You are on page 1of 21

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan

Keperawatan
Reumatoid Heart Disease Pada Anak

Disusun Oleh :

Pungky Eka S. W. (13011016)

Siti Ulfiyah (13011019)

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Unggul Surabaya

Jalan Raya Kletek No.04 , Sidoarjo - Taman


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan tugas Keperawatan Anak II tentang Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan Reumatoid Heart Disease Pada Anak. Makalah ini di ajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen yang telah membimbing dan semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi semua dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Sidoarjo, 12 September 2015

Penyusun
Daftar Isi

Cover .............................................................................................................................................. 1
Daftar Isi ........................................................................................................................................ 3
BAB 1 ............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 4
BAB 2 ............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 5
2.1 Definisi .................................................................................................................................. 5
2.2 Etiologi.................................................................................................................................. 5
2.2.1 Epidemologi ................................................................................................................... 7
2.3 Patofisiologi .......................................................................................................................... 8
2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................................................... 8
2.5 Komplikasi ........................................................................................................................... 9
2.6 Penatalaksanaan .................................................................................................................. 9
BAB 3 ........................................................................................................................................... 11
ASUHAN KEPERAWATAN RHD PADA ANAK .................................................................. 11
3.1 Pengkajian Keperawatan ................................................................................................. 11
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................................... 13
3.3 Intervensi Keperawatan ................................................................................................... 13
3.4 Implementasi Keperawatan ............................................................................................. 17
3.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................................................................... 19
BAB 4 ........................................................................................................................................... 20
PENUTUP .................................................................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 20
4.2 Saran................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 21
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rematoid heart disease (RHD) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung
yang di dapat, baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut
yang sering diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit
berulang dan kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-
kira dua minggu sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan.

Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh
organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993). RHD adalah suatu
penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada jantung,tulang,
jaringan subcutan pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan oleh
infeksi streptococcus hemolitic-b grup A.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Rematoid Heart Disease ?


2. Apa penyebab Rematoid Heart Disease ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Rematoid Heart Disease ?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi Rematoid Heart Disease.


2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab Rematoid Heart Disease.
3. Mahasiswa mampu mengulas tentang Asuhan Keperawatan dari Rematoid Heart Disease.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi terhadap
infeksi streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001). Penyakit jantung
reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu
reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme
perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis
migrans akut, Karditis, Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence
M. Tierney, 2002).

Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada
katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang berulang kali (Arif Mansjoer,
2002). Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai
jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh
organisme streptococcus hemolitic- grup A (Sunoto Pratanu, 2000).

Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan
pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
(stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

2.2 Etiologi

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan
infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda
dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus di kulit maupun di
saluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus di
kulit.

Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan


penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
1. Faktor-faktor pada individu :
a. Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap
demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal
dengan antibody monoklonal dengan status reumatikus.
b. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada
perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering
ditemukan pada satu jenis kelamin.
c. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun
ulang demam reumatik lebih sering di dapatkan pada orang kulit hitam dibanding
dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin
berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut
berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
d. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai
anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak
berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus
pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi
streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

f. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding selstreptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik
fever.
2. Faktor-faktor lingkungan :
a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang
sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial
ekonomi yang buruk, sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan
penghuni padat, rendahnya pendidikan.
Sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan
kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
b. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak di
dapatkan di daerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang
di duga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam
reumatik lebih tinggi daripada di dataran rendah.
c. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga
meningkat.

2.2.1 Epidemologi
RHD terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik
di diagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun.
Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang
kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai. Sementara di negara maju insiden
penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya
pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun
1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 dari seluruh jumlah penderita
yang dirawat. Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan
penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.

