You are on page 1of 14

MAKALAH AGAMA

PERSIAPAN SEBELUM PERNIKAHAN

OLEH :

Satria Darma kamil (12-014)


Santi (12-001)
Elda Sari Siregar (12-072)
Anisha Ravita Putri (12-012)
Jarmisa Putri (12-081)
Merry Nurhilal Utami (12-022)
Fanny Puspita Sari (12-085)
Icis Ratna Sari (12-092)
Melisha Habi Winata (12-021)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2013 / 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Persiapan Sebelum Pernikahan. Penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam di
Universitas Baiturrahmah.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.

Padang, Maret 2014

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
1.Faktor-faktor yang perlu dipersiapkan sebelum memasuki
perkawinan
2.Pentingnya restu orang tua dalam perkawinan
3.Perkawinan beda agama menurut pandangan Islam

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, tetumbuhan,


pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam sunnah keseimbangan & keserasian.
Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan
atau ketegaran dan pada manusia yang berjenis wanita terkandung sifat kelembutan atau
kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur
tarik menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi.

Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah
hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam telah datang dengan membawa ajaran
pernikahan Islam menjadikan lembaga pernikahan sebagai sarana untuk memadu kasih
sayang diantara dua jenis manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir keturunan
secara terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai
suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.

Dan bahkan Rosulullah SAW dalam sebuah hadits secara tegas memberikan
ultimatum kepada ummatnya: Barang siapa telah mempunyai kemampuan menikah
kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku (H.R. Thabrani dan
Baihaqi).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis akan mengidentifikasikan


masalah sebagai berikut :

1. Persiapan pranikah bagi muslimah


2. Pemahaman criteria dalam memilih atau menyeleksi calon suami
3. Pentingnya mempelajari tata cara untuk memilih nikah sesuai dengan ajaran
dan syariat Islam
4. Seputar masalah persiapan nikah
1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui persiapan pranikah bagi muslimah


2. Untuk mengetahui pemahaman kriteria dalam memilih atau menyeleksi calon suami
3. Untuk mengetahui pentingnya mempelajari tata cara untuk memilih nikah sesuai
dengan ajaran dan syariat Islam
4. Untuk mengetahui seputar masalah persiapan nikah
BAB II
PEMBAHASAN

I. Faktor-Faktor Yang Perlu Dipersiapkan Sebelum


Memasuki Perkawinan
Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Karena di dalamnya ada
banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda:
Barang siapa telah mempunyai kemampuan menikah kemudian ia tidak menikah maka
ia bukan termasuk umatku. (HR Thabrani dan Baihaqi ).

Setiap kita pastinya selalu berharap dan bermohon kepada Allah SWT, saatnya nanti
akan bertemu dan berjumpa dengan pendamping hidup kita, yang akan menjadi pemimpin
dalam rumah tangga. Harapan dari pasangan yang akan menuju ke pelaminan, yaitu agar
dapat membentuk sebuah keluarga yang bahagia, sakinah mawaddah warrahmah (Samara).

Islam telah menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk memadu kasih sayang
diantara dua jenis manusia. Hanya dengan jalan pernikahan, maka akan lahir keturunan
secara terhormat. Karenanya, merupakan hal yang wajar jika pernikahan itu dikatakan
sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian
fitrahnya sebagai manusia.

Tentu saja hal itu tidak akan berjalan dengan baik manakala persiapan menuju
pernikahan sangatlah minim kita lakukan. Lalu, apa saja yang harus kita persiapkan
menjelang dan menuju pernikahan.

Bagi seorang calon pengantin (pria-wanita) pastinya harus mengetahui pentingnya


ibadah pernikahan agar dapat bersanding dengan seorang wanita shalihah atau lelaki shalih
dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan.

Pernikahan menuju rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah tidak akan
tercipta melainkan dibutuhkan persiapan-persiapan secara memadai sebelum seorang muslim
dan muslimah melangkah memasuki gerbang pernikahan.
Karena itu, seorang calon pengantin (pria-wanita) minimal harus mengetahui secara
mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan jelang
pernikahan,antara lain:

Pertama, persiapan moral (spiritual), yaitu kematangan visi keislaman. Setiap


calon pengantin wanita, pasti punya keinginan, jika suatu hari nanti akan dipinang oleh
seorang pria shalih, begitu pula sebaliknya, seorang pria mendambakan bertemu pasangan
wanita shalihah.

