You are on page 1of 25

Lima faktor impulsivitas: Arah yang Unik untuk Fitur-fitur Keperibadian

Antisosial dan Ambangan serta Masalah-masalah Alkohol yang Muncul

Kemudian

Austin M. Hahn, Raluca M. Simons, Christine K. Hahn

ABSTRAK

Impulsivitas, yang merupakan satu mekanisme perilaku multidimensi,

biasanya muncul sebelum perilaku maladaptif dan psikopatologi, dan hal ini

merupakan sentral kriteria diagnostik untuk gangguan antisosial dan gangguan

keperibadian ambangan (Asosiasi Psikiatrik Amerika; APA, 2013). Penelitian ini

menguji satu model arah/ jalur akan hubungan antara lima faset/ aspek impulsivitas

(urgensi negatif, urgensi positif, kurangnya premeditasi/ pemikiran sebelumnya,

kurangnya ketekunan, dan upaya mencari sensasi), fitur-fitur keperibadian

ambangan, fitur-fitur keperibadian antisosial, dan dua outcome alkohol (masalah

konsumsi alkohol dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan alkohol) pada

satu sampel mahasiswa (N = 624; 69% perempuan, 31% laki-laki) antara usia 18-25

(M = 19,77, SD/ simpangan baku = 1,55). Model menunjukkan kesesuaian dengan X2

(14, N = 624) = 17,48, p = 0,231; RMSEA = 0,020 [CI 90%; 0,00 – 0,46]; CFI =

0,998; SRMR = 0,19. Urgensi negatif dan kurangnya ketekunan dan ketabahan dapat

memprediksi fitur-fitur keperibadian ambangan. Urgensi positif, pencarian sensasi,

kurangnya premediasi/ pertimbangan, dan urgensi negatif dapat memprediksi fitur-

fitur keperibadian anti sosial. Antisosial, bukan fitur-fitur keperipadian ambangan,

diketahui secara signifikan memiliki hubungan dengan konsumsi alkohol. Namun,


baik fitur-fitur keperibadian anti sosial dan ambangan secara signifikan dapat

dijadikan variabel untuk memprediksi masalah-masalah yang berkaitan dengan

penyalahgunaan alkohol. Secara umum, hasil di dalam penelitian kami menunjukkan

bahwa aspek-aspek impulsivitas dapat secara berbeda memprediksi psikopatologi

keperibadian dan dapat mengilustrasikan arah menuju konsumsi dan masalah-

masalah yang berkaitan dengan konsumsi alkohol.

1. Pendahuluan

Gangguan keperibadian merupakan pola fungsi yang tetap yang berkonflik

dengan harapan-harapan masyarakat dan budaya/ kepatutan. Petunjuk Diagnostik dan

Statistik Gangguan Mental – Edisi Kelima (DSM-5; Asosiasi Psikiatrik Amerika

[APA], 2013) mengkategorisasikan gangguan keperibadian pada tiga kluster yang

berbeda (yaitu A, B, & C) dengan didasarkan pada karakteristik-karakteristik dan

persamaan-persamaan. Gangguan keperibadian kluster/ gugus B dicirikan oleh

disregulasi emosional dan perilaku, dan antisosial dan gangguan keperibadian

ambangan keduanya diklasifikasikan masuk kedalam gugus B. Gangguan

keperibadian anti sosial (ASPD) dicirikan dengan “pola pervasif yang bersifat

merendahkan atau mentidakindahkan hak-hak orang lain” (APA, 2013, hal. 659).

Gangguan keperibadian ambangan (BPD/ borderline personality disorder), di sisi

lain, dicirikan dengan “satu pola pervasif akan instabilitas hubungan antar-pribadi,

citra diri, dan afeksi” (APA, 2013, hal 663). Walaupun, menurut definisi, ASPD dan

BPD keduanya berbeda, namun diagnosa keduanya memiliki jumlah signifikansi

kesamaan yang tidak berbeda dalam hal eksternalisasi dan interaksi antar pribadi

yang disfungsi. Dengan demikian, gangguan kepribadian ambangan dan antisosial


diketahui memiliki hubungan outcome perilaku yang sama, seperti contohnya

penyalahgunaan alkohol dan masalah-masalah yang terkait dengan pengkonsumsian

alkohol (Compton, Conway, Stinson, Colliver, & Grant, 2005; Crawford, Moore, &

Ahl, 2004; Goldstein dkk, 2007; Stepp, Trull, & Sher, 2005; Sylvers, Landfield, &

Lilienfeld, 2011) dan kekerasan antar pribadi (Sijtsema, Baan, & Boagaerts, 2014).

Menurut prediksi, gangguan antisosial dan kepribadian ambangan dapat

memunculkan komorbiditas, dimana 21% individu yang terdiagnosa menderita

ASPD juga memenuhi kriteria untuk didiagnosa BPD (Grant dkk, 2008). Selain

kesamaan yang disebutkan sebelumnya, kedua tipe kepribadian ini mungkin

memiliki lintasan perkembangan dan etiologis yang berbeda, namun dapat

menghasilkan pola perilaku eksternalisasi yang serupa/ sama. Namun, eksternalisasi

yang berkaitan dengan fitur-fitur kepribadian ambangan (contohnya; instabilitas

antarpribadi dan masalah-masalah alkoholisme) dapat memiliki arah etiologis yang

berbeda dari fitur-fitur yang berkaitan dengan kepribadian antisosial, sehingga bahwa

eksternalisasi yang berkaitan dengan fitur-fitur kepribadian ambangan dapat

disebabkan oleh regulasi emosi yang buruk, difusi identitas, dan citra diri yang

buruk. Dengan demikian, kita perlu untuk mengidentifikasi masing-masing

mekanisme yang dapat secara unit memprediksikan tiap gangguan.

