dimana riwayat penyakit
varicelanya tidak jelas. Pemeriksaan IgG mempunyai kepentingan klinis, guna mengetahui
antibodi pasif atau pernah mendapat vaksin aktif terhadap varicela. Keberadaan IgG, pada
dasarnya merupakan petanda dari infeksi laten terkecuali pasien telah menerima antibodi pasif
dari immunoglobulin.11
9

Kultur sel

Isolasi VVZ pada kultur sel, merupakan diagnosis pasti. Kultur sel diinokulasi dengan
cairan vesikel, darah cairan serebrospinal atau jaringan yang terinfeksi. Isolasi virus berlangsung
lama sekitar 2-4 minggu dan hasil positif hanya 30-60%.6

Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.. VZV PCR adalah
metode pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Sensitifitasnya berkisar 97-100%. Test ini
dapat menemukan asam nukleat dari virus varicella.11

Direct fluorescent assay (DFA)

Preparat diambil dari kerokan dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Hasil pemeriksaan cepat. membutuhkan mikroskop
fluorescence. Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.11,12

Diagnosis

Diagnosis varisela dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran dan perkembangan
lesi kulit yang khas, terutama apabila diketahui ada kontak 2-3 minggu sebelumnya. Gambaran
khas termasuk:10

1. Muncul setelah masa prodromal yang singkat dan ringan.


2. Lesi berkelompok terutama di bagian sentral
3. Perubahan lesi yang cepat dari macula, vesikula, pustule sampai krusta
4. Terdapatnya semua tingkat lesi kulit dalam waktu bersamaan pada daerah yang sama
5. Terdapat lesi mukosa mulut.10
10

Umumnya pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan lagi.. Diagnosis laboratorium


pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti),
isolasi virus (3-5 hari), PCR, teknik immunoflouresensi fluorosecent antibody to membrane
antigen (FAMA) yang merupakan baku emasnya. Pemeriksaan rontgen thorax untuk
mengkonfirmasi ataupun untuk mengekslusi pneumonia. Gambaran nodul infiltrate difus
bilateral umumnya terjadi pada pneumonia varisela primer sedangkan infiltrate fokal indikasikan
pneumonia bacterial sekunder. Pungsi lumbal dapat dilakukan pada anak dengan kelainan
neurologis.9,10

Penatalaksanaan

Pada anak imunokompeten,lesi terbatas pada kulit, varisela umumnya ringan dan sembuh
sendiri. Terapi bersifat suportif dengan tujuan untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah
terjadinya resiko infeksi sekunder bakteri.13
Umum
Jaga kebersihan dengan mandi menggunakan sabun, kuku dipotong untuk mencegah
infeksi sekunder dan jaringan parut yang dapat terjadi akibat garukan. Anak dapat
kembali sekolah setelah 1 minggu timbulnya erupsi kulit atau bila vesikel sudah
mongering dan menjadi krusta.3
Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dan mengurangi resiko infeksi dapat diberikan dengan
kompres dingin atau lotion kalamin. Bila lesi masih vasikular diberikan bedak agar tidak
mudah pecah dapat ditambahkan antipruritus yaitu mentol 0,25%. Bila vesikel sudah
pecah atau terbentuk krusta, diberikan salep antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder
bakteri pada kulit.10
Sistemik
Anti histamine oral : difenhidramin atau hidroksisin atau cetirizin
Antipiretik/analgetik : asetaminofen diberikan bila demam ( hindari golongan salisilat
karena dihubungkan dengan sindrom reye)
Antibiotik oral: untuk penderita dengan superinfeksi bakteri missal eritromisin.13
11

Antivirus
Anak dengan imunokompeten umumnya gejala varisela ringan tidak memerlukan terapi
antivirus. Antivirus diberikan dalam 24 jam, bila anak memerlukan/ingin mempercepat
penyemnbuhan, kasus varisela berat, kasus dengan pajanan sekunder, anak diatas usia 12
bulan dengan penyakit kulit kronik atau kelainan paru.
Pada pengobatan varisela dini(24 jam setelah timbul erupsi), terhadap imunokompeten
berusia 2-12 tahun, asiklovir terbukti mampu mengurangi lama demam dan mengurangi
jumlah maksimum lesi yang timbul, masa sakit, namun tidak mengurangi rasa gatal yang
timbul . dosis asiklovir 20mg/kgbb(maksimum 800mg 4x/hari) selama 5 hari. 3,13

