Perey
ta en
PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Prout
ari Malaria Sedunia @ PUSDATIN 20gMALARIA
Penyebab dan Persebaran Kasus
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan plasmodium, yaitu mahluk hidup bersel satu
yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina yang mengandung Plasmodium di dalamnya. Plasmodium yang terbawa melalui gigitan
nyamuk akan hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini menyerang
semua kelompok umur baik laki-laki maupun perempuan. Orang yang terkena malaria akan memiliki
gejala: demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah. Penderita yang
menunjukkan gejala Klinis harus menjalani tes laboratorium untuk mengkonfirmasi status positif
malarianya.
World Malaria Report 2015 menyebutkan bahwa malaria telah menyerang 106 negara di dunia
Komitmen global pada Millenium Development Goals (MDGs) menempatkan upaya pemberantasan
malaria ke dalam salah satu tujuan bersama yang harus dicapai sampai dengan tahun 2015 melalui
tujuan ketujuh yaitu memberantas penyakit HIV/AIDS, malaria, dan tuberkulosis. Dengan
berakhinya MDGs pada tahun 2015, komitmen global tersebut dilanjutkan melalui Sustainable
Development Goals (SDGs). Pada SDGs, upaya pemberantasan malaria tertuang dalam tujuan ketiga
yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mengupayakan kesejahteraan bagi semua orang, dengan
tujuan spesifik yaitu mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, penyakit neglected-tropical
sampai dengan tahun 2030.
Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite Incidence (API) per
tahun. AP! merupakan jumiah kasus positif malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Tren API
secara nasional pada tahun 2011 hingga 2015 terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan.
keberhasilan program pengendalian malaria yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat, daerah,
masyarakat, dan mitra terkait.
Gambar 1. Tren API Malaria di Indonesia Tahun 2011 - 2015
ao] 160
140
120
be os
ono
ow
ozo
00
Sumber DitjenPencegahan dan Penanggulangan Penyait Kemenkes Rl 2036
Jika dilihat secara provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa wilayah timur Indonesia masih
memiliki angka API tertinggi. Sedangkan DKI Jakarta dan Bali memiliki angka API nol dan sudah
masuk dalam kategori provinsi bebas malaria.Gambar 2. Annual Parasite incidence (API) Tahun 2015 menurut Provinsi
soy =
pa we
ou a
orgs Bra
cetes Bae
“mes Fie
ainsi Bis
Se
min tig
cont Ha
maine EE
aon
Sete
mmm 124
ss 88
x | 22
et
ae
ear ts
lig
muse {38
sis
‘= sesame
Sumber: Ditien Fenczgahan dan Penangguangan Peryakt KemerkesRi, 2016
Sebaran kasus malaria di indonesia dapat dilihat dari jumlah dan persentase kabupaten/kota
endemis. Berikut ini disajikan peta endemisitas malaria kabupaten/kota di Indonesia tahun 2012-
2015 dilndonesia.
Gambar 3. Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2012-2015
2012 2013
Keterangan: (— sebas malaria (kasus nol)
(ci Low cumulative incidence) (APY)
[5 net (iedurn Cumulative incidence) (APL 3-5)
[Hei (igh cumulative Incidence) (F149)
HCIII (API 50-100)
im (aPI>300)
‘Sumber:DtjenPencegahan dan Penargguiangan Penyait Kemenkes Fl, 2016
Pada gambar tersebut dapat diketahul bahwa kasus malaria lebih banyak terkonsentrasi di
wilayah timur. Kabupaten/kota endemis di wilayah Kalimantan dan Sulawesi menunjukkan adanya
penurunan dalam empat tahun terakhir. Berikut ini disajikan kecenderungan jumlah dan persentase
kabupaten/kota endemis di Indonesia tahun 2012-2015.Gambar 4, Persentase Kabupaten/Kota Endemis Malaria di Indonesia
Tahun 2011-2015
be ‘shandoh
o see
“a sg
an 22S
th
‘Sumber-DtjenPencegahan dan Pengerdalian Penyakit, KernenkesRI,2016
Gambar di atas menunjukkan bahwa kab/kota endemis tinggi mengalami sedikit penurunan.
