You are on page 1of 12

1

LAPORAN KASUS

RHINITIS VASOMOTOR

Oleh
Andik Sunaryanto
NIM. 0402005114

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
FK UNUD / RS SANGLAH
DENPASAR
2009
2
BAB I
PENDAHULUAN

Hidung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang mempunyai


berbagai fungsi penting. Fungsi hidung yang utama adalah dalam proses
pernafasan, yaitu sebagai tempat masuk dan keluarnya udara yang
dipergunakan dalam proses respirasi. Fungsi hidung yang kedua adalah sebgai
organ terluar dari saluran pernafasan juga berfungsi sebagai benteng
pertahanan pertama bagi jalan nafas terhadap lingkungan yang tidak
menguntungkan, sehingga sering mengalami gangguan penyakit. Selain itu
hidung juga mempunyai fungsi kosmetik.
Secara garis besarnya penyakit-penyakit yang mengenai hidung dapat
digolongkan ke dalam beberapa kelompok seperti kelainan kongenital,
penyakit radang atau rhinitis, kelainan akibat trauma, neoplasma serta
beberapa penyakit sistemik yang manifestasinya ke hidung. Disamping itu
terdapat beberapa penyakit yang tidak berdiri sendiri melainkan merupakan
suatu penyakit lanjutan atau komplikasi dari penyakit primernya, seperti
sinusitis paranasalis yang dapat merupakan komplikasi dari rhinitis menahun.
Penyakit rhinitis atau keradangan pada hidung berdasarkan
penyebabnya dapat dibagi tiga yaitu rinitis karena infeksi, rhinitis
karena
alergi dan rhinitis non infeksiosa non alergi, yang salah satunya adalah
rhinitis vasomotor yang terjadi karena gangguan vasomotor, dimana
gangguan vasomotor hidung merupakan suatu respon terhadap berbagai faktor
stimulus non alergi yang menyebabkan bertambahnya akitvitas parasimpatis.
Dalam laporan ini hanya akan dibahas tentang rhinitis vasomotor, suatu
gangguan akibat disfungsi saraf otonom pada hidung.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG


Anatomi hidung terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar dan bagian
dalam. Hidung bagian luar merupakan bagian yang secara langsung ditutupi
oleh kulit. Pada bagian superior atau batang hidung terdapat os nasal
dan
proccessus frontalis os maxillaris, bagian inferiornya dibentuk oleh beberapa
tulang rawan dan sebagian lagi adalah jaringan ikat serta otot. Ujung hidung
bagian luar disebut apex, kearah posterior dan inferior apex berhubungan
dengan bibir melalui columella.
Hidung bagian dalam, terdiri dari suatu rongga yang dilapisi oleh
epitel. Rongga ini memiliki lubang pada bagian depan yang disebut nares,
lubang belakang yang berhubungan secara langsung dengan nasopharing
yang disebut choana.
Pada dinding lateral terdapat bentukan yang disebut concha dengan
tiga meatus, yaitu : meatus nasi inferior yang merupakan ruangan diantara
concha inferior dan dasar hidung serta tempat bermuaranya ductus
nasolacrimalis, meatus nasi media yang berupa ruangan diantara concha
inferior dan concha media, disini terdapat orificium dari sinus frontalis,
grup
anterior sinus ethmoidalis serta terdapat hiatus semilunaris yang merupakan
orificium dari sinus maxillaris, meatus nasi superior berada diatas concha
media dan disini terdapat beberapa orificum yang menghubungkannya dengan
grup posterior sinus ethmoidal serta sinus sphenoidalis. Kadang-kadang
didapatkan concha suprema diatas concha superior. Konka suprema, superior
dan media berasal dari lamina lateralis os ethmoidalis, sedangkan concha
inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla.
Vaskularisasi hidung terdiri dari beberapa arteri yang berbeda serta
banyak didapatkan anastomosis yang dibentuk dari arteri-arteri tersebut. Pada
4
prinsipnya suplai darah pada hidung dalam, terbagi menjadi dua yaitu suplai
darah untuk dinding lateral dan suplai darah untuk septum nasi. Suplai darah
untuk dinding lateral berasal dari tiga sumber, yaitu : a. ethmoidalis anterior
dan a. ethmoidalis posterior, yang mana kedua pembuluh darah ini
merupakan cabang dari a. ophthalmica serta a. sphenopalatina yang
merupakan cabang terminal dari a. maxillaris interna. Sedangkan untuk
septum nasi, vaskulrisasi berasal dari a. labialis superior, a. palatina mayor
serta Plexus Kiesselbach disamping juga berasal dari arteri-arteri yang
memperdarahi dinding lateral hidung.
Inervasi saraf pada hidung meliputi persarafan sensorik oleh cabang
opthalmicus dan maxillaris dari n. trigeminus, n. olfactorius sebagai
saraf
pembauan, persarafan motorik pada bagian luar hidung oleh n. facialis serta
persarafan otonom untuk mengatur diameter dari pembuluh darah arteri dan
vena pada hidung bagian dalam.
J aringan limfatik hidung terdiri dari jaringan pembuluh anterior dan
posterior. J aringan limfatik anterior adalah kecil, bermuara disepanjang
pembuluh fasialis yang menuju leher, melayani bagian anterior hidung
vestibulum dan prekonka. J aringan limfatik posterior melayani hampir
seluruh bagian hidung, menggabungkan ketiga saluran utama di daerah
hidung belakang melalui saluran superior, media dan inferior.
Secara fisiologis hidung memiliki fungsi primer dan sekunder. Fungsi
primer dari hidung ada empat, yaitu sebagai alat penciuman, sebagai pintu
masuk fisiologis udara pernafasan, sebagai alat penyaring udara serta sebagai
alat pengatur suhu dan kelembaban udara pernafasan. Fungsi sekunder dari
hidung adalah sebagai resonator box.
Fungsi penciuman dilakukan oleh n. olfactorius melalui komponen-
komponen penunjangnya yang melekat pada lamina kribriformis, sehingga
setiap gangguan aliran udara pada hidung dapat menyebabkan timbulnya
anosmia.
5
Pada keadaan yang dianggap kurang menguntungkan, seperti layaknya
sebuah pintu masuk, maka hidung akan melakukan mekanisme pertahanan
dengan membatasi aliran masuknya udara. Penyempitan jalan masuk udara ini
sering terjadi pada keadaan keradangan seperti pada rinitis. Mekanisme ini
kadang-kadang justru dapat menimbulkan masalah.
Edema mukosa saat mengalami rintis akut akibat infeksi maupun
rhinitis alergika diakibatkan adanya pelepasan dari mediator-mediator
kimiawi oleh sel-sel radang. Berbeda dengan mekanisme tersebut, maka pada
keadaan rhinitis vasomotor akan terjadi edema mukosa oleh karena pelebaran
dari pembuluh-pembuluh darah hidung akibat pengaruh dari saraf
perasimpatik. Namun demikian sampai saat ini belum jelas benar bagaimana
mekanisme kerja dari saraf otonom sebagaimana kita ketahui, rhinitis
vasomotor ini dipengaruhi oleh emosi, kelembaban udara, suhu, latihan
jasmani dan sebagainya.
Sebagai alat penyaring udara pernafasan, silia berperan untuk
mengarahkan kotoran-kotoran termasuk bakteri kearah faring untuk kemudian
tertelan atau dikeluarkan, sedangkan rambut-rambut pada bagian anterior
berperan untuk menyaring partikel-partikel yang lebih besar.
Fungsi pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan oleh pembuluh-
pembuluh darah (kavernosa) pada mukosa konka dan septum, dengan
mengatur suhu udara agar mendekati 36 C. sedangkan pengaturan
kelembaban udara dikerjakan oleh kelenjar-kelenjar tuboalveolar dan bila
perlu juga oleh sel-sel goblet, sehingga akan didapatkan kelembaban yang
berkisar antara 75% - 80%.

6
II.2. Rhinitis Vasomotor
II.2.1 Pendahuluan
Rhinitis didefinisikan sebagai suatu peradangan dari mukosa hidung
dan ditandai dengan gejala-gejala seperti : hidung tersumbat, keluar
cairan
dari hidung (Rhinorrhea), bersin-bersin dan rasa gatal.
Penyebab dari rhinitis ini dapat diklasifikasikan menjadi 3 katagori utama :
- Allergic
- Infeksi
- Non allergic dan non infeksi (rhinitis vasomotor)
Rhinitis allergica adalah suatu peradangan pada mukosa hidung yang
melibatkan atau diperantarai oleh IgE terhadap beberapa agent atau substansi
yang ada dilingkungan sekitarnya.
Rhinitis infeksi/akut adalah suatu infeksi mukosa hidung yang disebabkan
oleh kuman atau virus. Sedangkan rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan
akibat tidak seimbangnya persyarafan otonom (simpatis dan parasimpatis) di
rongga hidung yang ditandai dengan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri dari hidung tersumbat yang berulang-ulang rhinorrea, bersin dan tanpa
adanya rasa gatal dimata, hidung dan palatum mole.

