You are on page 1of 57

PROPOSAL SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR EKSTRAK ETANOL


96% DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb)
UNTUK MENGATASI JAMUR CANDIDA ALBICANS

Disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana farmasi

(S.Farm)

DISUSUN OLEH :

LATIFAH NADIA

14040030

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG BANTEN

2017
PROPOSAL SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR EKSTRAK ETANOL


96% DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb)
UNTUK MENGATASI JAMUR CANDIDA ALBICANS

Disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana farmasi

(S.Farm)

DISUSUN OLEH :

LATIFAH NADIA

14040030

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG BANTEN

2017
LEMBAR PENGESAHAN

FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR EKSTRAK ETANOL


96% DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb)
UNTUK MENGATASI JAMUR CANDIDA ALBICANS

Disusun oleh :

LATIFAH NADIA

14040030

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Sofi Nurmay Stiani, S.Far., M.Sc.,Apt Endang Sunariyanti,S.Far.,M.Sc


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Alhamdullilahirobbilalamin, banyak nikmat yang allah berikan, tetapi


sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji syukur untuk allah tuhan seru sekalian
atas segala berkat, rahmat serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas metodelogi penelitian .

Proposal skripsi saya dengan berjudul Formulasi Sediaan Sabun Cair


Ekstrak Etanol 96% Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) Untuk
Mengatasi Jamur Candida Abicans proposal ini disusun untuk melengkapi
syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Sekolah Tinggi Farmasi
Muhammadiyah Tangerang. Penulisan proposal skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesarnya, kepada :

1. Nita Rusdiana, S.Farm.,M.Sc.,Apt, selaku Ketua Sekolah Tinggi Farmasi


Muhammadiyah Tangerang
2. Dina Pratiwi, S.Farm., M.Si, selaku Ketua Program Studi S1 Sekolah Tinggi
Farmasi Muhammadiyah Tangerang
3. Sofi Nurmay Stiani, S.Far., M.Sc.,Apt selaku Pembimbing Utama yang
telah banyak memberikan masukan ilmu, waktu serta memberikan
pengarahan kepada penulis dalam penyusunan proposal skripsi.
4. Endang Sunariyanti S.Far., M.Sc, selaku Pembimbing Pendamping yang
memberikan masukan ilmu dan semangat serra memberikan pengarahan
kepada penulis dalam penyusunan proposal skripsi.
5. Orangtua tercinta yang sudah memberikan dukungan selama mengikuti
pendidikan di Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang.
6. Teman-teman dan sahabat tercinta mahasiswi program studi Farmasi
angkatan VII yang telah membimbing penulisan Proposal Skripsi ini.
7. Semua pihak yang terkait dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam penyusunan Proposal Skripsi.

Akhir kata semoga proposal ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan proposal ini masi
jauh dari sempurna. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

Tangerang,

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki beranekaragam

tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Menurut

Dalimarta (2000), masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu telah

mengenal dan memanfaatkan tanaman yang mempunyai khasiat obat

tradisional atau obat herbal, yaitu salah satu tanaman dapat digunakan

sebagai alternatif antifungi adalah pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius), dimana pandan wangi merupakan jenis tanaman yang

banyak ditemukan di Indonesia.

Pandan wangi adalah tanaman yang dimanfaatkan daunnya untuk

bahan tambahan makanan, dan sebagai bahan pewarna dan pemberi

aroma. Aroma khas daun pandan wangi yaitu karena adanya senyawa

turunan asam amino fenilalanin. Pandan wangi juga memiliki aktivitas

antidiabetik, pada ekstrak air, antioksidan pada ekstrak etanol, dan juga

sebagai antibakteri ekstrak etanol (A Mardiyaningsih , 2014).

Pada penelitian ini , ekstrak daun pandan wangi diformulasikan

sebagai sediaan sabun cair. Sabun cair adalah sediaan yang digunakan

masyarakat sebagai pembersih kulit. Berbagai jenis sabun yang ada di

pasaran dalam bentuk varian yaitu sabun mandi, sabun tangan. Sabun

cair banyak diproduksi dikarenakan penggunaannya lebih praktis dan

menarik dibanding sabun lain. Sabun cair ini digunakan untuk mengobati
penyakit, yaitu untuk mengobati penyakit kulit disebabkan jamur dan

bakteri, dan sabun cair juga digunakan untuk obat yang dapat

membersihkan tubuh terserang penyakit sehingga penyakit tersebut akan

berkurang (Deni Anggraini,Wiwik Sri Rahmides, Masril Malik, 2013).

Menurut aisyah (2014) kandungan senyawa kimia berupa

flavonoid, alkaloid, fenolik, terpenoid maupun steroid tumbuhan yang

memiliki antifungi. Candida albicans adalah fungi pathogen penyebab

candidiasis (Soemiati dan Berna,2002). Fungi juga dapat meyerang

organ organ lainnya seperti mulut, kulit, paru paru, saluran pencernaan,

saluran kemih. Selama pengobatan penyakit oleh infeksi fungi dengan

antibiotik seperti, imidazole, nistatin, derivate triazol (Rochani, 2009).

Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan reistensi juga menimbulkan

efek samping besar. Berdasarkan masalah ini perlu dilakukan penelitian

mencari antibiotik alami dengan menggunakan daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius roxb) sebagai anti jamur Candida albicans.

Penelitian yang dilakukan oleh Probo Leksono et al. Aktivitas

Ekstrak Daun Pandan Wangi(Pandanus amaryllifolius) Sebagai

AntiFungi menyimpulkan bahwa aktivitas ektrak daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius) candida albicans . Program Studi Biologi

FMIPA Universitas Pakuan Bogor. Hal : 1-7 hasil penelitian tersebut

menggunakan metode difusi kertas cakram dengan konsentrasi 35%,

50%, 75% dan kontrol positif ketokonazol untuk mengukur LDH(Lebar

Daerah Hambat) dan metode dilusi dengan konsentrasi hambat minimum


dari ekstrak pandan wangi tehadap pertumbuhan candida albicans yaitu

pada konsentrasi 30% dan LDH yang paling efektif perlakuan

konsentrasi 75%.

Berdasarkan pemanfaatan dari daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius roxb) dilakukan penelitian dengan memformulasi ektrak

daun pandan wangi dengan bentuk sediaan yang lain yaitu sabun cair

untuk mengatasi jamur Candida albicans.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dibuat rumusan masalah yaitu :

1. Apakah sediaan sabun cair ekstrak etanol 96% pandan wangi dapat

berkhasiat sebagai anti jamur?

2. Pada konsentrasi berapakah sediaan sabun cair ekstrak etanol 96%

daun pandan wangi yang efektif terhadap jamur candida albicans?

1.3 Tujuan Penelitian

Terkait dengan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan yang

diperoleh yaitu:

1. Untuk mengetahui apakah sediaan sabun cair ekstrak etanol 96%

dapat berkhasiat sebagai anti jamur.

