You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen laba (earning management) sering kali dianggap negatif oleh

banyak pihak karena pada umumnya manajemen laba menyebabkan tampilan

informasi laporan keuangan (financial reporting) tidak mencerminkan keadaan

yang sebenarnya. Manajemen laba selalu diindentikan dengan perilaku

opportunistic, dimana dalam hal ini pihak manajemen bertindak untuk

kepentingan pribadinya.

Praktik earning managementmerupakan suatu praktik pelaporan laba yang

merefleksikan keinginan manajemen daripada kinerja suatu perusahaan.

Pembiasan pengukuran laba dengan menaikan atau menurunkan laba yang tidak

mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka realitas labamenjadi tereduksi.

Bagi perusahaan yang memiliki perencanaan pemberian bonus, manajemen akan

memakai metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa

sekarang dengan tujuan dapat menaikan laba pada saat sekarang sehinggatarget

untuk mendapatkan bonus tercapai.

Padahal dalam jangka panjang, secara kumulatif tidak terdapat perbedaan

laba yang diidentifikasi sebagai keuntungan. Adanya pergeseran labadari masa

depan ke masa sekarang dalam penggunaan angka akuntansi merupakan upaya

manajemen agar dapat memaksimalkan bonus yang akan diperolehnya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Earning Management

Copeland (1968) mendefinisikan manajemen laba sebagai "some ability to

increase or decrease reported net income at will" yang berarti manajemen laba

adalah suatu tindakan memaksimumkan atau meminimumkan laba untuk tujuan

tertentu. Manajemen laba dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency

cost) yang dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara

pemegang saham (principal) dengan pengelola atau manajemen perusahaan

(agent). Menurut Scott (1997), manajemen laba adalah tindakan manajer untuk

melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan

dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi.

Menurut Gunny (2005) manajemen laba dapat diklasifikasikan dalam

tiga kategori, yaitu: fraudulent accounting, accruals management dan real

earningsmanagement.

1) Fraudulent accounting

Fraudulent accounting merupakan pilihan akuntansi yangmelanggar

General Accepted Accounting Principles (GAAP), accrualearnings

management meliputi aneka pilihan dalam GAAP yang menutupikinerja

ekonomi yang sebenarnya dan real earnings management terjadi ketika


manajer melakukan tindakan yang menyimpang dari praktik yang sebenarnya

untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.

2) Manajemen laba akrual (abu-abu)

Manajemen laba berbasis akrual dilakukan karena adanya keleluasaan

kebijakan dari manajemen dalam menentukan suatu praktik akuntansi terhadap

suatu account dalam neraca. Menurut Sulistyanto (2008), praktik akrual ini

dilakukan dengan mempermainkan komponen- komponen akrual dalam

laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk

dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan

menyusun laporan keuangan. Praktik manajemen laba berbasis akrual dapat

dilakukan apabila manajemen telah memiliki pengetahuan yang baik dalam

bidang akuntansi. Manajer sama sekali tidak melibatkan arus kas perusahaan

dan hanya bermain pada pos-pos neraca di akhir tahun neraca. Praktik berbasis

akrual menyatakan bahwa perusahaan dapat mengakui pendapatan atau beban

sesuai dengan waktu substansinya dan tidak memperhatikan kapan arus kas

masuk atau keluar. Biaya dapat diakui dalam waktu tertentu walaupun

pengeluaran kas telah terjadi pada waktu sebelumnya, begitu juga sebaliknya,

jika biaya baru diakui di periode yang akan datang walaupun pengeluaran kas

telah terjadi di periode berjalan.

3) Manajemen laba riil

Menurut Roychowdhury (2006), kegiatan manajemen laba melalui

manipulasi aktivitas riil merupakan kegiatan yang berangkat dari praktik


operasional yang normal, yang dimotivasi oleh manajer yang berkeinginan

untuk menyesatkan beberapa stakeholder untuk percaya bahwa tujuan

pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi normal. Kegiatan

manipulasi aktivitas riil sebenarnya tidak memberikan kontribusi untuk nilai

perusahaan walaupun mungkin tujuan para manajer tercapai dalam penentuan

target laba yang mereka harapkan.