1.1. Impulsivitas

Impulsivitas, satu mekanisme perilaku multi dimensi yang umum terjadi

sebelum perilaku maladaptif eksternalisasi dan psikopatologi, dan hal ini merupakan

satu sentral kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian antisosial dan

kepribadian ambangan (APA, 2013). Selain itu, impulsivitas secara integral berkaitan
dengan penggunaan alkohol dan masalah-masalah yang terkait dengan nya (Burton,

Pedersen, & McCarthy, 2012; Sher & Trull, 1994; lihat Coskunpinar, Dir, & Cyders,

2013 & Dik dkk, 2010 untuk peninjauan). Disamping kriteria yang sama ini dan

hubungannya dengan outcome yang berkaitan dengan penyalahgunaan alkohol, BPD

dan ASPD dapat secara signifikan berbeda dalam hal hubungan penyebabnya dengan

berbagai aspek impulsivitas dan hubungan-hubungannya dengan outcome-outcome

yang berkaitan dengan alkohol.

Whiteside dan Lynam (2001) mengembangkan skala Urgensi, kurangnya

pertimbangan, kurangnya ketekunan/ kegigihan, dan perilaku impulsif pencarian

sensasi, sebagai cara untuk mengukur keempat faktor impulsivitas. Urgensi negatif

kecenderungan individu untuk melakukan tindakan terburu-buru/ gegabah sebagai

respon terhadap emosi negatif yang intens. Kurangnya kegigihan adalah

ketidakmampuan individu untuk tetap bertahan melakukan suatu hal/ tugas sampai

selesai. Kurangnya pertimbangan adalah kecenderungan individu untuk bertindak

tanpa mengevaluasi konsekuensinya dan ketidakmampuan untuk melakukan

perencanaan. Terakhir, pencarian sensasi/ keinginan untuk melakukan sensasi adalah

hal yang merepresentasikan kecenderungan individu untuk mencari stimulasi dan

kegembiraan. Perkembangan impulsivitas dikonseptualisasikan dengan

menggunakan perspektif yang berbeda-beda (contohnya: genetik, basis kognitif,

lingkungan, dan temperamental; lihat Carver, 2005 untuk peninjauannya). Disamping

variasi di dalam penjelasan teoritis untuk kemunculan dan perkembangan

impulsivitas, teori-teori ini semuanya menunjukkan bahwa impulsivitas dapat mulai

muncul dan berkembang selama atau sebelum usia kanak-kanak awal. Dengan

demikian, walaupun impulsivitias merupakan satu fitur sentral dari banyak gangguan
kepribadian, namun perkembangannya tampaknya terjadi sebelum kemunculan

patologi kepribadian dan outcome perilaku yang terjadi kemudian.

1.2. Eksternalisasi dan internalisasi

Satu pembedaan yang signifikan antara fitur-fitur kepribadian antisosial dan

fitur-fitur kepribadian ambangan adalah, fitur-fitur antisosial utamanya berkaitan

dengan eksternalisasi, sedangkan fitur-fitur ambangan diketahui berkaitan dengan

psikopatologi internalisasi dan eksternalisasi (Crowell, Beauchaine, & Linehan,

2009; Eaton dkk, 2011; James & Taylor, 2008). Hal yang sama, aspek-aspek

impulsivitas yang diketahui memiliki kaitan dengan patologi kepribadian juga dapat

dipahami melaluli internalisasi dan eksternalisai. Walaupun konstruk impulsivitas

laten secara umum adalah internalisasi menurut sifat alaminya, namun basis dari

aspek-aspek yang pasti mungkin lebih berkaitan dengan internalisasi (yaitu; urgensi

negatif, kurangnya ketekunan) dibandingkan dengan yang lainnya, yang secara tidak

meragukan lagi ditentukan oleh eksternalisasi (yaitu: pencarian sensasi, kurangnya

pertimbangan).

Dalam hal aspek-aspek impulsivitas, urgensi negatif dan kurangnya

ketekunan merupakan aspek-aspek yang paling berkaitan dengan patologi

internalisasi (Miller, Flory, Lynam, & Leukefeld, 2003). Ketekunan adalah

kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Hal yang sama,

ketidakmampuan atau kurangnya kemampuan untuk bertindak secara tekun dapat

dipahami sebagai disiplin diri yang terganggu yang dicirikan dengan penurunan

tingkat motivasi diri. Kecenderungan untuk melakukan tindakan secara terburu-buru

sebagai respon terhadap emosi negatif yang intens, yang dikenal dengan istilah
urgensi negatif, dapatlah dipahami sebagai hal yang dapat meringankan emosi

tersebut. Dengan demikian, walaupun tindakan terburu-buru secara jelasnya

merupakan bentuk eksternalisasi, namun beberapa motif dibalik prilaku-prilaku ini

mungkin berasal dari internal. Sesuai dugaan, kurangnya ketekunan dan urgensi

negatif diketahui secara positif berkaitan dengan BPD (DeShong & Kurtz, 2013;

Miller dkk, 2003; Whiteside, Lynam, Miller, & Reynolds, 2005). Namun, Whiteside

dkk (2005) juga menemukan fakta yang menunjukkan bahwa urgensi negatif

memiliki kaitan dengan fitur-fitur kepribadian antisosial, namun pengaruh ini tidak

se-signifikan BPD. Temuan ini menunjukkan bahwa, walaupun urgensi negatif dapat

memiliki dasar etiologis internalisasi, namun diketahui, urgensi negatif ini memiliki

kaitan dengan eksternalisasi. Sebaliknya, ketidakmampuan untuk bertindak tanpa

perencanaan atau tanpa mengevaluasi konsekuensi (yaitu kurangnya pertiimbangan)

dan kecenderungan untuk mencari stimulasi dan kegembiraan (yaitu pencarian

sensasi), yang keduanya adalah komponen-komponen impulsivitas yang secara

fundamental yang berkaitan dengan eksternalisasi. Dengan demikian, kurangnya

pertimbangan dan pencarian sensasi secara kuat memiliki hubungan dengan ASPD

(DeShong & Kurtz, 2013; Miller dkk, 2003; Whiteside dkk, 2005). Dengan

demikian, disamping dari kemunculan urgensi negatif, ASPD, dan BPD yang

tumpang tindih diketahui memiliki hubungan yang berbeda dengan aspek-aspek

impulsivitas yang berbeda-beda.