Seorang pria shalih yang taat beribadah dan dapat diharapkan menjadi pemimpin dalam
mengarungi kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Begitu pula sebaliknya,
seorang pria mendapatkan seorang istri yang shalihah untuk bersama mengarungi bahtera
kehidupan ini menuju bahtera akhirat secara bersama.

Bila sang calon pengantin wanita memiliki keinginan untuk mendapatkan seorang
suami yang shalih, maka dia harus berupaya agar dirinya menjadi wanita shalihah terlebih
dahulu, diantaranya membekali diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasi dengan akhlak islami,
tujuannya tidak hanya untuk mencari jodoh semata, akan tetapi lebih kepada beribadah untuk
mendapatkan ridho Allah SWT. Dan sarana pernikahan adalah sebagai salah satu sarana
untuk beribadah pula.

Kedua, persiapan konsepsional, yaitu memahami konsep tentang pernikahan.


Pernikahan adalah ajang untuk menambah ibadah dan pahala bukan hanya sekedar hawa
nafsu. Pernikahan juga sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan
menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya seorang anak yang shalih/shalihah nantinya,
maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya.

Pernikahan juga sebagai sarana pendidikan sekaligus ladang dakwah. Dengan menikah,
maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran serta hal-hal yang baru. Selain itu,
pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga,
maupun ke masyarakat.

Ketiga, persiapan kepribadian sang calon mempelai. yaitu penerimaan adanya


seorang pemimpin dan ibu rumah tangga . Seorang wanita muslimah harus faham dan sadar
betul, jika menikah nanti akan ada seseorang yang baru sama sekali kita kenal, tetapi
langsung menempati posisi sebagai seorang pemimpin kita yang senantiasa harus kita
hormati dan taati.

Maka, disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Belajar untuk mengenal, bukan
untuk dikenal. Seorang pria yang akan menjadi suami kita atau sebaliknya, sesungguhnya
adalah orang asing bagi kita, baik latar belakang, suku, adat istiadat, kebiasaan semuanya
sangat jauh berbeda dengannya menjadi pemicu timbulnya perbedaan saat memasuki
pernikahan.

Dan bila perbedaan tersebut tidak bisa diatur dengan sebaik-baiknya melalui
komunikasi dua arah, keterbukaan serta kepercayaan dari pasangan kita, maka bisa jadi
timbul persoalan dalam pernikahan dan rumah tangga nantinya. Untuk itu perlu adanya
persiapan jiwa yang besar dalam menerima dan berusaha mengenali suami ataupun istri kita.

Keempat, persiapan fisik sang calon pengantin. Persiapan fisik ini ditandai dengan
kesehatan tubuh kita yang memadai, sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan
fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Sebelum menikah, jika perlu kita
periksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi dan
lainnya.

Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu
yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak di kandungnya. Bila
ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat. Begitupula sebaliknya untuk
sang calon suami.

Kelima, persiapan harta. Islam tidak menghendaki kita untuk berpikiran secara
materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Namun, bagi seorang calon
suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan dan
diupayakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi bagi istri dan keluarganya nanti.

Untuk wanita, diperlukan juga kesiapan untuk mengelola keuangan keluarganya nanti.
Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi keluarga dengan sebaik-baiknya, maka Allah
SWT akan mencukupkan rizki kepadanya.
Dan nikahkanlah orang-orang yang membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan member kemampuan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah
Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS An Nur: 32).

Keenam, persiapan sosial. Setelah nanti kedua calon pengantin menikah, maka
status sosial di masyarakat pun akan berubah. Mereka berdua bukan lagi seorang gadis dan
lajang, tetapi telah berubah menjadi keluarga.

Sehingga mereka juga harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di
kedua belah pihak keluarga atau di masyarakat dengan kegiatan sosial. Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua
orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin. (QS An Nissa: 36)

Semua persiapan ini, tidak begitu saja dapat diraih, melainkan perlu waktu dan proses
belajar menuju kesana. Karena itulah, saat kita masih memiliki banyak waktu, dan belum
terikat nantinya oleh kesibukan rumah tangga, maka berupaya untuk diri kita menuntut ilmu
sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga yang sakinah mawaddah dan
warrahman (Samara) kelak.

