You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang

meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma,

neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang

mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi1. Peradangan pada uvea dapat

hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan

tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis

anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut

uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda

dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur,

mata merah tanpa sekret mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Insiden uveitis di Amerika

Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan antara 25 sampai 52 kasus/100.0004 penduduk dengan

perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Uveitis merupakan salah satu penyebab

kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga

menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu,

dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis

yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang

menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi uvea2

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris,

badan siliar, dan koroid. Uvea terdiri atas 3 bagian :

1. Iris

2. Badan siliar (pars plana)

3. Koroid.

Uvea terbagi dua yaitu Uvea anterior (iris dan badan siliar) dan Uvea posterior (koroid) .

Uvea mempunyai fungsi :

 Memberi nutrisi dan pengaturan gas, badan siliar langsung memberikan makanan pada retina

sebelah dalam, lensa dan kornea.

 Menyerap sinar, melindungi mata dari pantulan sinar dalam bola mata.

 Badan siliar berperan dalam akomodasi yang diatur saraf autonom

Uvea juga berfungsi dalam memberikan gejala pada keadaan penyakit mata tertentu :

 Midriasis pada trauma, glaukoma dan obat midriatik.

 Misosis pada uveitis

2
Traktus uvealis merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan

sclera. Struktur ini ikut mendarahi retina.

Gambar 1: Anatomi uvea

2.1.1 Iris

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior).

Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur

besarnya sinar yang masuk mata.

Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil

terutama sekitar pupil yang disebut kripte.

3
Iris tereletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata

depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueos humor dan vitreous humor

Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator

pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi untuk

mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar.

Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut

isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria.

Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena

adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam

aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam

mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang

lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot

sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang

masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada

cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk

4
Gambar 2. Iris

Fungsi iris :

1. Mengontrol Jumlah Cahaya yang Memasuki Mata

Iris adalah bagian dari mata yang berwarna dan bertanggung jawab untuk mengendalikan

jumlah cahaya yang masuk ke mata dan melakukannya dengan cara yang mirip dengan aperture

pada kamera. Di tengah-tengah iris adalah pembukaan putaran yang dikenal sebagai pupil.

Ukuran pupil dapat berfluktuasi karena iris memiliki otot kecil yang baik dapat memperluas

(kontraksi) atau sempit (konstriksi) itu.

5
Gambar 3 kontraksi otot-otot iris

2. Menentukan warna mata

Sementara jaringan bertanggung jawab untuk jumlah cahaya, pigmen dalam iris bertanggung

jawab untuk warna mata seseorang. Ketika ada lebih banyak pigmen dalam iris, mata mereka

akan menjadi lebih gelap.

3. Iris juga berfungsi sebagai penghalang yang membagi ruang posterior kecil dengan

anterior yang lebih besar.

Ruang posterior ditemukan antara lensa dan iris sedangkan yang anterior ditemukan antara

kornea dan iris.

6
2.1.2 Badan Siliar

Korpus siliaris (badan siliar) merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem

eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid

terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi.

Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea

melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid.

Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan

bola mata (tekanan intraokular = TIO).

Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui

pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewait trabekulum meshwork menuju

canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk

kembali ke jantung

Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan

zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliaris berasal dari pars plicata.

Processus ciliaris ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena

verticosa. Kapiler –kapilernya besar dan berlubang-lubang sehingga membocorkan fluoresin

yang disuntikkan secara intravena.

Ada dua lapisan epitel ciliaris: satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam, yang

merupakan perluasan neuroretina ke anterior; dan satu lapisan berpigmen disebelah luar, yang

merupakan perluasan epitel pigmen retina. Processus ciliaris dan epitel ciliares pembungkusnya

berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor.

7
Gambar 4: Corpus ciliare

Musculus ciliaris (otot otot siliar) tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkuler

dan radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula,

yang berorigo dilembah-lembah diantara processus ciliares. Otot ini mengubah tegangan pada

kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek berharak dekat

maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang.

