You are on page 1of 6

1.

Pendahuluan
Dalam konteks yang lebih sempit, konteks sastra,permasalahan mendasar, tanpa menjadi
terlalu naif, yang pantas untuk dipertanyakan saat ini adalah mengenai fungsi sastra dan tujuan
seorang penulis/pengarang menciptakan suatu karya sastra. Jika dilihat dari sisi historis, karya
sastra selalu memiliki porsi tersendiri terkait semangat zaman yang menguasainya, semisal pada
masa Yunani kuno di mana karya sastra (drama) dijadikan sebagai sebuah alat untuk memberikan
kisah-kisah tragedi. Pada abad Kegelapan, karya sastra dijadikan sebagai dogma serta ajaran
religius.
Sementara itu, pada zaman Renaissanns ketika karya sastra menjadi alat ekspresif, dan pada saat
era modernisasi karya sastra menjadi bagian dari suatu produksi (dan kritik) sosial-kultural.
Sampai saat ini, atau era kontemporer, posmodernisme, serta isu-isu kekinian, situasi yang
dialami karya sastra dapat menjadi sesuatu yang lebih fleksibel dan bahkan kompleks.
Kompleksitas yang dihadapi (karya) pada dasarnya juga sangat dipengaruhi oleh pergeseran
tatanan masyarakat akibat dari merasuknya globalisasi yang menumbuhkan proyek kapitalisme
yang sangat sentimental dengan permasalahan subjek.

Fokus Zizek dalam hal ini adalah

Permasalahan subjek di sini, dalam semesta kesusastraan menjadi hal yang menarik untuk disimak
lebih dalam terkait situasi dan kondisinya. Prosedur kritik ideologi, Marxis klasik, cenderung
bersifat symptomatic; suatu interpretasi terhadap symptom (gejala) yang menyembunyikan realitas
sebenarnya di baliknya dan dari sana ideologi hadir sebagai kesadaran palsu. Ideologi seperti ini,
dalam konteks sastra, kemudian dapat dipertentangkan melalui proses kepengarangan yang
menunjukkan bahwa pengarang mengupayakan teks sebagai kritik terhadap ideologi dengan
ideologi pengarang sendiri. Dengan kata lain, mempertemukan ideologi dengan ideologi justru
mengimplikasikan bahwa tidak ada apa-apa di luar ideologi atau yang ilusi/palsu.
Sialnya, jika seorang pengarang menjadikan karya sastra sebagai sebuah kritik atas suatu
kepalsuan namun dia masih melakukan kepalsuan tersebut, maka penulusuran permasalahan ini
kemudian akan sampai pada level konsistensi dari realitas yang dilakukan oleh pengarang terkait
karyanya tersebut. Dari sanalah permasalahan kritik ideologi tidak hanya berkutat padadomain
symptomatic atau kesadaran palsu, melainkan fantasy atau kehadiran realitas itu sendiri yang
dipalsukan dalam prosesnya sehingga meskipun subjek mengetahui kepalsuannya, mereka akan
tetap melakukannya. Sebut saja seorang pengarang yang mengkritisi pemanasan global; dia
menulis kritiknya dalam sebuah novel, novel dicetak menjadi buku, buku dari kertas, kertas dari
kayu, kayu diambil dari hutan, hutan gersang, pemanasan global dan pengarang mengkritisinya
lagi dan seterusnya.

