Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma,
neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang
mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi1. Peradangan pada uvea dapat
hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan
tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis
anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut
uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda
dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur,
mata merah tanpa sekret mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Insiden uveitis di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan antara 25 sampai 52 kasus/100.0004 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Uveitis merupakan salah satu penyebab
kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga
menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu,
dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis
yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi uvea2
Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris,
1. Iris
3. Koroid.
Uvea terbagi dua yaitu Uvea anterior (iris dan badan siliar) dan Uvea posterior (koroid) .
Memberi nutrisi dan pengaturan gas, badan siliar langsung memberikan makanan pada retina
Menyerap sinar, melindungi mata dari pantulan sinar dalam bola mata.
Uvea juga berfungsi dalam memberikan gejala pada keadaan penyakit mata tertentu :
2
Traktus uvealis merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan
2.1.1 Iris
Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior).
Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur
3
Iris tereletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata
depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueos humor dan vitreous humor
Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator
pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi untuk
mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar.
Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut
isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria.
Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena
adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam
aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam
mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang
lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot
sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang
masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada
4
Gambar 2. Iris
Fungsi iris :
Iris adalah bagian dari mata yang berwarna dan bertanggung jawab untuk mengendalikan
jumlah cahaya yang masuk ke mata dan melakukannya dengan cara yang mirip dengan aperture
pada kamera. Di tengah-tengah iris adalah pembukaan putaran yang dikenal sebagai pupil.
Ukuran pupil dapat berfluktuasi karena iris memiliki otot kecil yang baik dapat memperluas
5
Gambar 3 kontraksi otot-otot iris
Sementara jaringan bertanggung jawab untuk jumlah cahaya, pigmen dalam iris bertanggung
jawab untuk warna mata seseorang. Ketika ada lebih banyak pigmen dalam iris, mata mereka
3. Iris juga berfungsi sebagai penghalang yang membagi ruang posterior kecil dengan
Ruang posterior ditemukan antara lensa dan iris sedangkan yang anterior ditemukan antara
6
2.1.2 Badan Siliar
Korpus siliaris (badan siliar) merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem
eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid
terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea
melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid.
Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan
Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui
canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk
kembali ke jantung
Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan
zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliaris berasal dari pars plicata.
Processus ciliaris ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena
Ada dua lapisan epitel ciliaris: satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam, yang
merupakan perluasan neuroretina ke anterior; dan satu lapisan berpigmen disebelah luar, yang
merupakan perluasan epitel pigmen retina. Processus ciliaris dan epitel ciliares pembungkusnya
7
Gambar 4: Corpus ciliare
Musculus ciliaris (otot otot siliar) tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkuler
dan radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula,
yang berorigo dilembah-lembah diantara processus ciliares. Otot ini mengubah tegangan pada
kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek berharak dekat
Serat- serat longitudinal musculus ciliaris menyisip kedalam anyaman trabekula untuk
mempengaruhi besar porinya. Bila musculus ciliaris berkontraksi akan membuka anyaman
trabekula dan mempercapat pengaliran cairan mata melalui sudut bilik mata.
8
Gambar 5 : Musculus ciliaris
Pembuluh- pembuluh darah yang mendarahi corpus ciliare berasal dari circulus arteriosus
major iris.
Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus,
yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan
intraocular.
2.1.3 Koroid
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam)
dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin
badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina
9
tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum
Lapisan Haller - Bagian terluar dari koroid, memiliki diameter pembuluh darah yang
paling besar.
Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh
koroid dilairkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior. Koroid disebelah
dalam dibatasi oleh membrane Bruch dan disebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak
diantara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus.
Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina yang menyokongnya.
10
Gambar 6: Choroid
II. Uveitis
2.2.1 DEFINISI
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh
2.2.2 KLASIFIKASI
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan
menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan
patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada
oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui
11
1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis 2,3,4
a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan
peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
d) Panuveitis
a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik.