Baru-baru ini, Cyders dan Smith (2007) mengidentifikasi aspek kelima dari

impulsivitas, yaitu urgensi positif. Berbeda dengan urgensi negatif, urgensi positif

merupakan kecenderungan untuk melakukan tindakan secara terburu-buru sebagai

respon terhadap emosi positif yang intens. Urgensi positif secara positif memiliki
hubungan dengan konsumsi alkohol dan konsekuensi-konsekuensi yang berkaitan

dengan alkohol (Cyders & Smith, 2008; Grimaldi, Napper, & LaBrie, 2014).

Walaupun urgensi positif dan urgensi negatif keduanya dicirikan dengan tindakan

yang terburu-buru sebagai respon dari emosi, kedua konstruk ini bersifat unik di

dalam mekanisme nya untuk melakukan tindakan yang terburu-buru. Sebagai contoh,

urgensi negatif dan positif secara positif memiliki kaitan dengan outcome yang

berkaitan dengan alkohol (Grimaldi dkk, 2014; Shishido, Gaher, & Simons, 2013),

mengindikasikan bahwa pengkonsumsian alkohol yang berlebihan merupakan salah

satu perilaku yang dapat diklasifikasikan sebagai tindakan yang “terburu-buru/

gegabah”. Namun, penelitian yang meneliti motif atas tindakan minum-minum

mengindikasikan bahwa para individu tersebut memiliki urgensi negatif sebagai

mekanisme kopasi (mekanisme ‘menangani’), sedangkan individu-individu yang

mengalami urgensi positif ketika mereka mengkonsumsi alkohol adalah sebagai

tujuan untuk “peningkatan/ penajaman emosi” (Adams, Kaiser, Lynam, Charnigo, &

Milich, 2012; Coskunpinar dkk, 2013). Dengan kata lain, tindakan gegabah yang

berkaitan dengan urgensi positif lebih bersifat termotivasi secara eksternal,

sedangkan perilaku tipe yang sama yang berkaitan dengan urgensi negatif adalah

lebih termotivasi secara internal. Dengan demikian, secara teoritis, urgensi positif

dapat menjadi lebih secara kuat berkaitan dengan patologi kepribadian eksternalisasi,

seperti contohnya kepribadian antisosial.

Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang telah menginvestigasi akan urgensi

positif yang berkaitan dengan ASPD dan hanya terdapat satu penelitian yang telah

menginvestigasi aspek ini dengan BPD (Peters, Upton, & Baer, 2013). Peters dkk

(2013) menemukan fakta bahwa urgensi positif untuk secara positif berkaitan dengan
fitur-fitur kepribadian ambangan. Namun, disemua empat sub skala Fitur-Fitur

Ambangan – Inventori Penilaian Kepribadian (PAI; Morey, 1991) (yaitu instabilitas

afektif, masalah-masalah identitas, hubungan negatif, dan tindakan melukai-diri),

urgensi positif hanya signifikan sebagai prediktor yang lemah akan tindakan melukai

diri, sedangkan urgensi negatif adalah signifikan di dalam memprediksi keempat sub

skala ini. Temuan ini memberikan bukti lanjutan akan urgensi positif sebagai aspek

eksternalisasi (contohnya; urgensi positif hanya memprediksi perilaku-perilaku

eksternalisasi seperti contohnya tindakan melukai diri), sedangkan urgensi negatif

memiliki kualitas internalisasi dan juga eksternalisasi.

Kemampuan untuk membedakan patologi kepribadian melalui sifat-sifat

impulsivitas berkontribusi terhadap pemahaman akan etiologi dan perkembangan

gangguan kepribadian dan perilaku penyalahgunaan alkohol sebagai akibatnya.

Walaupun beberapa penelitian independen telah meneliti hubungan antara aspek-

aspek impulsivitias, kepribadian ambangan dan antisosial, dan outcome alkohol

(DeShong & Kurtz, 2013; Miller dkk, 2003; Peters dkk, 2013; Whiteside dkk, 2005),

penelitian saat ini mencoba untuk menguji model yang komprehensif yang ditujukan

untuk memahami kontribusi yang unik dari aspek-aspek impulsivitas terhadap

kepribadian ambangan dan antisosial, dan hubungan-hubungan yang berkaitan

dengan outcome alkohol sebagai akibatnya. Secara khusus, kami berhipotesa bahwa:

1. Kurangnya tingkat ketekunan akan secara unik berkaitan dengan fitur-fitur

kepribadian ambangan.

2. Pencarian akan sensasi, kurangnya pertimbangan, dan urgensi positif akan

secara unik berkaitan dengan fitur-fitur kepribadian antisosial.


3. Urgensi negatif dapat dijadikan prediktor untuk memprediksi fitur-fitur

kepribadian ambangan dan antisosial.

4. Baik fitur-fitur ambangan dan antisosial dapat menjadi prediktor untuk

memprediksi penyalahgunaan alkohol dan masalah-masalah yang berkaitan

dengan alkoholisme yang bertanggungjawab atas sifat impulsivitas dan

variabel-variabel alkohol.

2. Metode

2.1. Para Partisipan

Para partisipan adalah 624 orang mahasiswa tingkat sarjana di Universitas

Midwest. Sampel pun berusia sekitar 18 sampai 25 tahun (M = 19,77, SD = 1,55).

Sekitar 69% sampel adalah berjenis kelamin perempuan, dan 95% dari sampel adalah

ras kulit putih, 2% dari mereka adalah ras kulit hitam, 1% ras Asia, 1% ras Latin, 1%

nya ras campuran. Para partisipan direkrut melalui sistem penjadwalan online.

Semua kuesioner pun diisi via online. Reliabilitas dan validitas untuk penilaian

karakteristik-karakteristik individual dan penggunaan alkohol secara online pun

didukung oleh penelitian sebelumnya (Gosling, Vazire, Srivastava, & John, 2004).

Semua partisipan yang mengisi kuesioner penelitian semuanya disertakan di dalam

analisis.