Apa yang hendak ditawarkan oleh zizek


Paradoks tersebut merupakan stimulasi untuk melihat bagaimana karya sastra, utamanya paradigm
kontemporer saat ini, justru menunjukkan sisi anomalinya. Dalam pandangan klasik, karya sastra
dilihat sebagai suatu bentuk mimesis sementara nuansa romantisme mengubahnya menjadi suatu
bentuk ekspresif, dan dari perubahan paradigma ini permasalahan karya sastra menjadi pelik dan
denatural. Lokus utama konflik rekonsiliasi sastrawi terletak pada sikap mimesis dan ekspresif
yang berjumpa pada konstelasi kritik karya sastra kepada objektifitas dunia realitas dengan
subjektifitas simbolik pengarang.
iek, menjembatani diskursus anomali sastra; karya sastra bukan hanya sebagai sebuah otentisitas
melainkan juga sebuah kenikmatan ideologis. Dengan melihat hal tersebut, mengkritisi suatu
ideologi dengan ideologi, menikmati pengalaman mengkritisi, dan menawarkan suatu bentuk
implisit Geist; karya sastra pada akhirnya menjadi sebuah topeng ilusif dan utopis bagaimana
ideologi bekerja saat ini; menjadikan karya sastra sebagai sebuah partisipasi sosial dan legitimasi
personal.
Konsep kerja
Zizek menempatkan subjek dengan sosialnya melalui substansi yaitu substansi; (1)
mentransposisikan dan mentranslasikan hubungan absolut antara subjek melalui realitaskepada
relasi dari subjek individual, kemudian kepada substansi dari relasi sosial antara individual yang
trans-substansial dan mengubah relasi individual kepada sosial melalui substansi, (2) mengubah
tatanan urutan relasi dari subjek individual kepada substansi untuk masuk ke dalam relasi
substansi kepada dirinya sendiri, sehingga substansialisasi menjadi semacam ekspresi struktur
dasar dari relasi soisal antar subjek individual yang aktif dan aktual.

Substansi yang dimaksud zizek adalah estasi yang akan mereduksi kekosongan, kebolognan, atau
kehampaan subjek yang berada dalam bentuk kosong melalui proses self-relating negativity
(dialektika) hubungan dengan yang lain, dan kastrasi dalam social. Tujuannya adalah untuk
merengkuh absolut melalui substansi yang menjelaskan subjek yang Exchange mampu
menciptakan rekonsiliasi pada posis hierarkis yang lebih tinggi

Proses exchange tidak pernah bias seimbang, bahwa subjek mengasingkan dirinya untuk sebuah
pertukaran substansi. Subjek dengan kata lain menukur sesuatu yang dimilikinya untuk
mendapatkan hal lainnya sebagai bentuk pengorbanan. Proses ini adalah proses pertama dari
pembentukan subjektifitas menjadikan realitas yang tidak dapat dijangkau oleh subjek
dimungkinkan dengan pertukaan substansi tersebut.

Apa yang terjadi kemudian, adalah substansi tidak hanya disubordinasi pada subjektifitas
kesadaran diri melalui transformasinya adalah ruang kosong belaka, pengasingan dirinya
menjadikan negasi abstrak yang tidak bermakna postifi dominan

Subjek terknostruksi dan terikat dengan ruang eksternanya yang menyebabkan subjek mencari
sesuatu yang lain yang bukan dirinya.
Moral dimanfaatkan untuk melakatkan subjek pada hal-hal tematis seperti kebebasa, hak dll untuk
menekan esensi subjek. Hal inilah (moral )yang menjadi blunder yang mengikat subjek dalam
dunia simbolik

Moralitas menegaskan Terror negatifitas dari sisi eksternal diri dibenamkan secara internal
sehingga menjadi kekuatan moral hokum dan menjadi pengetahuan murni yang tidak berlawanan
dengan subjek tetapi malah membentuk poros diri yang menentu, tidak berantakan, tercecer, dan
tersebar, Hl itu dikarenakan tidak ada substansi yang dikorbankan sehingga tidak ada jawaban
yang dapat menyelesaikan atau menawarkan rekonsiliasi akhir.