2. Untuk mengetahui konsentrasi sediaan sabun cair ekstrak etanol 96%

daun pandan wangi yang efektif terhadap jamur candida albicans.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti


Dapat pengetahuan, pengalaman , menambah wawasan serta bisa

menerapkan ilmu dalam ilmu formulasi sediaan sabun cair dengan

penambahan ekstrak etanol 96% daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolus Roxb) untuk mengatasi jamur candida albicans.

2. Manfaat Bagi Institusi

Dengan hasil penelitian ini dapat bermanfaat studi literature yaitu

tentang Formulasi sediaan cair ekstrak etanol 96% daun pandan

wangi (Pandanus amaryllifolus Roxb) untuk mengatasi jamur

candida albicans.

3. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan sebagai pengetahuan yang terdapat di

dalam sediaan sabun cair ekstrak etanol 96% daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolus Roxb) untuk mengatasi jamur candida

albicans bagi masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb)

Tanaman pandan wangi mudah dijumpai di daerah tropis dan di

tanam dihalaman rumah, selain itu tumbuh liar ditepi-tepi selokan.

Tumbuhan ini dapat tumbuh di tempat yang dapat tumbuh subur di

daerah pantai dengan ketinggian 500 meter dpl (Pratama, 2010).

Tanaman pandan wangi dilihat di gambar ini :

Gambar I. Daun Pandan Wangi

2.1.1 Sistematika taksonomi

Sistematika taksonomi pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb) sebagai berikut (Van Steenis,1997) :

Regum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Classis : Monocotyledonae

Ordo : Pandanus

Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus

Species : Pandanus amaryllifolius roxb

2.1.2 Nama ilmiah dan Nama Lokal

Nama ilmiah pandan wangi yaitu Pandanales (Pandan) ,

Pandanaceae (Pandan-pandanan), Pandanus amaryllifolius

Roxb (Pandan wangi).

Nama lokal pandan wangi yaitu Pandan wangi (Jawa),

pandan rampai (Melayu) , pandan jau (Batak), pandan musang

(Minangkabau), pandan rampe (Sunda), pandan arum (Bali),

pandan bunga (Makassar).

Nama asing pandan wangi yaitu fragrans pandanus.

2.1.3 Morfologi Daun Pandan

Pandan wangi batangnya pendek dan hampir tidak tampak

karena tertutup oleh daun yang memeluk batang. Pada pangkal

terkadang terlihat akar-akar serabut yang muncul diatas tanah.

Daun pandan wangi berwarna hijau atau hijau kekuningan,

berbentuk pita dengan ujung runcing. Daunnya yang tebal,licin

dan kaku bisa mencapai panjang 1,6 m. Pada ujung daunnya

terdapat sedikit duri-duri kecil. Ukuran daun pandan 80 x 4,5 cm

dan yang kecil 30 x 2 cm. Daun bila diremas-remas

mengeluarkan bau harum atau wangi. Sebagian besar daun tidak

berduri. Dijakarta , jenis ini tidak ditemukan berbunga, namun


lebih disukai karena lebih harum serta mudah dipotong-potong

jika dibandingkan jenis lain.

Sosok tanaman pandan yang sering ditemukan berupa

semak sampai perdu kecil dengan tinggi 0,4-1 m. Pandan

tumbuh berumpun dengan memiliki banyak anakan. Batangnya

tumbuh tegak. Di Indonesia, tanaman ini ditemukan daerah

pantai sampai pegunungan 1.200 m diatas perukaan laut. Pandan

wangi cocok pada tanah gembur yang cukup sinar mataharinya.

Drainase yang baik serta kecukupan air dapat memacu

pertumbuhan terna ini secara optimal, tetapi tanah yang terlalu

becek dapat menyebabkan tanaman terserang jamur akut.

2.1.4 Kandungan Kimia Daun Pandan Wangi

Pandanus amaryllifolius Roxb yaitu tanaman tropis yang

digunakan sebagai bumbu masakan memberikan aroma pada

nasi. Selain itu daunnya biasa digunakan dengan keadaan segar

dan juga dapat digunakan kering. Aromanya berasal dari

senyawa kimia-2acetyl-pyroline (Enda Kurniati,2017).

Daun pandan wangi mengandung fenolik, alkaloid,

flavonoid, saponin, tanin, terfenoid, dan steroid

(Dalimartha,2009).

Zat aktif yang dikandung daun pandan wangi yaitu :


2.1.4.1 Flavonoid

Flavonoid adalah salah satu golongan fenol alam

terdapat di dalam semua tumbuhan hijau dan juga

memiliki senyawa metabolit ekunder pada tanaman

hijau. Flavonoid ini juga tersusun dari 2 cincin aromatis

dan terdiri dari 15 atom karbon. Flavonoid juga sebagai

senyawa polar yang larut dalam pelarut polar etanol,

metanol, butanol, aseton. (Rizky Aris Wijaya,2013).

2.1.4.2 Tanin

Tanin merupakan senyawa organik terdiri dari

campuran senyawa polifenol kompleks. Tanin

merupakan senyawa kompleks, biasanya merupakan

campuran polifenol sukar untuk dipisahkan tidak dalam

bentuk Kristal (Robert,1997). Teori lain menyebutkan

tannin mempunyai daya antiseptik sebagai astrigen

menyebabkan penutupan pori-pori kulit. (Anief, 1997).

2.1.4.3 Saponin

Saponin adalah jenis glikosida banyak ditemukan

dalam tumbuhan, saponin juga memiliki karakter

berupa buih. Pada saat direaksikan dengan air maka

akan terbentuk buih. Saponin juga mudah larut dalam

air dan tidak larut dalam eter (Robert, 1997).


2.1.4.4 Steroid

Steroid merupakan bagian yang penting dari

senyawa organic dan berfungsi sebagai nukleus. Steroid

digunakan sebagai anti inflammatory yang bersifat

antiseptic dan penghilang rasa sakit.

2.1.5 Khasiat Daun Pandan Wangi

Daun pandan wangi berkhasiat untuk mengatasi lemah

saraf (neurasthenia), tidak nafsu makan, rematik, rambut

rontok,dan ketombe (Dalimartha, 1999).

2.2 Ektraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian

tanaman obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang

terdapat dalam bagian tanaman obat tersebut. Proses ekstraksi pada

dasarnya adalah proses perpindahan massa dari komponen zat padat

yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang digunakan.

Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan

masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat

aktif akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk

selanjutnya bedifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terusberulang

sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di dalam sel

dengan konsentrasi zat aktif di luar sel.


Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang

sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang akan

diekstrakasi dapat berbentuk sampel segar ataupun sampel yang telah

dikeringkan. Sampel yang umum digunakan adalah sampel segar karena

penetrasi pelarut akan berlangsung lebih cepat. Selain itu, penggunaan

sampel segar dapat mengurangi kemungkinan terbentuknya polimer

resin atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses pengeringan.