2.2. Ukuran

2.2.1. Demografi

Usia, jenis kelamin, ras, dan etnisitas partisipan pun di-assesement.


2.2.2. Inventori/ daftar penilaian kepribadian (PAI: Morey, 1991).

PAI merupakan ukuran laporan-diri yang dirancang untuk menilai

psikopatologi. Fitur-fitur Kepribadian Ambangan dan Antisosial dinilai dengan

menggunakan skala BOR dan ANT Inventori Penilaian Kepribadian (Morey, 1991).

Tiap skala terdiri dari 24 item. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan fitur-fitur

yang lebih valid. Reliabilitas alfa di dalam sampel ini adalah 0,88 untuk skala BOR

dan ANT.

2.2.3. Skala perilaku impulsif UPPS-P (UPPS-P; Lynam, Smith, Cyders, Fischer,

& Whiteside, 2007)

UPPS-P adalah ukuran laporan diri yang dirancang untuk menilai lima faktor-

faktor impulsifitas: urgensi negatif, kurangnya pertimbangan, kurangnya ketekunan,

pencarian sensasi, dan urgensi positif. UPPS-P terdiri dari 59 item yang dinilai pada

skala tipe Likert dengan skor berkisar dari satu sampai empat. Skor-skor untuk tiap

skala pun dihitung dengan mencari nilai mean dari seluruh item pada tiap skala

masing-masing. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan tingkat yang lebih tinggi di

tiap aspek. Reliabilitas alfa untuk sampel ini adalah 0,87, 0,84, 0,85, 0,85, dan 0,91

untuk masing-masing urgensi negatif, kurangnya pertimbangan, kurangnya tingkat

ketekunan, pencarian sensasi, dan urgensi positif.

2.2.4. Kuesioner yang dimodifikasi untuk menilai kebiasaan minum minuman

keras sehari-hari (DDQ-M) (Dimeff, Baer, Kivlahan, & Marlatt, 1999)

DDQ-M adalah satu ukuran laporan diri akan konsumsi alkohol mingguan

rata-rata. Para partisipan diberikan grid/ kisi yang merepresentasikan 7 hari dalam
satu minggu dan diminta untuk memberikan jumlah rata-rata akan aktifitas minum

minuman beralkohol (satu minuman standar sama dengan 12 oz bir, 5 oz anggur,

atau 1,5 oz minuman beralkohol 40%) per tiap hari selama 3 bulan sebelum proses

pengumpulan data. Skor untuk 7 hari diringkas dan merepresentasikan jumlah total

aktifitas minum yang dilakukan partisipan selama satu minggu selama 3 bulan

terakhir. DDQ merupakan ukuran yang valid dan reliabel untuk menilai tingkat

konsumsi alkohol (Baer, Kivlahan, Blume, McKnight, & Marlatt, 2001; Marlatt dkk,

1998).

2.2.5. Kuesioner konsekuensi alkohol pada individu dewasa muda (YAACQ; Read,

Kahler, Strong, & Colder, 2006)

YAACQ merupakan satu ukuran laporan diri yang terdiri dari 48 item yang

digunakan untuk menilai konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkan oleh alkohol.

Ukuran ini terdiri dari delapan subskala: konsekuensi akademik/ pekerjaan, mabuk

parah yang menyebabkan kehilangan ingatan, pengendalian diri yang terganggu,

ketergantunganfisik, perilaku beresiko, perawatan diri, persepsi diri, dan

konsekuensi-konsekuensi antar pribadi sosial. Semakin tinggi skor mengindikasikan

semakin tingginya pengalaman akan masalah-masalah yang berkaitan dengan

penyalahgunaan alkohol. Skor total YAACQ (yaitu jumlah dari tiap item) digunakan

untuk sampel ini. Reliabilitas alfa adalah 0,96.

2.3. Analisis dan penanganan data

Analisis awal dilakukan untuk mengetahui rentang dan distribusi variabel.

Pemeriksaan dan pembersihan data dilakukan dengan menggunakan prosedur yang


dijelaskan oleh Tabachnick dan Fidell (2007). Data yang hilang pada masing-masing

ukuran ditangani dengan menggunakan imputasi data untuk menggantikan data yang

hilang untuk para partisipan yang telah menyelesaikan setidaknya 90% pengukuran.

Semua analisis deskriptif dan pembersihan data dilakukan dengan menggunakan

Stata 13 (StataCorp, 2013). Hipotesis pun diuji melalui analisis jalur dengan

menggunakan Mplus 7.3 (Muthen & Muthen, 2013) dengan menggunakan

kemungkinkan maksimal informasi penuh, yang memungkinkan untuk dilakukannya

penginklusian atau penyertaan data-data yang hilang. Terakhir, pengaruh tidak

langsung juga dihitung untuk analisis arah/ jalur ini dengan menggunakan interval

kepercayaan bootstrap yang menanggulangi/ mengoreksi bias.

3. Hasil

3.1. Statistik deskriptif dan bivariat

Hampir seluruhnya, korelasi bivariat mengindikasikan hubungan yang

signifikan antara kelima aspek impulsivitas, fitur-fitur antisosial dan ambangan, serta

outcome alkohol. Fitur-fitur ambangan diketahui memiliki hubungan dengan tiap

aspek impulsivitas, kecuali pencarian sensasi. Selain itu, fitur-fitur kepribadian

ambangan secara signifikan adalah memiliki hubungan dengan masalah-masalah

alkohol, namun tidak pada penggunaan alkohol. Gender secara signifikan memiliki

hubungan dengan antisosial, sehingga para laki-laki diketahui lebih memiliki fitur-

fitur antisosial dibandingkan dengan perempuan. Skor rata-rata pada BOR (M =

25,97; SD = 11,03) dan ANT (M = 19,28; SD = 11,14) adalah konsisten dengan skor

rata-rata di dalam Sampel Penelitian Mahasiswa PAI pada skala BOR (M = 22,93;

SD = 10,33) dan ANT (M = 18,92; SD = 10,24) (Morey, 2007). Dalam hal gender;
diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dengan

perempuan pada skala BOR (Laki-laki: M = 24.82; SD = 10,29 vs Perempuan: M =

26,44; SD = 11,28); t[572] = 1,64, p = 0,102). Namun, laki-laki diketahui memiliki

skor yang secara signifikan lebih tinggi pada skala ANT jika dibandingkan dengan

perempuan (Laki-laki: M = 24,41; SD = 11,01) vs. perempuan: M = 24,41; SD =

11,01 vs. Perempuan: M = 16,96; SD = 10,36; t[574] = -7,82, p < 0,001). Enam

puluh tujuh persen dari sampel adalah peminum, jumlah minuman rata-rata per

minggu untuk seluruh sampel adalah 9,35 dan rata-rata di kalangan peminum adalah

14,10. Lihat Tabel 1 untuk statistik deskriptif dan Tabel 2 untuk mengetahui

hubungan bivariat.

