You are on page 1of 10

PENGUJIAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

DENGAN METODE KIRBY-BAUER DAN MIC

Disusun oleh :

Nama : Lydya Setya Permatasari


NIM : B1A015037
Kelompok : 4
Rombongan : II
Asisten : Uho Baihaqi

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang memiliki aktivitas untuk


tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tersebut
terkadang dapat terganggu akibat pengaruh dari luar maupun dari mikroba itu
sendiri. Salah satu pengaruh yang paling berkompeten adalah senyawa antimikroba.
Antimikroba adalah senyawa yangdapat menghambat atau membunuh
mikroorganisme (Gobel, 2008). Zat antimikroba merupakan suatu senyawa berupa
komponen alami semi sintetis atau sintetis yang dapat membunuh mikroorganisme
atau menghambat mikroorganisme. Antibiotik adalah senyawa kimia organik yang
dihasilkan oleh mikroba dan memiliki konsentrasi rendah. Senyawa tersebut akan
menghambat pertumbuhan bakteri dalam konsentrasi yang rendah. Antibiotik akan
menghambat membran sel, sintesis asam amoni, sintesis protein dan menghambat
dinding sel (Soekardjo, 1995).
Sementara itu peranan bakteri di bidang industri kesehatan adalah dalam
pembuatan obat antibiotik. Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan dari
mikroorganisme atau bakteri baik, antibiotik berfungsi untuk menyembuhkan suatu
penyakit di dalam tubuh. Berikut ini adalah beberapa bakteri penghasil antibiotik:
Bacillus brevis, merupakan bakteri penghasil antibiotik kerotrisin, Bacillus
polymyxa, merupakan bakteri penghasil antibiotik polymyxa, Bacillus subtilis,
merupakan bakteri penghasil antibiotik basitrasin, Penicillium, merupakan bakteri
penghasil antibiotik penisilin, Sterptomyces aureofaciens, merupakan bakteri
penghasil antibiotik tetracycline, Streptomyces griseus, merupakan bakteri penghasil
antibiotik streptomycin, dan Streptomyces venezuelae, merupakan bakteri penghasil
antibiotik chloramphonicol (Suwandi, 2003).
Antibiotik dibagi menjadi dua golongan berdasar kegiatannya yaitu antibiotik
yang memiliki kegiatan luas (Broad Spectrum), yaitu antibiotik yang dapat
mematikan Gram positif dan bakteri Gram negatif. Antibiotik jenis ini diharapkan
dapat mematikan sebagian besar bakteri, termasuk virus tertentu dan protozoa.
Golongan kedua adalah antibiotik yang memiliki kegiatan sempit (narrow spectrum).
Antibiotik golongan ini hanya aktif terhadap beberapa jenis bakteri. penicillin,
streptomisin, neomisin, basitrasina. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh
mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(microbiostatic) (Fadhlan, 2010).
Manfaat antibiotik sangat dibutuhkan dalam bidang kesehatan diantaranya:
(1) Mengobati infeksi kulit akibat bakteri dan jamur. Infeksi kulit adalah suatu
masalah yang dapat terjadi pada semua umur. Masalah kulit dapat disembuhkan
dengan menggunakan antibiotik misalnya penisilin. Namun terkadang pada
gangguan dapat sembuh dengan sendirinya. Gejalanya dapat muncul yakni timbulnya
suatu benjolan yang berisi cairan di kulit serta adanya ruam kemerahan, terasa pedih,
sakit, serta panas. (2) Mengobati infeksi saluran kemih. Jenis infeksi ini akan sering
terjadi pada kaum wanita dibanding pada kaum lelaki. Sebab bakteri dapat bersarang
di saluran kemih. Infeksi ini juga akan mudah diobati dengan jangka waktu yang
pendek dengan mengkonsumsi antibiotik misalnya penisilin, akan tetapi apabila
dalam dua sampai tiga hari tidak sembuh, alangkah baiknya diperiksa oleh tenaga
medis. Adapun gejala infeksi ini yaitu akan terasa terbakar pada saat sedang buang
air kecil ataupun dapat ditandai dengan buang air kecil yang sering juga akan terasa
nyeri yang kuat. (3) Mengobati meningitis (radang selaput otak). Meningitis
merupakan suatu infeksi yang dapat menyerang otak serta sum- sum tulang belakang.
Meningitis disebabkan karena adanya bakteri yang harus diobati yang menggunakan
antibiotik misalnya aminoglikosda, sefalosporin, ataupun dilakukan tindakan lanjut
oleh tenaga medis. Adapun gejala yang dapat dialami oleh pasien meningitis yaitu
sakit kepala yang terasa sangat sakit, demam, kaku, pada leher, muntah, gangguan
penglihatan serta terdapat ruam pada kulit. (4) Pengobatan septicaemia atau
keracunan darah. Penyakit ini dapat diakibatkan karena bakteri memasuki aliran
darah. Dengan penggunaan antibiotik misalnya sefalosporin adalah langkah awal
agar dapat mengobati penyakit ini. Adapun gejala dari penyakit ini yaitu demam
tinggi, menggigil, mual, muntah, diare, nyeri perut, sedak nafas, denyut jantung lebih
cepat dan gelisah. (5) Pengobatan jerawat. Jerawat adalah suatu gangguan kulit yang
tidak dapat disembuhkan, sebab jerawat dapat timbul kapan saja. Yang dapat
dilakukan yaitu bagaimana agar menghilangkan jerawat serta melakukan pencegahan
supaya jerawat tidak muncul lagi. (6) Mengobati infeksi lambung. Infeksi lambung
adalah jenis penyakit kronis yang dapat menyerang organ tubuh di bagian lambung.
Adapun gejala yang dapat dirasakan pada penderita yaitu mual dan sering muntah,
nyeri pada perut, nafsu makan menurun secara drastic, wajah pucat, suhu badan naik,
keluar keringat dingin,sering sendawa terutama bila dalam keadaan lapar, sulit tidur,
kepala terasa pusing dan pendarahan. (7) Mengobati pneumonia karena bakteri. Jenis
penyakit yang dapat terjadi akibat infeksi bakteri yang akan menyerang paruparu.
Adapun gejalanya yaitu : batuk, nyeri pada dada, demam, sulit bernafas (Suwandi,
2003).
Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti mikroba
atau antibiotik tertentu. Resistensi antibiotik adalah resistensi jenis obat tertentu
ketika mikroorganisme memiliki kemampuan menahan efek antibiotik. Resistensi
antibiotik berkembang melalui seleksi alam bertindak atas mutasi acak, tetapi juga
dapat direkayasa dengan menerapkan stres evolusi pada populasi (Al-Jebouri &
Salih, 2013). Resisten dapat berupa resisten alamiah, resisten karena adaya mutasi
spontan (resisten kromonal) dan resisten karena terjadinya pemindahan gen yang
resisten (resistensi ekstrakrosomal) atau dapat dikatakan bahwa suatu
mikroorganisme dapat resisten terhadap obat-obat antimikroba, karena mekanisme
genetik atau non-genetik (Djide, 2008). Penyebab terjadiya resisten terhadap
mikroorganisme adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat,
misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak
teratur, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut, maka cara pemakaian
antibiotik perlu diperhatikan (Djide, 2008). Penggunaan antibiotik yang tidak
rasional menimbulkan dampak negatif yaitu muncul dan berkembangnya kuman atau
bakteri yang kebal antibiotik atau resisten. Salah satu cara mengendalikan bakteri
resisten antibiotik yaitu dengan menggunakan antibiotik secara rasional (Negara,
2014).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah agar melakukan uji sensitivitas senyawa
antibiotik secara kualitatif dan kuantitatif.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan yaitu cawan petri, tabung reaksi, bunsen, steril,
inkubator, alat tulis, mikropipet, pinset, tabung reaksi, rak tabung reaksi, dan kamera.
Bahan yang digunakan yaitu isolat cair bakteri E. coli dan S. aureus, kertas
cakram, media NA, cotton bud steril, media NB dan antibiotik tetrasiklin,
klindamisin, amoksisilin dan eritromisin.

