You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program imunisasi dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956. Kementerian


Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) pada anak dalam upaya
menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu
tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B.1,2

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi


merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan
salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen
pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya untuk
menurunkan angka kematian pada anak. 3

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005,


program pengembangan imunisasi mencakup satu kali HB-0, satu kali imunisasi BCG, tiga kali
imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Imunisasi
BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir,
dan tiga dosis berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-
HB pada bayi umur dua bulan, tiga bulan empat bulan dengan interval minimal empat minggu;
dan imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan.4

Setiap tahun lebih dari 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang
sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain: TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B,
Pertusis, Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi
imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan
kecacatan atau kematian. 1,3

Informasi cakupan imunisasi pada Riskesdas 2013 ditanyakan kepada ibu yang
mempunyai balita umur 0-59 bulan. Informasi imunisasi dikumpulkan berdasarkan empat
sumber informasi, yaitu wawancara kepada ibu balita atau anggota rumah tangga yang
mengetahui, catatan dalam KMS, catatan dalam buku KIA, dan catatan dalam buku kesehatan
anak lainnya. Apabila salah satu dari keempat sumber tersebut menyatakan bahwa anak sudah
diimunisasi, disimpulkan bahwa anak tersebut sudah diimunisasi untuk jenis yang ditanyakan.4

Pada tahun 2013 pemerintah meluncurkan vaksin pentavalen yang merupakan


gabungan dari lima antigen, yaitu DPT ( Difteri, Pertusis, dan Tetanus), Hepatitis B, serta Hib.
Lima Antigen tersebut diberikan dalam satu suntikan, sehingga memberikan kenyamanan bagi
bayi serta ibunya.5

Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi
wajib mendapatkan imunisasi dasar Lengkap yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB
dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak. Dari imunisasi dasar lengkap yang
diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih, hal ini
sesuai komitmen Indonesia pada global untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak
sebesar 90% secara tinggi dan merata. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah
satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki
peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. 1

Imunisasi lanjutan (booster) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi


imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak balita, dimana jadwal pemberian booster
pentavalen usia 18 bulan dan booster campak usia 24 bulan. 3

Berdasarkan laporan Riskesdas 2013, persentase imunisasi campak pada anak 1223
bulan secara nasional sebesar 82,1%. Capaian tersebut belum memenuhi target 90% dari yang
ditetapkan secara nasional. Selain itu perlu diperhatikan arah program imunisasi harus
mengacu pada Global Vaccine Action Plan 2020, terdiri dari 6 target untuk tahun 2015. Salah
satunya imunisasi DPT3: target akhir tahun 2015, 65 negara belum dapat mencapai target. Oleh
karena itu program pemberian booser campak dan pentavalen dipilih sebagai program yang
akan dievaluasi.4,6

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Apakah faktor faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi booster
campak dan petavalen di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tebet Barat ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi booster
campak dan petavalen di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tebet Barat
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menilai faktor input dari tenaga kerja, pembiayaan, metode, perlengkapan dan
peraatan serta proses P1, P2, dan P3 dari masalah rendahnya cakupan pada
Puskesmas Kelurahan Tebet Barat.
b. Menilai proses penyelenggaraan (perencanaaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan) program imunisasi booster campak dan petavalen di wilayah
kerja Puskesmas Kelurahan Tebet Barat.
c. Menentukan alternatif pemecahan masalah dari prioritas masalah yang terpilih
di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat.
d. Menganalisa berbagai faktor yang menyebabkan masalah pencapaian upaya
peningkatan program imunisasi booster campak dan petavalen di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Tebet Barat.
e. Membuat rencana kegiatan dari pemecahan masalah imunisasi booster di
Puskesmas Kelurahan Tebet Barat.

1.4 MANFAAT PENULISAN


1.4.1 Bagi Mahasiswa :
a. Mengetahui sistem manajemen puskesmas secara keseluruhan.
b. Mengetahui upaya-upaya pokok maupun tambahan yang di puskesmas.
c. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang ditemukan
didalam program puskesmas.

1.4.2 Bagi Puskesmas :


a. Mengetahui upaya puskesmas yang belum memenuhi target SPM.
b. Membantu Puskesmas dalam mengidentifikasi penyebab dari upaya puskesmas yang
belum memenuhi target SPM.
c. Membantu Puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap masalah
tersebut.

You might also like