3.2. Analisis arah/ jalur

Model arah yang dihipotesiskan diuji dengan menggunakan Mplus 7,3

(Muthen & Muthen, 2013). Alur atau arah langsung dispesifikasikan untuk urgensi

negatif dan perilaku kurangnya kepatuhan sampai gejala-gejala kepribadian

ambangan. Selain itu, arah langsung dispesifikasikan dari gejala-gejala urgensi

positif, urgensi negatif, pencarian sensasi, dan kurangnya pertimbangan sampai

kepribadian anti sosial. Semua aspek impulsivitas dimungkinkan ke kovari, seperti

halnya gejala-gejala ambangan dan antisosial. Model keseluruhan menunjukkan

kesesuaian yang baik: X2 (14, N = 624) = 17,48, p = 0,231; RMSEA = 0,020 (CI

90% = 0,000 – 0,046]; CFI = 0,998; SRMR = 0,019; AIC = 34,843,870; BIC =

35,061,241; BIC yang disesuaikan dengan ukuran sampel = 34,905,673 (lihat

Gambar 1).
3.2.1. Pengaruh langsung

Seperti yang dihipotesiskan, kurangnya kemampuan untuk melakukan

pertimbangan diketahui memiliki hubungan langsung dengan gejala-gejala

kepribadian ambangan. Urgensi negatif diketahui memiliki pengaruh langsung yang

signifikan terhadap gejala-gejala ambangan dan antisosial. Gejala-gejala antisosial

diketahui memiliki arah langsung yang signifikan dari kurangnya kemampuan untuk

melakukan pertimbangan, pencarian sensasi, dan urgensi positif. Gejala-gejala

antisosial diketahui memiliki hubungan dengan konsumsi alkohol dan masalah-

masalah alkohol. Gejala-gejala ambangan tidaklah memiliki langsung yang signfikan

terhadap konsumsi alkohol, namun memiliki hubungan langsung dengan masalah-

masalah yang berkaitan dengan alkohol. Gender juga disertakan sebagai kovariat dan

secara signifikan memiliki hubungan dengan gejala-gejala antisosial, konsumsi

alkohol, dan masalah-masalah alkohol, dengan demikian para laki-laki yang

memiliki gejala-gejala anti sosial dan konsumsi alkohol yang lebih tinggi, pada

masalah-masalah alkohol yang lebih tinggi menurut pelaporan perempuan.

Tabel 1 – Statistik deskriptif untuk sampel (N = 624)

M (SD) Range/ rentang Skew/ pencongan


Urgensi negatif 2,17 (0,54) 1,00 – 3,75 0,04
Urgensi positif 1,97 (0,52) 1,00 – 3,93 0,31
Kurangnya 1,87 (0,47) 1,00 – 3,40 0,28
ketekunan
Kurangnya 2,07 (0,46) 1,00 – 3,72 0,24
kemampuan untuk
melakukan
pertimbangan
Pencarian sensasi 2,71 (0,55) 1,08 – 3,92 -0,24
BOR 25,97 (11,03) 2 – 62 0,47
ANT 19,28 (11,14) 1 – 54 0,68
Masalah-masalah 10,56 (10,69) 0 – 47 1,25
yang berkaitan
dengan alkohol
Pengkonsumsian 9,35 (11,57) 0 – 51 1,62
alkohol
Catatan – Penggunaan/ pengkonsumsian alkohol = Informasi tentang

pengkonsumsian alkohol menurut laporan diri selama satu minggu selama 3 bulan

terakhir.

BOR = Skala Ambangan PAI; ANT = Skala Antisosial PAI

Tabel 2 – Hubungan antara variabel-variabel yang terobservasi (N = 624).

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1. Gender -
2. Urgensi negatif - 0,03 -
3. Urgensi positif 0,21*** 0,58*** -
4. Kurangnya - 0,06 - - -
tingkat ketekunan 0,22*** 0,20***
5. Kurangnya - 0,02 - 2,3*** - 0,49*** -
pertimbangan 0,23***
6. Pencarian 0,26*** 0,20 0,31*** 0,11* 0,29*** -
sensasi ***
7. BOR - 0,07 0,67 0,36*** 0,23*** 0,19*** 0,05 -
***
8. ANT 0,31*** 0,44*** 0,49*** 0,21*** 0,38*** 0,48*** 0,45*** -
9. Penggunaan/ 0,19*** 0,14*** 0,20*** 0,09* 0,13** 0,16*** 0,10* 0,25*** -
pengkonsumsian
alkohol
10. Masalah- 0,06 0,35*** 0,30*** 0,15*** 0,16*** 0,15*** 0,35*** 0,43*** 0,53***
masalah alkohol

Catatan. Gender (Laki-laki = 1, Perempuan = 0), Penggunaan Alkohol = Informasi

menurut laporan diri tentang minuman yang dikonsumsi dalam satu minggu selama 3

bulan terakhir.