2.2 Hubungan positive accounting theory dan earnings management

Perkembangan akuntansi saat ini sedemikian pesat, sejalan dengan

perkembangan dunia bisnis. Akuntansi tidak lagi hanya menjadi ilmucatat

mencatat transaksi dan peristiwa, namun telah menjelma menjadi ilmu dengan

beragam kajian. Keterbatasan teori yang selama ini menjadi kendala,diatasi

dengan mengadopsi beragam teori dari bidang-bidang lain, misalkan manajemen

dan psikologi.

Alasan inilah yang membuat akuntansi tidak lagi hanya membicarakan

metode dan prosedur pencatatan yag dipakai untuk menyusun laporan keuangan

(financial accounting), namun juga membahas perilaku seorang manajer yang

menyusun informasi itu (behavioral accounting). Hal-hal inlah yang menjadi

dasar perkembangan teori akuntansi positif (positive accounting theory) selama

beberapa dekade terakhir ini.

Sisi positif lain dari perkembangan teori akuntansi dalah semakin

berkembangannya penelitian-penelitian akuntansi keuangan dan perilakuan,

termasuk manajemen laba. Teori dan penelitian manajemen laba tidak lagi hanya
berkutat pada angaka-angka laporan keuangan tetau berkembang pada upaya

mengidentifikasi niali etis dan tanggung jawab sosial penyusun laoran keuangan .

Teori dan penelitian manajemen laba tidak lagi hanya terfokus pada besarnya

angka yang direkayasa dan metode rekayasa yang digunakan perusahaan.

Penelitian manajemen laba juga berusaha mengidentifikasi nilai etis dan tanggung

jawab sosial pengelola perusahaan terhadap aktivitas rekayasa manajerial ini.

3.3 Hubungan Surplus Arus Kas Bebas dengan Manajemen Laba

Jensen (1986) menyatakan bahwa jika arus kas bebas dalam perusahaan

tidak digunakan atau diinvestasikan untuk memaksimalkan atau menyeimbangkan

bunga pemegang saham, maka hal ini akan memunculkan masalah keagenan.

Manajer akan memilih untuk berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan

berkaitan dengan kemakmuran diri mereka sendiri. Hasilnya, perusahaan akan

berada pada posisi pertumbuhan yang rendah. Tidak adanya pengawasan atau

tindakan kedisiplinan yang efektif oleh pemegang saham independen lain, maka

manajer dapat mengaburkan informasi yang dilakukan dengan memberikan

pengungkapan yang minimal atau memanipulasi sejumlah akuntansi.

Investor sebagai kelompok pemegang saham kurang memiliki akses

terhadap informasi tersebut. Manajer mungkin tidak memberikan pengungkapan

yang cukup kepada investor atas investasi arus kas atau asumsi yang mendasari

pemilihan atau pelaksanaan proyek tersebut. Dengan informasi yang minimal


tersebut, investor tidak mengetahui prospek dan keuntungan atau kerugian dari

proyek tersebut bagi kemakmuran mereka (Chung, et.al, 2005).

Manajer tidak memberikan arus kas yang terproyeksi secara internal untuk

beberapa investasi. Sebagai hasil dari keuntungan pribadi, manajer akan

menyiapkan perkiraan arus kas dan laba yang diproyeksikan. Pilihan untuk

membuat investasi yang lemah akan mengurangi laba masa depan. Freund, Prezas

dan Vasudevan dalam Negrea,et.al, (2009) menunjukkan adanya kinerja keuangan

yang lebih rendah di masa depan pada perusahaan dengan arus kas bebas yang

tinggi. Menurut Nwaeze, Yang dan Yin dalam Negrea,et.al, (2009) juga

menemukan bahwa arus kas bebas dalam jumlah yang besar juga dapat

memfasilitasi manajer atas manajemen investasi diskresioner, hutang dan dividen

yang dibayarkan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis pertama penelitian ini

adalah : Arus kas bebas berpengaruh negative terhadap manajemen laba

2.4 Hubungan Earning Quality dan Income Smoothing

Menurut Jumingan (2003) seperti yang dikutip oleh Suhendah

(2005), earning managementmerupakan suatu proses yang disengaja, menurut

standar akuntansi keuangan untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat

tertentu. Yang termasuk dalam kategori earning management ialah:

1. Discretionary accrual

2. Income smoothing

3. Manipulasi alokasi pendapatan/biaya.


4. Perubahan metode akuntansi dan struktur modal.

Earning management (manajemen laba) memiliki cakupan yang lebih luas

daripada income smoothing (perataan laba), karena manajemen percaya bahwa

reaksi pasar didasarkan pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga perilaku

laba merupakan aspek penentuan resiko pasar entitas usaha.