Kesadaran
Subjek secara sadara melakukan proses negoisasi dengan apa yang menjadi ketertarikannya karena
subjek itu sendiri telah terikat dengan keadaan diluar dirinya. Subjek menjadikan moral sebagai
hal yang melakat pada diri dengan malakukan proses pertukaran untuk menekan esensi subjek dan
menawarkan prose kenikmatan.
Disaat rekonsiliasi tidak menawarkan apa-apa kepada subjek maka subjek secara sadar telah
melepaskan diri dari tatanan simboliknya . apa yang diangga oleh marx sebagai kesadaran palus
adalah kesadaran yang tidak menjangkau pada realitas yang sebenarnya, masyarakat terjangkit
oleh ilusi yang begitu tebal dan mengaburkan kenyataan di baliknya tetapi zizek memandang lain
terhadap hal ini bahwa elemen masyarakat itu bersifat sinis, subjek melalukan sesuatu hal meski
telah paham bahwa itu bertentangan dengan realitas yang sebenarnya tetapi mereka tetap
melakukan hal tgersebut. Dalam hal ini ideologi bekerja secara sinis dimana terdapat kekuatan
tidak sadar yang dianggap sebagai kekuatan baru dan secara sadar tunduk terhadapnya.
Subjek nantinya akan mengalami tiga tahap kepatuhan yaitu tahap the real tahapan ketika
segalanya belum terbahasakn, ketika kebutuhan telah terepenuhi meski tanap diminta ; tahap
imajiner artinya subjek masih belum mampu untuk mengidentifikasi antara dirinya dengan the
other meski citra the other seringkali tampak dalam diri. Yang terakhir adalah simbolik, subjek
ditundukkan oleh keberadaan simbolik yang telah ada terlebih dahulu, subjek tidak mampu untuk
melintasi rantai penanda, subjek untuk mencapai the other hanya memenuhi kebutuhan, sehingga
subjek terbelah antara pemubuhan kebutuhan diri atau memenuhi panggilan the other untuk masuk
ketatanan simbolik. Proses pemenuhan tidak sepenuhnya bisa terselesaikan karena the other itu
sendiri sama seperti subjek yang lack, dengan kata lain terjadi tumpang tindih antara hasrat untuk
memiliki dan hasrat untuk menjadi.