Sedangkan persentase kabupaten/kota endemis sedang dan rendah mengalami peningkatan dari
tahun 2011-2015.
Populasi Berisiko
Penduduk yang tinggal menetap di wilayah endemis malaria dimana masih terjadi penularan
setempat merupakan kelompok berisiko tertular malaria, Pada tahun 2014 terdapat 74% penduduk
yang berada diwilayah bebas/tidak berisiko malaria, dan 3%yang tinggal di wilayab risiko tinggi.
Gambar 5. Persentase Penduduk Berisiko Tertular Malaria Tahun 2012-2015 di Indonesia
aS =
Sumber: otien Pencegahan ean Pengendalln enyakit, Kemenes Rl, 2016
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa dalam empat tahun terakhir sebagian besar
penduduk tinggal di wilayah bebas malaria, dan proporsinya menunjukkan peningkatan. Sedangkan
proporsi penduduk yang tinggal di wilayah endemis tinggi memiliki persentase terendah dan
cenderung menurun, dari 4,7% pada tahun 2012 menjadi 2,2% pada tahun 2015. Hal ini dapat
diartikan bahwa risiko penularan semakinmenurun.Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa penduduk dengan deskripsi
karakteristik tertentu memiliki prevalensi malaria yang lebih tinggi dibandingkan penduduk pada
kelompoklainnya.
Gambar 6. Prevalensi Malaria Menurut Karakteristik Pekerjaan, Tempat Tinggal, dan
Kelompok Umur, Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013
a
dada
senna gui nat at th
80
ke eat peat elt ett et gett
‘Sumber-Rskeséas 2013, Badan Litbanghes,Kemenkesfl, 2016
Prevalensi malaria yang ditampilkan pada gambar di atas merupakan prevalensi dengan kriteria
diagnosis maupun gejala. Dengan demikian, prevalensi yang dimaksud adalah kasus yang hanya
memenuhi gejala maupun kasus yang telah didiagnosa malaria. Pada gambar di atas dapat diketahui
bahwa menurut karakteristik tempat tinggal, penduduk yang tinggal di perdesaan memiliki
prevalensi yang lebih tinggi yaitu sebesar 7,1% terhadap prevalensi penduduk perkotaan yang
ssebesar 5%, Hal ini sesuai dengan fakta bahwa habitat vektor malaria adalah wilayah perdesaan.
Berdasarkan karakteristik pekerjaan, menunjukkan bahwa populasi dengan pekerjaan
petani/nelayan/buruh memiliki prevalensi tertinggi yaitu 7,8%. Jenis pekerjaan tersebut memang
memiliki probabilitas untuk terpapar dengan vektor malaria lebih besar dengan jenis pekerjaan yang
lain, Berdasarkan kelompok umur dapat diketahui bahwa kelompok umur 25-34 tahun memiliki
prevalensi tertinggi. Hal ini dapat diasumsikan kelompok umur tersebut merupakan usia produktif
sehingga memiliki probabilitas lebih tinggi untuk tertular malaria melalui gigitan nyamuk di luar
rumah,
Tata Laksana Kasus Malaria
Tatalaksana kasus malaria harus mengikuti kaidah yang telah
melalui Kementerian Kesehatan.
ntukan oleh pemerintah
Penemuan kasus malaria dilakukan berdasarkan gejala klinis, melalui pemeriksaan darah dan
pemeriksaan lainnya terhadap orang yang menunjukkan gejala klinis malaria tersebut, Pemeriksaan
sediaan darah dilakukan dengan konfirmasi laboratorium menggunakan mikroskop maupun Rapid
Diagnostik Test (RT) dari semua suspek yang ditemukan.Gambar 7. Tren Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah Tahun 2011-2015
je
Sumber Ojon Pencegahandan Pengendalon Penyakt Kemenke Rl, 2036
Dari gambar di atas diketahui terjadi peningkatan persentase pemeriksaan sediaan darah
secara bertahap. Pada tahun 2015 sudah mencapai 99% dan telah melampaui target yaitu 95%. Hal
ini menunjukkan bahwa hampir setiap kasus suspek malaria telah dilakukan pemeriksaan darahnya
untuk konfirmasi secara laboratorium.