Pada bayi/anak imunokompromais berat, antivirus asiklovir intravena 500mg/m2 setiap 8


jam selama 5-7 hari, merupakan obat pilihan untuk menghambat replikasi virus secara bermakna
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas bila diberikan awal dari penyakit. Anak yang
mendapat terapi asiklovir disarankan untuk medapat cukup hidrasi karena asiklovir dapat
mengkristal pada tubulus renal bila diberikan pada individu yang dehidrasi. Asiklovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VVZ, sehingga
terkonsentrasi didalam sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kinase kemudian mengubah
asiklovir monofosfat menjadi asiklovir trifosfat yang dapat menghambat DNA polymerase virus,
sehingga mengganggu sintesis DNA virus. Valasiklovir merupakan prodrugs dari asiklovir
mempunyai bioavailabiity oral 50% sedangkan asiklovir 10-20% sehingga lebih baik diabsorpsi
dan menyebabkan kadar dalam darah lebih tinggi sehingga frekuensi pemberian obat berkurang.
Famsiklovir merupakan prodrug dari pensiklovir suatu analog guanosin bentuk ester diasetil
infaktif dari pensiklovir. Setelah diserap peroral menjadi pensiklovir trifosfat aktif yang
mempunyai bioavailability 77% sehingga bertahan lebih lama dibandingkan asiklovir trifosfat
dalam sel terinfeksi. Foskarnet merupakan analog pirofosfat inorganic yang langsung
menghambat polymerase DNA virus. Cara kerjanya menghambat secara selektif pada ikatan
pirofosfat dari polymerase DNA virus. Foskarnet tidak memerlukan fosforilasi oleh timidin
kinase agar menjadi aktif, sehingga efektif terhadap VVZ mutan yang tidak mempunyai aktifitas
timidin kinase dan resisten terhadap asiklovir, diberikan secara intravena.14
12

Tabel 1. Terapi Varisela imunokompeten dan imunokompromais.15


Kelompok Pasien Imunokompeten Imunokompromais
neonatus Asiklovir 500mg/m2 IV Asiklovir 500mg/m2 IV
setiap 8 jam selama 10 hari setiap 8 jam selama 10 hari

anak Hanya simptomatik atau Asiklovir


asiklovir 20mg/kgbb/hari x 30mg/kgbb(1500mg/m2)
4 p.o. selama 5 hari tiap 8 jam IV selama 7-14
hari. Bila resisten terhadap
asiklovir(advanced aids)
Foskarnet 40mg/kgbb IV
tiap 8 jam atau 100mg/kgbb
IV tiap 12 jam sampai lesi
sembuh
Pubertas Asiklovir 5 x 800mg/ hari asiklovir 5x800mg/hr p.o.
p.o. selama 7 hari atau selama 7 hari-10 hari atau
valasiklovir 3x 1gr/hari Asiklovir 10mg/kgBB IV
p.o. selama 7 hari atau tiap 8 jam selama >7 hari/48
famsiklovir 3x500mg/hari jam setelah tidak ada lesi
p.o. selama 7 hari baru.
bila resisten terhadap
Asiklovir(advanced aids)
foskarnet 40mg/kgbb IV tiap
8 jam sampai lesi sembuh
13

Pencegahan
Infeksi VVZ pada individu imunokompeten menyebabkan imunitas seumur hidup maka
infeksi pada masa anak tidak akan menimbulkan masalah pada saat dewasa, sehingga pada anak
imunokompeten yang telah terpajan varisela tidak diperlukan pencegahan. Untuk penderita
beresiko tinggi pemberian imunisasi pasif dengan varisela zoster immunoglobulin(VZIG) dapat
mencegaha dan meringankan gejala.10

Anak dengan varisella tidak diperbolehkan pergi ke sekolah sampai semua vesikel
berubah menjadi keropeng. Anak yang dirawat dirumah sakit karena varisella harus diisolasi
diruangan bertekanan negatif untuk mencegah terjadinya penularan. Imunisasi aktif dengan
menggunakan vaksin single live attenuated strain yang sudah aman, ditoleransi baik dengan efek
samping minimal(demam dan ruam minimal) dan mempunyai perlindungan yang tinggi pada
anak usia 1-12 tahun (dengan angka serokonversi 99,3%). Imunisasi pasif diberikan pada
kelompok resiko tinggi, sedang pada pasca paparan varisella harus diberikan dalam 96 jam
pertama.10

Berdasarkan guidelines terbaru dari advisory commite immunization practices(ACIP) of


the centers for disease control and prevention, pemberian vaksin varisella dosis tunggal belum
mampu mencegah wabah varisela sepenuhnya. Sehingga kini direkomendasikan pemberian
vaksin varisela dua kali (masing-masing 0,5mL) subkutan pada anak anak berusia 12 bulan-12
tahun dengan interval minimum 3 bulan. Sedangkan pemberian usia lebih dari 12 tahun , interval
yang direkomendasikan adalah empat minggu. Serokonversi terjadi pada 78% kasus setelah dosis
pertama dan 99% terjadi setelah dosis kedua. Vaksin varisella terbukti mampu memberikan
perlindungan hingga 10 tahun kemudian. IDAI masih merekomendasikan vaksinasi pada anak
diatas 5 tahun, satu kali pemberian dengan mengingat masih tinggi kemungkinan untuk
mendapat kekebalan secara alamiah.10,13
14