Serat- serat longitudinal musculus ciliaris menyisip kedalam anyaman trabekula untuk

mempengaruhi besar porinya. Bila musculus ciliaris berkontraksi akan membuka anyaman

trabekula dan mempercapat pengaliran cairan mata melalui sudut bilik mata.

8
Gambar 5 : Musculus ciliaris

Pembuluh- pembuluh darah yang mendarahi corpus ciliare berasal dari circulus arteriosus

major iris.

Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus,

yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan

intraocular.

2.1.3 Koroid

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam)

dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin

badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina

9
tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum

badan siliar. Bagian koroid yang tidak

Struktur koroid secara umum dapat dibagi menjadi empat lapisan:

 Lapisan Haller - Bagian terluar dari koroid, memiliki diameter pembuluh darah yang

paling besar.

 Lapisan Sattler - Lapisan dengan pembuluh darah menengah.

 Koriokapilaris - Lapisan kapiler.

 Membran bruch - Bagian terdalam dari lapisan koroid

Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh

koroid dilairkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior. Koroid disebelah

dalam dibatasi oleh membrane Bruch dan disebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak

diantara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus.

Disebelah anterior, koroid bergabung dengan korpus ciliare.

Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina yang menyokongnya.

10
Gambar 6: Choroid

II. Uveitis

2.2.1 DEFINISI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis

yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh

infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun.2,4

2.2.2 KLASIFIKASI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang

meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan

menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan

patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada

oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui

11
1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis 2,3,4

a) Uveitis anterior

Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut

juga dengan iridosiklitis.

b) Uveitis intermediet

Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan

peradangan vitreous.

c) Uveitis posterior

Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.

d) Panuveitis

Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

Gambar 7. Penggolongan uveitis berdasarkan anatomis

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis

a) Uveitis akut

Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik.

12
b) Uveitis kronik

Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan

atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis

a) Uveitis infeksius

Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri

b) Uveitis non-infeksius

Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

4. Klasifikasi berdasarkan patologis

a) Uveitis non-granulomatosa

Infiltrat dominan limfosit pada koroid.

b) Uveitis granulomatosa

Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

2.3 UVEITIS ANTERIOR

2.3.1 DEFINISI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars

plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea

dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis

13
atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan

siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior. 1,3

2.3.2 KLASIFIKASI

Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu

uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu

bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas

dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.

Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-

granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus

uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia

pertengahan. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus

uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya

infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit

mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif ke jaringan

oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat

dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus.

Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli

anterior.

14
Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa

Non- Granulomatosa Granulomatosa

Onset Akut Tersembunyi

Nyeri Nyata Tidak ada atau ringan

Fotofobia Nyata Ringan

Penglihatan Kabur Sedang Nyata

Merah Sirkumneal Nyata Ringan

Keratic precipitates Putih halus Kelabu besar

Pupil Kecil dan tak teratur (“mutton fat”)

Sinekia posterior Kadang-kadang Kecil dan tak teratur

Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang

Lokasi Uvea anterior Kadang-kadang

Uvea anterior,

posterior,difus

Perjalanan penyakit Akut Kronik

Kekambuhan Sering Kadang-kadang

2.3.4 ETIOLOGI

Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen

lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan,

mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi

tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis dibagi dalam :

Berdasarkan spesifitas penyebab :

15
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit

yang spesifik.

2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen

yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan

predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:

1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,

ataupun iatrogenik.

2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen

lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.

2.3.5. PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung

suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti

suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai

reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan

tubuh diluar mata.

Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi

hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam

(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang

infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses

16
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan

badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi

peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada

pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-

partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel

radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke

dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama

(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,

disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :

1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang

difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada

jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan

berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan

fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian

anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut

sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut

seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.

Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh

sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke

17
bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan

mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe).

Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi

glaukoma sekunder.