Penggunaan sampel kering juga memiliki kelebihan yaitu dapat

mengurangi kadar air yang terdapat di dalam sampel, sehingga dapat

mencegah kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas

antimikroba. Ada beberapa macam metode ekstraksi berdasarkan

penggunaan panas diantaranya yaitu :

2.2.1 Ekstraksi secara dingin

Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk

mengekstrak senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia

yang tidak tahan terhadap panas atau bersifat thermolabil.

Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara

berikut ini:

2.2.1.1 Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang

dilakukan hanya dengan cara merendam simplisia

dalam satu atau campuran pelarut selama waktu


tertentu pada temperatur kamar dan terlindung dari

cahaya.

2.2.1.2 Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara

dingin dengan cara mengalirkan pelarut secara kontinu

pada simplisia selama waktu tertentu.

2.2.2 Ekstraksi secara panas

Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang

terkandung dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas.

Metode ekstraksi yang membutuhkan panas diantaranya :

2.2.2.1 Seduhan

Merupakan metode ekstraksi paling sederhana

hanya dengan merendam simplisia dengan air panas

selama waktu tertentu (5-10 menit ).

2.2.2.2 Coque (penggodokan)

Merupakan proses penyarian dengan cara

menggodok simplisia menggunakan api langsung

dan hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat

baik secara keseluruhan termasuk ampasnya atau

hanya hasil godokannya saja tanpa ampas.


2.2.2.3 Infusa

Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan

cara menyari simplisia nabati dengan air pada suhu

90C selama 15 menit.

2.2.2.4 Digestasi

Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya

hampir sama dengan maserasi, hanya saja digesti

menggunakan pamanasan rendah pada suhu 30-

40C. Metoda ini biasanya digunakan untuk

simplisia ang tersari baik pada suhu biasa.

2.2.2.5 Dekokta

Proses penyarian secara dekokta hampir sama

dengan infusa, perbedaannya hanya terletak pada

lamanya waktu pemanasan. Waktu pemanasan pada

dekokta lebih lama dibanding metode infusa yaitu 30

menit dihitung setelah suhu mencapai 90C. Metoda

ini sudah sangat jarang digunakan karena selain

proses penyariannya yang kuran sempurna dan juga

tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa

yang bersifat termolabil.

2.2.2.6 Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut

pada titik didih pelarut selama waktu dan jumlah


pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik

(kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali

pengulangan pada residu pertama, sehingga

termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna.

2.2.2.7 Soxhletasi

Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas

menggunakan alat khusus berupa eskraktor soxhlet.

Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan

dengan suhu pada metoda refluks (Marjoni, Mhd

Riza. 2016).

2.3 Vagina

Vagina merupakan saluran muskulo-mebraneus yang

menghubungkan Rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya

merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator

ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina terletak diantara

kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9cm dan

dinding belakangnya sekitar 11 cm. Sel dinding vagina mengandung

banyak glikogen yang menghasilkan aam susu dengan pH 4.5.

Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.

2.3.1 Fungsi utama vagina :

a. Saluran untuk mengeluarkan lender uterus dan darah

menstruasi

b. Alat hubungan seks


c. Jalan lahir waktu persalinan

2.3.2 Gangguan pada sistem reproduksi wanita :

a. Infeksi jamur

Infeksi jamur yaitu infeksi yang disebabkan oleh

jamur yang menimbulkan gatal dan kemerahan dibawah

kulit penis pria yang belum disunat. Sedangkan pada wanita

akan keluar cairan putih kental yang menyebabkan rasa

gatal. Infeksi jamur ini dapat diatasi dengan krim atau

sediaan lain untuk jamur.

b. Vaginitis

Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang biasanya

menyebabkan keluarnya cairan dari vagina, cairan

keputihan ini berbau dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

Karena disebabkan oleh berbagai bakteri yang hinggap pada

vagina seperti jenis bakteri gonorrhea atau jamur serta

bakteri lainnya yang sudah menetap pada vagina, bakteri-

bakteri pada vagina dapat dilihat dengan mikroskop.

Pengobatannya dapat disembuhkan dengan obat yang tepat

dengan penyebabnya (Th. Endang Purwoastuti et al.,2014).


2.4 Keputihan

2.4.1 Definisi

Keputihan dikalangan medis dikenal dengan istilah

leukorea yaitu cairan yang keluar dari liang sanggama secara

berlebihan. Leukorea dapat dibedakan dalam beberapa jenis

diantaranya leukorea normal (fisiologik) dan leukorea abnormal

(patologik). Leukorea normal dapat terjadi pada masa menjelang

dan sesudah menstruasi pada sekitar fase sekresi antara hari ke

10-16 menstruasi, juga terjadi melalui rangsanagn seksual.

Leukorea abnormal dapat tejadi pada semua infeksi alat kelamin

(infeksi bibir, kemaluan, liang sanggama, mulut rahim, rahim

dan jaringan penyangganya, dan pada infeksi penyakit hubungan

kelamin). Leukorea bukan penyakit tetapi gejala penyakit,

sehingga sebab yang pasti perlu ditetapkan (Manuaba, 2006).

Terdapat dua jenis keputihan yakni keputihan normal

(fisiologis) dan keputihan tidak normal (patologis). Menurut

Wijayanti (2009) keputihan normal memiliki ciri-ciri yaitu,

warnanya kuning, kadang-kadang putih kental, tidak berbau

tanpa disertai keluhan, keluar pada saat menjelang dan sesudah

menstruasi atau pada saat stress dan kelelahan. Sedangkan

keputihan tidak normal memiliki ciri-ciri yaitu jumlahnya

banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah (misalnya


kuning, hijau, abu-abu, menyeruoai susu/ yoghurt) disertai

adanya keluhan serta bau.

2.4.2 Penyebab Keputihan

Keputihan disebabkan oleh beberapa hal yaitu infeksi,

benda asing, penyakit organ kandungan, ganguan hormon, pola

hidup tidak sehat dan setres akibat kerja. Keputihan disebabkan

adanya perubahan flora normal yang berdampak terhadap

derajat keasamaan (pH) organ reproduksi wanita. Penyebab

utama yang dapat menyebabkan perubahan flora normal dan

memicu keputihan :

2.4.2.1 Faktor Fisiologis

Keputihan yang bersifat normal (fisiologis) pada

perempuan normalnya hanya ditemukan pada

daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya

terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina.

Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-

kadang berupa mukus yang mengandung banyak

epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan

keputihan yang patologik terdapat banyak leukosit.

2.4.2.2 Faktor konstitusi

Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stres

emosional, karena ada masalah dalam keluarga atau

pekerjaan, bisa juga karena status imunologis yang


menurun maupun obat-obatan. Diet yang tidak

seimbang juga dapat menyebabkan keputihan

terutama diet dengan jumlah gula yang berlebihan,

karena merupakan faktor yang sangat memperburuk

terjadinya keputihan.

