Professional Documents
Culture Documents
GAMBARAN UMUM
Pola ini dipayungi oleh konsep WHO: Conceptual framework integrated people-
centred health services. (WHO global strategy on integrated people-centred health
services 2016-2026, July 2015).
Penerapan konsep pelayanan berfokus pada pasien adalah dalam bentuk Asuhan
Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal dengan elemen:
Asesmen ulang harus dilakukan selama asuhan, pengobatan dan pelayanan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien. Asesmen ulang adalah penting untuk memahami
respons pasien terhadap pemberian asuhan, pengobatan dan pelayanan, serta juga
penting untuk menetapkan apakah keputusan asuhan memadai dan efektif.
Standar AP.1
Rumah sakit menentukan isi, jumlah dan jenis asesmen awal pada disiplin medis
dan keperawatan yang meliputi pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan, pengkajian
pasien dari aspek biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual pasien.
Standar AP.1.1
Asesmen awal masing-masing pasien rawat inap meliputi pemeriksaan fisik, riwayat
kesehatan, pengkajian pasien dari aspek biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kultural
dan spiritual pasien.
Standar AP.1.2
Asesmen awal masing-masing pasien rawat jalan meliputi pemeriksaan fisik, riwayat
kesehatan, pengkajian pasien dari aspek biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kultural
dan spiritual pasien.
Standar AP.1.3
d. status fisik,
e. psiko-sosio-spiritual,
f. ekonomi
g. riwayat kesehatan pasien.
h. riwayat alergi,
i. asesmen nyeri,
j. risiko jatuh,
k. asesmen fungsional,
l. risiko nutrisional,
m. kebutuhan edukasi ,
n. Perencanaan Pemulangan Pasien (Discharge Planning)
Jika pasien sudah terdaftar atau diterima di rumah sakit untuk asuhan rawat inap dan
atau rawat jalan, sebuah asesmen lengkap perlu dilakukan terkait alasan pasien
datang di rumah sakit mengacu kepada butir-butir isi minimal asesmen awal. Informasi
spesifik yang dibutuhkan rumah sakit pada tahap ini, prosedur yang dilakukan
padanya, tergantung kebutuhan pasien dan dimana asuhan diberikan (misalnya,
asuhan rawat inap atau rawat jalan). Rumah sakit menetapkan regulasi proses
asesmen dan pendokumentasiannya di rekam medis (lihat juga, ARK.1).
Untuk melakukan asesmen pasien secara efektif, rumah sakit menentukan regulasi,
isi minimal asesmen yang harus dilakukan oleh dokter, perawat dan professional
pemberi asuhan lainnya. Asesmen dilakukan oleh disiplin klinis sesuai kebutuhan.
Asesmen hanya dilakukan oleh orang yang kompeten dan diberi kewenangan sesuai
peraturan perundang-undangan. Seluruh hasil asesmen itu harus ada sebelum
dilakukan pengobatan.
Asesmen awal seorang pasien, rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat merupakan
proses yang penting untuk identifikasi kebutuhan pasien untuk memulai proses
asuhan pasien. Proses asesmen awal memberikan informasi perihal:
Untuk mendapatkan informasi ini, asesmen awal melakukan evaluasi kondisi pasien
melalui pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatannya. Asesmen psikologis
menentukan status emosional pasien (misalnya, jika pasien depresi, takut jiwanya
terancam, suka berkelahi, membahayakan diri sendiri atau orang lain).
Keluarga akan membantu dalam proses asesmen dan untuk memahami keinginan
pasien dan pilihannya dari proses asesmen. Faktor ekonomi dikaji sebagai bagian
asesmen sosial, atau asesmen ekonomi terpisah jika pasien dan keluarganya
bertanggung jawab terhadap semua atau sebagian biaya asuhan selama dirawat atau
sesudah keluar rumah sakit. Banyak profesional pemberi asuhan (PPA) yangg
kompeten dan diberi kewenangan yang berbeda-beda terlibat dalam asesmen pasien.
Faktor terpenting adalah asesmen dilakukan lengkap dan tersedia bagi mereka yang
bekerja untuk memberikan asuhan (lihat juga, ARK.3).