Gambar 8. Gambaran Iris bombe

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang

menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila

peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat

dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca)

ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul

tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera

ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang

semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi

akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

18
2.3.6. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah,

fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat

pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Dari

pemeriksaan mata dapat ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu

dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada

pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila terjadi

inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris edema dan warna menjadi

pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai sinekia posterior

ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter pupil dan

terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak komplikata.

Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. Pada proses

akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada

uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang

kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat

noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan

sel pada permukaan iris).6,7

Gambar 9. Gambaran hipopion pada uveitis anterior

19
Gambar 10. Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior

Gambar 11. Gejala klinis uveitis

20
Gambar 12. Gambaran flare pada uveitis

2.4. UVEITIS INTERMEDIATE

Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah peradangan

intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya

peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai

pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan

wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia

dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang

menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang

bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare

seperti gundukan salju (snow-banking)6. Peradangan bilik mata depan minimal tetapi

jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis

intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel

sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering

adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.

21
Gambar 13: Snowballs: Bercak Putih Kekuningan di Vitreus

Gambar 14: Gambaran vitritis

2.5. UVEITIS POSTERIOR

Uveitis posterior merupakan peradangan pada koroid dan retina; meliputi koroiditis,

korioretinitis (bila peradangan koroidnya lebih menonjol), retinokoroiditis (bila peradangan

retinanya lebih menonjol), retinitis dan uveitis disseminta. Kebanyakan kasus uveitis posterior

bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit sistemik. Penyebab uveitis posterior seringkali

dapat ditegakkan berdasarkan (1) morfologi lesi, (2) cara onset dan perjalanan penyakit, (3)

hubungannya dengan penyakit sistemik. 3,5,8

22
Penyebab uveitis posterior

1.Penyakit infeksi

a. Virus: CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, virus defisiensi imun

manusia HIV), virus eipstein Barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut.

b. Bakteri: Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemic

Nocardia, Mycobacterium avium-intracellulare, Yarsinia, dan borella (penyebab

penyakit Lyme).

c. Fungus: Candida, histoplasma, Cryptococcus, dan aspergillus

d. Parasit: Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchocerca

2. Penyakit Non Infeksi:

a. Autoimun:

- Penyakit Behcet - Oftalmia simpleks

- Sindrom vogt-koyanagi-Harada - Vaskulitis retina

- Poliarteritis nodosa

b. Keganasan:

- Sarkoma sel reticulum - Leukemia

- Melanoma maligna - Lesi metastatik

c. Etiologi tak diketahui:

- Sarkoidosis - Retinopati “birdshot”

- Koroiditis geografik - Epiteliopati pigmen retina

- Epitelopati pigmen piakoid multifocal akut

23
Secara tipikal, retinitis merupakan manifestasi dari infeksi toksoplasma dan herpes. Koroiditis

dapat muncul diikuti dengan uveitis granulomatosa (seperti tuberkulosis, sarcoidosis, penyakit

Lyme, sifilis), histoplasmosis, atau sindrom yang tidak biasa seperti korioretinitis serpiginous

atau birdshot6. Papilitis dapat timbul dengan toksoplasmosis, retinitis viral, limfoma, atau

sarkoidosis.

Gambar 15. Gambaran BIRDSHOT khoroiditis

Gambar 16. Tuberkel Koroid pada TB Milier Berupa Nodul Putih Keabu-abuan.

24
Gambar 17: Nodul Bussaca, sering dijumpai apa uveitis tuberkulosis

Gambar 18: Nodul Koeppe, sering dijumpai apa uveitis tuberkulosis

Lesi pada segmen posterior mata dapat fokal, geografis atau difus. Yang menimbulkan

kekeruhan pada vitreus di atasnya harus dibedakan dari yang tidak pernah menimbulkan sel-sel

vitreus. Jenis dan distribusi kekeruhan vitreus harus dijelaskan. Lesi radang di segmen posterior

umumnya berawal tenang, namun ada yang disertai kekeruhan vitreus dan kehilangan

25
penglihatan secara tiba-tiba. Penyakit demikian biasanya disertai uveitis anterior, yang pada

gilirannya kadang-kadang diikuti sebentuk glaukoma sekunder.