Earning management (manajemen laba) memiliki cakupan yang lebih luas

daripada income smoothing (perataan laba), karena manajemen percaya bahwa

reaksi pasar didasarkan pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga perilaku

laba merupakan aspek penentuan resiko pasar entitas usaha.

Suhendah (2005) mengutip Ayres (1994) yang menyatakan bahwa ada 3

faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya praktik manajemen laba oleh

manajer demi menunjukkan prestasinya, yaitu:

1. Manajemen akrual (accruals management).

2. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of mandatory

accounting changes).

3. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes).

2.4.1. Definisi Income Smoothing (Perataan Laba)

Pengertian awal mengenai income smoothing ialah moderates year-to-year

fluctuations in income by shifting earnings from peak years to less successful

periods (Riahi-Belkaoui, 2004). Sedangkan pengertian yang lebih modern

adalah the process of manipulating the time profile of earnings or earning reports
to make the reported income less variable, while not increasing reported earnings

over the long run (Riahi-Belkaoui, 2004).

Income smoothing (perataan laba) adalah a form of earnings management

in which revenues and expenses are shifted between periods to reduce fluctuations

in earnings (Arens, et. al, 2005: 310). Selain itu, menurut Harahap (2005)

perataan laba adalah upaya yang dilakukan oleh manajemen untuk menstabilkan

laba.

Definisi lainnya tentang perataan laba menurut Beidleman adalah (Riahi-

Belkaoui, 2004):

The intentional dampening or fluctuations about some level of earnings that is

currently considered to be normal for a firm., atau an attempt on the part of the

firms management to reduce abnormal variations in earnings to extent allowed

under sound accounting and management principles.

2.4.2. Jenis Perataan Laba

Ada dua jenis perataan laba, yaitu (Riahi-Belkaoui, 2004) :

1. Intentional atau designed smoothing

Intentional atau designed smoothing ialah keputusan atau pilihan yang dibuat

untuk mengatur fluktuasi earnings pada level yang diinginkan.

2. Natural smoothing

Natural smoothing adalah income generating process yang natural, bukan hasil

dari tindakan yang diambil oleh manajemen.


2.4.3. Faktor Pendorong Perataan Laba

Tidak semua negara melarang dilakukannya perataan laba (Harahap,

2005). Seperti Swedia misalnya, di negara ini perataan laba diperbolehkan,

asalkan perataan laba ini dilakukan dengan transparan.

Earning management (manajemen laba) memiliki cakupan yang lebih luas

daripada income smoothing (perataan laba), karena manajemen percaya bahwa

reaksi pasar didasarkan pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga perilaku

laba merupakan aspek penentuan resiko pasar entitas usaha.

Suhendah (2005) mengutip Ayres (1994) yang menyatakan bahwa ada 3

faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya praktik manajemen laba oleh

manajer demi menunjukkan prestasinya, yaitu:

1. Manajemen akrual (accruals management).

2. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of mandatory

accounting changes).

3. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes).

Perataan Laba Perataan laba didefinisikan sebagai pengurangan dengan

sengaja fluktuasi dari berbagai tingkatan laba (Belkauoli, 1999:186). Menurut

Fudenberg dan Tirole (1995), perataan laba adalah proses manipulasi waktu

terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil.
Alasan perataan laba menurut Heyworth (1953), bahwa perataan laba dengan

tujuan untuk memperbaiki hubungan dengan kreditur, investor dan karyawan serta

meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis yaitu:

1. Mengurangi total pajak yang dibayarkan oleh perusahaan.

2. Meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan karena laba

yang stabil akan mendukung kebijakan pembayaran dividen yang

stabil. 63 Sri Widodo - Analisis Perataan Laba dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta

3. Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan karena

pelaporan laba yang meningkat tajam memberi kemungkinan

munculnya tuntutan kenaikan gaji atau upah.