B. Cara Kerja

1. Metode Kirby-Bauer

Cotton bud steril dicelupkan ke dalam isolat cair E. coli. Kemudian


diulaskan secara merata pada cawan yang berisi media NA. Setelah itu masukkan
kertas cakram ke dalam media dan ditempelkan. Kemudian diinkubasi selama
2x24 jam pada suhu 37C. Hasil diinterpretasikan apabila terbentuk zona hambat
di sekitar kertas cakram. Diameter zona hambat diukur dan dimasukkan ke dalam
rumus.
2. Metode MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
Disiapkan 24 tabung reaksi yang telah berisi media NB dengan konsentrasi
berbeda (4 g/ml, 8 g/ml. 16 g/ml, 32 g/ml, 64 g/ml, dan 128 g/ml). Dibuat
4 seri tabung yaitu seri A, B, C, dan D. Tabung seri A berisi E. coli yang
dipipetkan sebanyak 0,5 ml dan antibiotik tetrasiklin yang dipipetkan sebanyak
0,5 ml. Tabung seri B berisi S. aureus yang dipipetkan sebanyak 0,5 ml dan
antibiotik tetrasiklin yang dipipetkan sebanyak 0,5 ml. Tabung seri C berisi E. coli
yang dipipetkan sebanyak 0,5 ml dan antibiotik klindamisin yang dipipetkan
sebanyak 0,5 ml. Tabung seri D berisi S. aureus yang dipipetkan sebanyak 0,5 ml
dan antibiotik tetrasiklin yang dipipetkan sebanyak 0,5 ml. Masing-masing
antibiotik dipipet sesuai dengan konsentrasi. Kemudian diinkubasi selama 2x24
jam pada suhu 37C. Hasil diinterpretasikan apabila tidak terjadi pertumbuhan
bakteri pada konsentrasi tertentu yang dicirikan dengan warna media yang tetap
bening/tidak keruh.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3.1. Interpretasi Uji Sensitivitas Senyawa Antibiotik Metode Kirby-Bauer