II. Pentingnya restu orang tua dalam perkawinan


Janganlah kita lupakan bahwa kita terlahir didunia, dari bayi yang tidak tahu apa-apa,
hingga dewasa dan kaya ilmu, adalah atas jasa orang tua kita. Oleh karena itu islam sangat
menekankan masalah berbakti kepada orang tu, membhagiakan mereka dan tidak durhaka
pada mereka. Bahkan nabi bersabda : Keridhoan Allah terletak pada keridhoan orang
tua, dan sebaliknya kemurkaan Allah terletak juga pada kemurkaan kedua orang tua.

Alasan pentingnya restu orang tua dalam perkawinan adalah sebagai berikut:

1. Islam sangatlah menghormati wanita dan melindunginya dari segala sesuatu yang
merugikan dan membahayakannya. Oleh karena itu, ia tidak boleh menikah kecuali
dengan izin dari walinya, sebagaimana sabda nabi : Siapapun wanita yang menikah
tanpa izin walinya, maka nikahnya batal (tidak sah).
2. Keputusan menikah adalah keputusan yang sangat besar dalam perjalanan hidup dan
konsekuensinya akan dirasakan pula seumur hidup.

3. Beberapa solusi yang dapat diperhatikan:

Adakan komunikasi yang lebih baik dan terbuka dengan orang tua
Jelaskan alasan yang mendasari langkah yag diambil, dan kelebihan apa yang ada
dalam pilihan tersebut
Jelaskan kerugian yang timbul jika meninggalkan pilihan yang kita inginkan
Jika satu kesempatan tidak cukup, maka teruskan berkomunikasi pada kesempatan
lainnya.
Mungkin orang tua ada pandangan lain, cobalah untuk menjajakinya
Jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah, memohonlah untuk dimudahkan segala
urusan dan diberikan solusi yang terbaik
Jangan lupa untuk shalat istikharah.

III. Perkawinan beda agama menurut pandangan Islam

Pernikahan beda agama di Indonesia sudah lama menjadi satu kontroversi yang selalu
menjadi perdebatan. Beberapa orang mengeluarkan kecaman yang menyebut menikah dengan
pasangan yang berbeda agama adalah dilarang dan jika dilakukan maka sifatnya haram dan
tidak sah. Namun, ada beberapa orang yang yakin bahwa atas didasari tujuan baik membina
hubungan rumah tangga demi kehidupan yang baik dan atas dasar cinta kasih, maka menikah
dengan seseorang yang beda agama boleh boleh saja.

Tapi, bagaimana sebenarnya hukum menikah beda agama dalam Islam?

Secara garis besar, pernikahan beda agama dapat terjadi dalam 2 kondisi sebagai berikut:

- Pria muslim menikah dengan wanita non-muslim

- Wanita muslim menikah dengan pria non-muslim

Melihat dari kondisi tersebut ada beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan posisi
Islam terhadap pernikahan beda agama, antara lain:
a. Pria muslim menikah dengan wanita non-muslim

-Surat Al Maidah ayat 5

Mengutip dari ayat di atas, terdapat bacaan Al-Quran yang jika diartikan berbunyi
sebagai berikut Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.

Sedangkan, pada ayat lain di bawah ini

-Surat Al Baqarah ayat 222

Disebutkan sebuah kalimat yang berbunyi Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman

Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut yaitu
1. Jelas Nasabnya menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyang
adalah ahli kitab.Jadi dapatdikatakan bahwa sebagian besar kaum nasrani diIndonesia
bukan merupakan golongan ahli kitab.

2. Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anaknya kelak dari bahaya
fitnah.Tetapi dalam Kitab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah,
Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum pernikahan dalam Qs.Al-Baqarah ayat 221
dan Qs.Al Mumtahanah ayat 10 telah dihapus (mansukh) oleh Qs.Al-Maidahayat 5.
Karena yang berlaku adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan
wanita Ahli Kitab.Sedangkan diharamkan pernikahan antara pria muslim dengan
wanita musrik,menurut kesepakatan para ulamatetap diharamkan ,apapun alasannya
karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah.

b. wanita muslim yang menikah dengan pria non-muslim adalah

- Surat Al-Baqarah ayat 22

Pada ayat ini disebutkan . . .Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. . .. Jadi dapat disimpulkan
bahwa haram hukumnya bagi seorang wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim.