4. Siklus peningkatan dan penurunan laba dapat ditandingkan dan

gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak. Menurut

Gordon (1964) proposisi yang diajukan berkaitan dengan perataan

laba adalah kriteria yang digunakan manajemen perusahaan dalam

memilih metoda akuntansi adalah untuk memaksimumkan kepuasan

atau kemakmuran, kepuasan merupakan fungsi dari keamanan

pekerjaan, level dan tingkat pertumbuhan besaran (size) perusahaan,

kepuasan pemegang saham dan kenaikan performan perusahaan dapat

meningkatkan status dan reward bagi manajer dan kepuasan yang

sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba

perusahaan.
Bornea, Ronen, Sadan (1976) dalam Albrecht dan Richardson (1990),

mendefinisikan perataan sebagai pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi

pada beberapa level laba supaya dianggap normal bagi perusahaan. Koch (1981)

mendefinisikan perataan laba sebagai suatu alat yang digunakan manajemen untuk

mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang

diinginkan baik secara artifisial (melalui metode akuntansi) maupun secara riil

(melalui transaksi). Tindakan laba telah dianggap sebagai tindakan yang umum

dilakukan.

Perataan laba riil menunjukkan tindakan manajemen yang berusaha untuk

mengendalikan peristiwa ekonomi yang secara langsung mempengaruhi laba

perusahaan di masa yang akan datang.

Horwitz (1997) menyatakan bahwa perataan laba riil mempengaruhi

aliran kas. Sebagai contoh, suatu perusahaan dapat memilihproyek permodalan

berdasarkan kovariannya dengan serangkaian laba yang diharapkan.

Sedangkan perataan laba artifisial menunjukkan usaha manipulasi yang

dilakukan oleh manajemen untuk meratakan laba. Manipulasi yang dilakukan

tidak menunjukkan peristiwa ekonomi yang mendasar atau mempengaruhi aliran

kas, tetapi menggeser biaya dan / atau pendapatan dari satu periode keperiode

yang lain.
2.5 Kritik Terhadap Penelitian Earning Management

Earnings management ini mulai dijadikan bahan penelitian mulai tahun

80-an meskipun pada saat itu masih sedikit penelitian mengenai earnings

management tersebut yaitu dilakukan oleh Cox ( 1985) yang ingin membuktikan

mengenai management earnings forecast, dengan membedakan perusahaan yang

mendisclose dan yang tidak mendisclose managements annual earnings forecast

dalam Wall Street Journal.

Penelitian mengenai earnings management ini kemudian mulai

berkembang pada tahun 90-an, terdapat penelitian yang membahas tentang

motivasi dilakukannya earnings management yang dikaitkan dengan bonus plan

hypotheses atau political cost hypotheses, seperti yang dilakukan oleh Cahan

91992) dan Healy (1985) dan yang sudah disebutkan di bagian atas dari penulisan

ini, dan kemudian berkembang penelitian mengenai earnings management yang

dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan baik kinerja operasi

maupun kinerja saham yang sebagian besar penelitian menghubungkan dengan

return saham. Penelitian ini terjadi sekitar tahun 90-an ke atas. Beberapa

penelitian tersebut adalah Teoh et al (1998) yang meneliti bagaimana earnings

management mempengaruhi kinerja perusahaan di seputar SEO, dalam penelitian

tersebut Teoh menguji inisiatif manajemen dari laba yang tidak biasa melalui

penyesuaian peningkatan laba akuntansi memastikan investor untuk lebih

optimistic mengenai prospek issuer.