12
b) Uveitis kronik
a) Uveitis infeksius
b) Uveitis non-infeksius
a) Uveitis non-granulomatosa
b) Uveitis granulomatosa
2.3.1 DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars
dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis
13
atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan
2.3.2 KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu
uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-
uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia
uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya
infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit
oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat
dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus.
Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli
anterior.
14
Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
Uvea anterior,
posterior,difus
2.3.4 ETIOLOGI
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen
lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan,
mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi
15
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit
yang spesifik.
yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan
Berdasarkan asalnya:
ataupun iatrogenik.
lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.
2.3.5. PATOFISIOLOGI
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti
suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai
reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang
infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses
16
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke
dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama
(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada
berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut
seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.
sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke
17
bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe).
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi
glaukoma sekunder.
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca)
ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
18
2.3.6. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah,
fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat
pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Dari
pemeriksaan mata dapat ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu
dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada
pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila terjadi
inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris edema dan warna menjadi
pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai sinekia posterior
ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter pupil dan
terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak komplikata.
Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. Pada proses
akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada
kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat
noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan
19
Gambar 10. Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior
20
Gambar 12. Gambaran flare pada uveitis
Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah peradangan
intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya
pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan
wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia
dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang
menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang
bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare
seperti gundukan salju (snow-banking)6. Peradangan bilik mata depan minimal tetapi
jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis
intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel
sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering
adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.
21
Gambar 13: Snowballs: Bercak Putih Kekuningan di Vitreus
Uveitis posterior merupakan peradangan pada koroid dan retina; meliputi koroiditis,
retinanya lebih menonjol), retinitis dan uveitis disseminta. Kebanyakan kasus uveitis posterior
bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit sistemik. Penyebab uveitis posterior seringkali
dapat ditegakkan berdasarkan (1) morfologi lesi, (2) cara onset dan perjalanan penyakit, (3)
22
Penyebab uveitis posterior
1.Penyakit infeksi
a. Virus: CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, virus defisiensi imun
manusia HIV), virus eipstein Barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut.
penyakit Lyme).
a. Autoimun:
- Poliarteritis nodosa
b. Keganasan:
23
Secara tipikal, retinitis merupakan manifestasi dari infeksi toksoplasma dan herpes. Koroiditis
dapat muncul diikuti dengan uveitis granulomatosa (seperti tuberkulosis, sarcoidosis, penyakit
Lyme, sifilis), histoplasmosis, atau sindrom yang tidak biasa seperti korioretinitis serpiginous
atau birdshot6. Papilitis dapat timbul dengan toksoplasmosis, retinitis viral, limfoma, atau
sarkoidosis.
Gambar 16. Tuberkel Koroid pada TB Milier Berupa Nodul Putih Keabu-abuan.
24
Gambar 17: Nodul Bussaca, sering dijumpai apa uveitis tuberkulosis
Lesi pada segmen posterior mata dapat fokal, geografis atau difus. Yang menimbulkan
kekeruhan pada vitreus di atasnya harus dibedakan dari yang tidak pernah menimbulkan sel-sel
vitreus. Jenis dan distribusi kekeruhan vitreus harus dijelaskan. Lesi radang di segmen posterior
umumnya berawal tenang, namun ada yang disertai kekeruhan vitreus dan kehilangan
25
penglihatan secara tiba-tiba. Penyakit demikian biasanya disertai uveitis anterior, yang pada
Uveitis posterior pada pasien 3 tahun dapat disebabkan oleh “sindrom samaran”, seperti
retinoblastoma atau leukemia. Penyebab infeksi uveitis posterior pada kelompok umur ini adalah
panensefalitis sklerosis subakut, dan kurang penting, infeksi bakteri atau fungi pada segmen
posterior. Dalam kelompok umur 16 sampai 40 tahun, yang termasuk diagnosis diferensial
candida, dan kurang sering, infeksi bakteri endogen misalanya meningitis meningococcus.
Pasien uveitis posterior dan berumur di atas 40 tahun mungkin menderita sindrom
nekrosis retina akut, toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, retinitis, sarcoma sel retikulum,
atau kriptokosis.