Pada rawat jalan, asesmen awal dilakukan pada pasien baru, pasien dengan
diagnosis baru, pasien dengan diagnosis yang sama pada kunjungan kedua yang
jarak waktunya lama, sesuai regulasi rumah sakit lebih dari satu bulan pada diagnosis
akut, atau misalnya tiga bulan pada penyakit yang kronis.
Elemen Penilaian AP.1
1. Rumah sakit menentukan isi, jumlah, dan jenis asesmen awal pada disiplin
medis dan keperawatan sesuai d) sampai dengan n) di maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan isi, jumlah dan jenis asesmen awal disiplin medis. (D,W
)
3. Ada bukti pelaksanaan isi, jumlah dan jenis asesmen awal disiplin
keperawatan. (D,W)
4. Ada bukti keterlibatan keluarga dalam melengkapi asesmen awal (lihat HPK 2
EP1). ( D,W )
1. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien rawat inap meliputi riwayat
kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik (D,W)
2. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien rawat inap meliputi faktor bio-
psiko-sosio-kultural-spiritual. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien rawat inap menghasilkan
diagnosis awal dan masalah kesehatan pasien (lihat juga ARK 3). (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien rawat inap harus selesai dalam
waktu 24 jam atau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien rawat inap menghasilkan
rencana asuhan (D,W)
2. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien rawat jalan meliputi riwayat
kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien rawat jalan meliputi faktor bio-
psiko-sosio-kultural-spiritual. (D,W)
6. Ada bukti pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit akut /non kronis,
asesmen awal diperbaharui setelah 1 (satu) bulan. (D,W)
7. Ada bukti pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen
awal diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan. (D,W)
2. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien gawat darurat meliputi riwayat
kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien gawat darurat meliputi faktor bio-
psiko-sosio-kultural-spiritual berfokus pada kondisi pasien. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan asesmen awal pasien gawat darurat menghasilkan
diagnosis awal dan masalah kesehatan pasien (lihat juga ARK 3). (D,W)
Standar AP.1.4
Asesmen awal pasien mencakup juga skrining status nutrisi, kebutuhan fungsional,
dan kebutuhan khusus lainnya, kemudian dirujuk untuk asesmen dan tindakan lebih
lanjut jika perlu.
Standar AP.1.4.1
Asesmen awal pasien mencakup juga kebutuhan fungsional, termasuk risiko jatuh,
kemudian dirujuk untuk asesmen dan tindakan lebih lanjut jika perlu.
Informasi yang diperoleh pada asesmen awal medis dan atau asesmen awal
keperawatan, dapat menunjukkan kebutuhan asesmen lebih lanjut atau lebih
mendalam tentang status nutrisional (antara lain metode MST- Malnutrition Screening
Tools), fungsional (antara lain: dengan metode Barthel Index) termasuk risiko pasien
jatuh (lihat juga, SKP.6).
Jumlah angka (skor) akan menunjukkan risiko nutrisional pasien yang membutuhkan
asesmen nutrisional lebih lanjut secara.
Pada setiap kasus, kriteria pemeriksaan digunakan oleh staf yang kompeten dan
diberi kewenangan yang mampu melakukan asesmen lebih lanjut, jika perlu,
memberikan pelayanan yang diperlukan. Misalnya, kriteria pemeriksaan risiko
nutrisional dibuat oleh perawat yang menggunakan kriteria, dietisen yang memberi
saran intervensi diet, dan nutrisionis yang akan mengintegrasikan kebutuhan nutrisi
dengan kebutuhan lain pasien.
Informasi yang dikumpulkan dalam asesmen awal medis dan keperawatan termasuk
asesmen lain yang dibutuhkan antara lain untuk: gigi, pendengaran, penglihatan, dan
sebagainya. Setelah pemulangan di rumah sakit dilanjutkan asuhan di komunitas.
Standar AP.1.5
Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining terhadap nyeri dan jika ada nyeri
dilakukan asesmen.
Maksud dan Tujuan AP.1.5
Pada asesmen awal dan selama asesmen ulang prosedur skrining digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang merasakan nyeri.
Jawaban positif dari pertanyaan pertanyaan ini menandakan ada kebutuhan dilakukan
asesmen mendalam terhadap nyeri pasien. Cakupan tindakan berdasar asuhan dan
pelayanan yang tersedia
Untuk pasien rawat inap, jika diketahui ada nyeri segera dilakukan asesmen lebih
dalam. Asesmen ini disesuaikan dengan umur pasien dan mengukur intensitas dan
kualitas rasa nyeri, seperti karakteristik rasa nyeri, frekuensi, lokasi dan lamanya.