Uveitis posterior pada pasien 3 tahun dapat disebabkan oleh “sindrom samaran”, seperti

retinoblastoma atau leukemia. Penyebab infeksi uveitis posterior pada kelompok umur ini adalah

infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella.

Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun, penyebab uveitis posterior termasuk

toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis intermediate, infeksi sitomegalovirus, sindrom samaran,

panensefalitis sklerosis subakut, dan kurang penting, infeksi bakteri atau fungi pada segmen

posterior. Dalam kelompok umur 16 sampai 40 tahun, yang termasuk diagnosis diferensial

adalah toksoplasmosis, penyakit Behcet, sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmitis

candida, dan kurang sering, infeksi bakteri endogen misalanya meningitis meningococcus.

Pasien uveitis posterior dan berumur di atas 40 tahun mungkin menderita sindrom

nekrosis retina akut, toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, retinitis, sarcoma sel retikulum,

atau kriptokosis.

Uveitis yang terjadi unilateral lebih condong untuk diagnosis akibat toksoplasmosis,

kandidiasis, toksocariasis, sindrom nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen. Onset

uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa gejala. Penyakit pada segmen

posterior mata yang onset mendadak adalah retinitis toksoplasmosis, nekrosis retina akut, dan

infeksi bakterial. Kebanyakan penyebab uveitis posterior yang lain onsetnya lambat.

2.6 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan uveitis adalah untuk menekan reaksi inflamasi, mencegah dan

memperbaiki kerusakan struktur, memperbaiki fungsi penglihatan serta menghilangkan nyeri dan

26
fotofobia. Kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan untuk mengurangi inflamasi yaitu

prednisolon 0,5%, prednisolon asetat 1%, betametason 1%, deksametason 0,1%, dan

fluorometolon 0,1%. Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada kasus yang membutuhkan

depo steroid dan menghindari efek samping kortikosteroid jangka panjang. Kortikosteroid

sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau uveitis bilateral. Pemberian kortikosterid

memiliki banyak efek samping. Kortikosteroid topikal dapat menyebabkan katarak dan

glaukoma, terutama pada pemakaian jangka panjang. Metode pemberian secara periokular

memiliki efek samping serupa, ditambah ptosis, perforasi sklera, serta perdarahan. Penggunaan

kortikosteroid sistemik juga telah lama dikenal menimbulkan berbagai efek samping seperti

osteoporosis, hipertensi, penambahan berat badan, retensi cairan, gangguan toleransi glukosa,

gangguan siklus menstruasi, dan ulkus peptikum.3,4,9

Agen imunosupresan diberikan bila peradangan tidak membaik dengan kortikosteroid

atau sebagai obat pendamping agar kortikosteroid tidak digunakan untuk jangka waktu lama dan

dosis tinggi. Imunosupresan dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pada penyakit

behcet, granulomatosis wegener, dan skleritis nekrotik karena penyakit tersebut dapat

mengancam jiwa. Imunosupresan dibagi menjadi golongan antimetabolit, supresor sel T, dan

sitotoksik. Golongan antimetabolit adalah azatioprin, metotreksat, dan mikofenolat mofetil3

Supresor sel T meliputi siklosporin dan takrolimus sedangkan golongan sitotoksik adalah

siklofosfamid dan klorambusil. Efikasi agen imunosupresan baru tercapai setelah beberapa

minggu sehingga pada awal penggunaan harus dikombinasi dengan kortikosteroid. Penghambat

TNF-α diberikan pada penyakit behcet sedangkan infliksimab dan adalimumab digunakan bila

uveitis tidak membaik dengan metotreksat3

27
NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sedangkan siklopegik diberikan

untuk mencegah sinekia posterior. Obat yang diberikan adalah siklopentolat 0,5-2% dan

homatropin. Siklopentolat menginduksi siklopegik dalam waktu 25-75 menit dan midriasis dalam