II.2.2 Patofisiology
Mukosa hidung mendapat persyarafan otonom yang berasal dari nervus
vidianus, yang mengandung serat saraf simpatis dan para simpatis.
Rangsangan pada serat saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi dari pembuluh darah mukosa hidung. Sedangkan rangsangan
pada serat saraf parasimpatis akan menimbulkan efek sebaliknya yaitu
vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan juga
meningkatnya sekresi kelenjar-kelenjar di mukosa rongga hidung.
Dalam keadaan normal, sistem saraf otonom ini berada dalam keadaan
seimbang. Keseimbangan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
7
berlangsung sementara, seperti : emosi, posisi tubuh, lingkungan, keadaan
psikologis dan sebagainya yang pada keadaan normal faktor-faktor tersebut
tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.
Ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya rhinitis
vasomotor :
1. Terganggunya sistem persarafan otonom di mukosa rongga hidung, yang
dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
a. Obat-obatan yang menghambat dan menekan kerja saraf simpatis
seperti : ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat
vasokonstriktor topikal.
b. Faktor fisik seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban
udara yang tinggi dan bau-bauan yang merangsang.
c. Faktor endokrin seperti kehamilan, pubertas, oral kontrasepsi dan
hipotiroidisme.
d. Faktor psikis seperti rasa cemas, tegang.
e. Makanan panas, pedas, sehingga sering pula disebut dengan rhinitis
gustatori atau skiers nose
Pada penderita rhinitis vasomotor terjadi perubahan keseimbangan
dimana terjadi hipoaktivitas dari serat-serat saraf simpatis dan
hiperaktivitas dari serat-serat saraf parasimpatis.
2. Kemudian mekanisme yang lain menyatakan bahwa terjadi peningkatan
pelepasan vasoaktive peptida oleh sel-sel seperti sel mast, eosinofil, dan
sebagainya di mukosa rongga hidung. Vasoaktive peptida ini contohnya
adalah histamine, leukotriens, prostaglandin, dan kinin. Akibatnya akan
memperberat kongesti dan meningkatkan sekresi kelenjar-kelenjar di
dalam mukosa rongga hidung.
Yang perlu di ingat adalah bahwa pelepasan vasoaktive peptida tersebut
tanpa diperantarai oleh IgE. Inilah yang membedakannya dengan rhinitis
alergika.
8
II.2.3 Gejala Klinik
Rhinitis vasomotor dapat menimbulkan manifestasi gejala-gejala yang
bervariasi pada masing-masing individu. Dan secara garis besar gejala-gejala
tersebut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu : golongan Obstruksi
(blockers) dan golongan rhinorrhea (sneezers).
Pada golongan obstruksi, keluhan yang menonjol adalah hidung tersumbat.
Disamping itu juga tetap ada gejala yang lain seperti keluar cairan
mukus
atau serus dan bersin-bersin yang jarang. Ini disebabkan oleh karena
terganggunya siklus nasi, yaitu kemampuan untuk dapat bernafas dengan
normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya, oleh karena
hiperaktivitas parasimpatis tadi.
Sedangkan pada golongan rhinorrhea pasien mengeluh karena keluarnya
cairan serus atau mukus yang cukup banyak dari hidung disamping juga
gejala-gejala yang lainnya.
Gejala-gejala tersebut biasanya memburuk di pagi hari waktu bangun tidur
dan gejala-gejala tersebut tidak disertai rasa gatal di mata, hidung dan
palatum mole yang membedakannya dengan rhinitis alergika.