Informasi tambahan dapat diberikan seperti riwayat rasa nyeri, apa yang
menyebabkan rasa nyeri berkurang atau bertambah, apa keinginan pasien untuk
menghilangkan rasa nyeri, dan lain sebagainya (misalnya PQRST). Asesmen dicatat
demikian rupa untuk memudahkan asesmen ulang rutin dan tindak lanjut sesuai
kriteria yang ditetapkan rumah sakit dan kebutuhan pasien.
1. Rumah sakit menetapkan regulasi pasien diskrining untuk rasa nyeri (lihat juga
PAP.6, EP 1). (R)
2. Apabila diidentifikasi ada rasa nyeri pada asesmen awal, lakukan asesmen
lebih mendalam, sesuai dengan umur pasien, dan pengukuran intensitas dan
kualitas nyeri seperti karakter, kekerapan/frekuensi, lokasi dan lamanya (lihat
juga PAP 6 EP 1). (D,W)
3. Asesmen dicatat sedemikian sehingga memfasilitasi asesmen ulangan yang
teratur dan tindak lanjut sesuai kriteria yang dikembangkan oleh rumah sakit
dan kebutuhan pasien. (D,W)
Standar AP.1.6
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang asesmen tambahan untuk populasi pasien
tertentu.
Maksud dan Tujuan AP.1.6
Asesmen tambahan untuk pasien tertentu atau untuk populasi pasien khusus
mengharuskan proses asesmen perlu diubah. Tambahan ini disesuaikan dengan
keunikan dan kebutuhan setiap populasi pasien tertentu. Setiap rumah sakit
menentukan kelompok pasien khusus dan populasi pasien dan menyesuaikan proses
asesmen untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka.
Neonatus
Anak
Remaja
Obsteri/maternitas
Geriatri
Pasien dengan kebutuhan untuk P3(Perencanaan Pemulangan Pasien)
Sakit terminal/menghadapi kematian
Pasien dengan rasa sakit kronik atau nyeri (intense)
Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris
Pasien kecanduan obat terlarang atau alkohol
Korban kekerasan atau kesewenangan
Pasien dengan penyakit menular atau infeksius
Pasien yang menerima kemoterapi atau terapi radiasi
Pasien dengan sistem imunologi terganggu
Standar AP.2
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melakukan asesmen ulang bagi semua
pasien dengan interval waktu berdasarkan kondisi, tindakan, untuk melihat respons
pasien, dan kemudian dibuat rencana kelanjutan asuhan dan atau rencana pulang.
Standar AP.2.1
Rumah sakit menetapkan regulasi hasil asesmen ulang dicatat di rekam medis
dan didokumentasikan dengan baik dan dapat dengan cepat dan mudah ditemukan
kembali dalam rekam medis.
Asesmen ulang oleh semua profesional pemberi asuhan (PPA) merupakan faktor
penting untuk evaluasi terhadap keputusan tentang asuhannya sudah benar dan
efektif. Dilakukan asesmen ulang dengan interval waktu yang didasarkan atas
kebutuhan dan rencana asuhan, dan digunakan sebagai dasar rencana pulang pasien
sesuai dengan regulasi rumah sakit. Hasil asesmen ulang dicatat di rekam medik
pasien/CPPT sebagai informasi untuk di gunakan oleh semua profesional pemberi
asuhan (PPA) (lihat juga, ARK.3).
Asesmen ulang dilakukan dan dicatat di CPPT berbasis IAR dengan metode SOAP,
gizi dapat dengan metode ADIME, dengan memperhatikan:
Menentukan apakah pengobatan dan tindakan lain berhasil dan pasien dapat
dipindah atau pulang
1. Ada regulasi tentang asesmen ulang oleh dokter penanggung jawab pemberi
pelayanan (DPJP), perawat dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya
untuk evaluasi respons pasien terhadap asuhan yang diberikan sebagai tindak
lanjut. (lihat juga, ARK 3, PAP.5; PAB.6.1; MPO.7) (R)
2. Ada bukti pelaksanaan asesmen ulang medis dilaksanakan minimal satu kali
sehari, termasuk akhir minggu / libur untuk pasien akut (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan asesmen ulang oleh perawat minimal satu kali per shift
atau sesuai dengan perubahan kondisi pasien. (D,W)
4. Ada bukti asesmen ulang oleh profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya
dilaksanakan dengan interval sesuai regulasi rumah sakit. (D,W)
5. Asesmen ulang dicatat di dokumen Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi (CPPT). (D)
Standar AP.3
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang PPA yang kompeten dan diberi
kewenangan melakukan asesmen awal dan asesmen ulang.
