You are on page 1of 11

Definisi Kanker Servik

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya.

Patogenesis

Patofisiologi kanker serviks Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif,


mulai dengan intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker
serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi
karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses
perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel.
Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes.
Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam
karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna,
sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur
oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang
melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi
preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 - 35%.

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 20 tahun. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat,
diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif
berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau
dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA
ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh
faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal
sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998). Berbagai jenis protein
diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami
virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan
segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat
epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus
ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan
virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu,
pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi
E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1
dan E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya
integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV
memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos
integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam
karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor
diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle
dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau
mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type
adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa
kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi
kanker serviks (Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa
pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan
pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan,
seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker
serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna
dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah
bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama
adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar,
empedu, pankreas dan otak
Etiologi
Etiologi langsung dari kanker serviks uteri masih belum diketahui. Tetapi
ada beberpa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi insidensi kanker serviks
uteri yaitu :
a. Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun).
b. Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali (multiparitas).
c. Jarak persalinan terlalu dekat.
d. Hygiene seksual yang jelek.
e. Sering berganti-ganti pasangan (multipatner sex).
f. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Penelitian
menunjukkan bahwa 10-30 % wanita pada usia 30an tahun yang
sexually active pernah menderita infeksi HPV (termasuk infeksi pada
daerah vulva). Persentase ini semakin meningkat bila wanita tersebut
memiliki banyak pasangan seksual. Pada sebagian besar kasus,
infeksi HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat menetap.
g. Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV. Semakin
dbanyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga
semakin tinggi. Begitu pula dengan terpaparnya sel-sel mulut rahim
yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang
mempunyai pH yang berbeda-beda pada multipatner dapat
merangsang terjadinya perubahan kearah displasia.
h. Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2
i. Wanita merokok, karena hal tersebut dapat menurunkan daya tahan
tubuh.

Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

Stadium Keterangan

Stadium 0 Kasinoma in situ, karsinoma intra epitel

Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke


korpus uteri diabaikan)

Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara


mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau
dengan invasi yang sangat superficial dikelompokkan
sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi ke stroma tidak
lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia 1
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm
dan lebar tidak lebih dari 7mm

Stadium Ia 2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi


kurang dari 5mmm dan lebar tidak lebih dari 7mm

Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis tidak lebih


dari Ia

Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm

Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm

Stadium II Telah melibatkan vagina, tapi belum sampai 1/3 bawah


atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai
dinding panggul

Stadium IIa Telah melibatkan vagina, tapi belum melibatkan


parametrium

Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding


panggul

Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya


perluasan sampai dinding panggul. Dengan
hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan
dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat
dibuktikan oleh sebab lain.

Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium


belum mencapai dinding panggul

Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya


hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal
Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduktif

Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum

Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Tanda dan Gejala


a. Gejala
1) Metroragi
2) Keputihan warna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Perdarahan pasca koitus
4) Perdarahan spontan
5) Bau busuk yang khas
6) Cepat lelah
7) Kehilangan berat badan
8) Anemia

b. Tanda
1) Pemeriksaan fisik
a) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
b) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina.

2) Pemeriksaan in spekulo :
a) Adanya portio ulseratif
b) Adanya fluor albus
c) Muncunya darah jika lesi tersentuh (lesi rapuh)
d) Terdapat gambaran seperti bunga kol pada stadium lanjut

3) Pemeriksaan bimanual :
a) Adanya fluor albus
b) Adanya massa benjolan ataupun erosi ataupun ulkus pada
portio uteri

Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan


yang diperoleh dari biopsi.

1. Pemeriksaan Penunjang
a. Sitologi, dengan cara tes pap
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV
dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada
displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan /
sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar
disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil
positif palsu sebesar 3-15%.
b. Kolposkopi
c. Servikografi
d. Pemeriksaan visual langsung
e. Gineskopi
f. Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
( Arif, 2000 ).

2. IVA Test
Pemeriksaan IVA diperkenalkan Hinselman 1925.Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) meneliti IVA di India, Muangthai, dan
Zimbabwe. Ternyata efektivitasnya tidak lebih rendah dari pada tes Pap.
IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan carain
speksi visual pada serviks dengan aplikasi asamasetat (IVA). Dengan
metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu
laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas,
diharapkan temuan kanker serviks dini akan bias lebih banyak.
Metodeskrining IVA mempunyaikelebihan, diantaranya..
a. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
b. Butuh bahan danalat yang sederhana dan murah
c. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
d. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi,
dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan
ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
e. Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
f. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

Syarat ikut IVA TEST :


a. Sudah pernah melakukan hubunganseksual
b. Tidak sedang dating bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

Pelaksanaan skrining IVA


Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan
tempat dan alat sebagai berikut:
a. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisilitotomi.
b. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada
posisilitotomi.
c. Terdapat sumber cahaya untuk melihat servik.
d. Spekulum vagina
e. Asamasetat (3-5%)
f. Swab-lidiberkapas
g. Sarung tangan

Teknik IVA
Dengan speculum melihat serviks yang dipulas dengan asamasetat 3-
5%.Pada lesipra kanker akan menampilkan warna bercak putih yang
disebut aceto white epithelium Dengantampilnya porsio dan
bercakputih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak
lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh
bidan, maka di beberapa Negara bidan tersebut dapat langsung
melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung
kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.

Kategori pemeriksaan IVA


a. IVA negative = Serviks normal.
b. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polipserviks).
c. IVA positif = ditemukan bercakputih (aceto white epithelium).
Kelompo kini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks
dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis
Serviks-prakanker (dispalsiaringan-sedang-berat atau kanker serviks
in situ).
d. IVA- Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih
pada stadium invasive dini.

