You are on page 1of 11

pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat

Kesuburan Tanah
Tanah merupakan salah satu komponen lahan yang mempunyai peranan penting terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi tanaman, karena tanah selain berfungsi sebagai media
tumbuh tanaman juga berperan dalam menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman
untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Status kesuburan tanah merupakan indikator awal
yang ingin diketahui petani untuk menilai apakah tanah garapannya termasuk subur atau
tidak. Status kesuburan tanah ini menjadi tolak ukur awal bagaimana mengetahui keunggulan
dan kelemahan tanah garapan. Indikator sederhana yang digunakan untuk mengetahui status
kesuburan tanah ini adalah dengan mengukur nilai potensial redoks (Eh), kemasaman tanah
(pH), dan konduktivitas listrik (EC) tanah. Status Eh, pH dan EC tanah mempengaruhi sifat
perilaku unsur hara dalam tanah. Sehingga ketiga indikator ini menjadi komponen dalam
pengukuran status hara secara cepat di lapangan.

Potensial Redoks (Eh)

Potensial redoks (Eh) merupakan indeks yang menyatakan kuantitas elektron dalam suatu
sistem (Syekhfani, 2014a). Oksidasi-reduksi merupakan reaksi pemindahan elektron dari
donor elektron kepada aseptor elektron. Donor elektron akan teroksidasi karena pelepasan
elektron, sedangkan aseptor elektron akan terduksi karena penambahan elektron. Proses ini
berlangsung secara simultan, sehingga sering disebut sebagai reaksi redoks (Kyuma 2004a).
Potenisial redoks juga dipengaruhi oleh aktivitas mikro organisme, dimana menurut Yoshida
(1978), aktivitas mikro organisme tidak hanya mempengaruhi proses transformasi senyawa-
senyawa organik dan anorganik, tetapi juga mempengaruhi kemasaman dan potensial redoks
tanah.

Menurut Tan (1982), keseimbangan redoks biasanya dinyatakan dengan konsep potensial
redoks (Eh). Secara umum, reaksi sel-paruh dari suatu sistem oksidasi-reduksi dapat
digambarkan sebagai berikut:

Bentuk teroksidasi + ne- Bentuk tereduksi

Potensial sel-paruh dari reaksi di atas dapat dirumuskan menurut hokum Nernst sebagai
berikut:

Eh = E0 + RT/nF log (bentuk teroksidasi)/(bentuk tereduksi)

Potensial redoks (Eh) adalah potensial elektroda standar sel-paruh diukur terhadap suatu
elektroda penunjuk standar, yaitu elektroda hidrogen. Sedangkan E0 adalah suatu tetapan,
yang disebut potensial redoks baku dari sistem, dan RT/F=0.0592 pada 25o C. Jika aktivitas
dari spesies-spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu, rasio tersebut menjadi = 1,
dan nilai log-nya = 0, maka Eh = E0. Oleh karena itu, potensial redoks baku didefinisikan
sebagai potensial redoks dari sistem dengan aktivitas spesies teroksidasi dan tereduksi sama
dengan satu (Tan 1982).

Selain Eh, reaksi redoks juga dicirikan oleh aktivitas elektron, e-. Jumlah e- atau aktivitas
elektron menentukan proses oksidasi-reduksi. Berdasarkan reaksi di atas, jika proses reduksi
dominan, maka jumlah elektron akan meningkat. Hubungan antara potensial redoks dengan
aktivitas elektron dapat dirumuskan sebagai berikut:

Eh = (2,3RT/F) pe

Aktivitas elektron dinyatakan dengan pe, dimana pe = -log [e-], R = konstanta gas, T =
temperatur absolut (K), dan F = tetapan Faraday. Pada suhu 298 K (25o C), maka rumus
tersebut menjadi:

Eh = 0.059 pe

Sposito (2008) menghitung nilai pe dengan pendekatan : pe=8.86pH.