Asesmen awal dan asesmen ulang pasien adalah proses penting/kritikal, memerlukan
pendidikan khusus, pelatihan, pengetahuan dan keahlian bagi profesional pemberi
asuhan (PPA) dan telah mendapatkan SPK dan RKK termasuk asesmen gawat
darurat. Identifikasi bagi mereka yang memenuhi syarat melakukan asesmen dan
tanggung jawabnya ditentukan secara tertulis. Asesmen dilakukan oleh setiap disiplin/
profesional pemberi asuhan (PPA) dalam lingkup prakteknya, izin, peraturan
perundangan, dan sertifikasi.
Elemen Penilaian AP.3
Standar AP.4
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) bekerja secara tim memberikan asuhan pasien
terintegrasi, masing-masing melakukan asesmen berbasis pengumpulan Informasi,
melakukan analisis untuk membuat rencana asuhan (IAR), dengan dokter
penanggung jawab pemberi pelayanan (DPJP) sebagai ketua tim asuhan yang
mengintegrasikan asuhan, termasuk menentukan prioritas kebutuhan mendesak bagi
pasien rawat inap.
Hasil asesmen pasien diintegrasikan sesuai konsep pelayanan berfokus pada pasien
(PCC). Hasil asesmen yang terintegrasi menjadi dasar Asuhan Pasien Terintegrasi,
baik yang bersifat integrasi horisontal maupun vertikal, dengan elemen:
Proses bekerjasama adalah sederhana dan informal jika kebutuhan pasien tidak
kompleks. Pertemuan resmi tim, rapat tentang pasien, ronde klinik, mungkin
dibutuhkan dengan kebutuhan pasien yang kompleks atau dengan pasien yang
kebutuhannya tidak jelas. Pasien, keluarga pasien dan lainnya, yang membuat
keputusan atas nama pasien dilibatkan dalam proses membuat keputusan, jika perlu.
1. Ada bukti hasil asesmen awal dan asesmen ulang oleh masing-masing
profesional pemberi asuhan (PPA) diintegrasikan. (D,W)
2. Ada bukti hasil asesmen dianalisis untuk membuat rencana asuhan. (D,W)
PELAYANAN LABORATORIUM
Standar AP.5
Di rumah sakit dapat terbentuk pelayanan laboratorium utama (induk), dan juga
pelayanan laboratorium lain, misalnya laboratorium Patologi Anatomi , laboratorium
mikrobiologi, termasuk pelayanan Tes di Ruang Rawat (TRR / Point of Care Testing)
dsb, maka harus diatur secara organisatoris pelayanan laboratorium terintegrasi.
Rumah sakit memilih sumber dari luar ini berdasar rekomendasi dari pimpinan
laboratorium di rumah sakit. Sumber dari luar tersebut dipilih oleh rumah sakit karena
memenuhi peraturan perundangan dan mempunyai sertifikat mutu. Bila melakukan
pemeriksaan rujukan keluar, harus melalui laboratorium RS.
3. Ada daftar spesialis dalam bidang diagnostik khusus yang dapat dihubungi jika
dibutuhkan (W)
4. Ada bukti pemilihan laboratorium di luar rumah sakit (pihak ketiga) untuk
kerjasama berdasarkan pada sertifikat mutu dan diikuti perjanjian kerjasama
sesuai peraturan perundang-undangan. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan rujukan laboratorium keluar rumah sakit (pihak ketiga)
harus melalui laboratorium rumah sakit. (D,W)
Standar AP.5.1
Rumah sakit menetapkan regulasi bahwa seorang (atau lebih) yang kompeten dan
berwenang, bertanggung jawab mengelola pelayanan laboratorium.