Kasus yang telah dinyatakan positif malaria berdasarkan hasil laboratorium harus
mendapatkan pengobatan Artemisinin-Based Combination Therapy (ACT). Penderita malaria yang
dinyatakan positif dan tanpa komplikasi juga harus menjalani pengobatan dengan ACT dan ditambah
dengan primakuin sesuai dengan jenis plasmodiumnya. ACT merupakan obat yang efektif untuk
pengobatan malaria dibandingkan dengan klorokuin, karena plasmodium terbukti telah memiliki
resistensiterhadap klorokuin.
Dalam mengukur keberhasilan pengobatan ACT, digunakan indikator persentase penderita
positif mendapat pengobatan ACT.
Gambar 8.Persentase Penderita Positif Malaria Mendapat Pengobatan ACT
di Indonesia Tahun 2010-2015
10
i sao
Py Saran
0
70
° = = -
‘Sumber Ditjen Pencegahan dan Pengendalin Peryakt, Kemerkes Al, 2016
Persentase penderita positit malaria mendapat pengobatan ACT menunjukkan kualitas
pengobatan malaria apakah sudah sesuai standar atau tidak. Pada tahun 2011 terdapat peningkatan
signifikan pengobatan ACT dari 47% menjadi 82%. Angka ini kemudian terus meningkat hingea
mencapai 90% pada tahun 2015. Pencapaian pada tahun 2015 telah memenuhi target sebesar 85%.
6Upaya Menuju Eliminasi Malaria
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293 Tahun 2009 tentang Eliminasi Malaria di
Indonesia, eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat
dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah
tidakada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk.
mencegah penularan kembali
Upaya eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dari satu
pulau ke atau ke beberapa pulau hingga pada akhimya mencakup seluruh indonesia. Dalam
‘mewujudkan hal ini diperlukan kerjasama yang menyeluruh dan terpadu antara Pemerintah Pusat
dan Daerah dengan LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan
dan masyarakat.
Tahap — tahap eliminasi malaria terdiri dari akselerasi, intensifikasi, pre eliminasi, dan
pemeliharaan (telah dinyatakan eliminasi). Hingga Desemiber 2015, jumlah kabupaten/kota yang
‘mencapai tahap akselerasi 45 kabupaten/kota, tahap intensifikasi 90 kabupaten/kota, dan tahap pre
eliminasi 379 kabupaten/kota. Dari 379 kabupaten/kota yang ada pada tahap pre eliminasi sebanyak
232 kabupaten/kota telah dinyatakan eliminasi atau telah bebas penularan setempat. Hasil ini telah
melampaui target Indikator Kinerja Program dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMIN) Tahun 2015 yaitu sebesar 225 kabupaten/kota yang dinyatakan eliminasi malaria.
Wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang sudah tidak ditemukan lagi penderita dengan
penularan setempat (kasus indigenous) selama 3 tahun berturut-turut dan dijamin adanya
ppelaksanaan surveilans yang baik dapat mengusulkan/ mengajukan ke pusat, untuk dinilai apakah
sudah layak mendapatkan Sertifikat Eliminasi Malaria dari Pemerintah (Kementerian Kesehatan RI).
Tim Penilai Eliminasi Provinsi dan Pusat melakukan penilaian terhadap persyaratan yang harus
dipenuhi untuk mendapatkan Sertifikat Eliminasi Malariaantaralain
1. Surveilans dilaksanakan dengan baik termasuk surveilans migrasi dan dapat menjangkau
seluruh wilayah eliminasi.