Uveitis yang terjadi unilateral lebih condong untuk diagnosis akibat toksoplasmosis,
kandidiasis, toksocariasis, sindrom nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen. Onset
uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa gejala. Penyakit pada segmen
posterior mata yang onset mendadak adalah retinitis toksoplasmosis, nekrosis retina akut, dan
infeksi bakterial. Kebanyakan penyebab uveitis posterior yang lain onsetnya lambat.
2.6 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan uveitis adalah untuk menekan reaksi inflamasi, mencegah dan
memperbaiki kerusakan struktur, memperbaiki fungsi penglihatan serta menghilangkan nyeri dan
26
fotofobia. Kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan untuk mengurangi inflamasi yaitu
prednisolon 0,5%, prednisolon asetat 1%, betametason 1%, deksametason 0,1%, dan
fluorometolon 0,1%. Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada kasus yang membutuhkan
depo steroid dan menghindari efek samping kortikosteroid jangka panjang. Kortikosteroid
sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau uveitis bilateral. Pemberian kortikosterid
memiliki banyak efek samping. Kortikosteroid topikal dapat menyebabkan katarak dan
glaukoma, terutama pada pemakaian jangka panjang. Metode pemberian secara periokular
memiliki efek samping serupa, ditambah ptosis, perforasi sklera, serta perdarahan. Penggunaan
kortikosteroid sistemik juga telah lama dikenal menimbulkan berbagai efek samping seperti
osteoporosis, hipertensi, penambahan berat badan, retensi cairan, gangguan toleransi glukosa,
atau sebagai obat pendamping agar kortikosteroid tidak digunakan untuk jangka waktu lama dan
dosis tinggi. Imunosupresan dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pada penyakit
behcet, granulomatosis wegener, dan skleritis nekrotik karena penyakit tersebut dapat
mengancam jiwa. Imunosupresan dibagi menjadi golongan antimetabolit, supresor sel T, dan
Supresor sel T meliputi siklosporin dan takrolimus sedangkan golongan sitotoksik adalah
siklofosfamid dan klorambusil. Efikasi agen imunosupresan baru tercapai setelah beberapa
minggu sehingga pada awal penggunaan harus dikombinasi dengan kortikosteroid. Penghambat
TNF-α diberikan pada penyakit behcet sedangkan infliksimab dan adalimumab digunakan bila
27
NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sedangkan siklopegik diberikan
untuk mencegah sinekia posterior. Obat yang diberikan adalah siklopentolat 0,5-2% dan
homatropin. Siklopentolat menginduksi siklopegik dalam waktu 25-75 menit dan midriasis dalam
30- 60 menit; efek dapat bertahan selama satu hari. Homatropin merupakan terapi siklopegik
pilihan untuk uveitis; menginduksi siklopegik dalam 30-90 menit dan midriasis 10-30 menit. Efek
siklopegik bertahan 10-48 jam sedangkan midriasis bertahan 6 jam-4 hari. Sulfas atropin diberikan
Sampai saat ini pengobatan toksoplasmosis okular belum memberikan hasil yang
memuaskan. Multiplikasi parasit memang dapat dihambat sehingga destruksi jaringan retina dan
koroid berkurang namun parasit belum dapat diberantas seluruhnya. Obat hanya membunuh
takizoit T.gondii dan tidak membasmi stadium kista, sehingga hanya mengobati infeksi akut,
tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun yang berisiko aktif kembali.3
Terapi tuberkulosis okular sama dengan tuberkulosis paru yaitu kombinasi isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol sebagai terapi awal selama dua bulan, dilanjutkan dengan
regimen alternatif selama 4 bulan. Lama pengobatan dapat diperpanjang pada kasus multi-drug
resistance atau pada individu yang memberikan respons lambat terhadap terapi. Pemberian OAT
harus berhati-hati karena dapat menimbulkan efek samping yang berat. Etambutol dapat
menimbulkan neuritis optik, diskromatopsia merah-hijau, skotoma sentral, edema diskus, dan
atrofi optik. Isoniazid, rifampisin, pirazinamid bersifat hepatotoksik dan isoniazid dapat
Pada uveitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, antibiotik diberikan selama 2-3 hari,
setelah itu dapat ditambahkan kortikosteroid untuk menekan inflamasi. Penisilin merupakan
28
antibiotik lini pertama untuk terapi sifilis dan diberikan setiap 4 jam selama 10-21 hari disertai
U IM setiap 4 jam selama 10-14 hari dilanjutkan 2.400.000 U IM setiap minggu selama 3
minggu.3
Pengobatan VZV berupa asiklovir 800mg 5 kali sehari dengan terapi suportif midriatikum
dan kortikosteroid untuk menekan inflamasi. HSV diobati dengan asiklovir 400 mg 5 kali sehari
atau famsiklovir dan valasiklovir. Prednisolon asetat 1% dan siklopegik diberikan sebagai terapi
Uveitis yang disebabkan oleh jamur diobati dengan tetes mata antijamur dan pada infeksi
berat diberikan antijamur sistemik. Tetes mata amfoterisin B 0,15% diberikan setiap jam.