Pelayanan laboratorium berada dibawah pimpinan seorang atau lebih yang kompeten
dan memenuhi persyaratan peraturan perundangan. Orang ini bertanggung jawab
mengelola fasilitas dan pelayanan laboratorium, termasuk pemeriksaan yang
dilakukan di tempat tidur pasien (POCT - point-of-care testing), juga tanggung
jawabnya dalam melaksanakan regulasi rumah sakit secara konsisten, seperti
pelatihan, manajemen logistik, dan lain sebagainya.
Sedangkan supervisi sehari hari tetap dijalankan oleh pimpinan unit. Spesialisasi atau
sub spesialisasi pelayanan laboratorium harus berada dibawah pengarahan seorang
profesional sesuai bidangnya.
Standar AP.5.2
Semua staf laboratorium mempunyai pendidikan, pelatihan, kualifikasi dan
pengalaman yang dipersyaratkan untuk mengerjakan pemeriksaan.
Standar AP.5.3
Rumah sakit menetapkan program terkait risiko dan bahaya di laboratorium. Program
menangani kebiasaan dan praktek kerja secara aman, tindakan pencegahan serta
dikoordinasikan dengan program manajemen risiko fasilitas dan program pencegahan
dan pengendalian infeksi (PPI) rumah sakit.
Identifikasi risiko
Analisis risiko
Upaya pengelolaan risiko
Kegiatan sejalan dengan manajemen risiko fasilitas rumah sakit dan program
pencegahan dan pengendalian infeksi
Kegiatan sejalan dengan peraturan perundang-undangan
3. Ada bukti laporan kepada pimpinan rumah sakit paling sedikit satu tahun sekali
dan bila ada kejadian. (D,W)
4. Ada pelaksanaan orientasi dan pelatihan berkelanjutan (ongoing) bagi staf
laboratorium tentang prosedur keselamatan dan keamanan untuk mengurangi
risiko serta pelatihan tentang prosedur baru yang menggunakan bahan
berbahaya. (lihat , MFK.11; TKRS.9; KKS.8) (,D,W)
Standar AP.5.3.1
Terdapat regulasi dan praktek yang dilaksanakan untuk mengurangi bahaya akibat
terpapar bahan-bahan dan limbah biologis berbahaya. Infeksi yang didapat di
laboratorium di catat dan dilaporkan secara internal sesuai regulasi PPI, dilaporkan ke
dinas kesehatan setempat sesuai peraturan perundang-undangan.
Dibawah ini diberikan daftar hal-hal yang harus ditangani dan persyaratan yang harus
dilakukan:
Bila teridentifikasi masalah praktek laboratorium atau terjadi kecelakaan, maka ada
tindakan korektif, dicatat (dokumentasi), dilakukan evaluasi dan dilaporkan kepada
Penanggung jawab / koordinator K3 RS.
1. Ada bukti unit laboratorium melaksanakan manajemen risiko fasilitas dan risiko
infeksi sesuai regulasi di rumah sakit (D,W)
2. Ada bukti pelaporan dan penanganan staf yang terpapar di unit laboratorium
dicatat sesuai dengan regulasi PPI rumah sakit dan peraturan perundangan
(D,W)
Standar AP.5.3.2.
Pelaporan dari hasil laboratorium yang kritis adalah bagian dari risiko terkait
keselamatan pasien. Hasil laboratorium yang secara signifikan diluar batas nilai
normal dapat memberi indikasi risiko tinggi atau kondisi yang mengancam kehidupan
pasien.
Sangat penting bagi rumah sakit untuk mengembangkan suatu sistem pelaporan
formal yang jelas menggambarkan bagaimana profesional pemberi asuhan (PPA)
mewaspadai hasil laboratorium yang kritis dan bagaimana staf mendokumentasikan
komunikasi ini (lihat juga SKP 2, EP 3 dan 4).
Proses ini dikembangkan rumah sakit untuk pengelolaan hasil laboratorium yang kritis
sebagai pedoman bagi profesional pemberi asuhan (PPA) ketika meminta dan
menerima hasil laboratorium pada keadaan gawat darurat.
