You are on page 1of 7

NURADHITYA RIANDINI

0227 12 032

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. i

BAB I PEMBAHASAN ........................................................................................... 2


1.1 Pengertian Thin Capitalization............................................................................. 2
1.2 Pengertian Thin Capitalization............................................................................. 3

BAB II PENUTUP ................................................................................................... 6


2.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 7

i
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Thin Capitalization


Thin capitalization adalah pembentukan struktur permodalan suatu
perusahaan dengan proporsi hutang jauh lebih besar dari modal saham. Thin
capitalization terjadi karena aturan pajak memperbolehkan mengurangkan
biaya bunga sebagai unsur pengurang (deductible expense) dalam menghitung
penghasilan kena pajak, sedangkan dividen bukan merupakan unsur
pengurang (non deductible expense).
Contoh :
X Ltd berkedudukan di negara Y memiliki anak perusahaan yaitu PT Z
yang berkedudukan di Indonesia. Dalam rangka pengembangan PT Z di Indonesia
X Ltd berencana menyalurkan dana Rp 10.000.000.000 ke PT Z. Ada dua
alternatif penyaluran dana yang bisa dilakukan oleh X Ltd.
Alternatif 1 menyalurkan dalam bentuk setoran modal saham Rp
10.000.000.000 dengan tingkat pengembalian (berupa dividen) 20%
atau sebesar Rp 2.000.000.000
Alternatif 2 menyalurkan dalam bentuk pinjaman Rp 10.000.000.000
dengan tingkat pengembalian (berupa bunga) 20% atau sebesar Rp
2.000.000.000
Penghasilan kena pajak PT Z sebelum memperhitungkan faktor bunga sebesar Rp
3.000.000.000.
Jika menggunakan alternatif 1, (setoran modal) maka konsekuensi perpajakan
yang akan timbul adalah atas pembayaran dividen sebesar Rp 2.000.000.000
tidak dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak sehingga
penghasilan kena pajak PT Z sebesar 3.000.000.000. Dengan demikian PPh yang
harus dibayar PT Z sebesar Rp 750.000.000 atau (25% x 3.000.000.000).
Jika menggunakan alternatif 2, (pinjaman) maka konsekuensi perpajakan yang
akan timbul adalah atas pembayaran bunga sebesar Rp 2.000.000.000 dapat
dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak sehingga penghasilan

2
kena pajak PT Z sebesar 1.000.000.000 atau (3.000.000.000 2.000.000.000).
Dengan demikian PPh yang harus dibayar PT Z sebesar Rp 250.000.000 atau
(25% x 1.000.000.000).
Dari contoh tersebut jika perusahaan melakukan pembiayaan dalam bentuk
pinjaman beban pajak yang ditanggung oleh anak perusahaan (PT Z) akan
menjadi lebih kecil.
Untuk menguji apakah suatu perusahaan melakukan thin capitalization
ada dua tes yang biasanya digunakan :
1. apakah pinjaman tersebut sesuai dengan arms length principle. Thin
capitalization biasanya melibatkan para pihak yang ada hubungan
istimewa. Jika tanpa hubungan istimewa kreditur (pihak yang
memberikan pinjaman) umumnya tidak mau memberikan pinjaman,
jika mengetahui debitur (pihak yang menerima pinjaman) jumlah
modalnya terlalu kecil.
2. berapa pinjaman tersebut melebihi rasio hutang dengan modal (debt to
equity ratio / DER) yang telah ditetapkan.

1.2 Penanganan Thin Capitalization


Berdasarkan UU Pajak Turki suatu pinjaman akan dikategorikan sebagai
thin capitalization jika pinjaman memenuhi tiga kondisi yang tercantum di bawah
ini:
1. Adanya hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung dengan
pemberi pinjaman atau punya hubungan tertutup atau hubungan ekonomi
yang erat dengan pemberi pinjaman.
2. Terus menerus menggunakan pinjaman,
3. Rasio hutang terhadap ekuitas pemegang saham yang berlebihan
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan sejenis.