Menurut Ponnamperuma (1978), nilai Eh atau pe yang tinggi dan positif menunjukkan
kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh atau pe yang rendah bahkan negatif menunjukkan
kondisi reduktif. Potensial redoks mempengaruhi status N dalam tanah, ketersediaan P dan
Si, kadar Fe2+, Mn2+, dan SO42- secara langsung dan kadar Ca2+, Mg2+, Cu2+, Zn2+ dan MoO42-
secara tidak langsung, dan dekomposisi bahan organik dan H2S.

Pengukuran Eh pada tanah-tanah reduktif memiliki beberapa keterbatasan. Sistem tanah


sangat heterogen dan sulit untuk memperoleh potensial keseimbangan yang tepat. Selain itu,
beberapa pasangan redoks yang penting, seperti NO3-/NH4+, SO42-/S2-, CO2/CH4, dan
pasangan redoks organik, tidak bersifat elektroaktif, tetapi dapat mengganggu pengukuran Eh
dengan menghasilkan potensial campuran (Kyuma 2004a). Menurut Stumm dan Morgan
(1970) dalam Kyuma (2004a), pengukuran Eh hanya dapat dilakukan dengan tepat untuk
pasangan Fe3+/Fe2+ dan Mn4+/Mn2+ dengan kadar lebih tinggi dari 10-5 M dalam air alami.
Menurut Lindsay (1979), elektroda platina biasa digunakan untuk pengukuran potensial
redoks dalam tanah. Akan tetapi, elektroda tersebut tidak berfungsi dengan baik pada tanah
yang berada pada kondisi oksidatif. Reaksi redoks terjadi pada hampir semua tanah.
Biasanya, reaksi oksidasi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase baik, sedangkan proses
reduksi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase buruk atau apabila terdapat air berlebih.
Kondisi redoks tanah mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa besi dan mangan.

Nilai Eh merupakan penciri paling penting dalam evaluasi status unsur dalam tanah.
Berdasar pada hubungan antara sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, maka status
redoks dikelaskan ke dalam empat kategori: oksidasi, reduksi lemah, reduksi sedang, dan
reduksi kuat (Tabel 1).

Tabel 1. Gradasi Status Redoks Tanah (Liu, 1985 dalam Syekhfani, 2014a)

Status Redoks Kisaran Reaksi Pertumbuhan

Eh (mV) Tanaman
Oksidasi >400 O2 berlebih, material Baik bagi tanaman darat; tidak baik
dalam bentuk oksidasi bagi padi
Reduksi rendah 400-200 O2 ,NO3- dan Mn4+ Pertumbuhan padi normal; tanaman
direduksi darat terganggu
Reduksi sedang 00-(-100) Fe3+ direduksi; senyawa Tanaman darat terganggu
organik direduksi
Reduksi <(-100) CO2 dan H+ direduksi Tanaman padi terganggu oleh
senyawa reduksi

Reaksi reduksi-oksidasi pada Inceptisol yang berdrainase baik dan


dilakukan penjenuhan menunjukkan bahwa nitrat hilang dari larutan tanah, kemudian Mn2+
dan Fe2+ mulai muncul sementara larutan sulfat habis (Gambar 1). Akumulasi methane
meningkat secara eksponensial dalam tanah setelah sulfat tidak terdeteksi dan tingkat Mn2+
dan Fe2+ telah stabil. Selama waktu inkubasi sekitar 40 hari, nilai pH dalam larutan tanah
meningkat 6.3-7.5 dan asam asetat serta gas hidrogen diproduksi. Kedua senyawa terakhir
adalah produk umum dari fermentasi, proses metabolisme mikroba yang terjadi ketika kadar
oksigen yang sangat rendah, sehingga degradasi humus menjadi senyawa organik sederhana,
terutama asam organik, bersama dengan produksi H2 dan CO2. Konsentrasi asetat yang
dilaporkan (milli molar) dan gas H2 (mikro molar dalam larutan tanah) merupakan fermentasi
aktif yang khas. Produk fermentasi ini terakumulasi selama tahap awal inkubasi, kemudian
habis seiring dengan tingkat Mn2+ dan Fe2+ meningkat atau produksi methane dimulai,
kondisi ini menunjukkan konsumsi oleh komunitas mikroba selama tahap terakhir (Sposito,
2008).