II.2.4 Diagnosis
Oleh karena gejala-gejalanya yang sangat mirip dengan rhinitis
alergika, maka pada anamnesa harus benar-benar diketahui tentang perjalanan
penyakitnya, faktor-faktor yang mempengaruhi dan mencetuskan timbulnya
gejala dan juga ada atau tidaknya riwayat alergi yang ditunjukkan dengan test
kulit yang negatif. I ni akan dapat menyingkirkan diagnose banding
rhinitis
alergika maupun rhinitis yang lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah ada tidaknya
faktor alergi seperti sitologi nasal untuk mencari sel-sel eosinofil dan
sel
radang dan pemeriksaan RAST. Hasil pemeriksaan penunjang pada rhinitis
vasomotor tersebut biasanya normal.
9
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampat berupa edema mukosa
hidung sehingga cavum nasi terlihat sempit, konka berwarna merah gelap
atau merah tua/livide (khas) tapi dapat pula pucat bila diluar serangan.
Permukaan konka dapat licin maupun tidak rata. Sekret mukoid atau serus
dapat ditemukan dalam jumlah yang sedikit maupun banyak seperti yang
ditemukan pada golongan rhinorrhea.

II.2.5 Penatalaksanaan
Berdasarkan atas patofisiologinya, maka penatalaksanaan rhinitis
vasomotor bertujuan untuk :
1. Meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis.
2. Mengurangi aktivitas sistem saraf parasimpatis.
3. Mengurangi pelepasan vasoaktive peptida.
4. Mengidentifikasi dan menjauhi faktor-faktor yang dapat mencetuskan
gejala.
Secara umum penatalaksanaan dari rhinitis vasomotor ini dapat dibagi
menjadi tiga kelompok besar :
1. Non bedah dan non medikamentosa.
J ika penyebabnya sudah diketahui, terapi yang terbaik adalah pencegahan
yaitu menghindarinya dan jika belum diketahui penyebabnya,
membersihkan mukosa rongga hidung secara teratur dapat membantu.
2. Medikamentosa
Beberapa medikamen yang bisa digunakan antara lain :
a. Antihistamin
Obat-obat antihistamin akan sangat membantu penderita dengan
golongan rhinorrhea. Obat ini bekerja menekan pelepasan mediator-
mediator oleh sel mast, sehingga dapat mengurangi kongesti dan
pembentukan sekret. Obat antihistamin generasi I selain bersifat
antihistamin juga bersifat antikholinergic.
10
b. Anti Cholinergic
Obat-obat golongan anti kholinergic juga efektive pada
penderita golongan rhinorrhea.
Contoh obat golongan ini adalah Ipratroprium bromide. Efek samping
yang ditimbulkannya adalah pengelihatan kabur, konstipasi dan retensi
urine.
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal dapat menekan reaksi radang lokal yang
disebabkan oleh vasoaktive mediator dengan cara menghambat
phospholipase A2, mengurangi aktivitas reseptor Ach dan mengurangi
jumlah basophil, mast cel dan eosinofil di mukosa rongga hidung.
Obat-obat golongan kortikosteroid topikal ini tidak bisa digunakan
secara singkat. Paling tidak, 1 2 minggu penggunaan obat ini baru
akan terlihat hasilnya. Contoh obat golongan ini adalah
Beclomethasone, Flunisolide, Fluticasone. Budesonid dapat digunakan
2 x sehari dengan dosis 100 200 mcg/hari. Dosisnya dapat
ditingkatkan sampai dengan 400 mcg/hari. Hasilnya akan terlihat
setelah pemakaian sedikitnya selama 2 minggu.
Saat ini, terdapat kortikosteroid topikal baru dalam larutan aqua
seperti Flutikason Propionat dengan pemakaian cukup 1x sehari
dengan dosis 200 mcg.
Beberapa efek samping penggunaan obat ini adalah erithema ringan,
rasa terbakar, mucosa menjadi kering, epistaksis dan kandidiasis
nasofaring.
d. Dekongestan
Penggunaan dekongestan secara oral ditujukan untuk mengatasi
kongesti dari pembuluh darah di mukosa rongga hidung. Contohnya
adalah Pseudoephedrine, Phenylpropanolamine, Phenylephrine dan
Oxymetazoline (bentuk spray hidung).
11
Obat-obat golongan ini bekerja sebagai agonis alpha reseptor
sehingga akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah di
mukosa rongga hidung. Pada penggunaan dekongestan topikal seperti
pada Oxymetazoline, harus berhati-hati sebab dapat menyebabkan
suatu rhinitis Medicamentosa, yaitu suatu rebound kongesti, jika
digunakan lebih dari 5 hari. Efek samping dekongestan oral antara lain
insomnia, mudah terangsang (irritability) dan kesulitan berkemih
(khususnya pada pria dewasa). Kontraindikasi penggunaan obat ini
adalah mereka dengan tekanan darah tinggi. Pada penderita dengan
tekanan darah yang normal, obat golongan ini tidak mempengaruhi
tekanan darahnya.
e. Diatermi, Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO
3

25% atau trikloroasetat pekat.