30- 60 menit; efek dapat bertahan selama satu hari. Homatropin merupakan terapi siklopegik

pilihan untuk uveitis; menginduksi siklopegik dalam 30-90 menit dan midriasis 10-30 menit. Efek

siklopegik bertahan 10-48 jam sedangkan midriasis bertahan 6 jam-4 hari. Sulfas atropin diberikan

sebagai antiinflamasi dan midriatikum yang bertahan selama dua minggu. 3

Sampai saat ini pengobatan toksoplasmosis okular belum memberikan hasil yang

memuaskan. Multiplikasi parasit memang dapat dihambat sehingga destruksi jaringan retina dan

koroid berkurang namun parasit belum dapat diberantas seluruhnya. Obat hanya membunuh

takizoit T.gondii dan tidak membasmi stadium kista, sehingga hanya mengobati infeksi akut,

tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun yang berisiko aktif kembali.3

Terapi tuberkulosis okular sama dengan tuberkulosis paru yaitu kombinasi isoniazid,

rifampisin, pirazinamid, dan etambutol sebagai terapi awal selama dua bulan, dilanjutkan dengan

regimen alternatif selama 4 bulan. Lama pengobatan dapat diperpanjang pada kasus multi-drug

resistance atau pada individu yang memberikan respons lambat terhadap terapi. Pemberian OAT

harus berhati-hati karena dapat menimbulkan efek samping yang berat. Etambutol dapat

menimbulkan neuritis optik, diskromatopsia merah-hijau, skotoma sentral, edema diskus, dan

atrofi optik. Isoniazid, rifampisin, pirazinamid bersifat hepatotoksik dan isoniazid dapat

menimbulkan neuropati perifer.3

Pada uveitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, antibiotik diberikan selama 2-3 hari,

setelah itu dapat ditambahkan kortikosteroid untuk menekan inflamasi. Penisilin merupakan

28
antibiotik lini pertama untuk terapi sifilis dan diberikan setiap 4 jam selama 10-21 hari disertai

kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi. Penisilin G benzatin diberikan 2.000.000-4.000.000

U IM setiap 4 jam selama 10-14 hari dilanjutkan 2.400.000 U IM setiap minggu selama 3

minggu.3

Pengobatan VZV berupa asiklovir 800mg 5 kali sehari dengan terapi suportif midriatikum

dan kortikosteroid untuk menekan inflamasi. HSV diobati dengan asiklovir 400 mg 5 kali sehari

atau famsiklovir dan valasiklovir. Prednisolon asetat 1% dan siklopegik diberikan sebagai terapi

suportif. Antivirus lainnya adalah valgansiklovir, gansiklovir, foskarnet, dan sidofovir.3

Uveitis yang disebabkan oleh jamur diobati dengan tetes mata antijamur dan pada infeksi

berat diberikan antijamur sistemik. Tetes mata amfoterisin B 0,15% diberikan setiap jam.

Antijamur lainnya adalah tetes mata natamisin 5% tiap jam atau flukonazol 0,3% tiap jam dan

salep mata natamisin 5% tiga kali sehari. Obat antijamur oral yang dapat diberikan adalah

flukonazol 400mg per hari atau vorikonazol 2x200mg per hari, atau itrakonazol 400-600mg per

hari pada coccidiodimycosis. Infeksi Candida yang terbatas di koroid dan retina sangat jarang

ditemukan3

sebagian besar berupa endoftalmitis. Pada kasus tersebut, pilihan antijamur oral adalah

flukonazol 400 mg per hari atau voriconazol 2x200 mg per hari. Pada infeksi di vitreus atau

endoftalmitis kandida persisten, antijamur diberikan secara intravitreal yaitu amfoterisin B (5-

10μg/0,1ml) atau vorikonazol (100μg/0,1ml).3

Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan. Operasi dilakukan pada kasus

uveitis yang telah tenang (teratasi) tetapi mengalami perubahan permanen akibat komplikasi