2.3 Patofisiologi

Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan
oleh kelompok kuman A beta-hemolitic treptococcus yang menyerang pada pharynx.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, di
fosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococca erythrogenic toxin. Produk-
produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan
terhadap beberapa produk tersebut. Sensitivitas sel B antibodi memproduksi
antistreptococcus yang membentuk imun kompleks. Reaksi silang imun kompleks tersebut
dengan sarcolema kardiak menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular.
Peradangan biasanya terjadi pada katup mitral, yang mana akan menjadi skar dan kerusakan
permanen.
Demam reumatik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau
pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh kelompok kuman A
betahemolytic. Mungkin ada predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di
ruang kelas atau tempat tinggal yang dapat meningkatkan risiko. Penyebab utama morbiditas
dan mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup
mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri sesak napas
dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan
lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang
menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka
harus dicurigai adanya infeksi endocarditis.
Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah
mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang
berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-
kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut,
kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam. Berikut ini ialah tanda-tandanya
dan kriteria diagnosis :
1. Kriteria Mayor
a. Carditis
b. Polyarthritis
c. Khorea Syndenham
d. Eritema Marginatum
e. Nodul Subcutan
2. Kriteria Minor
a. Memang mempunyai riwayat RHD
b. Nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang
sulit menggerakkan tungkainya
c. Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
d. Leukositosis
e. Peningkatan laju endap darah (LED)
f. C- reaktif Protein (CRP) positif
g. P-R interval memanjang
h. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
i. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

2.5 Komplikasi

Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi
setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan
luas penggunaan antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam
rematik.

2.6 Penatalaksanaan

Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan
terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung,
endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang
mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi.
Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk
mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau
intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta
memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN RHD PADA ANAK

3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang


dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
tanggal MRS, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Keperawatan.
a. Awalan Serangan
Asal mula perkembangan suatu penyakit.
b. Keluhan Utama
Yang menjadi keluhan utama saat ini di derita oleh pasien.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu.
Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien.

4. Riwayat Psikososial Keluarga.


Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,
kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,
setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa
bersalah.
5. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
a. Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK
sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat
badan dan hemoglobin pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu adanya takikardia karena riwayat infeksi
saluran nafas yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
gangguan fungsi sendi dan kelemahan otot yakni dibantu oleh orang lain.
e. Persepsi kesehatan pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas pasien
sehari-sehari kurang baik.
f. Kognitif atau perceptual pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada
berdebar-debar.
g. Persepsi diri atau konsep diri pasien mengalami gangguan konsep diri karena
kebutuhan fisiologisnya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase
sakit.
h. Peran hubungan pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran
pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
i. Manajemen koping atau stress pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur
dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
j. Keyakinan atau nilai pasien memiliki kepercayaan, pasien masih tahap belajar
beribadah.
6. Pengkajian ADL (Activity Dailiy Living)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Psikologis yakni keadaan umum yang tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, adanya sesak
nafas, nyeri abdomen, mual, anoreksia, penurunan hemoglobin, kelemahan otot,
akral dingin.
b. Pemeriksaan Sistematik
a) Inspeksi : Mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir
kering, berat badan menurun, dada berdebar-debar.
b) Perkusi : Adanya distensi abdomen dan nyeri tekan sendi.
c) Palpasi : Turgor kulit kurang elastis, denyut nadi meningkat.
d) Auskultasi : Terdengarnya suara bising katup, perubahan suara jantung.
8. Pemeriksaan Tingkat Tumbuh Kembang.
Pada anak RHD akan mengalami gangguan karena anak malnutrisi sehingga berat
badan menurun.
9. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :


1. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO,
peningkatan laju endap darah (LED), terjadi leukositosis, dan dapat terjadi
penurunan hemoglobin.
2. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
3. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi.
4. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang. Hapusan tenggorokan ditemukan
streptococcus hemolitikus grup A.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agens penyebab cedera.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.
4. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan
subcutan.
5. Penurunan cardiac output berhubungan perubahan kontraktilitas.
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya substansi O2 menuju paru-
paru.