Penelitian lain mengenai earnings management yang dikaitkan dengan

kinerja dilakukan oleh Rangan (1998) yang melakukan penelitian mengenai

earnings management yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan. Rangan

melakukan penelitian terhadap perusahaan yang melakukan penawaran saham di

luar initial public offerings (IPO) yaitu perusahan yang melakukan seasoned

equity offerings (SEO), dia ingin mengetahui Review Penelitian tentang Earnings

Management terhadap Kinerja (Dewi SPA) 45 bagaimana kinerja perusahaan

di seputar SEO tersebut, karena terdapat indikasi perusahaan melakukan earnings

management di seputar SEO sehingga kinerja perusahaan terlihat bagus. Sampel

akhir yang digunakan untuk pengolahan data lebih lanjut adalah sebanyak 230

perusahaan yang melakukan seasoned offerings pada tahun 1987-1990, di

antaranya perusahaan besar dan sudah lama berdiri. Hasil penelitian menyatakan

bahwa terjadi penurunan kinerja di seputar SEO, hal ini terjadi karena

meningkatnya transaksi discretionary accrual yang berasal dari manajemen laba.

Majoor (2002) yang melakukan penelitian mengenai earnings management

dalam konteks internasional. Tiga faktor yang mempengaruhi earnings

management dalam penelitian ini adalah lingkungan audit nasional, kualitas

perusahaan audit dan kepercayaan terhadap pasar modal internasional.

Peneliti melakukan penelitian mengenai manajemen laba, yaitu adanya

manipulasi income increasing sehingga mempengaruhi kineja perusahaan. Peneliti

membuktikan bahwa penurunan kinerja pasca penawaran dapat dijelaskan oleh

konsep agency theory dan windows of opportunity. Dalam agency theory

dijelaskan bahwa penurunan kinerja disebabkan manajer melakukan manipulasi


ilaba dengan menaikkan laba sehingga penawaran direspon positif oleh pasar, hal

ini terjadi karena adanya informasi asimetri.

Sedangkan dalam konsep windows of opportunity, penurunan kinerja

disebabkan sikap manajer yang memanfaatkan kesalahan pasar dalam menilai

perusahaan, tetapi dalam jangka panjang pasar akan mengetahui kesalahan

tersebut, sehingga mengakibatkan penurunan kinerja dalam jangka panjang.

Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang melakukan seasoned equity

offerings periode 1994-1997 di Bursa Efek Jakarta.

Dengan menggunakan uji regresi diperoleh temuan bahwa manipulasi laba

yang dilakukan manajer berpola income increasing, yaitu melaporkan laba lebih

tinggi dari yang seharusnya, serta ditemukan bukti bahwa manajer bersikap

oportunis, sehingga mengakibatkan penurunan kinerja perusahaan pasca seasoned

equity offerings.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen laba berkorelasi negative

dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan, hal ini mencerminkan bahwa

manajemen laba menggunakan fleksibilitas dalam menentukan tingkat

pengungkapan untuk melakukan manajemen laba.

Laporan keuangan merupakan informasi ekonomi yang fundamental

namun kondisi di lapangan yang menjadi tolak ukur atas kondisi ekonomi

perusahaan yang sebenarnya.


Manipulasi laba merupakan tindak pelanggaran terhadap prinsip akuntansi

berterima umum untuk menghasilkan kinerja keuangan perusahaan sesuai

kepentingan manajer atau perusahaan (Schroeder & Clark, 1998).

Manajemen pajak bukanlah tindak kecurangan sepanjang dilakukan secara

legal dalam koridor UU dan peraturan perpajakan. Manajemen pajak bukan

tindakan koruptif, karena wajib pajak hanya menyiasati kelemahankelemahan

yang ada dalam UU maupun peraturan perpajakan. Jika kelemahan dalam

peraturan perpajakan tidak ditemukan oleh wajib pajak, biasanya wajib pajak

menyiasati penerapan akrual yang diperbolehkan dalam akuntansi perpajakan,

sehingga jika dilihat bahwa manajemen laba yang dilakukan tanpa melanggar

standar akuntansi pada prinsipnya adalah legal.

Manajemen laba mengakibatkan kualitas laporan keuangan menjadi

menurun, selain itu dapat menyesatkan pengguna informasi laporan keuangan.

Laporan keuangan yang mengandung manajemen laba ditakutkan tidak

menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya.

Sebagai kreditur menjadi memiliki pemikiran yang lebih dahulu curiga

agar atas debitur kita karena kenyataannya informasi dalam laporan keuangan

tidak dapat sepenuhnya dipercaya.

