You are on page 1of 20

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Disusun sebagai laporan pendahuluan


Mata ajar Blok Sistem Neurobehaviour

Oleh :
RATNA FARADHILA
G2A016018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya maka penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan STROKE”.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata pelajaran Blok Sistem Neurobehaviour di Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih


yang tak terhingga kepada :

1. Ns. Desi Ariyana R., M.Kep. selaku dosen pengampu pada mata kuliah
Neurobehaviour.
2. Keluarga yang selalu mendukung penyusun.
3. Semua pihak yang ikut membantu penyusunan Makalah “Asuhan
Keperawatan STROKE”, yang tidak dapat penyusun sebutkan satu
persatu.

Saya merasa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semarang, 16 Desember 2017

Penyusun
ASUHAN KEPERAWATAN
CVA (Stroke)

A. Pengertian
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak (Sudoyo Aru, 2009).
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular.

B. Klasifikasi
1. Stroke hemoragik.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Hampir 70% kasus stroke
hemoragic terjadi pada penderita hipertensi. Kesadaran klien umumnya
menurun. Stroke hemoragic ada 2 jenis, yaitu :
a) Hemoragik intraserebral.
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons, dan serebelum.
b) Hemoragik subaraknoid.
Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll).
2. Stroke iskemik (non hemoragik).
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi 3
jenis, yaitu :
a) Stroke trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
b) Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c) Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

C. Etiologi/Predisposisi
Penyebab dari stroke :
1. Thrombosis serebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
sering kali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak seperti
aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada
arteri) dan emboli.
2. Hemoragi.
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
edema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia umum.
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah
hipertensi yang parah, henti jantung-paru, dan curah jantung turun
akibat aritmia.
4. Hipoksia setempat.
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah :
• Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid;
• Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine.
Faktor risiko stroke :
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
Jenis kelsmin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita.
Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
2. Faktor yang dapat dirubah : hipertensi, penyakit jantung, kolesterol
tinggi, obesitas, DM, polisitemia, stress emosional.
3. Kebiasaan hidup : merokok, peminum alkohol, obat-obatan terlarang,
dan aktivitas yang tidak sehat seperti kurang olahraga dan makanan
berkolesterol.
D. Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik.
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (trombosis, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular)
atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk
otak, trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat
membeku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh
darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakibatkan :
 Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan,
 Edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan
terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika
aneurisma pecah atau ruptur.
2. Stroke hemoragik.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan
ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan
yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal
dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia,
dan lainnya).
Otak dapat berfungsi bila kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga
jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma akan turun sampai 70% akan terjadi gejala
disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan
dilataasi pembuluh darah otak.
E. Manifestasi Klinik
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan.
2. Tiba-tiba hilang rasa peka.
3. Bicara cadel atau pelo.
4. Gangguan bicara dan bahasa.
5. Gangguan penglihatan.
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
7. Gangguan daya ingat.
8. Nyeri kepala hebat.
9. Vertigo, kesadaran menurun, proses kencing terganggu, gangguan
fungsi otak.

F. Komplikasi
1. Dini (0-48 jam pertama).
Edema serebri. Deficit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi dan akhirnya menimbulkan
infark miokard. Penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
2. Jangka pendek (1-14 hari).
 Pneumonia akibat imobilisasi lama.
 Infark miokard.
 Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pascastroke, sering kali
terjadi pada saat penderita mulai mobilisasi.
 Stroke rekuren : dapat terjadi setiap saat.
3. Jangka panjang ( > 14 hari).
Stroke rekuren, infark miokard, dan gangguan vaskular lain seperti
penyakit vaskuler perifer.