Gambar 1. Sekuen reduksi temporal pada Inceptisol

Kemasaman Tanah (pH)

Skala pengukuran pH menunjukkan tingkat kemasaman dan kebasaan. Larutan tanah tidak
sepenuhnya memiliki pH netral, dimana konsentrasi H+ tidak sepenuhnya nol, karena air
memiliki sedikit ion-ion bermuatan. Kemasaman tanah ditunjukkan dalam reaksi :

H2O H+ + OH-
Reaksi tanah atau kemasaman tanah, dengan simbol pH, merupakan logaritma negatif
kepekatan ion-ion H+ dalam gram per liter. Bila kepekatan ion H+ dinyatakan sebagai
CH+, maka pH = -log10CH+. Pada kepekatan H+ larutan 10-2 (1/100) gram ion per liter, nilai
pH = log10 10-2 (1/100) = 2. Air murni tidak masam ataupun alkalin mengandung ion H+ dan
OH- sama. Dalam larutan netral CH+ = COH+10-7; pH = 7.0. Kelebihan H+ menandai tingkat
kemasaman dan OH- tingkat kealkalian. Dalam larutan air murni, kepekatan ion H+ dan OH-
adalah 10-14. Sebagai contoh COH- = 10-5, maka CH+ = 10-14/ 10-5 = 10-9 dan pH = 9. Tanah-
tanah di daerah basah dengan drainase baik cenderung bersifat masam dan pH rendah.
Tanah-tanah tegalan berdrainase baik biasanya bersifat lebih masam daripada di dataran atau
lembah karena pencucian basa-basa lebih intensif (Syekhfani, 2014b).

Troeh dan Thompson (2005) menyampaikan bahwa pH tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk lima faktor pembentuk tanah ditambah musim tanam, pola tanam, contoh
tanah horizon, kadar air data waktu pengambilan contoh tanah dan cara penentuan pH.
Vegetasi mempengaruhi pH tanah secara kompleks karena vegetasi menghasilkan bahan
organik dan mempengaruhi pencucian.

Bahan organik yang terdekomposisi akan menghasilkan asam organik yang meningkatkan
kapasitas tukar kation, namun menurunkan kejenuhan basa dan pH. Basa-basa yang
dihasilkan dari bahan organik dan dari pelapukan mineral tanah akan diserap oleh akar dan
kombinasi dasar kation lainnya akan melepaskan ion H+ dari akar sehingga menurunkan pH
di daerah perakaran.

Proses pencucian dapat pula menurunkan tingkat kemasaman tanah yang dipengaruhi oleh
pertumbuhan tanah dan iklim. Akar-akar tanaman yang telah tumbuh besar akan
meningkatkan porositas tanah dan dengan adanya curah hujan yang tinggi akan mempercepat
proses pencucian. Proses pencucian terjadi dengan adanya basa-basa dalam tanah yang hilang
sehingga menurunkan pH tanah.

Konduktivitas Listrik (EC)

Konduktivitas listrik (EC) digunakan untuk mengetahui tingkat kegaraman yang ada dalam
tanah. Konduktivitas Listrik (EC), adalah fenomena aliran listrik berasal dari muatan partikel
(ion, koloid) yang membentuk kekuatan medan listrik (Syekhfani, 2014c). Komponen
padatan dan cairan tanah, yang terdiri dari senyawa dan unsur mengandung ion (kation,
anion) bermuatan positif (+) dan negatif (-); saat terjadi aliran listrik dari + ke melalui
media cair, akan muncul daya medan listrik yang berpengaruh terhadap mobilitas ion/koloid
yang merupakan sumber unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.

