Professional Documents
Culture Documents
DEFINISI
Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue. Menurut kriteria WHO
tahun 1997 dinyatakan sebagai DHF derajat III-IV.
ETIOLOGI
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen. Virus ini adalah genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan serotipenya adalah
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan
kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain.
Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4
kali seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit
pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita
seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. (1,2)
1. Fase pertama adalah fase demam ditandai dengan dehidrasi, demam tinggi yang
dapat menyebabkan gangguan neurologis .
2. Fase kritis ditandai dengan shock dari kebocoran plasma, perdarahan pasif,
gangguan fungsi organ
3. Fase recovery ditandai dengan perbaikan klinis pasien namun dapat juga terjadi
hypervolemia.
a. Demam, atau sejarah demam akut, yang berlangsung selama 2-7 hari, kadang
bifasik.
b. Kecenderungan manifestasi perdarahan, adanya salah satu dari hal berikut:
1. Tourniquet test positif
2. Petechiae, ecchymosis atau purpura
3. Perdarahan dari mukosa, perdarahan gastrointestinal, injeksi perdarahan atau
tempat lain.
4. Hematemesis melena
c. Trombositopenia (<100.000 /mm3 )
d. Bukti terjadinya kebocoran plasma, dengan manifestasi salah satu:
1. Hematocrit yang meningkat lebih dari 20% diatas nilai normal yang
disesuaikan umur, jenis kelamin dan poplasi.
2. Turunnya hematokrit setelah terapi pengganti volume yang lebih dari 20%
baseline.
3. Tanda-tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, dan
hipoproteinemia.
e. Dua kriteria klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta
dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.
Definisi kasus DSS:
1. Darah rutin :
a. hemoconsentrasi yang ditandai dengan ht meningkat dan trombositpoenia
b. pada Diff Count terdapat peningkatan blue limfosit > 15%
2. Protrombine time, PTT, APTT
3. LFT: SGOT/SGPT, serum protein
4. serologi : IgM dan IgG dengue
5. virologi : cultur, PCR, MAC-ELLISA
6. waktu pengambilan uji serologi : pada waktu masuk (S1) atau fase akut, 2-3 hari
sebelum dipulangkan atau bila pasien meninggal fase convalesence (S2), dan fase
convalecence lanjut pada waktu pemulangan pasien (S3). Pengambilan serum
dengan interval tersebut diharapkan menggambarkan perubahan serologi
imunologi.
Rontgen
1. Thorax : untukz melihat apakay terdapat efusi pleura
2. USG : efusi pleura, acites, penebelan vesica velea dan vesica urinaria.
Penatalaksanaan (1,2)
DBD disertai syok (DSS, derajat III&IV)
1. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena kristaloid 10-20 ml/KGbb secara
bolus dalam 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap berikan RL 20ml/kgbb
ditambah koloid 20-30 ml/kgbb/jam, koloid maximal 1500ml/hari untuk menghindari
gangguan pembekuan darah.
2. Pemberian cairan 10 ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume
diturunkan menjadi 7ml/kgbb/jam selanjutnya 5ml dan 3 ml aabila tanda vital dan
diuresis baik.
3. Jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik
4. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
5. Oksigen 2-4 L/menit pada DBD syok.
6. Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok
7. Indikasi teransfusi:
a. Setelah pemberian kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun, diduga
telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10ml/kgbb
b. Apabila kadar hematokrit tetap > 40%, maka berikan darah dalam volume kecil
c. Fresh frozen plasma dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulasi atau koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) pada syok berat yang
menimbulkan perdarahan masif
d. Pemberian transfusi suspensi trombosit pada DIC harus selalu disertai FFP intuk
mencegah perdarahan hebat
Daftar pustaka
1. Mansjoer A& S. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI: Media
Aescullapius. Jakarta.; 2014.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Ke-VII Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing;; 2014.