Alasan Islam mengecam pernikahan wanita muslim dengan pria non-muslim, adalah
karena dikhawatirkan seorang pemimpin keluarga yang non-muslim akan membuat istri
muslimahnya untuk keluar dari agama Islam.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pernikahan bukanlah menjadi hal yang gampang, karena memiliki
beberapa persiapan yang harus terpenuhi atau disiapkan sebelum melaksanakan
pernikahan tersebut. Ada banyak factor-faktor penting yang harus dipersiapkan
sebelum pernikahan, antara lain persiapan moral, konsepsual, fisik, kepribadian
dan harta. Namun dibalik semua hal tersebut juga ada restu orang tua yang
menjadi peranan penting untuk terlaksananya pernikahan dengan Ridha Allah
SWT pula.

DAFTAR PUSTAKA
Ulfatmi dan Khairil, Jem.2014.Islam dan Perkawinan.Padang:FK-
Unbrah
http://anugerah.hendra.or.id
http://persiapan-pernikahan.com
http://beda-agama.co.id
PERTANYAAN
1. Atika Rozalia 12-084 (kel. 1)

Apabila pada hari pernikahan ayah calon mempelai wanita meninggal,


bagaimana dengan pernikahannya apakah ditunda atau tetap dilanjutkan.

2. Fahreza Ichsan 12-032 (kel. 3)

Bagaimana hukum pingitan menurut Islam ?

3. Mega Riska 12-052 (kel. 4)

Bagaimana pandangan Islam tentang bermewah-mewahan dalam resepsi


pernikahan ?

4. Elfira Chairani 12-044 (kel. 5)

Apabila seorang laki-laki meminang seorang perempuan, kemudian


perempuan mengajukan mahar pernikahan. Lalu laki-laki merasa tidak
sanggup memenuhinya, sehingga ia meminta keringanan. Bagaimana
menurut pandangan islam tentang hal ini ?

5. Dessyana W 12-023 (kel. 6)

Bagaimana pandangan Islam mengenai foto pre-wedding ?

Jawaban :
1. Menurut kelompok kami, keputusannya ada ditangan kedua belah pihak
yakni mempelai pria dam wanita. Pernikahan tersebut bisa ditunda
dengan alasan anak Almarhum merasa tidak siap fisik karena masih
dalam suasana duka. Namun apabila memang ingin tetap melanjutkan
pernikahan tersebut, maka sebaiknya dilakukan penguburan terlebih dulu,
baru diadakan Ijab kabul. Dan alangkah baiknya bila resepsi pernikahan
di tunda dulu, mengingat masih dalam suasana duka.
2. Tidak ada aturan khusus dalam Islam tentang persiapan sebelum
pernikahan termasuk mengenai pingitan, karena pingitan merupakan adat
budaya daerah tertentu. Dalam Islam yang terpenting adalah :
a. Tidak mengandung unsur syirik (mis. Ada sesajen)
b. Tidak membuka aurat (mis. Wanita hanya memakai kemben)
c. Diusahakan tidak ikhtilat (campur baur pria wanita)
d. Tidak menampilkan hiburan atau acara yang tidak Islami (mis.
Dangdutan yang seronok)
e. Tidak berlebih-lebihan (mubadzir) dalam menyiapkan sarana atau
hidangan pesta
f. Tidak sampai mengabaikan waktu shalat
3. Dalam Islam diperbolehkan adanya resepsi pernikahan, akan tetapi tidak
boleh secara berlebih-lebihan apalagi sampai berhutang untuk
kemewahan pesta tersebut. Berdasarkan surat Al-Isra : 26-27 yang artinya
: Dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang ada dalam perjalanan, dan janganlan
kamu menghamburkan (hartamu) dengan boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara nya setan, dan
sesungguhnya setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.
4. Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon
isterinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Mahar ini
menjadi hak isteri sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun
sangat ditentukan oleh kehendak isteri. Jadi, meminta keringanan mahar
(negosiasi) ini diperbolehkan, dengan syarat calon isteri ridha atau ikhlas
terhadap permintaan keringana tersebut.
5. Foto pre-wedding umumnya dilakukan sepasang kekasih sebelum ijab
Kabul, hal ini dinilai haram karena meraka belum muhrim, ditambah lagi
biasanya adegan foto yang berdekatan seperti berpegangan tangan,
berpelukan, mencium kening, termasuk perbuatan yang haram dalam
Islam. Hal ini diperkuat dengan adanya hadis, yang artinya : janganlah
seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan) sebab syaiton
menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan
wanita, kecuali disertai dengan mahramnya.(HR. Imam Bukhari
Muslim)
Sebaiknya, jika tetap ingin melaksanakan foto pre-wedding hendaklah
dilaksanakan sesudah ijab Kabul, karena yang bersangkutan telah
menjadi muhrim.

You might also like