Prosedur ini meliputi juga: penetapan hasil laboratorium yang kritis dan ambang nilai
kritis bagi setiap tipe tes, untuk setiap pelayanan laboratorium yang ada (antara lain,
laboratorium Klinik, laboratorium Patologi Anatomi, laboratorium Mikrobiologi seperti
misalnya MRSA, MRSE, CRE, ESBL, Keganasan dsb), oleh siapa dan kepada siapa
hasil laboratorium yang kritis harus dilaporkan, termasuk waktu penyampaian hasil
tersebut, pencatatan dan menetapkan metode monitoring yang memenuhi ketentuan.
1. Ada regulasi yang disusun secara kolaboratif tentang hasil laboratorium yang
kritis, pelaporan oleh siapa dan kepada siapa serta tindak lanjutnya. (R)
2. Hasil laboratorium yang kritis dicatat didalam rekam medis pasien (lihat juga
SKP 2 .1 EP 2 ) (D,W)
3. Ada bukti tindak lanjut dari pelaporan hasil laboratorium yang kritis secara
kolaboratif. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut terhadap seluruh proses agar
memenuhi ketentuan serta dimodifikasi sesuai kebutuhan. (D,W)
Standar AP.5.4
Hasil pemeriksaan cito, antara lain dari unit darurat, kamar operasi, unit intensif diberi
perhatian khusus terkait kecepatan asuhan. Jika pemeriksaan dilakukan melalui
kontrak (pihak ketiga) atau laboratorium rujukan, kerangka waktu melaporkan hasil
pemeriksaan juga mengikuti ketentuan rumah sakit dan MOU dengan laboratorium
rujukan (lihat juga, SKP 2.).
Standar AP.5.5
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur tentang uji fungsi, inspeksi,
pemeliharaan, kalibrasi secara tetap (regular) terhadap semua peralatan yang
digunakan untuk pemeriksaan di laboratorium dan hasil pemeriksaan
didokumentasikan.
a) Uji fungsi
b) Inspeksi berkala
c) Pemeliharaan berkala
d) Kaliberasi berkala
e) Identifikasi dan inventarisasi peralatan laboratorium
f) Monitoring dan tindakan terhadap kegagalan fungsi alat
g) Proses penarikan (recall)
h) Pendokumentasian
2. Ada bukti staf yang terlatih melaksanakan uji fungsi dan didokumentasikan.
(D,W)
Reagensia essensial dan bahan lainnya tersedia secara teratur dan di evaluasi
akurasi dan presisi hasilnya.
Rumah sakit menetapkan reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada
untuk pelayanan laboratorium bagi pasien. Suatu proses yang efektif untuk
pemesanan atau menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yang
diperlukan. Semua reagensia disimpan dan didistribusikan sesuai prosedur yang
ditetapkan. Dilakukan audit secara periodik untuk semua reagensia esensial untuk
memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan, antara lain untuk aspek
penyimpanan, label, kadaluarsa dan fisik. Pedoman tertulis memastikan pemberian
label yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan dan akurasi serta presisi
dari hasil.
2. Ada bukti pelaksanaan semua reagensia esensial disimpan dan diberi label,
serta didistribusi sesuai pedoman dari pembuatnya atau instruksi pada
kemasannya (lihat juga MFK.5, EP 2). (D,O,W)
3. Ada bukti pelaksanaan evaluasi/audit semua reagen. (D,W)
Standar AP.5.7
Permintaan pemeriksaan
Pengambilan, pengumpulan dan identifikasi spesimen
Pengiriman, pembuangan, penyimpanan dan pengawetan spesimen
Penerimaan, penyimpanan, telusur spesimen (tracking). Tracking adalah
telusur spesimen bila ada keluhan tidak ada hasil dari suatu spesimen yang
telah dikirim atau bila ada permintaan mengulang pemeriksaan. Telusur
biasanya untuk spesimen yang diambil dalam waktu 24 jam.
Regulasi ini berlaku untuk spesimen yang dikirim ke laboratorium rujukan layanan
laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. Pada jaringan / cairan tubuh yang diambil
dengan tindakan invasif, sebagai standar penetapan diagnosis dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi (laboratorium internal atau rujukan)
Standar AP.5.8
Rumah sakit menetapkan nilai normal dan rentang nilai untuk interpretasi dan
pelaporan hasil laboratorium klinis.