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi dapat
teratasi
Kriteria Hasil :
a. Anak mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
b. Anak tidak mual dan muntah
Intervensi :
a. Kaji faktor-faktor penyebab.
Rasional:
Penentuan faktor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya.
b. Anjurkan anak untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan.
Rasional :
Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan.
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup.
Rasional :
Meningkatkan pengetahuan anak dan keluarga anak termotivasi untuk
mengkonsumsi makanan.
d. Catat jumlah porsi yang dihabiskan.
Rasional :
Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi anak.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agens penyebab cedera
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri pada sendi berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a. Anak akan mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3 atau kurang pada daerah
sendi.
b. Anak memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
c. Anak akan melaporkan pola tidur yang baik.
Intervensi :
a. Catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan
tanda-tanda rasa sakit nonverbal.
Rasional :
Membantu dalam menentukan kebutuhan manjemen nyeri dan keefektifan dan
keefektifan program.
b. Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Rasional :
Pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk
membatasi nyeri atau cedera sendi.
c. Berikan masase yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria hasil :
a. Anak tidak mudah lelah.
b. Anak dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransi.
Intervensi :
a. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
Rasional :
Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi
jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
b. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional :
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
c. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta.
Rasional :
Hipertensi ortostatik dapat terjadidengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
4. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan
subcutan.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit dapat
teratasi.
Kriteria Hasil :
Mempertahanakan integritas kulit.
Intervensi
a. Kaji tingkat kerusakan kulit.
Rasional :
Memberikan pedoman untuk memberikan intervensi yang tepat.
b. Berikan perawatan kulit sering, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional :
Terlalu kering dan lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
c. Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
Rasional :
Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan bantalan yang lembut pada badan.
Rasional :
Mencegah penekanan pada eritema sehingga tidak meluas.
e. Kolaborasi untuk pemberian obat.
Rasional :
Mempercepat proses kesembuhan.
5. Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pompa jantung berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan TTV yang normal.
b. Edema ekstermitas bawah berkurang.
Intervensi :
a. Observasi KU dan TTV.
Rasional :
Mengetahui keaadaan anak agar dapat melakukan tindakan selanjutnya.
b. Anjurkan anak untuk berlatih berdiri dan berjalan.
Rasional :
Agar edema pada ekstremitas bawah anak berkurang.
c. Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional :
Mempercepat proses penyembuhan
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya substansi O2 menuju paru-
paru.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas pasien
dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal.
b. Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi :
a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi anak.
b. Baringkan anak dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60-90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
c. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon anak).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d. Bantu dan ajarkan anak untuk nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Memberikan rasa nyaman saat anak menarik nafas.
e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan.
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia.

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap


pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya yakni intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
Implementasi :
a. Mengkaji faktor-faktor penyebab.
b. Menganjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah
teruskan.
c. Menjelaskan pentingnya nutrisi yang cukup.
d. Mencatat jumlah porsi yang dihabiskan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agens penyebab cedera
Implementasi :
a. Mencatat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat
dan tanda-tanda rasa sakit nonverbal.
b. Memberikan kesempatan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur
atau duduk di kursi.
c. Memberikan masase yang lembut.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Implementasi :
a. Mencatat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
b. Mengevaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
c. Memeriksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta.
4. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan
subcutan.
Implementasi :
a. Mengkaji tingkat kerusakan kulit.
b. Memberikan perawatan kulit sering, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
c. Mengubah posisi sering di tempat tidur / kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
d. Memberikan bantalan yang lembut pada badan.
e. Berkolaborasi untuk pemberian obat.
5. Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
Implementasi :
a. Mengobservasi KU dan TTV.
b. Menganjurkan pasien untuk berlatih berdiri dan berjalan.
c. Berkolaborasi dalam pemberian obat
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya substansi O2 menuju paru-
paru.
Implementasi :
a. Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi.
b. Membaringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.
c. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
d. Membantu dan ajarkan pasien untuk nafas dalam yang efektif.
e. Berkolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan.

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi


adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan pasien yakni :
a. Dx 1 : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
b. Dx 2 : Nyeri dapat berkurang atau hilang
c. Dx 3 : Tidak terjadi intoleransi aktivitas
d. Dx 4 : Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
e. Dx 5 : Pompa jantung berkurang
f. Dx 6 : Gangguan pola nafas dapat teratasi
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Rematoid heart disease (RHD) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung
yang di dapat, baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut
yang sering diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit
berulang dan kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-
kira dua minggu sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan. Ada faktor mayor dan
minor dalam penyakit RHD.

RHD merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah serangan
demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan
antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.

4.2 Saran

Jika kita lihat di atas bahwa penyakit RHD sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah
bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman
streptokokus beta hemolyticus). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang
terserang kuman tersebut, diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang
jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan
determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini.

Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus
untuk terjadi DR. Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan
mengalami demam rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal
ini menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan
penyakit jantung rematik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

2. Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC


3. Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. EGC, Jakarta
4. Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.

You might also like