G. Penatalaksanaan
1. Stadium hiperaktif; tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal
bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pasien diberi
oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid. Dilakukan pemeriksaan
CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia dilakukan analisis gas darah.
2. Stadium akut ; dilakukan penanganan faktor-faktor etiologic maupun
penyulit.
a) Stroke iskemik.
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30°, ubah posisi
tidur setiap 2 jam, beri oksigen 1-2 L/menit sampai didapatkan
hasil analisa gas darah. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, jika kandung kemih penuh kosongkan dengan kateter
intermiten. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan
selama 3 menit maksimal 100 mg per hari.
Terapi khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan
dengan trombolitik rtPA (recombinant tissue Plasminogen
Activator).
b) Stroke hemoragik.
Terapi umum : harus dirawat di ICU jika volume hematoma > 30
mL. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik > 180 mmHg,
diastolic > 120 mmHg, MAP > 130 mmHg. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv
10 mg dalam 2 menit, enalapril iv 0,625-1,25 mg per 6 jam,
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Terapi khusus : neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang
bersifat vasodilator. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan
antagonis kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi,
embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife).
H. Pengkajian fokus
1. Keluhan utama.
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang.
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan
koma.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, DM,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.
c) Riwayat penyakit keluarga.
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
3. Pemeriksaan fisik.
a) Kepala : Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato
atau riwayat operasi.
b) Mata : Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c) Hidung : Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu
pada nervus olfaktorius (nervus I).
d) Mulut : Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan
nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
e) Dada
 Inspeksi : Bentuk simetris
 Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
 Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
 Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara
jantung I dan II murmur atau gallop.
f) Abdomen
 Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
 Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
 Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada.
g) Ekstremitas.
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot
dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5.
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
 Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
 Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi.
 Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi.
 Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
 Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
 Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.
4. Pemeriksaan penunjang.
a) Angiografi serebral.
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vascular.
b) Lumbal pungsi.
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c) CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
d) MRI.
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e) USG Doppler.
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).

f) EEG.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
I. Pathways
J. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik.
3. Kerusakan komunikasi verbal.
4. Kurang perawatan diri.
5. Gangguan harga diri.
6. Resiko tinggi kerusakan menelan.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan.

K. Fokus intervensi dan rasional


1. Perubahan perfusi jaringan serebral.
 Suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan dalam
nutrisi dan oksigenasi pada tingkat selular sehubungan dengan
kurangnya suplai darah kapiler.
Berhubungan dengan : Interupsi aliran darah : gangguan oklusi,
hemoragi, vasospasme serebral dan edema serebral.
Ditandai dengan :
 Perubahan suhu kulit (dingin pada ekstremitas), warna biru
atau ungu.
 Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.
 Perubahan dalam respon motorik/sensori, gelisah.
 Defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi.
 Perubahan tanda-tanda vital (denyut arteri tidak teraba.
Kriteria hasil :
 Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif,
dan motorik atau sensori.
 Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya
tanda-tanda peningkatan TIK.
 Menunjukkan tidak ada kelanjutan kekambuhan.
 Memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan
jaringan.