2.4.2.3 Faktor Iritasi

Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi

penggunaan sabun untuk mencuci organ intim,

iritasi terhadap pelicin, pembilas atau pengharum

vagina, ataupun bisa teriritasi oleh celana.

2.4.2.4 Faktor Patologis

Faktor patologis akibat diakibatkan oleh infeksi alat

reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang

lebih proksimal yang disebabkan oleh infeksi

bakteri, jamur, virus dan parasit. Salah satunya

penyebab keputihan patologis adalah karena adanya

infeksi dari jamur Candida sp. Terutama spesies

Candida albicans yang sebenarnya merupakan flora

normal vagina.

2.4.3 Pencegahan Keputihan

Menurut Wijayanti (2009) bila ingin terhindar dari

keputihan, anda mesti menjaga kebersihan daerah sensitif itu.


Kebersihan organ kewanitaan hendaknya sejak bangun tidur dan

mandi pagi. Berikut tips yang dapat dilakukan :

2.4.3.1 Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak

menggangu kestabilan pH di sekitar vagina. Salah

satunya seperti ini mampu menjaga keseimbangan pH

sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan

menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat.

Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan

terdapat flora normal di vagina. Ini tidak

menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam jangka

panjang.

2.4.3.2 Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan

dengan tujuan agar vagina harum dan kering sepanjang

hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang

mudah terselip di sana sini dan akhirnya mengundang

jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.

2.4.3.3 Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian.

2.4.3.4 Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah

atau lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang

bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya anda

membawa cadangan celana dalam untuk berjaga-jaga

manakala perlu menggantinya.


2.4.3.5 Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap

keringat, seperti katun. Celana dari bahan satin atau

bahan sintetik lain membuat suasana di sekitar organ

intim panas dan lembab.

2.4.3.6 Pakaian luar juga diperhatikan. Celana jeans tidak

dianjurkan karena pori-porinya sangat rapat. Pilihlah

seperti rok atau celana bahan non jeans agar sirkulasi

udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.

2.4.3.7 Ketika haid sering-seringlah berganti pembalut.

2.4.3.8 Gunakan panty liner di saat perlu saja. Jangan terlalu

lama. Misalkan saat bepergian ke luar rumah dan

lepaskan sekembalinya anda di rumah.

2.5 Candida albicans

2.5.1 Taksonomi Candida albicans

Gambar II. Candida albicans

Dalam Tortora (2002) Candida albicans termasuk ke dalam :

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycota

Class : Saccharomyces

Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

2.5.2 Morfologi Candida albicans

Menurut Vidotto,et al.,(2003) Candida albicans dan

patogenesisnya dipengaruhi genetik, lingkungan dimana faktor

factor seperti pH, suhu, kondisi anaerob berperan dalam

meningkatkan penetrasi Candida albicans melalui sel mukosa.

Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk

tunas terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu

tersebut berbentuk bulat atau lonjong disekitar septum. Dinding

sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung.

Dinding sel berperan pula dalam penempelan dan

koloinisasi serta bersifat antigenik. Membran sel Candida

alicans seperti sel eukariotik lainnya terdiri dari lapisan

fosfolipid ganda.

2.5.3 Epidemiologi

Tempat yang terdapat pada jamur Candida albicans yaitu di

mulut, saluran kelamin dan saluran anorektal. Candida albicans

merupakan spesies penyebab lebih dari 80% kasus infeksi

candida. Penularan penyakit jamur ini adalah kontak langsung


manusia ke manusia, dan tinggi pada kelompok aktif seksual.

Sumber infeksi lain adalah saluran pencernaan, transmisi

seksual (Price,et al.,2006).

Menurut Sobel (1999) bahwa pada 20 sampai 55 % wanita

yang sehat usia reproduksi ditemukan candida pada traktus

genitalis bersifat asimtomatik. Pada rata rata 70 sampai 75 %

wanita dewasa pernah satu kali menderita candidiasis vagina

selama hidupnya , dan 50% mengalami dua kali.

2.5.4 Etiologi

Infeksi candida paling sering disebabkan Candida albicans,

jamur ini merupakan bagian dari flora normal vagina wanita

usia reproduksi. Namum infeksi jamur ini disebabkan spesies

lain, yaitu Candida tropicalis. Faktor faktor resiko terjadinya

koloinisasi ragi berlebihan adalah riwayat penyakit HIV,

diabetes, dan penggunaan antibiotik terlalu sering (

Mashburn,2006).

2.6 Sabun cair

Sabun cair adalah sediaan yang digunakan masyarakat sebagai

pembersih kulit. Berbagai jenis sabun yang ada dipasaran dalam bentuk

varian yaitu sabun mandi, sabun tangan, sabun pembersih peralatan

rumah tangga dalam berbagai bentuk seperti krim, padat, bubuk ,

bentuk cair (Ari dan Budiyono, 2004).


Sabun cair adalah jenis sabun yang berbentuk liquid (cairan

sehingga mudah dituang dan menghasilkan busa yang jauh lebih banyak

dan tampak lebih menarik. Berbeda dengan sabun padat, sabun cair

dibuat dengan semi boiled process yang menggunakan bantuan panas

pada proses pembuatannya (Mabrouk, 2005).

Menurut Wasitaatmadja (1997), berbagai bahan tambahan untuk

memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat

dimasukkan ke dalam formula sabun.

2.6.1 Macam-macam sabun khusus :

2.6.1.1 Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.

2.6.1.2 Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.

2.6.1.3 Deodorant, yang menambahkan

triklorokarbon,heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan

sulfur koloidal.

2.6.1.4 Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan

bahan antiseptic, misalnya: fenol, kresol, dan

sebagainya.

2.6.1.5 Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan

noniritatif.

2.6.1.6 Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan

konsentrasi dan tujuan yang berbeda.


2.6.2 Komponen Sabun

Komponen-komponen pembuatan sabun antara lain :

2.6.2.1 Surfaktan

Surfaktan adalah bahan terpenting dalam cairan

cenderung memekat pada permukaan cairan tersebut.

Kesanggupan untuk memekatkan pada permukaan

pelarut disebabkan dualisme sifat fisikokimia surfaktan.

Molekul surfaktan selalu terdiri dari bagian hidrofilik

dan hidrofobik. Surfaktan dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu :

Surfaktan ionik, dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

a) Surfaktan anionik adalah surfaktan yang berdisosiasi

dalam air untuk menghasilkan surfaktan dengan

kelompok hidrofilik bermuatan negatif dan kation

yang biasanya logam akali atau spesies amonium

kuartener. Surfaktan ini umumnya larut baik dalam

air, menghasilkan banyak busa dan berfungsi

sebagai pembersih dalam produk seperti sampo,

sabun, serta harganya relatif lebih murah. Namun

busa yang dihasilkan tidak stabil dan mudah pecah

sehingga membutuhkan surfaktan sekunder untuk

memperbaiki kualitas busa. Beberapa contoh

surfaktan anionik diantaranya alkyl sulfate alkyl


ether sulfate, sodium lauryl sulfate (Draelos dan

Thaman, 2006; Rieger, 2000).

b) Surfaktan kationik adalah surfaktan yang berionisasi

menjadi ion positif dan negatif dalam air dimana ion

positif bekerja sebagai ion aktif permukaan.

