You are on page 1of 8

Pengertian Atresia Esophagus

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu,
sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini
biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering disertai kelainan
bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani),
kelainan tulang (hemivertebrata).

Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga tidak membentuk
sambungan dengan trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan
esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari faring ke lambung selama perkembangan
embrionik adapun pengertian lain yaitubila sebua segmen esoofagus mengalami gangguan dalam
pertumbuhan nya( congenital) dan tetap sebaga bagian tipis tanpa lubang saluran.

Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus . Dua kondisi ini
biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung
congenital. Untuk alas an yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi
dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima. Atresia Esofagus termasuk
kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa
hubungan persisten dengan trachea.

Epidemiologi Atresia Esophagus

insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin lama
makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada
janin yang kembar. Kecenderungan peningkatan jumlah kasus atresia esophagus tidak
berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia
esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran)
dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000 kelahiran).

Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada perempuan
untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan
esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1. Atresia esophagus dan fistula
trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-
waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi
pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana
beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia esophagus terhadap
peningkatan umur ibu.

Etiologi Atresia Esophagus

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan
atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara
kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan
18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esophagus
menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang
proses embriopatologi masih terus berlanjut.

Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus dapat terganggu.
Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika
elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang jaringan maka
trakea akan membentuk atresia esophagus.

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan
kelahiran seperti :

 Trisomi
 Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan anus
imperforata).
 Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus
arteriosus).
 Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak
adanya ginjal,dan hipospadia).
 Gangguan Muskuloskeletal
 Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac, tracheosofagealfistula, ginjal,
dan abnormalitas saluran getah bening).
 Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan lahir

Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :

 Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali
domine .
 Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
 Faktor gizi
 Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –masing
menjadi esopagus dan trachea.
 Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
 Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula
trachea esophagus
 Tumor esophagus.
 Kehamilan dengan hidramnion
 Bayi lahir prematur,

Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan yang tidak
diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi
pada minggu ke empat dan ke lima.

Klasifikasi Atresia Esophagus


Atresia Esophagus diklasifikasikan sebagai berikut :

 Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC)


Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan
penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV.
Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea
setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan
fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang
berjarak jauh.
 Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen
esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir
pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
 Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)
Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan
trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah
ditemukan dua bahkan tiga fistula.
 Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi.
Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan
esofagus.
 Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal
Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai
atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang,
pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki
keseluruhan. Seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas
selama membuat/ merancang anastomose.
Tanda dan Gejala Atresia Esophagus

Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:

 Batuk ketika makan atau minum


 Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk
menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk
 Gelembung berbusa putih di mulut bayi
 Memiliki kesulitan bernapas
 Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan oksigen
(sianosis)
 Meneteskan air liur
 Muntah-muntah
 Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi
bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu
diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti pada
jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
 Bila Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai terdapat
atresia esofagus.
 Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi
cairan kedalam jalan nafas.
 Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu
bayi sering sianosis

Diagnosis Atresia Esophagus

Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan
bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan
kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga adanya atresia esophagus.
 Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus
dicurigai adanya atresia esfagus.
 Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi cairan
kedam jalan nafas.
 Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter
terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus dapat memberikan
gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
 Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk
menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat
pada foto abdomen.

Komplikasi Atresia Esophagus

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

 Dismotilitas esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi
sudah mulai makan dan minum.
 Gastroesofagus refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau
refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
 Trakeo esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti
ini.
 Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
 Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
 Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
 Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah dengan
mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

Patofisiologi Atresia Esophagus

Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus normalnya
berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang muncul di dalam foregut.
Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi ventral yang berlebihan pada lipatan
faringo-esofagus, yang menyebabkan kantung esofagus bagian atas mencegah lipatan cranial dari
menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk itu, sambungan dipasangkan antara esofagus dan
trakea.

Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah fistula antara
esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan esofagus. Atresia
esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat pemisahan yang tidak sempurna
antara lempengan paru dari foregut selama masa awal perkembangan janin. Sebagian besar
anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi vertebra, ginjal, janutng, muskuloskeletal, dan
sistem gastrointestinal.

Walaupun kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal yang tidak umum terjadi, tetapi
apabila terjadi ketidaknormalan harus segera dikoreksi, karena dapat mengancam nyawa. Karena
hal ini dapat menyebabkan regurgitasi ketika bayi diberi makan. Agenesis pada esofagus sangat
jarang terjadi, kebanyakan atresia dan pembentukan fistula. Pada atresia, segmen esofagus hanya
berupa thin, noncanalized cord, dengan kantung proksimal yang tersambung ke faring dan
kantung bagian bawah yang menuju ke lambung. Atresia sering terdapat pada bifurksasi (dibagi
menjadi dua cabang) trakea terdekat. Jarang hanya atresia sendiri, tetapi biasanya sering
dijumpai bersamaan dengan fistula yang menyambungkan kantung bawah atau atas dengan
bronkus atau trakea. Anomali yang berhubungan meliputi congenital heart disease, neurologic
disease, genitourinary disease, dan other gastrointestinal malformations. Atresia terkadang
dihubungkan dengan arteri umbilikus tunggal.
Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus

Pasang sonde lambung no. 6 – 8 F yang cukup halus. Dan radioopak sampai di esophagus yang
buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10 – 15 menit.

Pada Gross type II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross type I, tidur terlentang kepala
lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus. Kemudian segera siapkan operasi.(FKUI.1982).

Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi ini. Bayi
sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala 30o lebih tinggi.
Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik untuk
mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau
menangis berkepanjangan.

Pengobatan pada Atresia Esophagus

Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi


lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus secara teratur dikosongkan
dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap
pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomaly penyerta kadang-kadang, kondisi
penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap:

Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan,

Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima.
Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus.
Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering
ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks
gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.

You might also like