Intervensi Rasional
Pantau/catat status neurologis secara teratur Mengkaji adanya kecenderungan pada
dengan skala koma glascow. tingkat kesadaran.
Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan Autoregulasi mempertahankan aliran darah
darah. otak yang konstan.
Pertahankan keadaan tirah baring. Aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat
meningkatkan Tekanan Intra Kranial
(TIK).
Letakkan kepala dengan posisi agak Menurunkan tekanan arteri dengan
ditinggikkan dan dalam posisi anatomis meningkatkan drainase dan meningkatkan
(netral). sirkulasi/ perfusi serebral.
Berikan obat sesuai indikasi : contohnya Meningkatkan/ memperbaiki aliran darah
antikoagulan (heparin). serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan.
2. Kerusakan mobilitas fisik.
 Suatu keadaan dimana individu mengalami keterbatasan
kemampuan dalam ketidaktergantungan pergerakan fisik.
Berhubungan dengan :
 Keterlibatan neuromuscular : kelemahan, parastesia,
flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis.
 Kerusakan perseptual/ kognitif.
Ditandai dengan : Ketidakmampuan bergerak dalam lingkungan fisik,
kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan
kekuatan/control otot.
Kriteria hasil :
 Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan
oleh tidak adanya kontraktur.
 Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian
tubuh yang terkena atau kompensasi.
 Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas.
 Mempertahankan integritas kulit.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam melakukan Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan
aktifitas. dapat memberikan informasi bagi
pemulihan
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, Menurunkan resiko terjadinya trauma/
miring). iskemia jaringan.
Mulailah melakukan latihan rentang gerak Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
aktif dan pasif pada semua ekstremitas. sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
Anjurkan pasien untuk membantu Dapat berespons dengan baik jika daerah
pergerakan dan latihan dengan yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara Program khusus dapat dikembangkan
aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. untuk menemukan kebutuhan yang berarti/
menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3. Kerusakan komunikasi verbal.
 Penurunan, kelambatan atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim dan/atau menggunakan sistem
simbol.
Batasan karakteristik :
 Tidak ada kontak mata.
 Kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal (afasia,
disfasia, apraksia, disleksia).
 Kesulitan menyusun kalimat.
 Kesulitan menyusun kata-kata (afonia, dislalia, disartria).
 Kesulitan menggunakan ekspresi wajah.
Faktor yang berhubungan :
 Perubahan sistem saraf pusat.
 Tumor otak.
 Penurunan sirkulasi ke otak.
Kriteria hasil :
 Komunikasi : penerimaan, intrepretasi dan ekspresi pesan,
lisan, tulisan dan nonverbal meningkat.
 Komunikasi ekspresif.
 Komunikasi reseptif.
 Gerakan terkoordinasi : mampu mengkoordinasi gerakan dalam
menggunakan isyarat.
 Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan
sosial.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kemampuan klien dalam Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
berkomunikasi. merupakan indikator dari derajat gangguan
serebral.
Minta klien untuk mengikuti perintah Melakukan penilaian terhadap adanya
sederhana. kerusakan sensorik.
Tunjukkan objek dan minta pasien Melakukan penilaian terhadap adanya
menyebutkan nama benda tersebut. kerusakan motorik.
Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non Bahasa isyarat dapat membantu untuk
verbal (bahasa isyarat). menyampaikan isi pesan yang dimaksud.
Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli Untuk mengidentifikasi kekurangan/
terapi wicara. kebutuhan terapi.
4. Kurang perawatan diri.
 Suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan kemampuan
untuk melakukan atau melengkapi aktivitas untuk dirinya.
Berhubungan dengan :
 Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot.
 Kerusakan perseptual/ kognitif.
 Nyeri/ ketidaknyamanan.
 Depresi.
Ditandai dengan : kerusakan kemampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari, contoh ketidakmampuan makan, mandi,
memasang atau melepaskan pakaian dan toileting.
Kriteria hasil :
 Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
 Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
diri.
 Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam Jika klien tidak mampu perawatan diri
perawatan diri. perawat dan keluarga membantu dalam
perawatan diri.
Bantu klien dalam personal hygiene. Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi
rasa nyaman pada klien.
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan Memberi kesan yang indah dan klien tetap
dan ganti pakaian klien setiap hari. terlihat rapi.
Libatkan keluarga dalam melakukan Dukungan keluarga sangat dibutuhkan
personal hygiene. dalam program peningkatan aktivitas klien.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli Memberikan bantuan yang mantap untuk
terapi okupasi. mengembangkan rencana terapi.
5. Gangguan harga diri.
 Evaluasi/perasaan yang negative tentang diri atau kemampuan diri,
yang mungkin diekspresikan secara langsung atau tidak langsung.
Berhubungan dengan : Perubahan biofisik, psikososial, perseptual
kognitif.
Ditandai dengan :
 Perubahan aktual dalam struktur dan/atau fungsi.
 Respons verbal/nonverbal terhadap perubahan aktual atau yang
dirasakan.
 Perasaan negative tentang tubuh, perasaan putus asa/tidak
berdaya.
 Tidak menyentuh/melihat pada bagian tubuh yang sakit.
Kriteria hasil :
 Berkomunikasi dengan keluarga tentang situasi dan perubahan
yang terjadi.
 Mengungkapkan penerimaan pada diri dalam situasi.
 Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri
dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative.