Diameter Zona Hambat (mm)
Jenis Antibiotik
Resistant Intermediate Susceptible
Amoksisilin 13 mm 14-17 mm 18 mm
Tetrasiklin 14 mm 15-18 mm 19 mm
Klindamisin 14 mm 15-20 mm 21 mm
Eritromisin 13 mm 14-17 mm 18 mm

Tabel 3.2. Pengamatan Uji Sensitivitas Senyawa Antibiotik Metode Kirby-


Bauer
Jenis Antibiotik Isolat Uji Diameter Zona Hambat (mm) Keterangan
Amoksisilin E.coli 8,25 mm Resistant
Tetrasiklin E.coli 7,75 mm Resistant
Klindamisin E.coli - Resistant
Eritromisin E.coli 8 mm Resistant

Perhitungan :

1. Amoksisilin: d1 = 1 cm, d2 = 0,65 cm


1+2 1+0,65
= = 8,25 mm
2 2

2. Tetrasiklin: d1 = 0,9 cm, d2 = 0,65 cm


1+2 0,9+0,65
= = 7,75 mm
2 2

3. Eritromisin: d1 = 0,7 cm, d2 = 0,9 cm


1+2 0,7+0,9
= = 8 mm
2 2

Gambar 3.1 Hasil Uji dengan Metode


Kirby-Bauer
Hasil uji sensitivitas senyawa antibiotik menggunakan metode Kirby-Bauer
yaitu isolat E. coli dapat terhambat pertumbuhannya yaitu dengan adanya zona
hambat pada antibiotik tetrasiklin, amoksisilin, eritromisin dan tidak terdapat zona
hambat pada antibiotik klindamisin. Namun zona hambat yang terbentuk sangat kecil
yaitu 7,75 mm pada antibiotik tetrasiklin, 8,25 mm pada antibiotik amoksisilin, dan 8
mm pada antibiotik eritromisin sehingga dikatakan bahwa bakteri E. coli tersebut
resisten terhadap keempat antibiotik tersebut. Penyebab terjadiya resisten terhadap
mikroorganisme adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, misalnya
penggunaan dengan dosis yang tidak sesuai, dan juga mikroorganisme yang telah
terlalu sering terpapar antibiotik tertentu (Djide, 2008).

a. b.

c. d.

Gambar 3.1 Hasil Uji dengan Metode MIC (a) Seri A (b) Seri B (c) Seri C (d) Seri D.
Hasil uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik menggunakan metode MIC
yaitu pada tabung seri A konsentrasi terendah dari antibiotik tetrasiklin yang dapat
menghambat pertumbuhan E. coli yaitu 32 g/ml, pada tabung seri B konsentrasi
terendah dari antibiotik tetrasiklin yang dapat menghambat pertumbuhan S. aureus
yaitu 32 g/ml, pada tabung seri C konsentrasi terendah dari antibiotik klindamisin
yang dapat menghambat pertumbuhan E. coli yaitu 32 g/ml, dan pada tabung seri D
konsentrasi terendah dari antibiotik klindamisin yang dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus yaitu 4 g/ml. MIC merupakan konsentrasi terendah bakteri
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil yang dilihat dari
pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada biakan cair. Prinsip dasar dari
metode MIC yaitu pengamatan pada biakan cair dengan konsentrasi terendah yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan warna biakan tetap
bening (Soleha, 2015).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktkum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu


uji sensitivitas antibiotik secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode
Kirby-Bauer, sedangkan uji sensitivitas antibiotik secara kuantitatif dilakukan
dengan menggunakan metode MIC (Minimum Inhibitory Concentration). Bakteri E.
coli resisten terhadap antibiotik amoksisilin, tetrasiklin, klindamisin dan eritromisin
pada uji dengan metode Kirby-Bauer. Konsentrasi terendah dari antibiotik yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada uji MIC yaitu 32 g/ml dan 4 g/ml.

B. Saran

Diharapkan praktikan lebih teliti dan cermat dalam melakukan praktikum dan
pengamatan hasil praktikum.
DAFTAR REFERENSI

Al-Jebouri, M. M. & Salih, A. M. 2013. Antibiotic Resistance Pattern of Bacteria


Isolated from Patients of Urinary Tract Infections in Iraq. Open Journal of
Urology. 3, pp. 124-131.
Djide M, Natsir. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Hasanuddin.
Makassar. Fadhlan. 2010. Mikrobiologi Farmasi. Salemba medika. Jakarta.
Gobel, R. 2008. Mikrobiologi Umum dalam Praktek. Makassar: Universitas
Hasanudin.
Negara, K. S. 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Penggunaan Antibiotika
Rasional Untuk Mencegah Resistensi Antibiotika di RSUP Sanglah Denpasar:
Studi Kasus Infeksi Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus. Jurnal ARSI.
1(1), pp. 42-50.
Soekardjo, S. B. 1995. Kimia Medisinal. Jakarta: Airlangga University Press.
Soleha, T. U. 2015. Uji Kepekaan Terhadap Antibiotik. Juke Unila. 5(9), pp. 119-
123.
Suwandi, U. 2003. Perkembangan Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, Jakarta.

You might also like