Maksud dan Tujuan AP.5.8
1. Ada regulasi tentang penetapan dan evaluasi rentang nilai normal untuk
interpretasi, pelaporan hasil lab klinis. (R)
2. Pemeriksaan laboratorium harus dilengkapi dengan permintaan pemeriksaan
tertulis disertai dengan ringkasan klinis. (D,W)
Standar AP.5.9
Kendali mutu yang baik sangat esensial bagi pelayanan laboratorium agar
laboratorium dapat memberikan layanan prima.
Program kendali mutu (pemantapan mutu internal PMI) mencakup tahapan Pra-
analitik, Analitik dan Pasca analitik yang memuat antara lain
a) Validasi tes yang digunakan untuk tes akurasi, presisi, hasil rentang nilai
b) Dilakukan surveilans hasil pemeriksaan oleh staf yang kompeten
c) Reagensia di tes (lihat juga, AP.5.6)
d) Koreksi cepat jika ditemukan kekurangan
e) Dokumentasi hasil dan tindakan koreksi
Elemen Penilaian AP.5.9
Standar AP.5.9.1.
Ada proses untuk pemantapan mutu eksternal sebagai tes pembanding mutu.
Pemantapan Mutu Eksternal (PME) sebagai tes pembanding mutu adalah proses
membandingkan seberapa baik kinerja (hasil) sebuah laboratorium dibandingkan
dengan hasil sebuah laboratorium lain. Tes ini dapat menemukan masalah kinerja
yang tidak dapat diketahui melalui mekanisme internal. RS dapat mengikuti program
PME nasional dan atau internasional. Untuk kepentingan ini, unit laboratorium ikut
program PME. Laboratorium harus mengumpulkan sertifikat tentang partisipasinya di
dalam program (lihat juga, AP.5.10 dan TKRS.11).
Standar AP.5.10
Laboratorium rujukan yang bekerja sama dengan rumah sakit mempunyai ijin,
terakreditasi, ada sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Jika rumah sakit menggunakan pelayanan lab rujukan, informasi berikut diperlukan:
c) bukti dokumen bahwa laboratorium rujukan ikut serta program kendali mutu
(lihat juga, AP.5.9.1)
Untuk pelayanan laboratorium rujukan, maka RS secara teratur menerima laporan dan
mereview kontrol mutu dari pelayanan laboratorium rujukan tersebut. Individu yang
kompeten mereview hasil kontrol mutu.
PELAYANAN DARAH
Standar AP.5.11
Standar AP.5.11.1
Rumah sakit menetapkan regulasi bahwa seorang profesional yang kompeten dan
berwenang, bertanggung jawab untuk penyelenggaraan pelayanan darah dan
menjamin pelayanan yang diberikan sesuai peraturan perundangan dan standar
pelayanan.
Standar AP.5.11.2
Rumah sakit menetapkan program dan pelaksanaan kendali mutu. Pelayanan darah
sesuai peraturan perundang-undangan.
a) Permintaan darah
b) Penyimpanan darah
c) Tes kecocokan
d) Distribusi darah
Proses kendali mutu dari semua jenis pelayanan dilaksanakan dan terdokumentasi
untuk memastikan terselenggaranya pelayanan darah dan atau transfusi yang aman.
Donor darah dan pelayanan transfusi dilaksanakan sesuai peraturan perundangan
dan standar praktek yang diakui.
Sebelum dilakukan pemberian darah harus ada penjelasan dari DPJPnya dan
persetujuan dari pasien atau keluarga.
Selama pemberian transfusi darah harus dilakukan monitoring dan evaluasi, dan
dilaporkan bila ada reaksi transfusi.
3. Ada bukti dilaksanakan monitoring dan evaluasi pemberian transfusi darah dan
produk darah dan dilaporkan bila terjadi reaksi transfuse (Lihat juga PAP.3.3
dan PMKP.11). (D,W)
Elemen Penilaian AP.5.11.1
Standar AP.6
a) pelayanan radiodiagnostik
b) pelayanan diagnostik Imajing
c) pelayanan radiologi intervensional
Rumah sakit menetapkan sistem untuk menyelenggarakan pelayanan
radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional yang dibutuhkan pasien, asuhan
klinik dan profesional pemberi asuhan (PPA). Pelayanan radiodiagnostik, imajing dan
radiologi intervensional yang diselenggarakan memenuhi peraturan perundang-
undangan.