Intervensi Rasional
Kaji luasnya gangguan persepsi dan Penentuan faktor-faktor secara individu
hubungkan dengan derajat membantu dalam mengembankan
ketidakmampuannya. perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan Membantu peningkatan rasa harga diri dan
berdandan yang baik. kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha Mengisyaratkan kemampuan adaptasi
seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam untuk mengubah dan memahami tentang
kegiatan rehabilitasi. peran diri sendiri dalam kehidupan
selanjutnya.
Dorong orang terdekat agar member Membangun kembali rasa kemandirian dan
kesempatan pada melakukan sebanyak menerima kebanggan diri dan
mungkin untuk dirinya sendiri. meningkatkan proses rehabilitasi.
Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ Dapat memudahkan adaptasi terhadap
atau konseling sesuai kebutuhan. perubahan peran yang perlu untuk
perasaan/ merasa menjadi orang yang
produktif.
6. Resiko tinggi kerusakan menelan.
 Abnormal fungsi mekanisme menelan yang dikaitkan dengan
deficit struktur atau fungsi oral, faring atau esophagus.
Batasan karakteristik :
 Abnormalitas pada fase esophagus pada pemeriksaan menelan.
 Nyeri epigastrik, nyeri ulu hati.
 Ketidakmampuan membersihkan rongga mulut.
 Refluks sedikit.
Faktor yang berhubungan :
 Obstruksi mekanik (misal : edema, selang trakeostomi, tumor).
 Gangguan neuromuskular (misal : penurunan atau hilangnya
refleks muntah.
 Paralisis serebral.
 Trauma, cedera kepala traumatik.
Kriteria hasil :
 Dapat mempertahankan makanan dalam mulut.
 Kemampuan menelan adekuat.
 Mampu mengontrol mual dan muntah.
 Tidak ada kerusakan otot tenggorokan atau otot wajah,
menelan, menggerakkan lidah, atau refleks muntah.
Intervensi Rasional
Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan Intervensi nutrisi/ pilihan rute makan
pasien secara individual. ditentukan oleh faktor-faktor ini.
Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak Menggunakan gravitasi untuk
selama dan setelah makan. memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
Anjurkan pasien menggunakan sedotan Menguatkan otot fasiel dan otot menelan
untuk meminum cairan. dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam Meningkatkan pelepasan endorphin dalam
program latihan/ kegiatan. otak yang meningkatkan perasaan senang
dan meningkatkan nafsu makan.
Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau Memberikan cairan pengganti dan juga
makanan melalui selang. makanan jika pasien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan.
 Suatu keadaan dimana informasi khusus sangat kurang.
Berhubungan dengan :
 Kurang pemajanan.
 Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat.
 Tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Ditandai dengan :
 Meminta informasi.
 Pernyataan kesalahan informasi.
 Ketidakakuratan mengikuti instruksi.
 Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Kriteria hasil :
 Berpartisipasi dalam proses belajar.
 Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau prognosis
dan aturan terapeutik.
 Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
Berikan informasi terhadap pencegahan, Untuk mendorong kepatuhan terhadap
faktor penyebab, serta perawatan. program teraupetik dan meningkatkan
pengetahuan keluarga klien.
Beri kesempatan kepada klien dan keluarga Memberi kesempatan kepada orang tua
untuk menanyakan hal- hal yang belum dalam perawatan anaknya.
jelas.
Beri feed back/umpan balik terhadap Mengetahui tingkat pengetahuan dan
pertanyaan yang diajukan oleh keluarga pemahaman klien atau keluarga.
atau klien.
Sarankan pasien menurunkan/ membatasi Stimulasi yang beragam dapat memperbesar
stimulasi lingkungan terutama selama gangguan proses berfikir.
kegiatan berfikir.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi
10. Jakarta : EGC.

Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta : EGC.

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3 edisi
keempat. Jakarta : Internal Publishing.

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita


Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc edisi revisi jilid 3.
Jogjakarta : MediAction Publishing.

You might also like