Professional Documents
Culture Documents
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya.
Patogenesis
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 20 tahun. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat,
diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif
berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau
dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA
ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh
faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal
sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998). Berbagai jenis protein
diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami
virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan
segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat
epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus
ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan
virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu,
pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi
E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1
dan E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya
integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV
memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos
integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam
karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor
diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle
dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau
mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type
adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa
kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi
kanker serviks (Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa
pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan
pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan,
seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker
serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna
dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah
bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama
adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar,
empedu, pankreas dan otak
Etiologi
Etiologi langsung dari kanker serviks uteri masih belum diketahui. Tetapi
ada beberpa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi insidensi kanker serviks
uteri yaitu :
a. Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun).
b. Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali (multiparitas).
c. Jarak persalinan terlalu dekat.
d. Hygiene seksual yang jelek.
e. Sering berganti-ganti pasangan (multipatner sex).
f. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Penelitian
menunjukkan bahwa 10-30 % wanita pada usia 30an tahun yang
sexually active pernah menderita infeksi HPV (termasuk infeksi pada
daerah vulva). Persentase ini semakin meningkat bila wanita tersebut
memiliki banyak pasangan seksual. Pada sebagian besar kasus,
infeksi HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat menetap.
g. Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV. Semakin
dbanyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga
semakin tinggi. Begitu pula dengan terpaparnya sel-sel mulut rahim
yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang
mempunyai pH yang berbeda-beda pada multipatner dapat
merangsang terjadinya perubahan kearah displasia.
h. Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2
i. Wanita merokok, karena hal tersebut dapat menurunkan daya tahan
tubuh.
Stadium Keterangan
Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul
b. Tanda
1) Pemeriksaan fisik
a) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
b) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina.
2) Pemeriksaan in spekulo :
a) Adanya portio ulseratif
b) Adanya fluor albus
c) Muncunya darah jika lesi tersentuh (lesi rapuh)
d) Terdapat gambaran seperti bunga kol pada stadium lanjut
3) Pemeriksaan bimanual :
a) Adanya fluor albus
b) Adanya massa benjolan ataupun erosi ataupun ulkus pada
portio uteri
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Sitologi, dengan cara tes pap
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV
dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada
displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan /
sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar
disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil
positif palsu sebesar 3-15%.
b. Kolposkopi
c. Servikografi
d. Pemeriksaan visual langsung
e. Gineskopi
f. Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
( Arif, 2000 ).
2. IVA Test
Pemeriksaan IVA diperkenalkan Hinselman 1925.Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) meneliti IVA di India, Muangthai, dan
Zimbabwe. Ternyata efektivitasnya tidak lebih rendah dari pada tes Pap.
IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan carain
speksi visual pada serviks dengan aplikasi asamasetat (IVA). Dengan
metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu
laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas,
diharapkan temuan kanker serviks dini akan bias lebih banyak.
Metodeskrining IVA mempunyaikelebihan, diantaranya..
a. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
b. Butuh bahan danalat yang sederhana dan murah
c. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
d. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi,
dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan
ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
e. Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
f. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
Teknik IVA
Dengan speculum melihat serviks yang dipulas dengan asamasetat 3-
5%.Pada lesipra kanker akan menampilkan warna bercak putih yang
disebut aceto white epithelium Dengantampilnya porsio dan
bercakputih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak
lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh
bidan, maka di beberapa Negara bidan tersebut dapat langsung
melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung
kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.
3. Paps Smear
Papanicolaou test atau Pap smear adalah metode screening
ginekologi, dicetuskan oleh Georgios Papanikolaou, untuk menemukan
proses-proses premalignant dan malignant di ectocervix, dan infeksi dalam
endocervix dan endometrium. Pap smear digunakan untuk mendeteksi
kanker rahim yang disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV.
Pemeriksaan Pap smear sebaiknya dilakukan pada orang yang telah
melakukan hubungan seksual pertama kali dan pada gadis sekitar usia 25-
30 tahun.
Persiapan penderita :
a. Wanita diberi tahu untuk menghindari obat-obatan yang dimasukan
dalam vagina
b. Pencucian (irigasi) vagina
c. Koitus dalam waktu 24 jam sebelum pemeriksaan
Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan
respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2
tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan
memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat
deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal,
terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
( Aziz, 2006 )