Sebagai tambahan, rumah sakit dapat mempunyai daftar konsultan yang dapat
dihubungi, seperti radiasi fisik, radionuklir.
Pelayanan rujukan mudah dijangkau oleh masyarakat, dan laporan hasil pemeriksaan
disampaikan pada waktu yang tepat untuk mendukung kesinambungan asuhan. Bila
melakukan pemeriksaan rujukan keluar, harus melalui radiodiagnostik, imajing dan
radiologi intervensional rumah sakit.
Rumah sakit dapat mempunyai daftar konsultan yang dapat dihubungi, seperti radiasi
fisik, radionuklir harus terintegrasi untuk aspek pengelolaan pelayanan dengan
memperhatikan aspek kepala pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi
intervensional, staf pelaksana, pengelolaan peralatan, keamanan/safety dan
sebagainya.
Standar AP.6.1
Rumah Sakit menetapkan regulasi bahwa seorang (atau lebih) yang kompeten dan
berwenang, bertanggung jawab mengelola pelayanan radiodiagnostik, imajing dan
radiologi intervensional.
Sedangkan supervisi sehari hari tetap dijalankan oleh pimpinan unit yang
mengerjakan pemeriksaan. Spesialisasi atau sub spesialisasi pelayanan radiologi
harus berada dibawah pengarahan seorang profesional sesuai bidangnya.
Standar AP.6.2
Rumah sakit menetapkan mereka yang bekerja sebagai staf radiologi dan diagnostik
imajing yang kompeten dan berwenang melakukan pemeriksaan Radiodiagnostik,
Imajing Dan Radiologi Intervensional, pembacaan diagnostik imajing, pelayanan
pasien di tempat tidur (point-of-care test), membuat interpretasi dan memverifikasi
serta melaporkan hasilnya, serta mereka yang mengawasi prosesnya.
Staf pengawas dan staf pelaksana tehnikal mempunyai latar belakang pelatihan,
pengalaman, ketrampilan dan telah menjalani orientasi tugas pekerjaannya. Staf
tehnikal diberi tugas pekerjaan sesuai latar belakang pendidikan dan pengalaman
mereka. Sebagai tambahan, jumlah staf cukup tersedia untuk melakukan tugas,
membuat interpretasi, dan melaporkan segera hasilnya untuk layanan darurat.
Elemen Penilaian AP.6.2
Standar AP.6.3
Standar AP.6.3.1
Dosis yang lebih tinggi mengakibatkan risiko kerusakan yang lebih besar, dan dosis
yang berulang mempunyai efek kumulatif yang juga mengakibatkan risiko yang lebih
besar.
profesional pemberi asuhan (PPA) harus memperhatikan permintaan pemeriksaan
radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional (RIR) dan mempertimbangkan
rasio kebutuhan medis terhadap risiko radiasi, paparan radiasi yang tidak perlu, harus
dihindari.
Prosedur diagnostik dan terapi yang terkait dgn dosis radiasi yang menggunakan sinar
X atau radiasi pengion, agar ditempatkan staf yang kompeten dan berwenang.
3. Ada bukti laporan kepada pimpinan rumah sakit paling sedikit satu tahun sekali
dan bila ada kejadian (lihat juga MFK 3). (D,W)
4. Ada bukti risiko radiasi diidentifikasi melalui proses yang spesifik atau alat yang
spesifik, untuk staf dan pasien yang mengurangi risiko (apron, TLD dan yang
sejenis) (lihat juga MFK 5 EP 3). (D,O,W)
Standar AP.6.4
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur tentang uji fungsi, inspeksi,
pemeliharaan, kalibrasi secara tetap (regular) terhadap semua peralatan yang
digunakan untuk pemeriksaan di bagian radiodiagnostik, imajing dan radiologi
intervensional (RIR) dan hasil pemeriksaan didokumentasikan.
a) Uji fungsi
b) Inspeksi berkala
c) Pemeliharaan berkala
d) Kaliberasi berkala
e) Identifikasi dan inventarisasi peralatan laboratorium
f) Monitoring dan tindakan terhadap kegagalan fungsi alat
g) Proses penarikan (recall)
Standar AP.6.6
Film X-ray dan bahan lainnya tersedia secara teratur.
Standar AP.6.8
Rumah sakit bekerja sama dengan pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi
intervensional rujukan yang sudah terakreditasi.