Umumnya, tingkat kegaraman dalam tanah yang tinggi terjadi pada tanah dalam wilayah arid
dan seminaris, dimana curah hujan tahunan lebih rendah daripada tingkat evapotranspirasi.
Selain pada lahan arid dan semiarid, praktek pengelolaan lahan dengan sistem irigasi juga
memicu terjadinya peningkatan kadar garam dalam tanah. Bohn, McNeal dan OConnor
(2001) menjelaskan bahwa terdapat tiga sumberdaya alam yang mempengaruhi kadar
salinitas tanah, yaitu pelapukan bahan mineral, curah hujan dan garam-garam dari fosil,
selain itu aktivitas manusia yang menambahkan garam melalui irigasi dan limbah industri di
daerah salin juga berkontribusi terhadap kadar salinitas tanah. Sumber garam dalam tanah
paling besar berasal dari batuan yang tersingkap dan kerak bumi, dimana garam telah
dilepaskan selama proses pelapukan kimiawi dan fisik. Pada daerah humid, larutan garam
dalam profil tanah dibawa ke lapisan tanah bawah melalui proses perkolasi air hujan dan
dialirkan ke lautan. Pada daerah arid, pencucian terjadi secara lokal. Garam cenderung
menumpuk karena tingkat curah hujan yang rendah, laju evaporasi dan transpirasi tanaman
tinggi.

Ion yang dilepaskan ke dalam larutan tanah melalui pelapukan mineral, atau berasal dari
intrusi air permukaan atau air tanah saline, cenderung menumpuk dalam mineral sekunder
yang terbentuk sebagai tanah kering. Mineral sekunder ini meliputi mineral liat, karbonat dan
sulfat, dan klorida. Karena Na, K, Ca, dan Mg relatif mudah dibawa ke dalam larutan baik
sebagai kation dapat ditukar dari smektit dan ilit, atau sebagai kation struktural terlarut dari
karbonat, sulfat, dan klorida, menyebabkan kation berkontribusi paling besar terhadap
salinitas tanah (Sposito, 2008).

Karakteristik tingkat keragaman yang berpengaruh terhadap kualitas tanah ditunjukkan


dengan nilai ESP (exchangeable sodium percentage) dan SAR (sodium adsorption ratio).
Konsentrasi larutan sodium dalam berat isi larutan harus diukur dan dipisahkan dari total
Jumlah sodium yang diekstrak untuk mendapatkan nilai sodium dapat ditukar (Na-dd). Soil
Science Society of America (1973) mengelompokkan kadar garam yang berpengaruh
terhadap kualitas tanah ke dalam 4 kelas, yaitu tanah normal, tanah salin, tanah sodik, dan
tanah salin-sodik (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi tanah yang dipengaruhi oleh kadar garam : tradisional dan usulan

Tanah salin-
Tanah normal Tanah salin Tanah sodik
sodik
Klasifikasi EC < 4 dS m- EC > 4 dS m-1 ESP > 15% EC > 4 dS m-
1 1
tradisional ESP < 15% ESP > 15%
Klasifikasi EC < 2 dS m- EC > 2 dS m-1 SAR > 15% EC > 2 dS m-
1 1
usulan SAR < 15% SAR > 15%

Sumber : Soil Science Society of America (1973 dalam Bohn, McNeal dan OConnor, 2001)

Metode Pengukuran pH, Eh, EC

Alat dan Bahan

Pengukuran kualitas kesuburan tanah secara cepat menggunakan alat :

1. Botol film
2. pH meter, untuk mengukur derajat kemasaman dan nilai EH
3. EC meter, untuk mengukur nilai EC

Adapun bahan yang digunakan dalam pengukuran kualitas kesuburan tanah ini adalah contoh
tanah dengan kode 7 dengan nilai kemasaman terukur sebesar 6.7 dan aquades.
Metode Pengukuran

Pengukuran potensial redoks, kemasaman tanah dan konduktivitas listrik dilakukan dengan
cara sebagai berikut :

1. Siapkan contoh tanah kering udara dan aquades dengan perbandingan volume per
volume sebesar 1:1,
2. Masukkan contoh tanah dan aquades ke dalam botol film,
3. Kocok larutan tanah dengan cara diayun menggunakan tangan (ayunan penuh)
sebanyak 15 kali,
4. Ukur Eh, pH menggunakan pH & Eh meter, sedangkan EC menggunakan voltmeter.
Celupkan electrode ke dalam larutan tanah dan ditunggu sampai alat menunjukkan
nilai konstan dari Eh, pH, dan EC.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Hasil pengukuran uji cepat dari contoh tanah nomor 3 didapatkan data seperti yang tersaji
dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran uji cepat