*** p < 0,001


** p < 0,01

*p < 0,05

3.2.2. Pengaruh tidak langsung

Pengaruh tidak langsung dihitung dengan menggunakan bootsraping yang

dapat mengoreksi bias (MacKinnon, Lockwood, & Williams, 2004) pada Mplus 7,3

(Muthen & Muthen, 2013). Pengujian tradisional akan pengaruh tidak langsung,

seperti contohnya uji Sobel, dapat mengurangi kekuatan untuk mendeteksi pengaruh

(MacKinnon, 2008). Dari sampel-sampel ini, dibentuk distribusi pensampelan

empiris akan pengaruh. Interval kepercayaan yang telah di-bootstraping untuk

mengoreksi bias, meningkatkan kemungkinan bahwa nilai pengaruh populasi

terkandung di dalam interval (Kline, 2011). Tabel 3 melaporkan pengaruh tidak

langsung akan aspek-aspek impulsivitas terhadap variabel-variabel kebiasaan minum

melalui fitur-fitur kepribadian anti sosial dan ambangan. Hasil yang didapat

mengindikasikan adanya alur/ arah tidak langsung yang signifikan dari urgensi

negatif, urgensi positif, pencarian sensasi, dan kurangnya pertimbangan terhadap

konsumsi alkohol, yang semuanya melalui fitur-fitur kepribadian antisosial. Aspek-

aspek impulsivitas yang sama tersebut secara tidak langsung memiliki hubungan

dengan masalah-masalah alkohol melalui dua jalur/ arah, yang satu melalui fitur-fitur

kepribadian antisosial dan yang satunya lagi melalui fitur-fitur kepribadian antisosial

dan penggunaan/ pengkonsumsian alkohol sebagai akibatnya. Selain itu, terdapat

satu arah tidak langsung yang signifikan dari urgensi negatif ke masalah alkohol

melalui fitur-fitur kepribadian ambangan. Kurangnya tingkat ketekunan tidak secara


tidak langsung berkaitan dengan konsumsi alkohol, namun secara tidak langsung

berkaitan dengan masalah-masalah alkohol melalui fitur-fitur kepribadian ambangan.

Terakhir, walaupun alasan teoritis untuk model terbaru ini adalah kuat, kami

pun menguji satu model alternatif untuk memastikan bahwa model terakhir dapat

cocok dengan data. Pada model alternatif, kami pun membalikan susunan aspek-

aspek impulsivitas dan fitur-fitur kepribadian, sehingga bahwa fitur-fitur kepribadian

dapat memprediksikan aspek-aspek impulsivitas (contohnya; fitur-fitur kepribadian

antisosial → pencarian sensasi, dll). Model ini menunjukan tingkat kesesuaian yang

buruk X2 (8, N = 624) = 132,76, p < 0,001; RMSEA = 0,158 [CI 90% = 0,135 –

0,182]; CFI = 0,934; SRMR = 0,069. Dengan demikian, model awal pun kembali

dipergunakan.

4. Pembahasan

Hasil yang kami temukan mengindikasikan bahwa kelima aspek UPPS-P

akan impulsivitas secara berbeda berkaitan dengan fitur-fitur antisosial dan

kepribadian ambang batas, dengan pengecualian urgensi negatif, yang dimana hal ini

berkaitan dengan keduanya. Secara spesifik, kurangnya tingkat ketekunan secara

unik dapat dijadikan prediktor akan fitur-fitur ambangan, sedangkan kurangnya

pertimbangan, pencarian sensasi, dan urgensi positif secara unik dapat memprediksi

fitur-fitur antisosial. Fitur-fitur kepribadian ambangan dapat memediasi hubungan

antara kurangnya tingkat ketekunan, urgensi negatif, dan masalah-masalah alkohol,

yang tidak mencakup pengkonsumsian alkohol (yaitu: urgensi, kurangnya

pertimbangan, dan pencarian sensasi) dan penggunaan alkohol serta masalah-

masalah alkohol. Secara keseluruhan, hasil yang kami dapatkan adalah sama/
konsisten dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa

kurangnya tingkat ketekunan secara unik berkaitan dengan fitur-fitur kepribadian

ambangan (DeShong & Kurtz, 2013; Miller dkk, 2003). Lebih jauh lagi, penelitian

ini membuktikan bahwa fitur-fitur kepribadian antisosial secara unik diketahui

memiliki hubungan dengan penelitian sebelumnya (DeShong & Kurtz, 2013; Miller

dkk, 2003; Whiteside dkk, 2005). Terakhir, penelitian sebelumnya menunjukkan

temuan-temuan yang tidak konsisten dalam hal hubungan antara urgensi negatif,

fitur-fitur kepribadian ambangan, dan fitur-fitur kepribadian antisosial. Terdapat dua

penelitian yang menemukan fakta bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

urgensi negatif dengan fitur-fitur kepribadian antisosial ketika fitur-fitur kepribadian

ambangan juga ada di dalam model (DeShong & Kurtz, 2013; Miller dkk, 2003).

Namun, Whiteside dkk (2005) menemukan bahwa fitur-fitur ambangan dan

antisosial diketahui berkaitan dengan urgensi negatif, namun menunjukkan adanya

hubungan yang lebih kuat antara urgensi negatif dengan fitur-fitur ambangan.

Penelitian saat ini menemukan bahwa urgensi negatif diketahui memiliki hubungan

dengan fitur-fitur ambangan dan antisosial, yang menunjukkan karakteristik-

karakteristik internalisasi dan eksternalisasi akan urgensi negatif.


Gambar 1. Model jalur/ arah (N = 624). Semua nilai merupakan koefisien yang

distandarisasi. *p < 0,05, **p < 0,01, ***p < 0,001. Gender disertakan sebagai

kovariat, namun diabaikan untuk tujuan kejelasan.