2, Adanya register kasus malaria yang mencakup wilayah eliminasi secaralengkap.
3. Unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta mampu mendeteksi kasus
secara dini dan mengobati secara tepat,
4. Puskesmas dan dinas kesehatan setempat mampu menindaklanjuti kasus impor yang
ditemukan,
5. Tersedianya mikroskopis dengan kualitas pemeriksaan sediaan darah yang baik terutama
diwilayahreseptif.
6. Setiap kasus positif dilakukan penyelidikan epidemiologi untuk menentukan asal
penularan.
7. Adanya peraturan daerah atau peraturan perundangan lain yang mendukung dan
menjamin tersedianya dana secara berkesinambungan untuk pemeliharaan eliminasi
malaria (mencegah penularan kembali).
8. Adanya sosialisasi/penyuluhan yang berkesinambungan tentang pencegahan malaria
kepada wisatawan/pendatang untuk menghindari penularan malaria, antara lain dengan
menggunakan kelambuberinsektisida, repellent, pengobatan profilaksis.
9. Di wilayah yang reseptivitasnya tinggi dilakukan surveilans vektor, termasuk efikasi
insektisida dan resistensi vektor.
10. Berfungsinya SkD-KLB dan mampu melakukan penanggulangan secara cepat bila terjadi
KiB.
11. Bila diperlukan adanya koordinasilintas batas kabupaten / kota dan provinsi.Gambar 9. Peta Eliminasi Malaria di indonesia Tahun 2015
Sumber: Diten Pencegahan dan Penanggulangan Penyakt Kemenkes Rl, 2016
Sebagal upaya untuk mewujudkan eliminasi malaria, Kementerian Kesehatan menyusun Strategi
Spesifik Program Malaria untuk Percepatan Eliminasi Malaria, yang terdiri dar
L.Akselerasi
Strategi akselerasi dilakukan secara menyeluruh di wilayah Endemis Tinggi Malaria, yaitu
Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT. Kegiatan yang dilakukan adalah kampanye
kelambu anti nyamuk massal, penyemprotan dinding rumah di seluruh desa dengan API > 40
‘%e, dan penemuan dini-pengobatan tepat.
2.Intensifikesi
Strategi intensifikasi merupakan upaya pengendalian diluar kawasan timur Indonesia seperti di
daerah tambang, pertanian, kehutanan, transmigrasi, dan pengungsian. Kegiatan yang
dilakukan adalah pemberian kelambu anti nyamuk di daerah berisiko tinggi, penemuan dini -
pengobatan tepat, penyemprotan dinding rumah pada lokasi KLB Malaria, dan penemuan
kasusaktif.
3.Eliminasi
Strategi eliminasi dilakukan pada daerah endemis rendah. Kegiatan yang dilakukan adalah
penemuan dini - pengobatan tepat, penguatan surveilans migrasi, surveilans daerah yang
rawan perindukan vektor (reseptif), penemuan kasus aktif (Mass Blood Survey), dan penguatan
rumah sakit rujukan.
Salah satu upaya dalam percepatan eliminasi malaria adalah pemberian kelambu anti nyamuk,
terutama bagi daerah endemis tinggi dengan target minimal 80% penduduk di daerah tersebut
mendapatkannya. Sedangkan untuk daerah endemis sedang, kelambu dibagikan hanya kepada
kelompok berisiko tinggi yaituibu hamil dan bayi.
Gambar 10. Cakupan Distribusi Kelambu di Daerah Endemis di Indonesia Tahun 2010 - 2014
8
e-Nosroseres Deas essa anaon ies
‘umber: Dien Pencegahandan Penanggulangan Penal, Kemenkor Rl 2016
Distribusi kelambu setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hingga tahun 2015, distribusi kelambu
pada daerah endemis tinggi mencapai 85% dan pada daerah kawasan timur Indonesia telah
mencapai 100%. Masa penggunaan kelambu adalah 3 tahun sehingga harus ada penggantian
kelambu untuk meningkatkan dan mempertahankan cakupan distribusi