Surfaktan kationik tidak kompatibel dengan

surfaktan anionik serta tidak memiliki daya bersih

yang baik dan bukan agen pembusa yang baik.

Beberapa contoh surfaktan kationik diantaranya

alkylamine, alkylimidazoline, alkoxilated amine dan

quaternary ammonium compound (Rieger, 2000).

c) Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang dapat

menghasilkan ion aktif permukaan yang bermuatan

positif dan negatif dalam larutan air. Surfaktan

amfoterik memiliki tolerabilitas yang sangat baik

pada kulit dan membran mukosa, bersifat

conditioning serta tidak menyebabkan pedih pada

mata , namun sayangnya harganya agak mahal.

Beberapa contoh surfaktan amfoterik diantaranya

imidazoline derivate (cocoamphocarboxyglycinate,

cocoamphoacetate), alkylamidobetaines serta

alkylbetaines (Mottram & Lees, 2000).


d) Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang terlarut

dalam air tetapi tidak berionisasi. Surfaktan ini

memiliki sifat busa dan pembersih yang rendah

dibandingkan surfaktan ionik sehingga tidak

digunakan sebagai surfaktan primer dalam sampo

atau produk lainnya. Surfaktan nonionik adalah

surfaktan yang paling lembut, kompatibel dengan

semua golongan surfaktan surfaktan. Alcohol

ethoxilates dan alkylphenyl ethoxylates adalah

contoh umum dari tipe surfaktan ini (Draelos dan

Thaman, 2006).

2.6.2.2 Bahan Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu

proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi

(pegendapan sabun dan pengambilan gliserin)

sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan.

Bahan pendukung tersebut merupakan NaCl, NaCl

digunakan untuk memisahkan produk sabun dan

gliserin.

2.6.2.3 Bahan Aditif

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang

ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk

mempertinggi kualitas produk sabun sehingga


menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut

antara lain :

a) Stabilizer

Menurut Wasiaatmadja (1997), bahan-bahan

yang menstabilkan campuran (stabilizer)

sehingga kosmetika tersebut dapat lebih lama

lestari baik dalam warna, bau dan bentuk fisik.

b) Bahan Pelembab

Bahan pelembab ditambahkan pada produk

pembersih kulit untuk menghasilkan efek

melembabkan kulit. Contoh-contoh bahan

pelembab yang sering digunakan dalam produk

kosmetika adala gliserin, methyl glucose ester,

turunan lanolin, dan mineral oil. Bahan

pelembab mempunyai peranan penting dalam

menjaga dan mengembalikan fungsi kulit

sebagai barrier (penghalang). Seringkali produk

pembersih kulit dapat mengurangi kandungan

lemak pada startum corneum. Hasilnya, fungsi

kulit sebagai penghalang bakteri dan zat-zat

yang merugikan tubuh terganggu. Selain itu,

beberapa produk pembersih kulit juga dapat

menyebabkan kulit menjadi kering. Untuk


menghindari terjadinya hal ini, diperlukan

pelembab untuk meminimalisasi kehilangan

lemak dari kulit (Wasitaatmadja, 1997).

c) Bahan Pengental

Bahan pengental digunakan dalam formulasi

sabun cair untuk menentukan tingkat kekentalan

produk yang diinginkan. Bahan pegental yang

umum dipakai dalam formulasi sabun cair

antara lain seperti hydroxypropylcellulose dan

NaCl. NaCl sebenarnya bukan bahan pengental,

namun dapat meningkatkan kekentalan pada

sabun cair (Wilkinson & Moore, 1982).

d) Bahan pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya

asam sitrat dapat menurunka pH sabun.

Pengontrol pH ini juga digunakan utuk

menetralisasi reaksi basa sehingga dapat

mempertahankan keseimbangan pH pada daerah

yang akan digunakan sabun (Wasitaatmadja,

1997).

e) Bahan Pewarna

Pewarna sabun dapat digunakan sepanjang

memenuhi syarat dan peraturan yang ada.


Pigmen yang digunakan biasanya stabil dan

konsentrasinya kecil sekali (0,01-0,5%),

misalnya titanium dioksida 0,01% ditambahkan

pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek

berkilau. Akhir-akhir ini banyak dibuat sabun

tanpa bahan pewarna dan transparan

(Wasitaatmadja, 1997).

f) Parfume

Konsentrasi penggunaan parfum sangat

bervariasi antara 1-5% tergantung pada batas

pemakaian. Biasanya digunakan wangi parfum

yang tidak sama untuk membedakan produk

masing-masing (Wilkinson & Moore, 1982)

2.6.3 Cara Pembuatan Sabun

Ada 3 cara dalam pembuatan sabun secara umum, yaitu

(Balsam, 1972):

2.6.3.1 Cara panas

Pada cara panas dasar sabun dihasilkan melalui proses

penyabunan, penggaraman, pencucian, penguatan dan

penyempurnaan. Pertama-tama campuran minyak dan

lemak dipanaskan, sambil diaduk ditambahkan larutan

encer natrium hidroksida yang merubah lemak dan


minyak menjadi asam lemak dan gliserin. Reaksi ini

disebut saponifikasi.

2.6.3.2 Cara setengah panas

Pada cara ini hampir sama dengan cara panas, hanya

saja diperlukan dua proses pembuatan, yaitu proses

penyabunan dan proses penambahan alkali secukupnya

saja untuk penyabunan. Jumlah alkali yang

ditambahkan harus tepat agar penyabunan dapat terjadi

dengan sempurna. Jadi pada cara ini proses

penyempurnaan dan pemisahan lapisan sabun tidak

dilakukan.

2.6.3.3 Cara dingin

Pada cara ini prosesnya meliputi pencampuran bahan-

bahan pada suhu kamar, dengan cara melarutkan, atau

mencampurkan dahulu bahan-bahan secara terpisah

sebelum ditambahkan pada basis. Setelah semua

komponen tercampur homogen, nilai pH, viskositas dan

lainnya disesuaikan. Pencampuran bahan meliputi

pencampuran surfaktan dengan sejumlah air yang

ditempatkan dalam wadah yang dilengkapi alat

pengaduk. Bahan lain dicampurkan satu persatu sampai

campuran homogen.
2.7 Sabun Cair Anti Keputihan

Sabun cair anti keputihan merupakan sabun yang masih tergolong

kedalam jenis sabun mandi cair lainnya, sebagian besar berbeda dari

perspektif pasaran (Hoitsma, 2013). Sabun cair anti keputihan memiliki

pH yang telah disesuaikan dengan kondisi pH vagina yakni berkisar

4,5-5 (House, 1949). Keasaman sediaan ini akan mengurangi

organisme patogen dan pada waktu yang bersamaan menyediakan

lingkungan yang menyenangkan untuk akhirnya terjadi rekolonisasi

basil yang menghasilkan asam yang secara normal terdapat dalam

vagina (Ansel, 1989).