Tabel 3 – Pengaruh tidak langsung

Prediktor Mediator Outcome Pengaruh CI 95%


tidak
langsung
Urgensi negatif BOR Penggunaan 0,012, p = -0,036 –
alkohol 0,686 0,059
Urgensi negatif BOR Masalah 0,121, p < 0,076 –
alkohol 0,001 0,166
Kurangnya BOR Penggunaan 0,002, p = -0,007 –
ketekunan alkohol 0,714 0,011
Kurangnya BOR Masalah 0,020, p = 0,005 –
ketekunan alkohol 0,012 0,020
Urgensi negatif ANT Penggunaan 0,047, p = 0,024 –
alkohol 0,001 0,070
Urgensi negatif ANT Masalah 0,080, p < 0,052 –
alkohol 0,001 0,108
Urgensi negatif ANT Penggunaan 0,045, p = 0,023 –
alkohol 0,001 0,066
Urgensi positif ANT Masalah 0,075, p < 0,047 –
alkohol 0,001 0,104
Kurangnya ANT Penggunaan 0,045, p = 0,025 –
pertimbangan alkohol 0,001 0,066
Kurangnya ANT Masalah 0,076, p < 0,053 –
pertimbangan alkohol 0,001 0,076
Pencarian ANT Penggunaan 0,056, p < 0,032 –
sensasi alkohol 0,001 0,080
Pencarian ANT Masalah 0,094, p < 0,068 –
sensasi alkohol 0,001 0,121
ANT Penggunaan Masalah 0,097, p < 0,058 –
alkohol alkohol 0,001 0,135
Catatab. BOR = Skala Ambangan PAI; ANT = Skala Antisosial PAI; Pengaruh tidak

langsung merupakan koefisien jalur/ arah yang distandarisasi; CI 95% = interval

kepercayaan 95% dihitung dengan menggunakan interval kepercayaan yang

dibootstrap.

Terdapat juga sejumlah aspek-aspek baru untuk penelitian ini. Pertama,

sepengetahuan peneliti, ini merupakan penelitian pertama untuk meneliti hubungan

antara urgensi positif, gangguan kepribadian ambangan, dan gangguan kepribadian

antisosial di dalam model yang sama. Sebagaimana dihipotesiskan, urgensi positif

secara unik berkaitan dengan fitur-fitur kepribadian antisosial. Juga, selain untuk

meneliti aspek-aspek impulsivitas dan patologi kepribadian, kami pun menyertakan

konsumsi alkohol dan masalah-masalah alkohol di dalam model. Fitur-fitur

kepribadian ambangan dan antisosial secara konsisten memiliki kaitan dengan


konsumsi alkohol dan masalah-masalah alkohol yang lebih tinggi (Compton dkk,

2005; Crawford dkk, 2004; Goldstein dkk, 2007; Stepp dkk, 2005; Sylvers dkk,

2011), namun tidak ada penelitian yang telah meneliti variabel-variabel di dalam

model yang sama. Sebagaimana yang dihipotesiskan, urgensi positif secara

independen memiliki kaitan dengan fitur-fitur antisosial. Baik fitur-fitur antisosial

dan kepribadian ambangan secara signifikan memiliki kaitan dengan masalah-

masalah alkohol. Namun, berbeda dengan hipotesis, fitur-fitur kepribadian ambangan

tidak secara signifikan memiliki hubungan dengan konsumsi alkohol. Dengan

demikian, masalah-masalah yang berkaitan dengan alkohol yang dialami oleh

individu-individu dengan fitur-fitur kepribadian ambangan mungkin tidak akan

menjadi fungsi kuantitas akan penggunaan/ pengkonsumsian alkohol mereka, namun

akan mencerminkan disregulasi yang lebih luas yang berkaitan dengan fitur-fitur

ambangan.

Secara keseluruhan, temuan-temuan ini membuktikan akan kemampuan

untuk membedakan fitur-fitur psikopatologi kepribadian dengan didasarkan pada

aspek-aspek impulsivitas, dan juga untuk mengilustrasikan arah kondisi yang menuru

masalah-masalah alkohol. Menariknya, fitur-fitur kepribadian ambangan diketahui

tidak dapat menjadi prediktor yang signifikan akan penggunaan/ pengkonsumsian

alkohol, namun fitur-fitur kepribadian ambangan secara signifikan dapat menjadi

prediktor untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan alkohol. Temuan ini adalah

sesuai dengan literatur sebelumnya yang membuktikan bahwa disregulasi emosional

dapat mempengaruhi peningkatan afektif negatif yang dapat meningkatkan resiko

individu untuk mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan alkohol, dengan

tanpa mempertimbangkan kuantitas alkohol yang dikonsumsi (Baker, Piper,


McCarthy, Majeskie, & Fiore, 2004; Kaiser, Milich, Lynam, & Charnigo, 2012;

Shishido dkk, 2013; Wray, Simons, Dvorak, & Gaher, 2012). Sebaliknya, individu-

individu yang memiliki fitur-fitur kepribadian ambangan akan lebih cenderung untuk

dekat dengan pengkonsumsian alkohol dan akan mengalami masalah-masalah yang

berkaitan dengan alkohol, baik secara langsung atau secara tidak langsung akibat

penggunaan alkohol.

Temuan-temuan yang sudah disebutkan diatas adalah sama dengan

konseptualisai internalisasi vs eksternalisasi dari aspek-aspek impulsivitas dan

gejala-gejala kepribadian ambangan dan antisosial. Penelitian sebelumnya telah

meneliti struktur internalisasi-eksternalisasi gangguan kepribadian ambangan dan

antisosial yang ditemukan pada ASPD yang secara unik bersifat eksternalisasi (Eaton

dkk, 2011), sedangkan BPD memiliki faktor internalisasi dan eksternalisasi yang

sama (Eaton dkk, 2011; Hudson, Zanarini, Mitchell, Choi-Kain, & Gunderson,

2014). Namun, penelitian sebelumnya belum mengkonseptualisasikan aspek-aspek

impulsivitas dengan kerangka internalisasi dan eksternalisasi yang sama dengan BPD

dan ASPD. Temuan-temuan terbaru adalah sesuai dengan temuan-temuan

sebelumnya, dan teori sifat eksternalisasi ASPD (yaitu internalisasi dan

eksternalisasi) dan dua sifat BPD (lihat Eaton dkk, 2011). Lebih jauh lagi, penelitian

saat ini yang mendukung konseptualisasi akan aspek-aspek impulsivitas adalah

berada pada kerangka internalisasi-eksternalisasi, sehingga urgensi yang positif,

pencarian sensasi, dan kurangnya pertimbangan adalah bersifat eksternalisasi,

sedangkan kurangnya ketekunan dan kurangnya pertimbangan adalah bersiat

eksternalisasi, kurangnya ketekunan adalah bersiat internalisasi, dan urgensi negatif

diketahui bersifat internalisasi dan eksternalisasi.


