Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK 7
KELAS D
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
melimpahkan nikmat dan rahmat kepada umat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Farmasetika Sediaan Steril Pembuatan Sediaan Tetes Mata (Phenylephrine) ini
untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak/Ibu dosen sehingga dapat memberikan
pengetahuan yang lebih luas tentang mata kuliah steril.
Atas dorongan dan bimbingan selama penulisan Makalah Farmasetika Sediaan Steril
Pembuatan Sediaan Injeksi Antalgin, kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dian Ermawati, M.Farm., Apt. selaku dosen pengampu mata kuliah Steril.
2. Ibu Raditya Weka Nugraheni, S.Farm., Apt. selaku dosen pengampu mata kuliah
Steril.
3. Ibu Beti
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Harapan penulis dalam Makalah Farmasetika Sediaan Steril ini dapat bermanfaat bagi
para mahasiswa dan pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan agar
lebih baik di kemudian hari dalam pembuatan makalah lainnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
4. 2.2 Media Tioglikolat Cair ....................................................................................... 13
4. 2.3 Soy-bean Casein Digest Medium....................................................................... 14
4. 3 Sediaan Yang Diuji ................................................................................................... 15
4. 4 Alat dan Bahan .......................................................................................................... 15
4. 5 Cara Kerja ................................................................................................................. 16
4. 6 Penafsiran Hasil......................................................................................................... 18
4. 7 Hasil Pengamatan ...................................................................................................... 19
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 20
5. 1 Pembahasan ............................................................................................................... 20
5. 2 Kesimpulan................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20
LAMPIRAN............................................................................................................................ 21
GAMBAR KEMASAN DAN BROSUR............................................................................... 21
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Uji sterilitas pada suatu bahan , alat atau ruangan mempunyai fungsi penting untuk
mengetahui adanya tehnik aseptik. Uji sterilitas dapat dilakukan pula untuk ruangan seperti
ruang operasi juga pada sediaan farmasi misal : cairan infus , obat tetes mata dll.
Ruang steril sangat penting dalam bidang kesehatan, contoh ruang steril antara lain ruang
bedah, ruang pasca operasi, termasuk dalam industri farmasi, khususnya sediaan steril
(injeksi dan lain-lain). Ruang-ruang tersebut dibutuhkan adanya pengujian sterilisasi yang
baku. Untuk pengujian tersebut dibutuhkan adanya kesterilannya sebab diharapkan tidak
adanya kontak bakteri dengan bahan atau alat yang digunakan yang pada akhirnya akan
merugikan bagi manusia.
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat
suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling
dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu
kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Metampiron merupakan derivate pirazolon yang mempunyai efek analgesik-
antipiretik. Keuntungan jika dibuat injeksi bagi pasien yang tidak sadarkan diri, pemberian
lebih cepat terdistribusi ke sirkulasi sistemik dan tidak menyebabkan masalah absorbsi
obat. Metampiron memiliki sifat kelarutan sangat mudah larut dalam air dan mudah larut
dalam alkohol. Selain itu memiliki stabilitas tidak stabil terhadap udara lembab dan terurai
bila terkena cahaya matahari.
1
BAB II
PRAFORMULASI
Antalgin merupakan salah satu turunan pirozolon yang bersifat analgetika yang
mempunyai kerja farmakologi utama analgetik, selain itu juga menunjukkan kerja
antipiretik (Foye, 1995). Analgetik adalah obat yang bersifat simtomatik, berarti
analgetik hanyamengurangi atau menghilangkan gejala yang berupa rasa sakit, tetapi
tidak menghilangkan penyebab yang menimbulkan rasa sakit itu. Obat ini bekerja
mengurangi rasa sakit dengan cara menaikkan nilai ambang (treshold) rasa sakit (Munaf,
1994).
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (Analgetik) turunan
NSAID, (Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs). Umumnya, obat-obatan analgetik
adalah golongan obat antiinflamasi (anti pembengkakan), dan beberapa jenis obat
golongan ini memiliki pula sifat antipiretik (penurun panas), sehingga dikategorikan
sebagai analgetik-antipiretik. Antalgin merupakan derivat metansulfonat dari
Amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas
reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh.
Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas
rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang
berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik
opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang
merugikan. Sebagai antipiretik, obat ini menurunkan suhu badan hanya pada
2
keadaan demam,kerja analgetiknya lebih besar dibanding antipiretiknya dan efek
antiinflamasinya sangat lemah.(Setiabudy, 2007).
2.1.4 Dosis
Dosis oral 0,5g- 4g sehari dalam 3-4 dosis (obat-obat penting,hal. 315). Jika
merujuk berdasarkan Martindale 36th Ed, hal.49 diketahui bahwa dosis yang
digunakan yaitu 500mg-1000mg.
1. Pada penderita yang alergi terhadap derivat pirazolon. Kasus porfiria hati (amat
jarang) dan defisiensi bawaan glukosa-6-fosfat-dehidrogenase.
2. Penderita yang hipersensitif.
3. Bayi 3 bulan pertama atau dengan berat badan dibawah 5 kg.
4. Wanita hamil terutama 3 bulan pertama dan 6 minggu terakhir.
5. Penderita dengan tekanan darah = 100 mmHg.
(binfar.kemenkes.go.id)
2.1.6 Efek Samping
3
Gejala kepekaan yang manifestasinya kelainan pada kulit.
(binfar.kemenkes.go.id). Infeksi lambung, hiperhidrosis. Retensi cairan dan garam.
Reaksi alergi cukup sering reaksi kulit dan edema angioneurotik. Efek samping
yang berat agranulositosis, pansitopenia dan nefrosis. Pada pemakaian yang teratur
dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung
metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk
mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah
secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera
dihentikan (Lukmanto, 1986).
2.1.7 Perhatian
4
- Rumus bangun :
(pubchem.com)
5
Metampiron mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C13H16N3NaO4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian Serbuk
hablur, putih atau putih kekuningan. (FI V hal 833)
6
7
BAB III
FORMULASI
8
Na. Tiosulfat Antioksidan (1:1,9) air 3,5-5 (5% b/v) Panas basah
BKC Pengawet Sangat dalam 5-8 (10% b/v) Panas basah
larut air
Aqua Pelarut 5-7 Panas basah
Cara Sterilisasi Sediaan : Menggunakan Autoklaf (sterilisasi panas basah)
3. 3 Pelaksanaan
3. 3. 1. Perhitungan Volume Dan Berat (dibuat dalam 40 ml)
V = (n x v) + 10% (v x n)
= (6 x 5) + 10% (5 x 6)
= 30 + 3,0
= 33,5mL yang dibuat utnuk kelompok praktikum 40ml
250
Antalgin = 40 = 10
0,1 40
Na. tiosulfat 0,1% = 100 = 0,4
3. 3. 2. Cara Kerja
1. Sterilkan alat-alat yang akan digunakan
2. Dibuat WFI (aqua dalam erlenmeyer didihkan selama 30 menit lalu dinginkan)
3. Antalgin timbang dalam beaker glass dilarutkan dalam WFI sedikit demi
sedikit sampai larut
4. Ditimbang Na.Metabisulfit dilarutkan dalam no.3 ad larut
5. BKC ditambahkan kedalam campuran larutan Na.Metabisulfit + antalgin ad
larut dan jernih
6. Cek pH universal indikator (pH 6-7), jika sudah tepat dilanjutkan
7. Ad kan 40 mL
9
8. Lalu dilakukan klarifikasi (penyaringan) dengan menggunakan spuit injeksi
yang telah diberikan kertas saring pada spuit holder dan langsung dimasukkan
ke dalam vial
Penambahan volume : rendemen penentuan volume penambahan
5mL = 0,3mL 5,3 mL (masing-masing)
9. Ditutup dengan tutup vial karet + aluminium cup
10. Sterilisasi dengan autoklaf metode panas basah 1210C selama 15 menit.
11. Dilakukan evaluasi
3. 4 Produksi
3. 4. 1 Penimbangan
Jumlah
Jumlah Yang Ditimbang Diperiksa
No. Nama Bahan Yang
Ditimbang Oleh Oleh
Dibutuhkan
1 Antalgin 25 % 20g Ach khairul
10
2 Na.metabisulfit 0,1 % 4 mL Lilik E.
3 BKC 0,01 % 4mL Lilik E.
4 Aqua Pro
22 mL 22 mL Cici D.