Sedangkan Jepang mengatur perlakuan pajak untuk thin capitalization


sebagai berikut :
1. Jika saldo rata-rata hutang kepada induk perusahaan yang dibebani bunga
melebihi tiga kali penyertaan modal oleh induk perusahaan yang

3
berkedudukan di luar negeri, maka beban bunga atas kelebihan
hutang tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
2. Alternatif lain selain DER 3:1 di atas dapat digunakan jika terdapat alasan
kuat sesuai dengan DER perusahaan dalam negeri Jepang dalam usaha
yang sejenis, ukuran dan situasi yang sama.

Aturan mengenai perbandingan hutang dan modal (DER) di beberapa


negara cukup bervariasi. Berikut ini beberapa DER di beberapa negara (Surahmat,
2007)
Kanada, rasio 2:1, dengan syarat kepemilikan 25%
Denmark, rasio 4:1, dengan syarat kepemilikan 50%
Prancis, rasio 1,5:1, dengan syarat kepemilikan 50%
Italia, rasio 5:1, dengan syarat kepemilikan 25%
Belanda, rasio 3:1, dengan syarat kepemilikan sepertiga dari modal
perusahaan
Inggris, rasio 1:1, dengan syarat kepemilikan 75%

UU PPh di Indonesia sudah mengatur mengenai thin capitalization, yaitu


di pasal 18 ayat (1). Dalam pasal tersebut diatur bahwa Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara
utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan
Undang-undang PPh Untuk pelaksanaannya kemudian keluar Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984. Dalam keputusan ini diatur bahwa:
a. Untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan besarnya perbandingan
antara hutang dan modal sendiri (debt equity ratio/DER) ditetapkan
setinggi - tingginya tiga dibanding satu (3 : 1).
b. Hutang dalam rangka menghitung DER adalah saldo rata-rata pada tiap
akhir bulan yang dihitung dari semua hutang baik hutang jangka panjang
maupun hutang jangka pendek, selain hutang dagang.
c. Modal sendiri dalam menghitung DER adalah jumlah modal yang disetor
pada akhir tahun pajak termasuk laba yang tidak dan/atau belum
dibagikan.

4
d. Dalam hal besarnya perbandingan hutang dan modal sendiri melebihi
besarnya perbandingan 3:1 maka bunga yang dapat dikurangkan sebagai
biaya adalah sebesar bunga atas hutang yang perbandingannya terhadap
modal sendiri sesuai dengan perbandingan 3:1.

Contoh:
Sudah selama 5 tahun ini PT ABC mempunyai pinjaman dari XYZ Inc. sebesar
Rp 5.000.000.000 dengan tingkat bunga 20% per tahun. Jumlah modal PT ABC
pada akhir tahun Rp 1.000.000.000 terdiri dari modal yang disetor pada akhir
tahun pajak termasuk laba yang tidak dan/atau belum dibagikan.

Bunga yang dapat dikurangkan sebagai biaya dihitung sebagai berikut


Jumlah hutang yang diperkenankan = 3 x jumlah modal
= 3 x Rp 1.000.000.000
= Rp 3.000.000.000
bunga yang dapat dikurangkan = Rp 1.000.000.000 x Rp 3.000.000.000
Rp 5.000.000.000
= Rp 600.000.000

Namun demikian pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor


1002/KMK.0471984 kemudian ditangguhkan dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.01/1985. Alasan penangguhan
tersebut karena penentuan besarnya perbandingan antara hutang dan modal sendiri
untuk keperluan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat dan berlaku umum
dikhawatirkan akan menghambat perkembangan dunia usaha. Dengan demikian
maka sampai saat ini tidak ada ketentuan secara efektif diberlakukan untuk
menyelesaikan masalah thin capitalization di Indonesia.

5
BAB II
PENUTUP

Kesimpulan
1) Thin capitalization adalah pembentukan struktur permodalan suatu
perusahaan dengan proporsi hutang jauh lebih besar dari modal saham.
2) UU PPh di Indonesia sudah mengatur mengenai thin capitalization, yaitu di
pasal 18 ayat (1). Dalam pasal tersebut diatur bahwa Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara
utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan
Undang-undang PPh.

6
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, A. M. Pajak Internasional Beserta Contoh Aplikasinya, Jakarta :


Ghalia Indonesia. 2011

You might also like