3. Operatif
Tindakan operatif dilakukan bila terapi secara
konservatif/medikamentosa belum memuaskan. Tindakan operatif yang
dianjurkan antara lain :
a. Elektrokauterisasi konkha.
b. Konkhotomi parsial konkha inferior yang memberikan efektivitas
mengurangi keluhan sampai dengan 88,9%.
c. Frozen section konkha.
d. Vidian neurectomy.
Cara ini merupakan prosedur yang sangat efektif untuk
menghentikan gejala rhinitis vasomotor, terutama pada kasus yang
sangat berat dan tidak hilang dengan pengobatan konservatif dan sudah
menghabiskan biaya yang cukup besar serta mengganggu kualitas
hidup. Namun operasi ini tidak mudah dan juga dapat menimbulkan
komplikasi seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi,
neuralgia atau anastesis supraorbita dan anastesis palatum.
12
BAB III
KESIMPULAN

Rhinitis vasomotor merupakan suatu sidrom klinik hidung yang terdiri


dari gejala hidung tersumbat berulang, disertai dengan ingus yang encer dan
bersin bersin
Faktor pencetus dari rhinitis vasomotor ini bisa terjadi pada seseorang
dengan aktifitas parasimpatis yang berlebih, diantaranya faktor fisik,
faktor
psikis, faktor endokrin dan faktor penggunaan obat-obatan simpatolitik.
Aktivitas yang berlebihan dari saraf parasimpatis akan menyebabkan
dilatasi dari arteri-arteri dan kavernosa pada hidung, yang berdampak sebagai
penyempitan dari caavum nasi. Disamping ini akan memberikan penampakan
mukosa hidung yang hiperemi serta sekresi kelenjar yang meningkat.
Gejala yang sering didapatkan pada rhinitis vasomotor ini adalah
hidung tersumbat yang dominan yang bisa disertai dengan rinore dan bersin-
bersin.
Diagnosis banding dari rhinitis vasomotor antara lain rhinitis alergika,
rhinitis medikamentosa dan rhinitis akut infeksiosa. Sedangkan komplikasi
yang sering timbul pada rhinitis vasomotor adalah sinusitis paranasalis, polip
nasi serta otitis media.
Penatalaksanaannya dapat berupa konservatif (medis dan non medis)
ataupun tindakan pembedahan.
13
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : SN
Umur : 27 Tahun
J enis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun Pengabetan, Singaraja
Tanggal Periksa : 16 September 2009

II. ANAMNESA
Keluhan Utama : hidung tersumbat
Os mengeluh hidung tersumbat kadang bergantian kanan dan kiri dan
pilek sejak satu tahun yang lalu, serta berlangsung secara hilang timbul.
Os juga mengatakan bahwa keluhan hidung tersumbatnya ini memburuk
terutama di pagi hari, dan membaik pada siang maupun malam hari.
Bersin-bersin ada tapi tidak sering. Pileknya dirasakan agak kental dan
berwarna bening. Tidak ada rasa gatal di palatum, hidung, maupun di
mata saat serangan. Saat ini Os sedang hamil 6 bulan, dan menurutnya
semenjak kehamilannya Os merasa hidungnya lebih sering tersumbat.
Saat hidungnya terasa tersumbat biasanya Os menggunakan minyak kayu
putih (dihirup dan dioleskan) dan keluhannya lama-kelamaan menghilang
atau membaik. Os juga mengatakan jika terkena debu keluhannya timbul
tapi Os mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan. Sebelumnya Os
mengatakan tidak pernah mengalami sakit seperti ini dan dikeluarganya
juga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini. Keluhan yang lain
tidak ada. Pada palpasi tidak ditemukan nyeri tekan di daerah sinus
maksilaris dan frontalis.
14
Anamnesis Tambahan
Telinga Kanan Kiri
Sekret
Tuli
Tumor
Tinnitus
Sakit
Corpus alienum
Vertigo
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
Hidung
Sekret
Tersumbat
Tumor
Pilek
Sakit
Corpus alienum
Bersin