Pembahasan
Sinopsis singkat
Lelaki pemanggul Goni adalah salah satu cerpen yang ditulis oleh Budi Dharma meceritakan
tetnang seorang lelaki pemanggul Goni dengan Karmain. Karmain selalu terdorong oleh kekuatan
luar biasa untuk melihat mata ke mata kepada lelaki pemanggul goni yang muncul didepan
rumahnya. Suatu waktu karmain keluar rumah untuk menemui pemanggul goni tersebut tetapi
sesampainya diluar, lelaki tersebut sudah tidak ada lagi. Begitupun sampai beberpa pertemuan
selanjutnya di halte bus, dan dibeberapa tempat lain disekitar rumahnya. Suatu waktu akhirnya
pemanggul goni tersebut menantang karmain utnuk turun kebawah, tetapi karmain mengejaknya
untuk masuk kedalam rumah karmain meski dalam keadaan muka yang menyiratkan amarah.
Karmain adalah sosok yang taat beribada sejak kecil karena seringkali diingatkan oleh ibunya
untuk rajin beribadah. Ajakan karmain masih ditolak oleh pemanggul goni tersebut, akhirnya dia
turun ke jalan menemui pemanggul goni tersebut tetapi dia tetap menghilang. Dia kembali ke
apartemenya dan menengok berkas-berkas lama dan melihat album lama dan terpaku pada foto
ibunya. Dia terisak ketika tersadar bahwa ibunya dulu bercerita, suatu waktu akan dating laki-laki
pemanggul goni mengunjungi orang-orang berdosa untuk mencabut nyawa.
Dia bertemu kembali dengan lelaki pemanggul goni tersebut didalam apartemnya, lelaki
pemanggul goni tersebut mengingatkan kepada karmain mengenai kejadian-kejadian masa lalu
yang terjadi terhadapnya dan terhadap teman-temannya. Lelaki pemanggul goni tersebut
mengingatkan ke karmain bahwa dirinya adalah rang yang tahu segalanya mengenai kehidupannya
menceritakan tentang makam ayahnya, sahabat-sahabtnya ketika tersesat di Gunung Muria,
menjadi pembeduk di masjid, cita-cita dari kecil ketika dewasa ingin memiliki gedung bioskop
dan kebekaran yang menimpa kampong Burikan desanya. Seketika lelaki pemanggul goni tersebut
dengan erut di wahahnya dan nyala matanya marah ketika tahu karmien ragu terhadap dia yang
menyatakan diri tahu segalanya tetapi karmin bertentangan dengan hal itu dengan mengungkapkan
hanya nabi Khidirlah yang mampu mengetahui nasib hidup seseorang.
Analisis
Budi Darma mendapat julukan penulis serba bisa. Salah seorang tokoh prosa Indonesia Angkatan
1970-an, ini dikenal sebagai pengarang yang revolusioner pada masa itu. Bahkan, Prof. A. Teeuw
menilainya sebagai pengarang yang paling berhasil dalam usaha pembaruan, khususnya dalam hal
teknik fiksi dan isinya. Penulis kelahiran Rembang, Jawa Tengah, pada 25 April 1937 ini dianggap
sebagai pelopor penggunaan teknik kolase, dan karya-karyanya dapat disejajarkan dengan karya-
karya mancanegara. Perjalan fisik menjadi poin penting dalam proses kepengarangannya. Profesi
ayahnya yang sebagai pegawai kantor pos menyebabkan dia dan keluarganya sering berpindah-
pindah temapt tinggal. Badnung, kudus, salatiga, jombang, semarang, dan Yogyakarta. Bahkan
sampai ke luar negeri, di INdiea dia menghasilkan cerpen Gauhati, Nyonya Tailis, sementara
Amerika Serikat, dan Prancis melahirkan sebagaian cerpen dalam orang-orang Bloomington,
Novel olenka, dan novel Ny. Talis.
Perjalannya di jepang dia merasakan penderitaan rakyat Indonesia sebagai akibat kekejama,
kemiskinan, dan kelapara. Semasa kanak-kanankya, budi dharma sangat lekat dengan pengalaman
perang, masa-masa penjajahn belanda dan jepang, peristiwa madiun, pemberontakan TII, hingga
gerakan 30 september 1965. Daya tariknya dan gemar ilmu pengetahuan menjadikan dia gemabr
membaca di rumah tetangganya sewaktu kecil dan sering mempertanyakan banyak hal. Budi
dharma secara konsisten mengatakan bahwa kepengarangannya disebabkan oleh takdir, bakat dan
kemauan, dan kesempatan menulis. Dia sering mempertanyakan berbagai hal dan sifatnya sangat
hakiki. Kekuatan imajinasi merupakan modal kepengarangan budi dharma. Kekuatan ini identic
dengan kepekaan pengarang . setelah dewasa bacaan-bacaany semakin kuat seperti karya-karya
Taylor Coleridge, Anton P. Chekhow, The darling, Antic Hay, D.H. Lawrence dll. Sementara di
Indonesia pembacaan banyak berputar di Chairil Anwar, Mahabaratha, Al-quran, kitab perjanjian
lama, filsafat, teori sastra, dan juga music.
Imajinasinya terkadang ganas dan meletup-meletup. Imajinasi yang kuatnya mengantarkan dalam
beberapa kesempatan dapat dituangkan kedalam kary sastranya. Dia mengakui bahwa karkater
imajinasinya adalah menakutkan sehingga dia tidak bisa menulis mengenai kehidupan yang manis.
Sebagaiman pada karya orang-orang Bloomington : kesepian, ketuaan, penyakit, disertai cinta,
penyesalan dan kendak berbuat baik mewarnai kumpulan cerpen ini. Sehingga kritikus menjulinya
nya sebagai pengarang jugnkir balik karena logika dalam cerpennya jungkir balik.
Intelektual yang baik juga ditekankan oleh budi Dharma sebagai dasar hakikat seniman.
Dalam cerpen Lelaki pemanggul goni budi dharma mencoba menyajikan nuansa religus
sebagaiman yang dapat tampak dinyatakan Setiap kali sembahyang, sebelum sempat menggelar
sajad untuk sembahyang dan kemudian tokoh karmain diperhadapkan dengan pemanggul goni
yang konon adalah sosok yang selalu ada dibalik duka oarng-orang disekitar Karmain, dibeberapa
peristiwa hidupnya, pemanggul goni ini selalu saja datang seolah-olah memberikan kabar buruk
terhadap kehidupannya. Pernyataan ibu dari karmain pun demikian bahwa ketika datang
pemanggul goni datang kepada mereka yang berdosa, pekerjaan dia adalah mencabut nyawa.
Tetapi lantas bantahan tersebut datang dari karmin itu sendiri yang meyakini bahwa kehadiran
yang terus menurus dari pemanggul Goni dalam setiap kejadian hidupnya bukanlah sosok yang
baik. Dia malah berargumentasi bahwa dialah penyebab segala mala petaka yang terjadi di
sepanjang hidup karmain. Bagaiman dengan budi dharma menghadirkan narasi ini sebagai bentuk
penerimaan sekaligus penolakan terhadap the other dimana pertentangan itu sendiri lahir dari
dalam dirinya , dia memupuk kesadaran sinisnya terhadap eksistensi yang lain, memunculkan
kecurigaan-kecurigaan sementara dia sendiri meyakini keberadaanya.

You might also like