Professional Documents
Culture Documents
Tempat kejadian perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau
tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian.
Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tidak pidana,
tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP. Disini hanya akan dibicarakan TKP yang
berhubungan dengan manusia sebagai korban, seperti kasus penganiayaan, pembunuhan, dan
kasus kematian mendadak (dengan kecurigaan).1
Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang
mengakibatkan kematian korban telah terjadi, maka pihak penyidik dapat
meminta/memerintahkan dokter untuk melakukan pemeriksaan di TKP tersebut sesuai dengan
Hukum Acara Pidana yang berlaku dan sesuai pula dengan Undang-Undang Pokok Kepolisian
tahun 1961 no. 13 pasal 13 atau sesuai dengan ketentuan pasal 3 Keputusan
MenHanKam/Pangab No. Kep/B/17/V1/1974.2
Diperlukan atau tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik sangat bergantung
pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya, tempat
kejadiannya, kejadiannya atau tersangka pelakunya. Peranan dokter di TKP adalah membantu
penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik. Pada dasarnya semua
dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan perkembangan spesialisasi
dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang
hadir.1
Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang terjadi,
siapa yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan apa
melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa tersebut?1
Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan
mengenai letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan. Mayat yang
ditemukan dibungkus dengan plastik atau kantung plastik khusus untuk mayat setelah
sebelumnya kedua tangannya di bungkus plastik sebatas pergelangan tangan. Pemeriksan
sidik jari oleh penyidik dapat dilakukan sebelumnya. 1
Benda bukti yang ditemukan dapat berupa pakaian, bercak mani, bercak darah,
rambut, obat, anak peluri, selongsong peluru, benda yang diduga senjata diamankan dengan
memperlakukannya sesuai prosedur, yaitu di'pegang' dengan hati-hati serta dimasukkan ke
dalam kantong plastik, tanpa meninggalkan jejak sidik jari baru. Benda bukti yang bersifat
cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi kering. Benda bukti yang berupa bercak kering di
atas dasar keras harus dikerok dan dimasukkan ke dalam amplop atau kantong plastik, bercak
pada kain diambil seluruhnya atau bila bendanya besar digunting dan dimasukkan ke dalam
amplop atau kantong plastik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik. Semua benda bukti di atas diberi label dengan keterangan tentang jenis
benda, lokasi penemuan, saat penemuan dan keterangan lain yang diperlukan.1
Mayat dan benda bukti biologis/medis, termasuk obat atau racun, dikirimkan ke
Instalasi Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk pemeriksaan
lanjutan. Apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensik, benda bukti dapat
dikirim ke Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran Forensik. Benda bukti bukan
biologis dapat langsung dikirim ke Laboratorium Kriminal/Forensik Kepolisian Daerah
setempat.1
Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera,
film berwarna dan hitam-putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu ultra
violet, alat tulis, tempat menyimpan benda bukti berupa amplop atau kantong plastik, pinset,
skalpel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rektal, termometer ruangan, sarung tangan,
kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda bukti.1
Daftar Pustaka
2. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Edisi ke-1. Jakarta: Bina Rupa Aksara;
1997.h.35-47.