2.8 Kontrol Positif

Kontrol positif adalah kelompok perlakuan besar yang

kemungkinan menghasilkan efek atau perubahan pada variabel

tergantung. Kelompok kontrol positif bertujuan yaitu untuk

membuktikan bahwa eksperimen yang digunakan sudah tepat dan dapat

menghasilkan perubahan positif pada variabel.

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sabun

cair antikeputihan Resik-V Godokan Sirih untuk mengurangi jumlah

jamur Candida albicans.

2.9 Formulasi

Formulasi sabun cair di dapat dari jurnal yang telah diteliti oleh

Mutmainah et al. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Etanol

Jahe Merah (Zingiber officinale var Rubrum) Serta Uji Aktifitasnya


Sebagai AntiKeputihan Sekolah Tinggi Farmasi Yayasan Pharmasi

Semarang. Hal : 28-32. yang membedakan dengan penelitiannya yaitu

pada konsentrasi zat aktifnya.

Bahan F1 F2 F3 F4 F5

Ekstrak Daun

Pandan 30% 32,5% 35% 37,5% 40%

Na. Lauril

Sulfat 9,25 9,25 9,25 9,25 9,25

NaCl 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Propilenglikol 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Asam Sitrat 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Aquadest 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml

Tabel 1. Formulasi sabun cair ekstrak daun pandan


2.10 Preformulasi

2.10.1 Natrium Klorida (Nacl)

Natrium klorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak

lebih dari 101,0% NaCl tidak mengandung zat tambahan.

Pemerian Nacl : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna,

serbuk hablur putih, rasa asin.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit lebih

mudah larut dalam air mendidih, larut

dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.

Susut Pengeringan : (1121) tidak lebih dari 0,5%, lakukan

pengeringan pada suhu 1050 selama 2 jam.

2.10.2 Acidum Citricum (Asam Sitrat)

CH2(COOH)C(OH)(COOH)CH2COOH

Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul

air hidrat. Mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih

dari 100,5%.

Pemerian : Hablur bening tidak berwarna atau serbuk

hablur granul sampai halus, putih, tidak

berbau, atau praktis tidak berbau, rasa

sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam

udara kering.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut

dalam etanol, agak sukar larut dalam eter.

Air : (1031) metode I bentuk anhidrat tidak

lebih dari 0,5% dan bentuk hidrat tidak

lebih dari 8,85%.

Sisa pemijaran : Tidal lebih dari 0,05% (301)

2.10.3 Propylenglycolum (Propilen Glikol)

CH3CH(OH)CH3OH

Propilenglikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna,

rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap

air pada udara lembab.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan

aseton, dan dengan kloroform, larut dalam

eter dan dalam beberapa minyak esensial,

tetapi tidak dapat bercampur dengan

minyak lemak.

Bobot jenis : Antara 1,035 dan 1,037 (981)

Air : Metode I tidak lebih dari 0,2%

Sisa Pemijaran : Tidak lebih dari 3,5 mg


2.11 Penelitian Relevan

Berdasarkan penelitian yang relevan dengan penelitian formulasi

sediaan sabun cair dilakukan oleh :

1. Deni Anggraini (2012) yang berjudul Formulasi Sabun Cair dari

Ekstrak Batang Nanas (Ananas comosus .L) untuk mengatasi jamur

Candida albicans dengan memvariasikan konsentrasi ekstrak

batang nanas (Ananas comosus .L) dengan konsentrasi 3%, 5%, dan

7%. Sediaan sabun cair batang nanas yang diperoleh meliputi

pemeriksaan organoleptis, penentuan bobot jenis, pemeriksaan uji

daya busa, uji pH, uji iritasi kulit,dan uji efek anti jamur. Sabun

cair batang nanas mempunyai efektifitas anti jamur selama 4

minggu penyimpanan terhadap jamur dengan menggunakan F3

dengan konsentrasi ekstrak batang nanas 7%.

2. Trilestari, Ismiyati, deddy Groho Suwardjo (2016) yang berjudul

Formulasi Sabun Cair Wanita Ekstrak Etanol Daun Kemangi

(Ocinum sanctum L) Dan Aktivitasnya Terhadap Candida

albicans penelitian ini menggunakan metode rancangan posstest

only control groups. Pada penelitian ini dilakukan dengan cara

maserasi menggunakan etanol 96% dengan konsentrasi 5%, 10%,

20%, 40%, 60% diuji aktivitasnya sebagai anti jamur.

3. Aisyah (2015) yang berjudul Daya Hambat Ekstrak Daun Pandan

Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) Terhadap Pertumbuhan


Bakteri Staphylococcus aureus metode penelitian ini yaitu

metode difusi agar dengan menggunakan pencadang silinder untuk

membentuk sumur-sumur yang akan diisi dengan larutan yang

diuji. Uji daya hambat dilakukan dengan menggunakan etanol

pandan wangi dengan konsentrasi 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, dan

100%.

4. Mutmainah et al., Formulasi Dan Evaluasi Sabun Cair Ekstrak

Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale var Rubrum) Serta Uji

Aktifitasnya Sebagai AntiKeputihan. Sekolah Tinggi Farmasi

Yayasan Pharmasi Semarang. Hal : 28-32. Metode penelitian ini

yaitu dengan metode remaserasi selama 5 hari mengguakan pelarut

etanol 96% dengan pergantian pelarut dilakukan 24 jam.

Konsentrasi hasil penelitian ini bahwa konsntrasi ekstrak etanol

jahe merah 10%, 15%, 20% memiliki aktifitas antijamur terhadap

Candida albicans.
2.12 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Variasi konsentrasi
ekstrak etanol 96% Uji Evaluasi dan
daun pandan wangi Efektifitas Sabun
(Pandanus ektrak daun pandan
amaryllifolius Roxb) wangi meliputi :

F 1 Konsentrasi 30% 1. Uji Organoleptis


2. Uji Daya Busa
F 2 Konsentrasi
3. Uji pH
32,5%
4. Uji iritasi kulit
F 3 Konsentrasi 35% 5. Penentuan
Bobot Jenis
F 4 Konsentrasi 6. Uji efek anti
37,5% jamur

F 5 Konsentrasi 40%

2.13 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 96% daun

pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) dapat berkhasiat sebagai

antifungi dalam bentuk sediaan sabun cair.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Obyek Penelitian

3.1.1 Obyek Penelitian

Objek penelitian ini adalah daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb) yang didapat dari halaman rumah rumah di

Komplek Perhubungan Udara Kelurahan Jurumudi Kecamatan

Benda Kota Tangerang .