Antijamur lainnya adalah tetes mata natamisin 5% tiap jam atau flukonazol 0,3% tiap jam dan
salep mata natamisin 5% tiga kali sehari. Obat antijamur oral yang dapat diberikan adalah
flukonazol 400mg per hari atau vorikonazol 2x200mg per hari, atau itrakonazol 400-600mg per
hari pada coccidiodimycosis. Infeksi Candida yang terbatas di koroid dan retina sangat jarang
ditemukan3
sebagian besar berupa endoftalmitis. Pada kasus tersebut, pilihan antijamur oral adalah
flukonazol 400 mg per hari atau voriconazol 2x200 mg per hari. Pada infeksi di vitreus atau
endoftalmitis kandida persisten, antijamur diberikan secara intravitreal yaitu amfoterisin B (5-
Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan. Operasi dilakukan pada kasus
uveitis yang telah tenang (teratasi) tetapi mengalami perubahan permanen akibat komplikasi
29
seperti katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina. Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum
Kekeruhan vitreus sering terjadi pada uveitis intermediet dan posterior sedangkan
neovaskularisasi diskus optik dan retina sering menimbulkan perdarahan vitreus. Vitrektomi
ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila kekeruhan menetap setelah pengobatan3
1. Glaukoma sekunder
Adapun mekanisme terjadinya peningkatan tekanan intraocular pada peradangan uvea antara
lain:
a. Sinekia anterior perifer (iris perifer melekat pada kornea) dan terjadi akibat peradangan iris
pada uveitis anterior. Sinekia ini menyebabkan sudut iridokornea menyempit dan mengganggu
drainase dari humor aqueous sehingga terjadi peningkatan volume pada kamera okuli anterior
b. Sinekia posterior pada uveitis anterior terjadi akibat perlekatan iris pada lensa di beberapa
tempat sebagi akibat radang sebelumnya, yang berakibat pupil terfiksasi tidak teratur dan terlihat
pupil yang irreguler. Adanya sinekia posterior ini dapat menimbulkan glaukoma dengan
c. Gangguan drainase humor aqueous juga dapat terjadi akibat terkumpulnya sel-sel radang (fler)
pada sudut iridokornea sehingga volume pada kamera okuli anterior meningkat dan terjadi
glaukoma.
30
Pada uveitis intermediate, glaukoma sekunder adalah komplikasi yang jarang terjadi.
Setelah terjadi peningkatan tekanan intraokular, pasien dapat mengalami atrofi nervus optikus
3. Katarak komplikata
Katarak komplikata akibat penyakit intraocular disebbakan karena efek langsung pada fisiologis
lensa. Katarak biasnya berawal dari di daerah subkapsul posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Katarak yang terjadi biasanya unilateral. Prognosis visualnya tidak sebaik
4. Ablasio retina
2.8 PROGNOSIS
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan
diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya.
Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan
segera
31
BAB III
KESIMPULAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi
empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan
utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan
seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
32
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta:
2. Guyton, Arthur. C., Hall, John. E.. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC:
Jakarta.
departemen ilmu kesehatan mata FKUI. Vol. 4, No. 1, April 2016, P60-70
33