29
seperti katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina. Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum

operasi dan steroid intraokular atau periokular dapat diberikan pasca-operasi.3

Kekeruhan vitreus sering terjadi pada uveitis intermediet dan posterior sedangkan

neovaskularisasi diskus optik dan retina sering menimbulkan perdarahan vitreus. Vitrektomi

ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila kekeruhan menetap setelah pengobatan3

2.7 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PERADANGAN UVEA (UVEITIS)

Adapun komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis yaitu:

1. Glaukoma sekunder

Adapun mekanisme terjadinya peningkatan tekanan intraocular pada peradangan uvea antara

lain:

a. Sinekia anterior perifer (iris perifer melekat pada kornea) dan terjadi akibat peradangan iris

pada uveitis anterior. Sinekia ini menyebabkan sudut iridokornea menyempit dan mengganggu

drainase dari humor aqueous sehingga terjadi peningkatan volume pada kamera okuli anterior

dan mengakibatkan peningkatan tekanan intraokular,

b. Sinekia posterior pada uveitis anterior terjadi akibat perlekatan iris pada lensa di beberapa

tempat sebagi akibat radang sebelumnya, yang berakibat pupil terfiksasi tidak teratur dan terlihat

pupil yang irreguler. Adanya sinekia posterior ini dapat menimbulkan glaukoma dengan

memungkinkan berkumpulnya humor aqueous di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke

depan dan menutup sudut iridokornea.

c. Gangguan drainase humor aqueous juga dapat terjadi akibat terkumpulnya sel-sel radang (fler)

pada sudut iridokornea sehingga volume pada kamera okuli anterior meningkat dan terjadi

glaukoma.

30
Pada uveitis intermediate, glaukoma sekunder adalah komplikasi yang jarang terjadi.

2. Atrofi nervus optikus

Setelah terjadi peningkatan tekanan intraokular, pasien dapat mengalami atrofi nervus optikus

sehingga terjadi kebutaan permanen.

3. Katarak komplikata

Katarak komplikata akibat penyakit intraocular disebbakan karena efek langsung pada fisiologis

lensa. Katarak biasnya berawal dari di daerah subkapsul posterior dan akhirnya mengenai

seluruh struktur lensa. Katarak yang terjadi biasanya unilateral. Prognosis visualnya tidak sebaik

katarak senilis biasanya.

4. Ablasio retina

5. Edema kistoid macular

2.8 PROGNOSIS

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan

diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya.

Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan

segera

31
BAB III

KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang

meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi

empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan

utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi

penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan

seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan

terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

32
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta:

FKUI, 2002. 180-181.

2. Guyton, Arthur. C., Hall, John. E.. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC:

Jakarta.

3. Sitompul, R, Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan,

departemen ilmu kesehatan mata FKUI. Vol. 4, No. 1, April 2016, P60-70

4. Muchatutta, M, Iritis and uveitis, Medscape, available on

http://emedicine.medscape.com/article/798323-overview. Accesed on 17 april 2017

5. Whitle, W, Basic of uveitis. Review of opthometry available at

https://www.reviewofoptometry.com/ce/the-basics-of-uveitis. Accesed on 19 april 2017

6. Michelson G, Atlas of opthamology, available at

https://www.atlasophthalmology.net/atlas/search.jsf. Accesed on 19 april 2017

7. Mustafa, M, Sein MM et al. Uveitis: Pathogenesis, Clinical presentations and Treatment.

IOSR Journal Of Pharmacy. Volume 4, Issue 12 (December 2014), PP. 42-47

8. Mandelcorn, ED, Infectious causes of posterior uveitis, CAN J OPHTHALMOL,. VOL.

48, NO. 1, FEBRUARY 2013 P 30-9

9. Hertanto, M, Perkembangan Tata Laksana Uveitis: dari Kortikosteroid hingga

Imunomodulator, J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 6,2011 p 235-6

33

You might also like