Walaupun BPD dan ASPD memiliki outcome penyalahgunaan narkoba

adalah sama, namun intervensi untuk disregulasi perilaku dan penyalahgunaan

narkoba adalah berkaitan dengan gangguan-gangguan ini, dan hal ini perlu untuk

meneliti mekanisme untuk tiap-tiap gangguan. Secara spesifik, intervensi yang

mentarget pada penyalahgunaan narkoba diantara para individu penderita ASPD

tampaknya akanlah menemukan aspek-aspek eksternalisasi disregulasi (contohnya

pencarian sensasi, melakukan tindakan tanpa perencanaan, dan melakukan tindakan

yang gegabah sebagai respon terhadap emosi negatif yang intens, dll). Namun,

intervensi-intervensi dengan para individu penderita BPD akan lebih bermanfaat

dengan menarget pada faktor internalisasi dan eksternalisasi. Sebagai contoh,

hubungan yang kuat antara urgensi negatif dengan fitur-fitur kepribadian ambangan

dan hubungan tidak langsung yang bersifat signifikan antara urgensi negatif dengan

masalah-masalah alkohol yang dipicu oleh gejala-gejala kepribadian ambangan dapat

mengkonfirmasi peranan integral dari disregulasi emosional pada gangguan

kepribadian ambangan dan outcome-outcome setelahnya yang bersifat problematik.

Penelitian mengindikasikan bahwa para individu dengan urgensi negatif akan

cenderung mengkonsumi alkohol sebagai upaya untuk menanggulangi kondisi afektif

negatif yang intens (Adams dkk, 2012; Coskunpinar dkk, 2013). Tindakan minum-

minuman keras sebagai satu mekanisme untuk meredakan afek negatif dapat dipicu

oleh faktor-faktor internalisasi, namun hal ini dapat mengakibatkan perilaku

eksternalisasi (yaitu: masalah-masalah yang berkaitan dengan alkohol).


4.1. Kekurangan/ keterbatas dan arahan untuk penelitian di masa mendatang

Penelitian ini bukanlah berarti tanpa kekurangan. Pertama, penggunaan

sampel mahasiswa merupakan satu kekurangan yang dimiliki penelitian ini, dan

hasilnya mungkin tidak akan menggeneralisasi populasi dewasa secara umum atau

populasi klinis. Lebih jauh lagi, sampel untuk penelitian ini didominasi oleh para

individu dengan ras kulit putih, dan hampir dari dua pertiga sampel adalah

perempuan. Terakhir, sifat lintas-bagian dari penelitian ini memiliki keterbatasan,

sehingga tidak ada hubungan kausal yang dapat diuji dalam hal variabel-variabel ini.

Namun, teori mendukung hubungan temporal antara variabel-variabel ini, sehingga

impulsivitas akan muncul sebelum terbentuknya kepribadian (lihat Carver, 2005),

dan outcome perilaku terjadi sebagai akibat dari patologi kepribadian. Penelitian

lanjutan di masa mendatang haruslah berfokus pada pemeriksaan hubungan-

hubungan ini diseluruh sampel klinis yang lebih beragam di dalam populasi yang

lebih bersifat representatif untuk populasi umum. Lebih jauh lagi, penelitian lanjutan

pun diperlukan untuk memperkuat pembedaan internalisasi-eksternalisasi diantara

faktor-faktor impulsivitas.

4.2. Kesimpulan

Penelitian saat ini berkontribusi terhadap literatur dengan banyak cara.

Pertama, penelitian ini mengkonfirmasi dan melengkapi penelitian sebelumnya yang

meneliti akan hubungan antara aspek-aspek impulsivitas dengan patologi

kepribadian. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa kurangnya tingkat ketekunan

secara unik diketahui memiliki hubungan dengan fitur-fitur kepribadian ambangan,

sedangkan perilaku pencarian sensasi dan kurangya pertimbangan adalah secara unik
berkaitan dengan fitur-fitur kepribadian antisosial (DeShong & Kurtz, 2013). Selain

itu, penelitian ini menemukan fakta yang menunjukkan bahwa urgensi negatif dapat

memiliki hubungan dengan fitur-fitur kepribadian ambangan dan antisosial. Lebih

jauh lagi, ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan untuk meneliti peranan

akan urgensi positif di dalam satu model komprehensif aspek-aspek impulsivitas dan

fitur-fitur kepribadian ambangan dan antisosial, dan penelitian ini menemukan fakta

bahwa urgensi positif secara unik diketahui memiliki hubungan dengan fitur-fitur

antisosial. Temuan-temuan ini mendukung teori yang menyatakan bahwa: tidak

hanya BPD dan ASDP berbeda dalam hal faktor-faktor internalisasi dan

eksternalisasi, namun juga berbeda dalam hal kelima aspek impulsivitas.

Terakhir, penelitian ini juga meneliti konsumsi alkohol dan masalah-masalah

yang berkaitan dengan alkohol dalam hal hubungannya dengan variabel-variabel

yang sudah dijelaskan. Walaupun penelitian sebelumnya telah meneliti impulsivitas,

fitur-fitur kepribadian ambangan, dan fitur-fitur antisosial sebagai prediktor

penggunaan alkohol secara independen, ini merupakan penelitian pertama yang

meneliti variabel-variabel ini dengan model yang sama. Hubungan antara kelima

aspek impulsivitas dan outcome yang berkaitan dengan alkohol secara utuh

bertanggungjawab atas fitur-fitur kepribadian ambangan dan antisosial. Lebih jauh

lagi, fitur-fitur kepribadian antisosial diketahui memiliki hubungan dengan konsumsi

alkohol yang lebih tinggi dan juga dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan

alkohol, sedangkan fitur-fitur ambangan hanyalah berkaitan dengan tingkat masalah

alkohol yang lebih tinggi.

You might also like