Imunisasi pasif
Varicella zoster immunoglobulin(VZIG) diindikasikan untuk:13
Pasien imunokompromais
neonatus yang ibunya menderita varisela dalam kurun waktu 5 hari sebelum atau
48 jam setelah melahirkan
Wanita hamil
Anak yang terpajan melalui kontak dirumah dengan penderita varisela atau herpes
zoster.6

VZIG diberikan dalam kurun waktu 72 jam pasca pajanan atau dalam 96 jam pada pasien
imunokompromais. Efek proteksi VZIG ini diharapkan mampu bertahan hingga kira-kira 3
minggu. Sebaliknya VZIG dikontraindikasikan pada pasien yang sudah pernah menerima
vaksinasi varisela dan sudah seropositive. Dosis VZIG yang direkomendasikan adalah 125
unit/10kgBB (minimal 125 U dan maksimal 625 U) secara intramuscular. Pemberian VZIG
relative aman dengan efek samping minimal berupa rasa nyeri dan bengkak di daerah injeksi
pada 1% pasien, keluhan gastrointestinal, pusing dan ruam terjadi pada <0,2%, sementara
anafilaktik syok dan angioneurotik edem hanya pada <0,1% resipien.10

Imunisasi Aktif
Vaksin varisela merupakan vaksin virus hidup varisela zoster(galur OKA) yang
dilemahkan terdapat dalam bentuk bubuk kering(lyophilized). Bentuk ini kurang stabil
dibandingkan vaksin virus hidup lain, sehingga memerlukan suhu penyimpanan tertentu. Vaksin
disimpan suhu 20C-80C. bagi anak hanya diperlukan 1 dosis, sedangkan individu
imunokompromais serta remaja(sama atau diatas 13 tahun) dan dewasa memerlukan 2 dosis,
selang 1-2 bulan. Serokonversi didapat pada 97% individu yang divaksinasi dan sekitar 70%
terlindungi apabila terpapar infeksi oleh anggota keluarga. Infeksi setelah terpapar apabila telah
divaksinasi dapat terjadi pada 1%-2% kasus setahun, tapi infeksi pada umumnya bersifat ringan.
Vaksin bisa dikombinasikan dengan vaksin MMR secara simultan atau dalam kombinasi MMR-
15

V. sejak September 2005 CDC merekomendasikan bahwa vaksinasi MMR dan vaksin varisela
dapat diberikan sebagai dosis awal pemberian imunisasi pada kelompok usia 12-47 bulan.3

Cara pemberian

Mengingat kejadian varisela di Indonesia terbanyak terjadi pada anak yang telah
berinteraksi dengan anak seumurnya(awal sekolah) dan penularan varisela(kepada adik atau
anggota keluarga yang lain) terbanyak terjadi pada saat usia sekolah maka satgas imunisasi tahun
2010 merekomendasikan vaksin varisela diberikan mulai umur 1 tahun, terbaik sebelum masuk
sekolah, dosis 0,5mL secara subkutan dosis tunggal. Pada anak >13 tahun vaskin dianjurkan
untuk diberikan dua kali selang 1 bulan. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus varisela,
untuk pencegahan vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah penularan(dengan
persyaratan kontak dipisah/ tidak berhubungan). 9

Kejadian ikutan pasca imunisasi

Reaksi simpang jarang terjadi, reaksi kipi bersifat local (1%), demam (1%) dan ruam
papul vesikel ringan. Pada individu imunokompromais:10

-reaksi sistemik muncul lebih sering (sekitar 12%-40% pada pasien leukemia dalam pengobatan
rumatan) daripada reaksi local

-setelah penyuntikan vaksin, pada 1% individu imunokompromais dapat timbul penyulit varisela

-pada pasien leukemia yang mendapat vaksinasi varicella bisa muncul ruam pada 40% kasus
setelah vaksinasi dosis pertama, 4% diantaranya dapat terjadi varisela berat yang memerlukan
pengobatan asiklovir.10
16

Kontraindikasi

Vaksin varisella tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi, hitung limfosit
kurang dari 1200/uL atau adanya bukti defisiensi imunselular seperti selama pengobatan induksi
penyakit keganasan atau fase radioterapi, pasien yang mendapat pengobatan dosis tinggi
kortikosteroid(2mg/kgbb perhari atau lebih), alergi neomisin.3

Komplikasi

Komplikasi jarang terjadi pada anak yang imunokompeten. Komplikasi yang tersering
adalah infeksi sekunder oleh bakteri, pneumonia, otitis media, meningitis supurativa, merupakan
komplikasi jarang. Walaupun jarang dapat terjadi juga trombositopenia, artritis, uveitis, hepatitis,
nefritis dan karditis. Biasanya penyebab adalah infeksi bakteri dan memberikan respon terhadap
terapi antibiotic yang tepat.6