Dimana Ada IVA TEST :


a. IVA TEST ada di puskesmas-puskesmas dengan jadwal yang akan
disampaikan melalui PKK, kelurahan dan kecamatan terdekat.
b. Bila anda memenuhi persyaratan yang ditentukan, segera periksakan
diri anda.
c. Mencegah lebih baik daripada mengobati
(Prawirohardjo, 2008).

3. Paps Smear
Papanicolaou test atau Pap smear adalah metode screening
ginekologi, dicetuskan oleh Georgios Papanikolaou, untuk menemukan
proses-proses premalignant dan malignant di ectocervix, dan infeksi dalam
endocervix dan endometrium. Pap smear digunakan untuk mendeteksi
kanker rahim yang disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV.
Pemeriksaan Pap smear sebaiknya dilakukan pada orang yang telah
melakukan hubungan seksual pertama kali dan pada gadis sekitar usia 25-
30 tahun.

Persiapan penderita :
a. Wanita diberi tahu untuk menghindari obat-obatan yang dimasukan
dalam vagina
b. Pencucian (irigasi) vagina
c. Koitus dalam waktu 24 jam sebelum pemeriksaan

Peralatan yang dipergunakan dalam pemeriksaan Pap Smear antara lain :


a. Spekulum cocor bebek (Graeves)
b. Spatula Ayre
c. Lidi kapas atau cyto brush
d. Gelas objek
e. Alkohol 95 % untuk fiksasi atau semprot fiksatif yang dijual
komersial
f. Formulir permintaan sitologi

Cara pemeriksaan Pap Smear adalah sebagai berikut :


a. Lakukan pemeriksaan dengan inspekulo untuk melihat portio.
b. Lakukan pengambilan epitel dengan menggunakan spatula Ayre atau
Cyto brush.
c. Buat apusan pada objek glass.
d. Lakukan fiksasi dengan menggunakan alcohol 95%.
e. Amati pada mikroskop adanya keganasan pada epitel.

Pemeriksaan Pap smear murah, cepat dan dapat dilakukan di


pelayanan kesehatan terdekat seperti Puskesmas, Rumah Bersalin, Rumah
Sakit, Bidan, Klinik, Praktek dokter, dll. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
kapan saja, kecuali sedang haid atau sesuai petunjuk dokter. Hambatan lain
untuk pelaksanaan pap smear sebagai program skriming adalah teknik
yang kurang praktis oleh karena hanya bisa dikerjakan oleh tenaga-tenaga
terlatih, interprestasi hasil memerlukan waktu yang lebih lama, dan biaya
pemeriksaan yang cukup tinggi.
Prosedur pemeriksaan pap smear ini juga sangat panjang dan
kompleks. Sediaan yang telah diambil dan difiksasi tersebut, kemudian
diseleksi oleh skriner apakah memenuhi syarat atau tidak. Setelah itu,
dilakukan proses pengecatan oleh tenaga terlatih dan kemudian dibaca
oleh ahli sitologi. Bila hasil pembacaan menunjukkan tanda-tanda lesi pra
kanker atau kanker invasif, barulah kemudia dilakukan pemeriksaan
kolposkopi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dengan prosedur yang
kompleks ini mengakibatkan pemeriksaan menjadi mahal. Selain itu
sarana yang digunakan, seperti cytobrush tidak terlalu tersedia.

Table of Paps Smear Classes (Previous System and Bethesda System)


Pap Classes Description Bethesda 2001
I Normal Normal and variants
II Reactive Changes Reactive Changes
Atypia ASC, ASG
Koilocytosis Low Grade SIL
III CIN I Mild dysplasia Low Grade SIL
III CIN II Moderate dysplasia High Grade SIL
III CIN III Severe dysplasia High grade SIL
IV Ca in situ High grade SIL
V Invasive Microinvasion

Gambaran grading berdasarkan tes Paps Smear

New Bethesda System Clasification


a. Low-grade squamous lntraepithelial lesion (low-grade SIL)
1. Cellular changes associated with HPV
2. Mild (slight) dysplasia/CIN 1
b. High-grade squamous intraepithelial lesion (high-grade SIL)"
1. Moderate dysplasia/CIN II
2. Severe dysplasia/CIN III
3. carcinoma in situ/CIN III
c. Atypical Squamous Cells (ASC)
1. Unspecified (ASC-US) - includes uspecified and favor
benign/inflammation
2. Cannot exclude HSIL (ASC-H)
d. Atypical Glandular Cells of Uncertian Significance (AGC) AGC is
broken down into favoring endocervical, endometrial, or not otherwise
specified origin or endocervical adenocarcinoma in situ (AIS)
1. Unspecified (AGC-US)
2. Atypical glandular cells, favor neoplastic (AGC-H)
( Kumar, 2002 ).

Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan
respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2
tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan
memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat
deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal,
terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
( Aziz, 2006 )

Deteksi dini pada kasus pressumtive kanker serviks


Pendeteksian kanker serviks adalah dengan mengamati faktor resiko,
yaitu:
a. Nikah pada usia muda
b. Coitus saat umur yang masih muda
c. Multiparitas
d. Banyak terpapar infeksi, misal HPV
e. Banyak anak dengan jarak antara anak satu dengan yang lainnya
kuramg dari 2 tahun
f. Tidak menjaga higenitas

Selain itu, kanker serviks juga dapat dideteksi melalui:

a. Tes Paps mear


b. IVA
c. Spekuloskopi
d. Cervicography
e. Tes HPV
f. Downstaging

You might also like