Manajemen laba dapat dikatakan menipulasi laba ketika kondisi itu

merugikan pihak lain. Pola Manajemen Laba oleh Debitur dan Usaha Kreditur

dalam Mendeteksi Manajemen Laba. Seperti yang diungkapkan pada sebelumnya,

praktik manajemen laba dapat dilakukan dengan empat pola yaitu manajemen
akrual, penerapan suatu kebijakan, perubahan akuntansi sukarela, penerapan

akuntansi wajib, melalui kebijakan operasi, investasi, dan pembelanjaan,

(Wicaksono, 2011).
BAB III

KESIMPULAN

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mereview beberapa

penelitian yang terkait dengan earnings management, yang pada akhirnya dapat

diambil kesimpulan mengenai bagaimana pengaruh tindakan earnings

management tersebut terhadap kinerja perusahaan.

Dari hasil beberapa review mengenai earnings management ini maka akan

dapat diketahui bahwa tindakan earnings management akan mempengaruhi

kinerja perusahaan, hal ini dikarenakan earnings management merupakan tindakan

yang dilakukan oleh manajemen secara sengaja untuk melaporkan laba

perusahaan agar terlihat lebih menarik, yang dapat dilakukan dengan berbagai

cara, yaitu menaikkan atau menurunkan laba ( income increasing atau income

decreasing), atau melaporkan laba perusahaan agar terlihat stabil yang dikenal

dengan income smoothing. Dalam beberapa penelitian, peneliti menghubungkan

earnings management ini dengan auditor yang berkualitas, yang diproxy dengan

auditor big-5 dan non big-5.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa auditor yang berkualitas

yang diproxy dengan big-5 selama ini dianggap lebih mampu mendeteksi adanya

earnings management, karena klien yang diaudit oleh auditor Big-5 memiliki

tingkat discretionary yang lebih rendah dibandingkan dengan klien dari auditor

non Big-5. Selama ini auditor Big- 5 dianggap lebih mampu mendekteksi adanya
salah saji material yang terjadi dalam laporan keuangan. Dari review beberapa

penelitian tersebut juga diketahui adanya beberapa motivasi manajemen

melakukan earnings management ini yang pada akhirnya juga mempengaruhi

kinerja perusahaan, di antaranya berhubungan dengan kompensasi, hal ini terkait

dengan adanya agency theory, yaitu hubungan antara pemilik perusahaan dengan

manajemen. Berdasar keinginan untuk mendapatkan kompensasi ini maka

manajemen termotivasi untuk melaporkan laba cenderung stabil. Motivasi lain

berhubungan dengan signaling theory, yaitu bertujuan menarik minat investor

agar mereka menginvestasikan dana mereka ke perusahaan tersebut. Tindakan

tersebut dilakukan oleh manajemen terutama pada saat-saat sebelum dan di

seputar penerbitan saham perusahaan.

Dari beberapa motivasi yang dilakukan oleh manajer untuk menaikkan

nilai perusahaan tersebut, maka akan berakibat pada kinerja perusahaan. Apabila

earnings management dilakukan untuk tujuan 48 Jurnal Akuntansi dan Sistem

Teknologi Informasi Vol. 7, No. 1, April 2009 : 37 49 perolehan bonus,

manajemen termotivasi untuk meningkatkan laba sesuai dengan batas ketentuan,

dengan demikian terdapat beberapa transaksi yang akan berpotensi untuk

diintervensi oleh manajemen. Sedangkan apabila earnings management ditujukan

untuk menarik minat investor, maka manajemen termotivasi untuk meningkatkan

kinerja perusahaan, baik kinerja operasional maupun kinerja saham yang dapat

ditentukan dari return saham, cara ini dilakukan dengan meningkatkan laba

perusahaan.
Konsisten dengan beberapa review penelitian bahwa pada saat penerbitan

saham manajer bersikap oportunis (manajer memanfaatkan kesalahan pasar dalam

menilai perusahaan), sehingga sebagai akibatnya kinerja perusahaan akan

mengalami penurunan sesudahnya, karena pelaporan laba yang lebih tinggi dari

yang sesungguhnya terjadi akan berakibat pada transaksi-transaksi sesudah

penerbitan saham, serta discretionary accrual akan menurun setelah penerbitan

saham tersebut sehingga mengakibatkan penurunan kinerja jangka panjang

perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

You might also like