Kode Tanah Eh (mV) pH EC (mS)


3 31.4 6.7 0.06

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa contoh tanah nomor 3 memiliki nilai
potensial redoks 31.4 mV, tingkat kemasaman 6.7, dan konduktivitas listrik sebesar 0.06 mS.
Secara berurutan nilai potensial redoks, tingkat kemasaman, dan konduktivitas listrik
termasuk dalam kelas agak rendah (Liu, 1985 dalam Syekhfani, 2014a), netral, dan rendah
(Syekhfani, 2013). Sehingga, status kesuburan dari contoh tanah yang diukur adalah baik.

Pembahasan

Potensial Redoks

Liu (1985 dalam Syekhfani, 2014a) menyatakan bahwa Eh akan berstatus oksidatif jika
bernilai >400 mV, sedangkan status reduksi rendah terjadi pada tanah dengan nilai Eh antara
400-200 mV, status reduksi sedang berkisar antara 00-(-100) mV, dan status reduksi terjadi
pada tanah yang bernilai Eh <(-100) mV. Hasil pengukuran Eh pada contoh tanah sebesar
31.4 mV yang berada antara (-100)-200 mV, sehingga nilai ini dimasukkan dalam status
reduksi agak rendah. Pada kondisi ini, O2 dan NO3- mengalami reduksi, kemudian terbentuk
Mn2+ (Tabel 4; Bohn, McNeal, dan OConnor, 2001).
Tabel 4. Urutan pemanfaatan elektron akseptor utama dalam tanah, potensi kesetimbangan
setengah reaksi pada pH 7, dan potensi dari reaksi-reaksi ini diukur dalam tanah

Pengukuran Potensial
Eh pada pH 7
Reaksi Redoks dlm tanah
(V)
(V)
Kehilangan O2 0.82 0.6 0.4
Kehilangan NO3- 0.54 0.5 0.2
Terbentuk Mn2+ 0.4 0.4 0.2
Terbentuk Fe2+ 0.17 0.3 0.1
Terbentuk HS- -0.16 0 (-0.15)
Terbentuk H2 -0.41 (-0.15) (-0.22)
Terbentuk CH4 (contoh fermentasi) - (-0.15) (-0.22)

Nitrogen, sulfur dan besi merupakan unsur yang sangat dipengaruhi oleh reaksi redoks.
Dengan menggunakan persamaan dari Sposito (2008) : pe=8.86pH, maka dapat diketahui
status N, S dan Fe yang ada dalam tanah. Berdasarkan persamaan tersebut, maka nilai pe
adalah :

pe = 8.86 pH

pe = 8.86 6.7 pe = 2.16

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai pe sebesar 2.16, berarti berada di bawah 5. Pada
kondisi ini oksigen tidak stabil pada tanah netral. Sedangkan nilai pe >5 menunjukkan bahwa
oksigen dikonsumsi oleh mikroorganisme aerobik untuk respirasi, jika tereduksi akan
menghasilkan Fe2+, NO2-, dan NH4+ dan jika teroksidasi akan menghasilkan Fe3+ dan NO3-.

Nilai pe dibawah 0 sampai -5, maka kandungan sulfat dalam tanah akan meningkat dalam
bentuk HS- jika tereduksi dan SO42- jika teroksidasi.
Gambar 2. Tangga Redoks

Namun, berdasarkan diagram hubungan pe+pH (2.16 + 6.7 = 8.86) tampak bahwa nitrogen
dalam bentuk NH4+ mengalami penurunan dan terjadi kehilangan N2 di udara. Reaksi
nitrogen merupakan suatu reaksi yang irreversible, dan enzim katalisator sangat dibutuhkan
untuk konversi nitrogen dalam tanah. Kondisi ini berarti banyak energi yang dibutuhkan
untuk konversi N2 menjadi N tersedia bagi tanaman, dan sedikit energy yang dihasilkan dari
reaksi konversi N ini.
Gambar 3. Diagram pe+pH dan kandungan nitrogen dalam tanah (Sumber : Bohn, McNeal
dan OConnor, 2001).

Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah (pH) sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. pH tanah akan
berpengaruh pada laju pelepasan unsur hara oleh pelapukan, larutan bahan dalam tanah, dan
jumlah unsur hara yang disimpan dalan bentuk kation dapat ditukar. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa nilai pH termasuk dalam kelas netral (6.7). Pada kondisi pH netral status
kesuburan tanah dalam kondisi baik, dimana kandungan unsur N, P dan K tidak terjadi
defisiensi. Begitupula dengan unsur hara mikro seperti Ca, Mg, S, Fe, Zn, Mn, Co, Bo dan
Mo. Pada kondisi nilai pH antara 6.0 sampai 7.5, semua unsur hara yang dibutuhkan tanaman
dalam kondisi tersedia. Kecuali bagi tanaman azaleas, rhododendra, blueberry dan strawberry
tumbuh pada pH antara 5 sampai 6.

Pada pH 6 sampai 7.5, kebanyakan ikatan nitrogen dan sulfur (kecuali kalsium sulfat)
tersedia dalam berbagai kondisi pH. Karena unsur ini kebanyakan berasal dari sumber bahan
organik dan dalam jumlah terbatas karena dekomposisi bahan organik yang lambat.
Dekomposisi bahan organik semakin cepat terjadi pada kondisi pH tanah antara 6 dan 8.
Ikatan fosfor dalam tanah kurang tersedia bagi tanaman. Meskipun dilakukan penambahan
fosfor dalam bentuk pupuk, unsur ini akan beraksi dalam tanah dan menjadi kurang tersedia
bagi tanaman. Fosfor akan tersedia bagi tanaman jika tanah dalam kondisi pH antara 6.5
sampai 7.5. Potassium (K) sangat tersedia bagi tanaman dalam berbagai kondisi pH, namun
akan mudah hilang dari larutan karena adanya jerapan. Tanah yang mengalami pencucian dan
pH masam, maka total potassium dalam tanah akan menurun, begitupula dengan jumlah K
yang tersedia bagi tanaman (Troeh dan Thompson, 2005).

Nilai kemasaman tanah tidak terlepas dari reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi dalam
tanah. Hasil pengukuran potensial redoks menunjukkan bahwa tanah yang diukur mengalami
reduksi O2 dan NO3- dan terbentuk Mn2+. Peningkatan nilai pH disebabkan adanya kontribusi
bahan organik yang melepaskan ion OH- karena terjadi proses reduksi. Starr (1986 dalam
Cyio, 2008) menyatakan bahwa pergerakan Nitrogen dalam tanah dengan reaksi sebagai
berikut:

NO3- + H2O + 4e NO2- + 2 OH-

Berdasarkan reaksi tersebut maka terlihat adanya pelepasan ion OH- yang dapat
meningkatkan pH tanah karena terjadi keseimbangan antara ion H+ dengan ion OH- dari
perubahan nitrat menjadi nitrit, yang memberi kontribusi gugus hidroksil ke dalam larutan
tanah.

Konduktivitas Listrik (EC)


Konduktivitas listrik dari contoh tanah yang diukur bernilai 0.06 mS dan termasuk dalam
kelas rendah (Syekhfani, 2013), sedangkan berdasarkan klasifikasi tanah oleh Soil Science
Society of America (1973) termasuk dalam tanah normal. Kondisi ini berarti kadar garam
dalam tanah tidak berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah.

Apabila tanah mengandung kadar garam tinggi dan termasuk dalam kelas tanah salin, sodik
maupun salin-sodik, maka akan menggangu pertumbuhan tanaman. Pengaruh utama garam
terlarut dalam tanah terhadap tanaman adalah osmosis. Tanaman harus mengeluarkan energi
yang besar untuk menyerap air dari larutan tanah, dan akhirnya menghambat pertumbuhan
tanaman dan menurunkan produktivitas tanaman. Akar tanaman yang memiliki membrane
semipermeabel tidak dapat menyerap air dan unsur hara dalam larutan tanah karena dihambat
oleh garam-garam terlarut.