3.1.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb) yang diambil dari Puspitek Serpong

3.1.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pembuatan formulasi di

Laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah

Tangerang, melakukan determinasi di Pusat Penelitian

Bioteknologi-LIPI-Cibinong, melakukan skrinning fitokimia

sediaan sabun cair terhadap candida albicans di Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat (Ballitro) Kota Bogor-Jawa Barat,

serta melakukan uji antimikroba di Pusat Penelitian Bioteknologi

Puspitek.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender,

beker glass, pisau, timbangan digital, gelas ukur, Erlenmeyer,

cawan penguap, kaca arloji, batang pengaduk, corong, buret,

botol semprot, piknometer, pipet tetes, pH meter, sentrifuse.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak daun

pandan, natrium lauril sulfat, asam sitrat, natrium klorida,

propilenglikol,PDA,media NB, jamur Candida albicans,etanol, resik v

godokan sirih untuk mengurangi jumlah jamur Candida albicans.

3.3 Variabel

3.3.1 Variabel Bebas

Termasuk variabel bebas pada penelitian ini yaitu F1

formula sabun cair ekstrak daun pandan konsentrasi 32,5%, F2

formula sabun cair ekstrak daun pandan konsentrasi 35%, F3

formula sabun cair ekstrak daun pandan konsentrasi 37,5%

3.3.2 Variabel Terikat

Termasuk variabel terikat pada penelitian ini yaitu uji

efektifitas anti jamur sediaan sabun cair meliputi : Uji

Organoleptis, Uji Daya Busa, Uji pH, Uji iritasi kulit, Penentuan

bobot jenis, Uji efek anti jamur.


3.3.3 Variabel Terkendali

Termasuk variabel terkendali pada penelitian ini yaitu daun

pandan wangi (Pandanus ammaryllifolius Rob).

3.4 Rancangan dan Metode Penelitian

3.4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu eksperimental Laboratorium untuk

membuat formulasi sediaan sabun cair dar ekstrak daun pandan

wangi (Pandanus ammaryllifolius Rob).

3.4.2 Prosedur penelitian

3.4.2.1 Pengajuan Judul

Langkah pertama yang dilakukan adalah

pengajuan judul penelitian yang akan dilaksanakan

di Laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi

Muhammadiyah Tangerang.

3.4.2.2 Studi Literatur

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti

melakukan studi literatur dengan mencari buku-

buku dan jurnal yang mendukung penelitian.

3.4.2.3 Pengajuan Ijin Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti

meminta ijin kepada pihak kampus untuk

melakukan penelitian ini di Laboratorium Sekolah


Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang dan

Laboratorium Puspitek Bogor dan membuat surat

untuk melakukan determinasi tumbuhan di

Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat

Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI

Cibinong.

3.4.3 Metode Penelitian

3.4.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel daun pandan wangi (Pandanus

ammaryllifolius Rob) diperoleh dari rumah rumah di

Komplek Perhubungan Udara Kelurahan Jurumudi

Kecamatan Benda Kota Tangerang .

3.4.3.2 Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan ini dilakukan untuk

memastikan kebenaran simplisia yang telah digunakan.

Penelitian ini juga dilakukan di LIPI Cibinong, JL. Raya

Jakarta Bogor KM. 46 Cibinong Bogor, 16911- Jawa

Barat.

3.4.3.3 Pembuatan Simplisia

Bagian tanaman yang diperlukan pada penelitian ini

adalah daun pandan wangi, lalu daun pandan wangi

dicuci,dipotong, dirajang, dijemur, dibawah sinar

matahari dan di tutup dengan kain. Kemudian simplisia


disortasi kering, lalu dijadikan serbuk menggunakan

blender dan serbuk kemudian diayak, setelah diayak

dilakukan penyimpanan.

3.4.3.4 Pembuatan Ekstrak Daun Pandan

Pembuatan ekstrak daun pandan wangi (Pandanus

ammaryllifolius Rob) ini menggunakan metode ekstraksi

dengan cara maserasi memakai etanol 96% sebagai

pelarut :

a. Daun pandan wangi yang telah dipotong-potong

ditimbang dan dimasukan kedalam bejana maserasi

lalu ditambah etanol 96%

b. Kemudian simplisia serbuk Pandanus amaryllifolius

kemudian ditimbang , lalu di maserasi dalam pelarut

etanol 96% dengan perbandingan 1:10 selama 3x24

jam.

c. Lalu serbuk direndem dalam 1500 ml etanol 96%

selama 3 x 24 jam, dan disaring sehingga diperoleh

filtrat.

d. Residu yang diperoleh , direndam dengan 500 ml

etanol 96% selama 3 x 24 jam, disaring sehingga

diperoleh filtrat.
e. Selanjutnya filtrat pertama dan kedua di evaporasi

menggunakan rotary evaporator pada suhu 45o C

sampai tidak terjadi pengembunan pelarut.

f. Lalu di oven selama 3 jam pada suhu 500 C sehingga

diperoleh ekstrak kental, tujuannya untuk

menghilangkan pelarut yang masih terdapat didalam

senyawa aktif.

Penggunaan pelarut dengan peningkatan

kepolaran bahan alam secara berurutan

memungkinkan pemisahan bahan-bahan alam

berdasarkan kelarutannya dalam pelarut ekstraksi.

Proses ini sangat mempermudah proses isolasi.

Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa

terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki

pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al.,

2004).

3.4.3.5 Skrinning Fitokimia

Uji fitokimia pada ekstrak etanol daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius Roxb) meliputi uji alkaloid,

flavonoid, saponin, tanin, polifenol, steroid dan

triterpenoid.
a. Uji Alkaloid

Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji diuapkan

diatas cawan porselin hingga diperoleh residu.

Residu kemudian dilarutkan dengan 5 ml HCl 2N.

Larutan yang didapat kemudian dibagi ke dalam 3

tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan

asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung

kedua ditambah pereaksi Dragendroff sebanyak 3

tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi Mayer

3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung

kedua dengan endapan kuning dan tabung ketiga

menunjukkan alkaloid (Tiwari et al.,2011).

b. Uji Saponin

Sebanyak 10 ml larutan ekstrak uji dalam

tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik

kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan

busa setinggi 1-10 cm yang stabil selama tidak

kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya saponin,

pada penambahan 1 tetes HCl 2N busa tidak hilang

(Tiwari et al.,2011).

c. Uji Flavonoid

Sebanyak 1 ml larutan ekstrak uji , basahkan

sisanya dengan aseton P, lalu tambahkan sedikit


serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam

oksalat P, panaskan hati-hati diatas tangas air dan

hindari pemanasan berlebihan. Campur sisa yang

diperoleh 10 ml eter. Amati dengan sinar UV 355

nm, larutan berfluorensi kuning intensif

menunjukkan flavonoid (Tiwari et al.,2011).

d. Uji Polifenol

Sebanyak 3 ml larutan ekstrak uji dibagi

dalam 3 bagian yaitu tabung A, tabung B, tabung C.