Injection
3. 4. 2 Prosedur Pengolahan
No. Aktivitas Pengawasan Selama Proses Paraf
(IPC)
Ditimbang Antalgin dalam
1. Ditimbang Antalgin 10 g
beaker glass
Diukur :
Diukur Benzal konium klorida, BKC 4 mL, Na.metabisulfit 4
2.
Natrum metabisulfit, dan WFI mL, WFI 22 mL
Dimasukkan lar.
Na.metabisulfit dan larutan
3. Dilarutkan ad homogen dan larut
BKC kedalam antalgin dalam
beaker glass
Sebanyak 6 mL WFI (2) Sediaan sukar larut sehingga
4. ditambahkan ke dalam ditambahkan 6 mL untuk
campuran (3) melarutkan
Sebanyak 4 mL WFI (2) Campuran belum dapat larut
5. ditambahkan ke dalam ditambahkan 4mL untuk
campuran (4) melarutkan
Sebanyak 5 mL WFI (2) Campuran belum dapat larut
6. ditambahkan ke dalam ditambahkan 5mL untuk
campuran (5) melarutkan
Sebanyak 4 mL WFI (2) Campuran belum dapat larut
7. ditambahkan ke dalam ditambahkan 4mL untuk
campuran (6) melarutkan
Dilakukan pemanasan diatas Campuran belum terlarut jadi
8.
heater sambil dilakukan perlu pemanasan dan
11
pengadukan secara konsisten pengadukan
Penambahan NaOH 0,1% 7
9. Agar pH mencapai 6-7
tetes
Larutan dalam beaker glass
Agar volume yang dinginkan
10 dipindahkan ke gelas ukur dan
dapat tercapai
di ad-kan dengan WFI 40 mL
Dilakukan filling kedalam vial Agar sesuai dengan sediaan yang
11.
dengan spuit injeksi diingikan
3. 4. 3 Sterilisasi Sediaan
Catatan Waktu
Metode sterilisasi
Tahap pengeluaran udara 5 menit
Tahap pemanasan 10 menit
Tahap kesetimbangan,
Panas Basah 20 menit
pembinasaan, penjaminan
(AUTOKLAF)
Tahap waktu jatuh 4,5 menit
Tahap pendinginan 3 menit
12
BAB IV
EVALUASI
4. 1 Tujuan Evaluasi
Untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
13
dengan pemanasan diatas tangas air atau dalam uap yang mengalir bebas
hingga warna merah muda hilang. Media siap digunakan jika tidak lebih dari
seper-sepuluh bagian atas media berwarna merah muda. Gunakan media
Tioglikolat Cair untuk inkubasi dalam kondisi aerob.
14
pH setelah sterilisasi 7,1 0,2
f. Cara pembuatan :
Panaskan semua bahan dalam wadah yang sesuai hingga larut. Campur, dan
jika perlu atur pH larut hingga setelah sterilisasi 7,1 0,2 menggunakan
natrium hidroksida 1 N. Saring jika perlu ditempatkan dalam tabung yang
sesuai dan sterilisasi dengan uap air. Media dibuat segar atau dipanaskan
ditangas uap dan didinginkan saat akan digunakan. Tidak boleh dipanaskan
kembali. Gunakan media Tioglikolat Alternatif dengan cara yang menjamin
kondisi anaerob selama inkubasi.
15
14. Label secukupnya
15. Gelas ukur 15 ml 2 buah
4. 4. 2 Bahan
1. Media Tioglikolat cair: 0,45 g / 15 ml per orang atau 12 g / 400 ml
perkelompok besar.
2. Media Kasamino : 0,45 g / 15 ml per orang atau 12 g / 400 ml
perkelompok besar.
3. Aquadest : 800 ml (@ tiap media)
4. Sediaan injeksi antalgin 2 ml (@ 1ml per media)
4. 5 Cara Kerja
4. 5. 1 Penimbangan Media
Pada masing-masing media ditimbang 0,45 g dalam 15 ml / orang. Kemudian
dipanaskan dan taruh didalam tabung reaksi kemudian ditutup aluminium foil
dan ikat.