Tanah salin memiliki nilai pH <8.5 dan agregat tanah mengalami flokulasi. Tanah ini dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman dengan terlebih dahulu dilakukan perlakuan
berupa pencucian garam terlarut dalam tanah, khususnya di daerah perakaran tanaman. Pada
tanah salin-sodik, yang mengandung garam terlarut dan nilai ESP yang tinggi dapat
menyebabkan hidrolisis bagi tanaman dan dapat diatasi dengan pencucian garam-garam
terlarut. Tanah sodik termasuk tanah yang sulit untuk dikelola, karena permeabilitas tanahnya
sangat rendah, memiliki pH 9 atau 9.5, fraksi liat dan organik telah terdispersi. Bahan organik
yang terdispersi menumpuk di permukaan tanah yang berdrainase buruk dan menyebabkan
warna tanah gelap di permukaan.

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari laporan ini adalah :

1. Nilai potensial redoks (Eh), kemasaman tanah (pH) dan konduktivitas listrik (EC) dari
contoh tanah yang diukur berturut-turut : 31.4 mV, 6.7 dan 0.06 mS. Status kesuburan
dari contoh tanah yang diukur adalah baik, yang ditunjukkan dari kelas Eh termasuk
agak reduktif, kelas pH netral, dan kelas EC rendah/normal.
2. Nilai Eh dan pH berpengaruh langsung terhadap ketersediaan unsur hara esensial
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
3. Nilai Eh yang bereaksi agak reduktif cenderung terjadi reaksi reduksi O2 dan NO3-,
melepaskan N2 dan menghasilkan sedikit NH4+ yang dibutuhkan oleh tanaman. Proses
reduksi NO3- dalam tanah berpengaruh terhadap pelepasan OH- dan meningkatkan pH
tanah.
4. Nilai EC berpengaruh terhadap proses serapan air dan unsur hara oleh akar untuk
pertumbuhan tanaman. Tingkat garam terlarut yang tinggi dalam tanah dapat
menyebabkan reaksi osmosis dan hidrolisis terhadap akar tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Bohn, H.L., McNeal, B.L., dan OConnor, G.A. 2001. Soil Chemistry. Third Edition. John
Wiley & Sons, Inc. New York.

Kyuma, K. 2004a. Paddy Soil Science. Kyoto University Press and Trans Pasific Press,
Tokyo and Melbourne.

Lindsay, W. L., 1979. Chemical Equilibria in Soils. John Wiley & Sons, New York.

Ponnamperuma, F. N. 1978. Electrochemical Changes in Submerg Soil. In IRRI, Soil and


Rice. IRRI, Los Banos, Philipines.

Syekhfani. 2013. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah. Leaflet. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya. Diunduh dari :
http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/Kriteria-Sifat-Kesuburan-Tanah.pdf.
Tanggal akses : 5 Mei 2014.

________. 2014a. Potensi Oksidasi-Reduksi. Bahan Ajar. Pascasarjana Fakultas Pertanian


Universitas Brawijaya. Malang. Diunduh dari :
http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/2014/03/potensi-oksidasi-reduksi-eh/. Tanggal akses : 17
Maret 2014.

________. 2014b. Reaksi (pH) Tanah. Bahan Ajar. Pascasarjana Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang. Diunduh dari :
http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/2014/03/reaksi-ph-tanah/ . Tanggal akses : 17 Maret
2014.

________. 2014c. Konduktivitas Listrik (EC). Bahan Ajar. Pascasarjana Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang. Diunduh dari :
http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/2014/03/konduktivitas-listrik-ec/. Tanggal akses : 17
Maret 2014.

Sposito, G. 2008. The Chemistry of Soils. Second Edition. Oxford University Press, Inc. New
York, USA.

Tan, K. H., 1982. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York.

Troeh, F.R. dan Thompson, L.M. 2005. Soils and Soil Fertility. Sixth Edition. Blackwell
Publishing. Iowa, USA.

Yoshida, T. 1978. Mictobial Metabolism In Rice Soil. In : E. A. Paul and A.D Maclaen (eds).
Soil and Rice. Los Banos, Laguna : The Internasional Rice Institute. 445-465p.

You might also like