Tabung A digunakan sebagai blanko, tabung B

direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 10%,

warna biru tua atau hitam kehijauan adanya tannin

dan polifenol, sedangkan tabung C ditambahkan

garam gelatin. Apabila terbentuk endapan tabung C

maka larutan ekstrak positif mengandung tanin dan

polifenol (Tiwari et al.,2011).

e. Uji Steroid dan Triterpenoid

Uji steroid dan triterpenoid dilakukan

dengan reaksi Lieberman-Burchard sebanyak 2 ml.

Larutan uji diuapkan dalam cawan penguap. Residu

dilarutkan dengan 0,5 ml kloroform, tambahkan 0,5

asam asetat anhidrat. Lalu tambahkan 2 ml asam

sulfat pekat. Terbentuknya cincin kecokelatan atau


violet perbatasan larutan menunjukkan triterpenoid,

sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan adanya

steroid (Tiwari et al.,2011).


3.4.3.6 Formulasi Sediaan Sabun Cair Ektrak Daun Pandan

Formula sabun cair dibuat sebanyak 3 formula

dengan variasi konsentrasi dan dibuat formula sebanyak

50 ml yang ditunjukan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Formulasi Sediaan Cair

Bahan F1 F2 F3 F4 F5

Ekstrak Daun

Pandan 30% 32,5% 35% 37,5% 40%

Na. Lauril

Sulfat 9,25 9,25 9,25 9,25 9,25

NaCl 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Propilenglikol 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Asam Sitrat 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Aquadest 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml

3.4.3.7 Pembuatan Sabun Cair

a. Natrium lauril sulfat dtambahkan dengan NaCl aduk

hingga homogen.

b. Tambahkan asam sitrat dan prilenglikol aduk hingga

homogen.
c. Lalu ditambahkan aqua sebagian dan tambahkan

ekstrak daun pandan diaduk hingga homogen.

d. Setelah semua bahan tercampur baru dicukupkan

dengan aqua hingga 50 ml.

3.4.3.8 Uji Stabilitas Formula

a. Uji organoleptis

Pada sediaan yang telah diformulasi

dilakukan pengamatan penampilan sediaan meliputi

bau, warna, dan tekstur sediaan. Uji ini dilakukan

pada formula selama 21 hari.

b. Uji nilai pH

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan

menggunakan pH meter. Pemeriksaan pH diawali

dengan kalibrasi alat pH meter menggunakan

larutan dapar pH 7 dan pH 4. Sebanyak 1 g sabun

yang diperiksa diencerkan dengan air suling sampai

10 ml. dimasukan pH meter kedalam larutan sabun

telah dibuat, kemudian ditunggu hingga indikator

pH meter stabil dan menunjukan nilai pH yang

konstan.

c. Penentuan Bobot Jenis

Piknometer yang sudah bersih dan kering

ditimbang. Kemudian aquades dan sabun cair


dimasukkan ke dalam piknometer menggunakan

pipet tetes. Piknometer ditutup, volume cairan yang

terbuang dibersihkan menggunakan tisu dan

dimasukan ke dalam pendingin dan suhunya

menjadi 25oC. Kemudian piknometer didiamkan 15

menit dan ditimbang bobot piknometer berisi air

dan piknometer berisi sabun cair.

3.4.3.9 Pembuatan Media Bakteri

Pada penelitian ini media bakteri yang dibuat

dengan media blood agar. Media yang telah dibuat

kemudian disterilkan dalam autoklaf 15 menit dengan

suhu 121o C lalu disimpan didalam kulkas. Jika

digunakan kembali media dipanaskan hingga mendidih

lalu dituang ke dalam cawan petri dan ditunggu sampai

dingin.

3.4.3.10 Pengujian Efektifitas Anti jamur

Media dasar PDA sebanyak 10 l dituang kedalam

cawan petri dan dibiarkan mengeras. Pada permukaan

lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur

sedemikian rupa sehingga terdapat daerah baik untuk

mengamati zona hambat yang terjadi. PDA

mengandung 20 l suspense Candida albicans dituang

kedalam cawan petri di sekeliling pencadang.


Dikeluarkan pencadang dari cawan petri terbentuk

sumur yang digunakan untuk semua formula larutan uji

dan sabun cair povidone iodine sebagai kontrolnya.

3.4.3.11 Uji Daya Lebar Daerah Hambatan

Uji daya hambat ekstrak daun pandan wangi

dilakukan menggunakan kertas cakram , dimana kertas

cakram (6 cm) dimasukkan kedalam ekstrak daun

pandan wangi masing-masing konsentrasi diambil 5 ml.

Kertas cakram direndam lalu disimpan dalam oven

suhu 50oC Selama 24 jam. Setelah kering kertas

cakram diletakkan diatas medium PDA yang telah

diinokulasi Candida albicans 0,2 ml. Masing-masing

sampel uji diinkubasi dalam incubator suhu 300C-350C

selama 24 jam, lalu dihitung zona hambat yang

terbentuk. Dilakukan perlakuan yang sama untuk

kontrol uji ketokonazol 50 ppm.


3.5 Skema Rencana Penelitian

Daun Pandan Wangi


(Pandanus Determinasi tumbuhan daun pandan
amaryllifolius Roxb) wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb)
di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI)
Pembuatan ekstrak
daun pandan wangi
dengan metode
maserasi etanol 96%

Pembuatan Simplisia

Ekstrak cair dan


kental daun pandan
wangi

Pembuatan sediaan
sabun cair

F1 F2 F3 F4 F5
Konsen Konsen
Konsen Konse Konse
trasi trasi
trasi ntrasi ntrasi
37,5 40%
30% 32,5% 35%

Evaluasi sediaan :

1. Uji Organoleptis
2. Uji Daya Busa
3. Uji pH
4. Uji iritasi kulit
5. Penentuan
Bobot Jenis
6. Uji efek anti
jamur
3.6 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Kategori Skala

1 Daya Hambat Daya anti jamur Mengalami Rasio

ekstrak daun pandan efektifitas

wangi (Pandanus atau tidak

amaryllifolius Roxb)

terhadap Candida

albicans dilihat dari

zona jernih pada

media agar

2 Organoleptis Warna, bau, dan Pengamatan Ordinal

tekstur sediaan sabun terhadap

cair sediaan

3 Stabilitas Stabil dalam Stabil dalam Ordinal

penyimpanan 4 minggu

atau tidak

4 Pertumbuhan Bakteri tumbuh pada Mengalami Rasio

jamur Candida media agar dengan pertumbuhan

albicans karakter koloni bakteri atau

tidak
3.7 Rencana Penelitian

Rencana penelitian Formulasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol

96% Daun Pandan (Pandanus ammaryllifolius Roxb) Untuk Mengatasi

Jamur Candida albicans.

Tabel 4. Rencana Penelitian

Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April

Penyusunan

proposal

Observasi+Orientasi

Penelitian

Pengolahan Data

Penyusunan

Pembahasan

Kesimpulan

Sidang Tertutup

You might also like