4. 5. 2 Preparasi Autoklaf untuk Sterilisasi Media
Dilakukan pemanasan autoklaf
Pemansan klep (bertujuan untuk mengusir udara dilakukan selama 5
menit)
Tunggu suhu mencapai 121 C, catat waktunya.
Setelah mencapai 121C,berikan waktu kesetimbangan agar uap air
merata.
Sterilisasi dimulai setelah waktu kesetimbangan, yaitu waktu
pembinasaan (15 menit).
Setelah 15 menit tambahkan waktu penjaminan (tergantung volume
sediaan yang disterilkan). Waktu pem=njaminan yang ditambahkan
setengah dari waktu kesetimbangan.
Waktu total
Setelah itu, sumber api dimatikan. Dan klep dibuka perlahan hingga
uap air habis.
4. 5. 3 Uji Inokulasi Langsung ke Media Uji
Dilakukan dalam LAF (Laminar Air Flow)
Siapkan barang yang diperlukan seperti pinset dan kain kasa melalui
box.
16
Gunakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap untuk memasuki ruangan
LAF.
Ruang Hepafilter dibersihkan dengan kasa steril yang telah dibasahi
dengan alkohol 70%.
Sebelum alat dan bahan masuk ke LAF, alat dan bahan yang diambil
dari box disemprot dengan alkohol 70%.
Bersihkan tutup vial sediaan injeksi antalgin dengan di swap alkohol
70%.
Buka tutup aluminium vial dengan pinset yang sebelumnya telah
dibakar ujungnya sebentar dengan api bunsen hingga terlihat tutup
karet vial.
Pada spuit diambil udara 2 ml.
Suntikkan pada bagian tutup karet vial dengan sudut 45C.
Setelah masuk, balik botol vial kemudian tempatkan ujung spuit pada
bagian yang tidak ada cairan, kemudian semprotkan udara hingga skala
0 ml pada injeksi.
Lalu tarik jarum sampai ujung spuit berada pada cairan sediaan.
Ambil sediaan injeksi sebanyak 2 ml dan tutup spuit..
Media yang masih tertutup rapat, tali dilepas dengan pinset yang
sebelumnya telah dibakar ujungnya sebentar dengan api bunsen.
Setelah tali dibuka, longgarkan aluminium foil dan lepaskan.
Spuit injeksi harus dalam keadaan steril.
Kemudian dimasukkan ke masing-masing media sebanyak 1 ml (ujung
jarum tidak boleh menyentuh dinding dan media).
Kemudian pasang aluminium foil yang baru ke mulut tabung
sebelumnya yang telah dibakar sebentar dengan api bunsen.
Diikat masing-masing media pada tabung dengan tali.
Inkubasi media dengan inkubator untuk media tioglikolat dan pada
suhu kamar untuk media Soy-bean Casein Digest.
Masa inkubasi, jika tidak dinyatakan lain dalam monografi selama 7-
14 hari dengan media Tioglikolat cair pada suhu 30C-35C dan media
Soy-bean Casein Digest pada suhu 20C-25C.
17
4. 6 Penafsiran Hasil
Tahap Pertama
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi semua wadah
akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan pada
permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan makan bahan memenuhi syarat.
Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas
pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan control negative
menunjukkan tidak memadai atau teknik aseptic yang salah digunakan dalam
pengujian, tahap pertama dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.
Tahap Kedua
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah tahap pertama. Volume
minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama seperti yang
tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang
diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh
membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa
uji tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aspetic tidak memadai, maka
tahap kedua dapat diulang.
.
18
4. 7 Hasil Pengamatan
19
BAB V
PENUTUP
5. 1 Pembahasan
5. 2 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta
Anonim,2016. http: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26927/3/Chapter%20II.
pdf. Diakses pada 7 Juni 2016
Farmakope Indonesia V, hal.420
Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation Sterile Product, vol 6
Th.2004
Martindale, 36th edition, hal.1568
Pusat Informasi Obat Nasional, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2016.
http://pionas.pom.go.id/monografi/fenilefrin-hidroklorida. Diakses pada 7 Juni
2016
Widjajanti, Nuraini. 1989. Obat-Obatan. Kanisius. Jakarta
20
LAMPIRAN
GAMBAR KEMASAN DAN BROSUR
Gambar 6. Brosur
21