Infesi sekunder oleh bakteri seperti streptokokus dan stafiokokus yang dapat terjadi
impetigo, furunkel, abses, selulitis, erysipelas dan jarang terjadi gangrene. Lesi sering
menimbukan jaringan parut tapi jarang terjadi septikemi

Pada penderita imunokompromais terutama anak dengan keganasan, infeksi hiv atau
yang mendapat obat imunosupresi, kortikosteroid sistemik maupun intranasal dapat
terjadi morbiditas dan mortilitas yang meningkat sekitar 7-10%. Terjadi replikasi dan
penyebaran virus terus menerus yang menyebabkan puncak viremia berlangsung lebih
lama. Komplikasi yag paling sering terjadi yaitu pneumonia, hepatitis, ensefalitif, varisela
dengan hemoragik dan purpura (varisela maligna) serta rekurensi.

Pada kehamilan, Varisela dapat mengancam ibu maupun janin. Terjadi varisela
diseminata dan pneumonia varisela yang berat sehingga dapat menyebabkan kematian ibu
dan fetus, janin lahir premature, abnormalitas kongenital dan varisela perinatal(terjadi
dalam 10 hari setelah kelahiran). Bila infeksi maternal terjadi pada trimester pertama
kehamilan, dapat terjadi embriopati varisela dengan gejala karakteristik hypoplasia
ekstremitas, korioretinitis, atrofi kortikal dan jaringan parut pada kulit(sindrom varisela
kongenital5,6
17

Prognosis

Dengan perawatan teliti dan memperhatikan higiene akan memberikan prognosis yang
baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit. Varisela pada anak imunokompeten
tanpa disertai komlikasi prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak
imunokompromais, angka morbiditas dan mortalitas signifikan.

Kesimpulan

Varisela pada anak yang imunokompeten merupakan penyakit ringan dan self limited
infection serta dapat memberikan kekebalan jangka panjang namun pada anak yang
imunokompromais dapat menjadi berat, terjadi komplikasi dan dapat mengancam jiwa. Herpes
zoster merupakan reinfeksi dari varisela, gejala biasanya ringan. Pada anak imunokompromais
memberikan gejala penyakit yang berbeda dengan penderita imunokompeten, lebih berat, lebih
luas, dapat terjadi kronis dan mengenai organ visceral. Penatalaksanaan dapat diberikan
pencegahan berupa vaksinasi, pengobatan dengan antivirus baik peroral maupun intravena.
Dengan mengetahui pathogenesis, gejala kinis, komplikasi dan penatalaksanaan maka
komplikasi yang tidak diinginkan dapat diatasi.
18

Daftar Pustaka

1.Krafchix BR, Tellier R. Viral exanthems. Pediatric dermatology, Edisi 2. Massachusetts:


Blackwell;2006.p.394-410

2.Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas Dermatologi;
Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. h.44-45.

3.Hassan, Alatas. Varisela (cacar air,chicken pox). Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,
jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. h.637-640.

4.White D, Fenner. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth Edition. United
Kingdom: Academic Press; 1994. p.330-334.

5.Frieden IJ, Penney NS. Viral infections. In:Schachner LA, Hansen RC. Pediatric
dermatology.edisi 2. Newyork: Churchill Livingstone;1995.p.1257-94

6.Straus SE.Oxyman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Fitzpatrick
dermatology in general medicine. Edisi 7. Newyork: MC Graw Hill Inc; 2008.p. 1885-98

7.Myers MG,Stanberry LR. Varicella zoster virus. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 17.
Philadelphia: Saunders;2004.p.1057-62

8.Hoffman G. Chicken pox. Tarry Town: Marshall Cavendish Corporation, 2009.p.26-28.

9.Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2008.h.95.

10. Poorwo S, Garna H, Rezeki SH, Irawan SH. Varicella dalam : Buku Ajar infeksi dan
pediatric tropis. Edisi 2. Jakarta:IDAI;2008.h.134-140

11.Sacher SA, Mcpherson SA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta: EGC;
2004.h.444.

12.Soedarto. Virologi klinik. Edisi 1. Jakarta: Sagung seto;2010.h.99-102

13.Whitley RJ. Treatment of varicella. In: Wood JJA. Drug therapy. N. Engl J
Med:1999;340(16):1255-66

14.Theresia, Rezeki SH. Terapi asiklovir pada anak dengan varisela tanpa penyulit. Sari Pediatri
2010;11(6):440-47.

15.Enright Am, Prober c. Antiviral therapy in children with varicella zoster virus and herpes
simplex virus infections;2003 Aug: 10(2).32-37

You might also like