+
+
-
+
-
-
+

+
+
-
+
-
-

Tenggorok
Riak
Gangguan suara
Tumor
Batuk
Sakit
Corpus alienum
Sesak nafas

+
-
-
+
-
-
-

15
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Vital Sign
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 86 x /menit
Respirasi : 22 x /menit
Temperatur axila : 36,5 C
Status General
Mata : anemia -/-, ikterus -/-, Rp +/+isokor
THT : sesuai status lokalis
Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thorax : cor : S
1
S
2
tunggal, reguler, murmur (-)
: pulmo : vesic +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : distensi (-), H/L ttb, peristaltik (+) normal
Extrimitas : dalam batas normal

16
Status Lokalis
Telinga
Daun telinga
Liang telinga
Discharge
Membran tympani
Tumor
Mastoid
Tes pendengaran :
Suara bisik
Rinne
Weber
Schwabach
Tes keseimbangan
Kanan
Normal
Lapang
-
Intak
-
Normal

Normal
+
Lateralisasi -
Normal
Tidak dievaluasi
Kiri
Normal
Lapang
-
Intak
-
Normal

Normal
+

Normal

Hidung
Hidung luar
Cavum nasi
Mukosa
Discharge
Septum
Concha
Tumor
Choana

Normal
Sempit
Hiperemi
+
Deviasi -
Hipertrofi
-
Normal

Normal
Sempit
Hiperemi
+

Hipertrofi
-
Normal
Tenggorok
Dyspneu
Cyanosis
Mukosa

-
-
Merah muda

17
Stridor
Suara
Tonsil
Mukosa tonsil
Pembesaran kel limfe
-
Normal
T
1
/T
1

Normal
-

IV. RESUME
Anamnesis :
Penderita wanita usia 27 tahun Islam mengeluh hidung tersumbat
hilang timbul dan bergantian antara rongga hidung kanan dan kiri sejak satu
tahun yang lalu disertai pilek dan bersin kadang-kadang. Hal ini terjadi
terutama pada pagi hari saat baru bangun dan membaik pada siang maupun
malamnya. Saat ini Os sedang hamil 6 bulan.
Pemeriksaan fisik :
Cavum nasi : sempit/sempit
Mucosa : hiperemi/hiperemi
Discharge : +Serous/ +serous
Concha : hipertrofi/ hipertrofi

V. DIAGNOSIS BANDING
Rhinitis alergika
Rhinitis medikamentosa
Rhinitis akut infeksiosa

18
VI. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Nasal swab untuk mengetahui perbandingan antara eosinofil dengan
neutrofil.
2. Skin (prick) test
3. Uji test provokasi pada hidung

VII. DIAGNOSIS KERJA


Rhinitis vasomotor
VIII. PENATALAKSANAAN
Rhinofed tab 3 x 1
Olah raga teratur

IX. PROGNOSIS
Baik

19
DAFTAR PUSTAKA

Boies, Lowrence R. J R. M.D. et al, Buku Ajar Penyakit THT edisi 6,


Alih
Bahasa : Caroline Wijaya, Editor : Harjanto Effendi, dkk, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, J akarta 1994 : 218-220.
Connell, J ohn T. Nasal Disease. In : Settipane, Guy A., ed., Rhinitis.
Providence, Rhode Island. Oceaniside Publications I nc., 1991 :
161- 164.
Efiaty Arsyad Soepardi, dr Sp THT, Nurbaiti Iskandar Prof. Dr. Sp THT,
Buku Ajar I lmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran UI, Edisi IV,
J akarta 2000 : 107 108.
Gluckman, J ack L. and Stegmoyer, Robert. Nonallergic Rhinitis. I n :
Paparalla, Michael M., Shumrick, Donald A., Meyerhoff, William,
eds., Otolaryngology, Volume III, Head and Neck. W. B. Saunders
Co., 1991, pp. 1889 1898.
Kimmelan, Charles P. and Ali, G. H. A. Vasomotor Rhinitis. I n :
Sataloff,
Robert T., ed., The Otoloryngologic Clinics of North America
Volume 19, Number 1. W. B. Sauders Co., Feb. 1986, pp 65 71.
Pedoman Diagnosis dan Terapi I lmu Penyakit THT RSUP Sanglah Denpasar,
Lab/SMF THT RSUP Sanglah Denpasar, 1992 : 27 29.
Suardana W, dr. Sp THT Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) ke-II,
Penatalaksanaan Rhinitis Alergi Secara Komprehensif, Denpasar
2000 : 2 3.

You might also like